Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MAKNA SUMPAH PEMUDA

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Pelajaran


Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Disusun oleh :
Kelompok : 4
 Nurul Fauziah
 Yulia Uswatun Nisa
 Tiara Amelia
 Rizki Supriadi
 Rendi
 Sandi Saputra

Kelas : VII-F

MTs MATHLABUSSA’ADAH
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai pemuda yang
berjuang demi Indonesia dengan cara berprestasi mengharumkan nama Indonesia.
Terlepas dari itu semua,pada jaman sebelum kemerdekaan pemuda mengahargai
negeri ini dengan cara rela mati demi kemerdekaan indonesia yang saat itu tengah
dijajah oleh kaum nonpribumi. Kegigihan pemuda kala itu dapat menghasilkan
sebuah kemerdekaan bagi Indonesia dengan cara membuat organisasi pemuda
sehingga menghasilkan “sumpah pemuda”.
Sumpah pemuda adalah sebuah ikrar dari para pemuda yang dijadikan
bukti otentik bahwa pada tangga 28 oktober 1928 bangsa Indonesia
dilahirkan. Oleh karena itu sudah seharusnya segenap rakyat Indonesia
memperingati momentum 28 Oktober sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia.
Proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat
yang selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat
itu, kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda pada
saat itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup
orang Indonesia asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat
Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu
pada 17 Agustus 1945.
Sekarang ini banyak pemuda yang lupa akan sejarah para pemuda
terdahulu. Sehingga banyak pemuda yang mudah terkontaminasi oleh hasutan
orang-orang jahat. Alhasil banyak pemuda yang memilih berdemo ketimbang
membuat musyawarah antara petinggi negeri ini dengan rakyat. Selain berdemo,
para pemuda juga melakukan aksi tawuran yang telah merajalela dikalangan siswa
SD,SMP dan SMA. Dizaman yang moderen ini para pemuda seakan di jajah
kembali namun bukan secara terang-terangan namun di jajah secara psikis.
Solusi untuk mengatasi sikap pemuda ini adalah dengan memperkenalkan
mereka dengan sejarah dan akhlak dari kecil hingga dewasa. Sehingga pemuda
Indonesia mampu membangun negeri ini dengan kepala dingin.
Melihat kejadian pemuda yang makin agresif maka akan dibahas dalam
makala ini agar dapat mengetahui bagaimana sejarah pemuda membangun bangsa
ini serta bentuk pengaplikasian tepat yang dilakukan dalam era modern ini. Secara
jelas mengenai sejarah dan pengaplikasiannya akan dibahas pada Bab II.

B. Tujuan
Adapun beberapa tujuan yang ingin kami sampaikan dalam makalah ini
adalah:
1. Untuk lebih mengerti mengenai peran sumpah pemuda.
2. Untuk memehami mengenai sejarah dari sumpah pemuda.
3. Untuk lebih mengetahui perbedaan antara sebelum dan sesudah merdeka.
4. Agar kita mengetahui aplikasi dari sumpah pemuda.
C. Manfaat penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk menambah wawasan mengenai peran sumpah pemuda.
2. Memberi informasi mengenai masa sebelum dan sesudah merdeka.
3. Memberi informasi bagaimana cara mengapresiasikan sumpah pemuda pada
era modern.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perjuangan Nasional


