HATTA
Kembali Ke Indonesia
Sebulan setelah menyelesaikan pendidikannya di Belanda, Hatta kembali ke
Indonesia. Di Indonesia, Hatta disibukkan dengan menulis artikel politik dan ekonomi
di Daulah Ra’jat dan berbagai kegiatan politik lainnya. artikel tulisan Hatta diantaranya
“Soekarno Ditahan” (10 Agustus 1933), “Tragedi Soekarno” (30 Nopember 1933), dan
“Sikap Pemimpin” (10 Desember 1933), semua itu Ia tulis sebagai reaksi kerasnya
terhadap sikap Soekarno yang ditahan oleh Belanda dan berakhir dengan pengasingan
Soekarno ke Ende, Flores.
Setelah mengasingkan Soekarno, Pemerintah Belanda beralih ke Partai
Pendidikan Nasional Indonesia. Para pemimpin Partai Pendidikan Nasional Indonesia
seperti Moh. Hatta, Sutan Sjahriri, Burhanuddin, Bondan, Murwoto, dan Maskun
ditangkap dan kemudian ditahan di penjara Glodok dan Cipinang selama hampir
setahun. Setelah itu mereka diasingkan ke Boven Digoel (Papua).
Masa Pengasingan
Hatta dan rekan-rekannya dari Partai Pendidikan Nasional Indonesia tiba di
pengasingan yaitu di Tanah Merah, Boven Digoel(Papua) pada Januari 1935. Kapten
Van Langen yang saatitu merupakan kepala pemerintahan di Boven Digoel menawarkan
2 pilihan pada mereka yaitu bekerja pada Belanda dengan upah per hari hanya 40 sen
dengan harapan bisa kembali ke daerah asal atau tetap menjadi buangan yang menerima
makanan in natura engan tidak ada harapan kembali ke daerah asal. Pilihan tersebut
Hatta jawab dengan mengatakan bahwa jika ia mau bekerja dengan belanda saat masih
di jakarta tentu ia menjadi orang besar dengan gaji tinggi, tak perlu ke Tanah Merah
menjadi kuli dengan gaji hanya 40 sen saja.
Selama masa pengasingannya di Digoel, untuk memenuhi kebutuhan hidunya,
Hatta menjadi penulis artikel untuk surat kabar Pemandangan. Pada Desember 1935,
pengganti Van Langen yaitu Kapten Wiarda mengatakan bahwa tempat pengasingan
Hatta dan Sjahrir akan dipindah ke Banda Neira, Januari 1936 mereka berangkat kesana.
Disana mereka bebas bergaul dengan penduduk dan disana pula mereka bertemu dengan
Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Mr. Iwa Kusumasumantri.