Anda di halaman 1dari 44

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota Bogor menjadi salah satu kota paling banyak peminat untuk dikunjungi.
Wahyuningtyas (2008: 25) menyatakan Kota Bogor terletak hanya 56 km dari Ibu
Kota Jakarta. Hal ini menjadi potensi yang startaegis bagi perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi, jasa, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat sangat membantu dalam perekonomian
masyarakatnya.
Banyaknya peninggalan bersejarah menunjukkan eksistensi Kota Bogor dalam
perkembangan Indonesia. Terihat adanya peninggalan Prasasti Batu Tulis ketika
kerajaan Pajajaran, hingga peninggalan gedung-gedung kolonial yang beberapa
bangunan sudah dialihfingsikan. Istana Bogor salah satu bentuk ketika masa
pendudukan Hindia Belanda menjadi Ibu Kota Negara Indonesia.
Semakin perkembangannya jaman, Kota bogor mengalami banyak perubahan.
Berbagai perkembangan yang terjadi di Kota Bogor meliputi tujuh unsur kebudayaan.
Hal ini tidak terlepas dari perjalanan Sejarah Kota Bogor. Peninggalan Kota Bogor
menjadi saksi bisu bagaimana perubahan Kota Bogor. Perkembangan dari segi
teknolgi, pendidikan dan kesenian menjadi salah satu faktor pendukung majunya
Kota Bogor. Dalam teori kosentris akan dijelaskan bagaimana hubungan antara teori
tersebut dengan pembentukan kota Bogor.
Kota Bogor sering disebut pula kota hujan dimana memiliki banyak potensi
wisata (Masmaulidia dkk, 2017: 414). Wilayah kota yang strategis sangat
memudahkan dalam pembangunan pariwisata. Setiap tahun Kota Bogor akan ramai
dikunjungi, terlebih jika libur sekolah dan tahun baru. Pendapatan terbesar Kota
Bogor sebagian besar berasal pariwisatanya. Tidak heran jika Kota Bogor juga
mendapat julukan Kota Pariwisata.

1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimanakah gambaran umum kota Bogor ?
2. Bagaimanakah sejarah kota Bogor ?
3. Bagaimanakah perkembangan tujuh unsur kebudayaan kota Bogor ?
4. Bagaimanakan peninggalan bersejarah di kota Bogor ?
5. Bagaimanakah teori kosentris kota Bogor ?
6. Bagaimanakah potensi Pariwisata kota Bogor ?
1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini untuk mengetahui :
1. Gambaran umum kota Bogor.
2. Sejarah kota Bogor.
3. Tujuh unsur kebudayaan kota Bogor.
4. Peninggalan bersejarah kota Bogor.
5. Teori kosentris kota Bogor.
6. Potensi pariwisata kota Bogor.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Kota Bogor


Kota Bogor secara geografis terletak pada 106º 43‟30‟‟ – 1060 51‟00 Bujur
Timur dan 6º30‟30‟‟ – 60 41‟00‟‟ Lintang Selatan.Kedudukan Kota Bogor berada
di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan hanya jarak ± 56 Km dari Ibu Kota
Jakarta. Hal ini menjadi potensi yang startaegis bagi perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi, jasa, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata. Wilayah
Administrasi Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan dan 68 kelurahan, dengan luas
wilayah keseluruhan 11.850 Ha. Secara administratif, wilayah Kota Bogor berbatasan
langsung dengan :
1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan
Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor.
2. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan
Ciawi Kabupaten Bogor.
3. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan
Ciomas Kabupaten Bogor.
4. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan
Caringin Kabupaten Bogor (Wahyuningtyas, 2008:25).