Salah satu tonggak sejarah perjuangan Bangsa Indonesia adalah Sumpah
Pemuda yang selalu diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Namun momen
penting ini tidaklah berdiri sendiri, Sumpah Pemuda merupakan hasil dari
serangkaian perjuangan-perjuangan Bangsa Indonesia sejak ribuan tahun silam
dalam usaha membebaskan diri dari belenggu penjajahan.
Seperti kita ketahui bersama, sebelum 1928, perjuangan telah dimulai
sejak abad ke-17, dimana waktu itu perlawanan-perlawanan secara fisik dari
berbagai daerah muncul akibat kekejaman dan penindasan kaum penjajah. Tak
heran, kalau di tahun 1628 dan 1629 Sultan Agung Hanyokrokusumo, Raja
Mataram berani menyerang kompeni hingga ke Batavia.
Tahun 1662 – 1669 Sultan Hasanuddin, Raja Gowa XVI juga mengadakan
perlawanan mengusir penjajah di Makasar. Lalu 1817 di Ambon ada Pattimura,
kemudian 1825 -1830 terjadi Perang Diponegoro, demikian pula di Sumatera,
Tuanku Imam Bonjol memimpin perlawanan pada tahun 1824 hingga 1837.
Perlawanan lainnya pun muncul dengan tujuan yang sama mengusir penjajah dari
bumi Indonesia.
Akan tetapi sangat disayangkan, perjuangan tersebut tidak membawa hasil
yang diharapkan karena politik devide et impera yang diterapkan Belanda waktu
itu mampu menaklukkan semua perlawanan. Belanda mampu menaklukkan
hampir seluruh wilayah nusantara sehingga bangsa ini semakin mengalami
penderitaan panjang.
Sadar akan hal tersebut, para pemuda Indonesia yang memiliki semangat
dan jiwa patriotisme kemudian melakukan bentuk perlawanan dalam bentuk yang
lain. Mereka melawan – bukan dalam arti fisik – melalui organisasi Budi Oetomo
yang didirikannya pada 20 Mei 1908. Momen ini kemudian dijadikan sebagai
tonggak sejarah kebangkitan pemuda Indonesia dalam pergerakan kebangsaan
Indonesia, yang kemudian diakui sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Beberapa tahun kemudian tepatnya 1911 muncul Sarekat Islam yang
didirikan oleh HOS Tjokroaminoto. Setahun kemudian namanya diubah menjadi
Sarekat Dagang Islam. Selain itu di tahun yang sama, berdiri pula Indische Partai
yang dipimpin oleh tiga serangkai yaitu Danudirdja Setia Budi, Ki Hajar
Dewantara dan Tjipto Mangunkusumo. Tujuan politiknya sangat jelas yaitu untuk
membebaskan Indonesia dari penjajahan Belanda. Ketiga tokoh ini kemudian
dibuang karena dianggap membahayakan kelangsungan Pemerintah Hindia
Belanda melalui tulisan-tulisannya yang tajam di surat kabar. Demikian pula
gerakan dan aksi-aksi yang mereka lakukan.
Organisasi-organisasi lain pun kemudian bermunculan, namun belum
memberikan harapan yang menggembirakan. Mereka tetap tak mampu
menghadapi dan memberikan perlawanan berarti disebabkan perjuangan yang
mereka lakukan masih sendiri-sendiri.
Setelah menyadari kondisi seperti itu, keadaan pun lalu berubah. Para
pemuda kemudian berfusi, menyatukan diri dan mengusung rasa kebangsaan yang
selama ini belum tersentuh. Ini kemudian melahirkan Kongres Pemuda Indonesia
I pada tahun 1926. Waktu itu cita-cita persatuan menjadi tujuan utama, namun
masih belum dapat diwujudkan secara nyata.
Rasa kebangsaan dan persatuan itu mencapai puncaknya dengan
kemunculan pemuda Soekarno, anggota Jong Java. Ia terus mengobarkan rasa
persatuan dan kesatuan Indonesia sebagai landasan untuk mencapai kemerdekaan.
Pemuda yang kemudian terkenal dengan julukan Bung Karno ini mendasarkan
perjuangan mencapai kemerdekaan pada kekuatan sendiri, anti kapitalisme dan
imperialisme serta non-cooperation atau tak bersedia bekerja sama dengan Hindia
Belanda.
Atas prakarsa Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia, maka diadakan
Kongres Pemuda Indonesia II di Jakarta pada tanggal 27 – 28 Oktober 1928.
Kongres dihadiri oleh berbagai perhimpunan pemuda yang ada di Indonesia.
Dalam sidang ketiga, 28 Oktober 1928 itulah kemudian dicetuskan Sumpah
Pemuda yang sangat terkenal hingga sekarang.
Sumpah Pemuda sebagai tonggak sejarah perjuangan yang bersifat
nasional, meliputi seluruh wilayah nusantara mencapai cita-cita bersama. Pada
Kongres ini pula diperkenalkan lagu kebangsaan Indonesia Raya 3 stanza oleh
Wage Rudolf Supratman.
Kata-kata keramat yang dicetuskan dalam Kongres II Pemuda Indonesia
tersebut terus mengakar dalam diri setiap anak bangsa. Perjuangan terus berlanjut,
perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda pun tak berhenti hingga
mencapai puncak dengan diproklamasikannya Kemerdekaan Republik Indonesia
17 Agustus 1945.
Rasa kebangsaan, persatuan dan kesatuan harus tetap kita jaga dengan jiwa
dan semangat Sumpah Pemuda. Jangan sampai kerja keras para pemuda pada
masa perjuangan dahulu terbuang percuma dengan kondisi Bangsa Indonesia di
masa sekarang.
Kalau dulu kaum penjajah yang memecah belah bangsa Indonesia, bukan
tidak mungkin persatuan dan kesatuan yang selama ini kita bina terkoyak oleh
ulah bangsa sendiri. Bahasa Indonesia yang selama ini diakui sebagai bahasa
persatuan rusak justru oleh perilaku bangsa sendiri.

B. Pengagas Kongres Sumpah Pemuda Pertama


Siapa penggagas Kongres Sumpah Pemuda pertama kali?. Ya,
adalah Mohammad Tabrani Soerjowitjitro. Dia merupakan tokoh penting di balik
terselenggaranya Kongres Sumpah Pemuda Pertama tahun 1926. Mohammad
Tabrani Soerjowitjitro, wafat pada 1984. Tidak cuma menggagas terselenggaranya
kongres tersebut, namun ia juga kemudian menjadi ketuanya.
Saat masih hidup, banyak yang memintanya menuliskan pengalaman dan
apa yang diketahuinya perihal kongres, yang kemudian mengantar terjadinya
Kongres Pemuda 1928 yang momumental tersebut. Tapi Tabrani selalu menolak.
Sikapnya baru mencair ketika pada 1973, Sudiro, bekas Wali Kota Jakarta,
memintanya. Maka Tabrani pun menuliskan pengalamannya dalam buku 45
Tahun Sumpah Pemuda. Buku ini diterbitkan pada 1974 oleh Yayasan Gedung-
gedung Bersejarah Jakarta.
Menurut Tabrani, laporan kongres yang berjudul Verslag van Het Eerste
Indonesisch Jeugdcongress (Laporan Kongres Pemuda Indonesia Pertama) yang
diterbitkan oleh Panitia Kongres telah dimusnahkan Belanda. Ia mengetahui kabar
itu ketika tengah bersiap meninggalkan Tanah Air untuk berangkat ke
Jerman. Tapi, untunglah, sebelumnya ia telah mengirimkan salinan laporan itu ke
Museum Pusat dan sejumlah media massa.

Pada 1973 Tabrani menemukan dokumen kongres itu di Museum Pusat


yang kini bernama Museum Nasional. Menurut Tabrani, untuk mengelabui
pemerintah Belanda, saat itu ia melakukan sejumlah trik kala kongres. Beberapa
orang sengaja ia perintahkan mengobrol dengan kepala polisi rahasia dan
sejumlah pejabat Belanda yang hadir. Tujuannya, agar mereka tak sempat
menyimak pidato peserta kongres.

Persiapan Kongres Pemuda Pertama dilakukan pada 15 November 1925 di


gedung Lux Orientis, Jakarta. Hadir lima organisasi pemuda dan beberapa peserta
perorangan. Organisasi itu Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon,
Pelajar Minahasa, dan Sekar Roekoen. Tabrani mewakili Jong Java. Pertemuan itu
menghasilkan kesepakatan membentuk panitia Kongres Pemuda Indonesia
Pertama. Tujuan kongres tersebut, adalah menggugah semangat kerja sama di
antara bermacam-macam organisasi pemuda di tanah air, supaya dapat
diwujudkan dasar pokok lahirnya persatuan Indonesia, di tengah-tengah bangsa di
dunia. Panitia kongres terdiri atas 10 orang, di antaranya Bahder
Djohan, Sumarto, Jan Toule Soulehuwij, Paul Pinontoan, dan Tabrani. Dari sini
lantas dibentuk panitia inti dengan komposisi pengurus meliputi Ketua Tabrani,
wakil ketua Sumarto, sekretarisDjamaludin (Adinegoro), dan bendahara Suwarso.

Kongres Pemuda Pertama itu kemudian digelar di Jakarta pada 30 April


1926 hingga 2 Mei 1926. Berbagai persoalan dibahas dalam kongres ini. Bahder
Djohan, misalnya, menyampaikan materi “Kedudukan wanita dalam masyarakat
Indonesia”. Tapi, lantaran terlambat datang dari Bandung, akhirnya materi
tersebut dibacakan Djamaludin. Adapun Paul Pinontoan membahas peranan
agama dalam gerakan nasional.

Dalam kongres yang memakai bahasa Belanda itu dibicarakan pula soal
bahasa persatuan. Muhammad Yamin, yang membahas “Masa depan bahasa-
bahasa Indonesia dan kesusastraannya”, menyatakan hanya dua bahasa, Jawa dan
Melayu, yang berpeluang menjadi bahasa persatuan. Namun Yamin yakin bahasa
Melayu yang akan lebih berkembang sebagai bahasa persatuan.