2.2 Sejarah Kota Bogor

2.3 Tujuh Unsur Kebudayaan Kota Bogor


1. Teknologi
Pada 1851, Letnan 1 Geni David Maarschalk mendapat tugas untuk membuat
rencana pemasangan rel dari Batavia ke Buitenzorg yang harus diselesaikan pada
tahun 1853. Rencana inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk pembuatan
jalan kereta api lintasBatavia-Buitenzorg. David Marschalk mengusulkan
pemasangan rel dikerjakan oleh negara, eksploitasi, disewakan kepada

3
swasta.Tiap tahun diharuskan membayar bunga 3 % dari biaya pemasangan,
disertai pencicilan biaya. Pada 1861, permohonan konsesi dari perseorangan yaitu
Poolman mendapat konsesi untuk memasang jalur rel kereta Semarang-Surakarta-
Yogyakarta.Dua tahun kemudian mereka membangun jalur kereta api Batavia-
Buitenzorg.
Pemasangan jalan rel dan pengoperasian alat angkut kereta api jalur Batavia-
Buitenzorg diperoleh NISM berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal
Hindia Belanda Nomor 1 tanggal 27 Maret 1864 dan Nomor 1 tanggal 19 Juni
1865 serta Surat Keputusan Raja Belanda tanggal 22 Juli 1868. Konsesi ini
diberikan karena jalur jalan rel Batavia- Buitenzorg dipandang mempunyai nilai
ekonomis yang cukup tinggi, sebab bertalian erat dengan pengangkutan hasil
produksi tanaman ekspor dari wilayah Jawa Barat seperti kopi, teh, dan kina.
Selain itu Buitenzorg merupakan tempat kediaman gubernur jenderal.
Pembangunan rel kereta api Batavia-Buitenzorg dimulai tanggal 15 Oktober
1869. Pembukaannya ditandai dengan upacara yang dihadiri oleh Gubernur
Jenderal P. Myer. Pelaksanaannya dipimpin oleh Ir. J.P. Bordes yang menjalani
berbagai kesulitan antara lain soal pekerja yang harus kerja secara bebas
(sebaiknya kerja rodi). Pelaksanaanpembangunan rel kereta api Batavia-
Buitenzorg terbagi ke dalam tiga gelombang yaitu bagian Jakarta sepanjang 9.270
m. Bagian Jatinegara sepanjang 20.892 m. Buitenzorg (Bogor) sepanjang 28.344
m. Pengerjaannya sendiri dilakukan secara serentak di semua bagian. Oleh karena
kesulitan keuangan, pembangunan rel kereta api jalur Batavia-Buitenzorg
dilakukan secara bergelombang. Di sepanjang jalan rel Jalur Batavia-Buitenzorg
yang letaknya 58,6 km terdapat 15 stasiun yang dimulai dari Stasiun Pasar Ikan,
melalui stasiun-stasiun Jakarta Kota, Sawah Besar, Pintu Air (Noordwijk),
Gambir, Pegangsaan, Jatinegara, Pasar Minggu, Lenteng Agung, Pondok Cina,
Depok, Citayam, Bojong Gedeh, Cibelut, dan berakhir di Bogor. Untuk
pembangunan rel kereta api jalur Batavia-Buitenzorg didatangkan kuli-kuli dari
Jawa dan Sunda dengan upah antara f.0.25-f.0.40 per hari. Jika kuli tersebut
berasal dari keturunan Cina mereka mendapat upah antara f.0.20-f.1,-. Sementara