Djamaludin sependapat dengan Yamin. Menurut Tabrani, peserta kongres


saat itu sepakat menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Namun
Tabrani menentang. Menurut Tabrani, kalau nusa itu bernama Indonesia, bangsa
itu bernama Indonesia, maka bahasa itu harus disebut bahasa Indonesia dan bukan
bahasa Melayu, walaupun unsur-unsurnya Melayu. Pendapat ini diterima Yamin
dan Djamaludin. Keputusan menetapkan bahasa persatuan itu pun ditunda dan
akan dikemukakan lagi dalam Kongres Pemuda Kedua.
Sayangnya, ketika kongres kedua berlangsung, Tabrani dan Djamaludin
sedang berada di luar negeri. Tabrani juga disebut-sebut berperan mengubah
rumusan Sumpah Pemuda. Sewaktu disepakati, sumpah itu, terutama butir ketiga,
berbunyi: “Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Rumusan populer
sekarang:•”Mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia”.

Menurut Keith Foulcher dalam Sumpah Pemuda, Makna & Proses


Penciptaan Simbol Kebangsaan Indonesia (Komunitas Bambu, cetakan II, 2008),
pergeseran itu tidak terjadi begitu saja. Foulcher merujuk pada Kongres Bahasa
1938. Ketika itu, kata Foulcher, Tabrani menyampaikan topik “Mendorong
Penyebarluasan Bahasa Indonesia”. Saat itu ia memberikan argumen bahwa
bahasa Indonesia tidak beroposisi terhadap bahasa daerah, tapi merepresentasikan
“Sumpah Kita”.

Ia kemudian menyampaikan satu rumusan baru:

Kita bertoempah tanah (sic) satu, jaitoe tanah (sic) Indonesia,

Kita berbangsa satoe, jaitoe bangsa Indonesia,

Kita berbahasa satoe, jaitoe bahasa Indonesia

Tabrani lahir di Pamekasan, Madura, 10 Oktober 1904. Setelah


menamatkan pendidikan di MULO Surabaya, dia masuk AMS di Bandung dan
kemudian OSVIA, juga di Bandung. Sejak di MULO ia aktif di Jong Java. Meski
menuntut ilmu di sekolah calon pamong praja, Tabrani lebih berminat pada
jurnalistik. Pada 1926 ia sudah memimpin harian Hindia Baroe bersama Haji
Agus Salim. Selepas Kongres Pemuda Pertama, ia berkeliling Eropa, hingga 1931,
mencari pengalaman jurnalistik. Ia, antara lain, mengunjungi London, Berlin,
Koln, dan Wina. Sembari membantu koran-koran Belanda, seperti Het Volk dan
De Teleraaf. Setelah pulang ke Tanah Air, ia mendirikan Partai Rakyat Indonesia
dan menerbitkan majalah Revue Politiek. Beberapa tahun kemudian, ia memimpin
harian Pemandangan.

Dalam Kongres Persatoean Djoernalis Indonesia Kelima di Solo 1939,


Tabrani terpilih sebagai ketua. Di zaman Jepang, ia memimpin koran Tjahaja di
Bandung. Pada zaman Jepang ini pula ia pernah dijebloskan ke penjara
Sukamiskin. Ia disiksa hingga kakinya cacat, pincang.

Lepas dari penjara, Tabrani memimpin Indonesia Merdeka yang


diterbitkan Jawa Hokokai. Saat Indonesia merdeka, ia sempat mengelola koran
Suluh Indonesia, milik Partai Nasional Indonesia.

C. Makna Sumpah Pemuda


Dimana sejarah mencatat bahwa perubahan negeri ini banyak dipengaruhi
oleh pemuda. Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda berasal dari
Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang kemudian dikenal sebagai
momentum Sumpah Pemuda. Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928
menjadi sejarah dan juga sebuah bukti bahwa pemuda memiliki semangat yang
tinggi dalam upaya perbaikan negerinya.
Semangat baru ini dikobarkan para pemuda ditengah masa penjajahan.
Dengan satu tujuan mencapai cita‐cita negara Indonesia yang berdaulat. Berbagai
peristiwa mewarnai perjuangan mereka dan rela berkorban hanya untuk
mengedepankan persatuan, kesatuan, dan tujujan kemerdekaan. Pada saat itu,
orang berbicara tentang pentingnya kesatuan, karena melihat kondisi kehidupan
masyarakat terpecah‐pecah oleh kolonialisme Belanda.
Ketika akhirnya tebentuk negara Indonesia pada tahun 1945, dan pada
masa pembentukan itu Indonesia mengalami krisis kesatuan dan kebangsaan. Era
yang dalam bentangan sejarah disebut masa demokrasi‐liberal, yang ditandai
dengan berbagai pemberontakan daerah dan mengakar kuatnya partai politik.
Masa‐masa yang dilalui dari era demokrasi terpimpin, orde baru, hingga
reformasi. Rentang waktu sejarah perjalanan bangsa indonesia sudah cukup
panjang.
Dan kini, kita sebagai generasi penerus perlu merenungi kembali makna
sumpah pemuda dengan jiwa dan semangat kebangsaan serta keinginan bersatu
yang tinggi. Tapi apakah ikatan kita sebagai sebuah bangsa sudah kuat dan kokoh.
Ini perlu jadi renungan para tokoh bangsa. Ketika tanah air ini aman‐aman saja,
apakah semangat nasional jadi luntur, semangat kebangsaan ikut memudar ?
Pada kenyataanya, banyak kaum muda saat ini yang mencoreng dirinya sendiri
sebagai generasi penerus bangsa sebagai sosok yang tidak berguna dengan
pergaulan yang dilarang dalam agama dan hukum, seperti pecandu narkoba, dan
bertindak semaunya tanpa berfikir rasional. Banyak alasan yang mereka
kemukakan sebagai pembelaan diri, tetapi sebagai kaum pemuda yang menjadi
harapan bangsa harus selalu melihat kedepan dengan segala kemampuanya
berusaha dengan sebaik mungkin dan menjadi kebanggaan baik didalam keluarga
atau masyarakat, juga mengabdi kepada agama dan bangsa.
Demokrasi yang kita jalani sekarang bisa memberikan berbagai dampak
positif dan negatif, apabila tak diikuti dengan kesadaran semangat kebangsaan
yang tinggi, tentu saja demokratisasi tidak membuat kita terpecah.
Semangat dan jiwa Sumpah Pemuda perlu digelorakan kembali dalam jiwa
kaum muda sekarang. Masa depan bangsa ini terletak pada etos kerja dan
semangat kaum muda. Dalam sejarah bangsa manapun di dunia, kaum muda tetap
menduduki posisi penting pada setiap perubahan. Sumpah Pemuda
berkumandang, gelora dan semangat kaum muda dituntut di masa sekarang,
dengan tujuan memperbaiki kondisi ekonomi bangsa dan mensejaterakan rakyat
Indonesia. Bangkit dan Berjuanglah Pemuda Pemudi Indonesia........!

D. Pengaplikasian Di Dunia Pendidikan


Menurut koran KOMPAS, telah Delapan puluh empat tahun silam
Sumpah Pemuda diikrarkan. Sumpah untuk setia pada satu tanah air, satu bangsa,
dan satu bahasa Indonesia.
Namun, menguatnya gejala sosial anti-keberagaman memunculkan
pertanyaan: bagaimana mengajarkan semangat itu di sekolah, tempat kaum muda
menempa ilmu. Apalagi, justru kenyataan memprihatinkan yang muncul di
sekolah terkait penghayatan Sumpah Pemuda.
Ahli pendidikan Connely dan Clandinin (1988) menekankan pentingnya
pemahaman dalam proses pembelajaran siswa. Oleh karena itu, pemahaman dan
penjiwaan guru atas Sumpah Pemuda akan sangat memengaruhi pilihan kegiatan
di kelas.

Dalam diskusi para guru di Yayasan Cahaya Guru soal Sumpah Pemuda,
beberapa kata kunci muncul sebagai hakikat Sumpah Pemuda, misalnya
”keberagaman”, ”kesatuan”, dan ”kebangsaan”. Namun, saat ditanya sejauh mana
kelas mereka mencerminkan ketiga kata kunci itu, muncul kebimbangan.
Bagaimana memaknai keberagaman? Bagaimana membangun kesatuan di atas
perbedaan agama, etnis, kelas sosial, dan jender?
Dalam pendidikan, ada tiga jenis kurikulum yang diajarkan guru.
Kurikulum eksplisit yang tertulis, kurikulum implisit atau tersembunyi (hidden
curriculum) ”diajarkan” tetapi tidak tertulis, dan null curriculum yang sengaja
dihilangkan dari proses pembelajaran (Eisner, 1979).