4
mandornya mendapat upah f.0.75. Kereta api pertama yang dioperasikan menarik
14 rangkaian gerbong setiap harinya. Kereta api tersebut telah mengangkut
35.740 penumpang. Untuk pengangkutan tersebut didatangkan 3 lokomotif, 5
kereta penumpang, dan 4 gerbong angkutan yang dibuat oleh perusahaan kereta
api Asbury di Leeds. Kelima gerbong tersebut adalah gerbong campuran yaitu
kelas 1, 2, dan kelas 3.
Stasiun kereta api Bogor yang awalnya hanya merupakan sebuah stasiun
kereta api yang menghubungkan Batavia (Jakarta)Buitenzorg (Bogor).Tahun
1881 bangunan stasiun Bogor diperbesar untuk dapat menampung penumpang
kereta api dalam jumlah lebih besar, khususnya bagi penumpang yang melakukan
perjalanan dari Sukabumi Bogor, ke Depok dan Jakarta. Bangunan stasiun
tersebut terdiri atas dua bangunan yang saling berhubungan, yaitu bangunan pintu
masuk dan ruang tunggu stasiun, perkantoran, loket penjualan tiket dan fasilitas
lainnya, serta bangunan stasiun yang menaungi peron dan sebagian jalur rel kereta
api. Jalan kereta api Batavia- Buitenzorg yang dibangun oleh NISM tersebut
dijadikan pusat pemasangan jalan kereta api ke pedalaman daerah Priangan.
Layanan kereta api di lingkungan Jawa Barat dimulai tahun 1881 kemudian
makin berkembang dari tahun ke tahun. Setelah selesai pembangunan jalan rel
kereta api Batavia-Buitenzorg, kemudian dilanjutkan dengan pembangunan
sistem jaringan kereta api Buitenzorg-Cipari. Kota Bogor (Buitenzorg) yang
terletak di Keresidenan Buitenzorg merupakan kota yang terdekat dengan
perbatasan Keresidenan Buitenzorg dan Priangan Barat (Kabupaten Cianjur dan
Sukabumi). Pembangunan jaringan kereta api pun secara berkelanjutan dilakukan
yaitu; Bogor-Cicurug (5 Oktober 1881); Cicurug-Sukabumi (21 Maret 1882);
Sukabumi-Cianjur (10 Mei 1884); dan Bandung-Cicalengka (10 September 1884)
(Lasmiyati, 2017:204-206).
Penggunaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi mulai meningkat
dan menjalin interaksi masyarakat luas.Penggunaan teknologi terutama internet
diterapkan untuk media sosial, kepentingan bisnis, dan lain-lain. Masalah
perizinan yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat selama ini ialah mengenai

5
ketidakjelasan prosedur layanan hingga membuat masyarakat menggunakan jasa
pihak ketiga, ketidakprofesionalan aparatur dan menyebabkan masyarakat harus
datang lebih dari satu kali, maraknya pungutan liar, serta biaya dan waktu yang
tidak pasti terselesaikannya proses perizinan. Bila menggunakan pihak ketiga,
otomatis waktu yang diperlukan sedikit tapi biaya bertambah. Tapi jika mengurus
sendiri proses perizinan, waktu yang dikeluarkan tidak menentu. Pemerintah
menerapkan sistem perizinan berbasis teknologi informasi (online) untuk
memberikan pelayanan yang terbaik demi memenuhi kebutuhan publik yang
semakin bertambah dan mengatasi permasalahan tersebut. Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPTPM) Kota Bogor menerapkan
sistem daring dan sistem perizinan onlineyang merupakan sistem aplikasi
pelayanan berbasis teknologi informasi diluncurkan pada 30 April 2015 dan
kemudian diberi nama SMART sesuai dengan moto BPPTPM Kota Bogor, yaitu
sederhana, mudah, akuntabel, ramah, juga tepat waktu. Aplikasi ini melayani
pendaftaran, penelusuran proses perizinan, serta pengaduan secara online. Dengan
sistem penelusuran, pemohon dimudahkan untuk mengecek dan menelusuri
berkas perizinan yang sedang diajukan tanpa harus mendatangi Badan Perizinan.
Walikota Kota Bogor mengatakan bahwa sistem perizinan onlinediharapkan bisa
menghapus calo perizinan oleh masyarakat, bahkan juga oknum PNS (Eko
Siswono Toyudho/Tempo, 2015).Sistem online ini dapat meminimalisir
kesempatan melakukan korupsi dan suap karena frekuensi tatap muka antara
aparatur dengan masyarakat semakin berkurang. Penerapan sistem daring
membantu masyarakat mendapatkan pelayanan yang mudah dan cepat karena
pengisian formulir secara online yang bisa dilakukan dimana dan kapan saja
(Febryan dkk, 2016:1-2).
2. Pendidikan
Berikut adalah komponen kota berpa bangunan pendidikan abad ke -18
hingga ke-20 yang ada di Kota Bogor sebagai berikut:
a. Sekolah Teknik (Markas Korem 061)