Memahami keberagaman
Ada banyak keberagaman di sekolah. Perbedaan latar belakang sosial,
ekonomi, agama, budaya, intelektual, mental, dan fisik hanya sebagian di
antaranya. Akan tetapi, apakah siswa sudah mendapatkan perspektif keberagaman
sebagai bagian dari kebangsaan mereka? Sudahkah sekolah menyuburkan
keberagaman sebagai kekayaan bangsa?

Sebenarnya sekolah negeri bisa diandalkan sebagai tempat pendidikan


heterogenitas yang tak terbatas. Namun, kenyataannya saat ini justru sekolah
negeri cenderung meninggalkan semangat Sumpah Pemuda.
Di beberapa sekolah negeri muncul keharusan menggunakan jilbab dan
baju koko pada hari Jumat. Doa saat upacara pun dalam bahasa Arab. Akibatnya,
makin sedikit siswa non-Muslim masuk ke sekolah negeri.
Pemerintah justru tidak mengajarkan keberagaman karena tidak
mengakomodasi siswa atau guru dengan berbagai latar berbeda untuk berperan di
sekolah. Mata kita akan segera menangkap makin berkurangnya warna-warni
pemangku kepentingan melalui pemilihan seragam, upacara bendera, kesempatan
berdoa, kesempatan menjadi ketua kelas, dan berbagai kesempatan lain. Sekolah
negeri tidak lagi merengkuh seluruh anak bangsa untuk belajar di lingkungan ini.
Kompetensi ”pengembangan budaya” ternyata hanya selintas dalam
Dimensi Kepribadian Kepala Sekolah yang ditetapkan oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan serta diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 13/2007 tentang Standar Kepala Sekolah. Tidak ada
tuntutan untuk memiliki perspektif keberagaman dalam menjalankan tugas sehari-
hari.
Maka, harapan bahwa kegiatan di sekolah mencerminkan kebinekaan kita
dan semangat bersatu dalam satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa hanya
terletak di tangan guru. Inikah sekolah Indonesia kita?
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lahir sebagai Putusan Kongres Pemuda ke-2 pada 28 Oktober 1928,
dapat dikatakan Sumpah Pemuda tidak mempunyai naskah otentik. Yang ada
adalah naskah otentik Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia. Putusan
kongres itulah yang mengalami rekonstruksi simbolik menjadi Sumpah Pemuda.
Pada Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 itu pulalah diperdengarkan untuk
pertama kalinya Lagu Indonesia Raya setelah WR Supratman memberanikan
diri menggesekkan biolanya untuk mengiringi sekumpulan paduan suara yang
bersemangat.
Sangat terasa dalam hati sanubari saya bahwa putusan kongres yang
akhirnya mengalami rekonstruksi simbol itu dimaksudkan untuk memotivasi,
meningkatkan rasa memiliki, meningkatkan rasa kebangsaan. Namun, terasa juga
bahwa semakin lama Sumpah Pemudadiperlakukan tak ubahnya sebagai simbol
semata. Ketika globalissi merajalela, tak sadar, kita menyerahkan sesuatu milik
kita dan kembali mengalami penjajahan dengan gaya yang berbeda.

B. Saran
Sebaiknya generasi penerus lebih bisa menyaring segala bentuk jajahan
yang bisa merusak bangsa ini. Salah satu caranya yaitu apabila pemuda dan
masyarakat luas merasa kurang dengan kinerja petinggi negeri ini maka ikutilah
cara sejarah yang sudah tercetak ampuh. Dengan mengadakan kongres penolakan
dan menunjukkan kegiatan yang positif dari kongres tersebut. Atau dengan cara
negosiasi secara mufakat agar bangsa ini tidak dikenal sebagai bangsa yang
agresif.
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org. Sumpah Pemuda


file:///F:/softskill/sejarah%20sumpah%20pemuda%20%20%20HALAMAN%20P
UTIH.htm
file:///F:/softskill/Naskah%20Sumpah%20Pemuda%20%20%20Andy%20MSE%
20~%20KECaKOt.htm
file:///F:/softskill/Mohammad%20Tabrani%20Soerjowitjitro,%20Penggagas%20
Kongres%20Sumpah%20Pemuda%20Pertama%20%20%20Berita%20
Foto%20Video%20Sejarah.htm

Anda mungkin juga menyukai