6
Sumber:https://referensi.data.kemdikbud.go.id/kebudayaan/index.php/cho
me/profilobjekkebudayaan
Markas korem 061 terletak di Jalan Merdeka No. 6, kelurahan Ciwaringin,
Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor dengan status kepemilikan dipegang
oleh pemerintah.Pada tahun 1940-1942 bangunan digunakan sebagai Sekolah
Teknik.Kemudian pada tahun 1942-1945 digunakan sebagai tempat Residen
(Shecokang) dan pada tahun 1950 digunakan sebagai Kantor Kotamadya
Bogor. Gedung ini memiliki denah berbentuk huruf U dan terdiri dari
beberapa ruang dengan di bagian tenga terdapat taman. Tampak depan
bangunan terdapat hiasan dengan motif sulur-suluran, geometric dengan
beratap genteng. Bangunan ini memiliki luas 3.870 m2 di dalam lahan seluas
1.490,75 m2 (Fadila, 2012:37).
b. Clooster School (Regina Pacis)

Sumber: https://70.reginapacis.sch.id/?p=2016

7
Regina pacis terletak di Jalan Ir. H. Juanda No. 2 Kelurahan Pabaton,
Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Didirikan pada tahun 1834 dengan
nama Clooster School. Namun, pada tahun 1972 bangunan ini kemudian
berganti nama menjadi Regina Pacis. Dari awal didirikan hingga kini masih
berfungsi sebagai bangunan pendidikan.Gedung bertingkat tiga ini berbahan
bangunan berupa beton dengan atap berupa genting dan dinding berbahan
bata.Lantai bangunan ini terbuat dari tegel.Bangunan memiliki denah segi
epat, terdapat jendela-jendela tinggi yang berbentuk persegi jga jendela yang
berbentk persegi pada bagian bawahnya sedangkan bagian atas membentuk
setengah lingkaran.Sekolah ini memiliki luas 7.000 m2 pada lahan seluas
18.200 m2 dengan kepemilikan berada di bawah Yayasan Regina Pacis
(Fadila, 2012:37).
c. Bibliotecha Bogoriensis (Perpustakaan Pusat)

Sumber:http://komunitasbangku.blogspot.com/2017/09/pusat-
perpustakaan-dan-penyebaran.html
Bangunan perpustakaan ini terletak di Jalan Ir. H. Jada No. 20 Kelurahan
Pabaton, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor.Dibangun atas inisiatif
Hasskarl yang telah menyediakan 25 buku pada tahun 1842.Perpustakaan ini
kemudian diperbesar pada tahun 1846 dan diisi oleh koleksi Hasskarl sendiri.
Kemudian pada tahun 1868 hingga 1880 perpustakaan diambil alih oleh
Scheffer yang memiliki ketertarikan atas perpustakaan ini. Pada tahun 1887,

8
Treub seorang Direktur Perkebunan kemudian mengeluarkan cetak catalog
tersusun sistematis pertama ketika Treb enemukan 4000 buku yang tidak
terkatalogisasi. Pada tahun 1978 bangunan ini berubah nama enjadi
Perpustakaan Pusat (Archipel Drukkerij En T Boekhuis, Java, 1948).
Tampilan depan gedung ini dipenuhi dengan jendela-jendela berbentuk
persegi disetiap lantainya. Bangunan ber;antai 7 ini berdenah persegi dengan
las bangunan 104.65 m2 di lahan seluas 1601 m2. (Fadila, 2012:38).
d. Kampus IPB
Bangunan pendidikan ni terletak di Jalan Pajajaran, Keluarahan Baranang
Siang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, dengan status kepemilikan
dipegang oleh Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional) yang kini telah
berubah menjadi Depdikbud (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan). IPB
secara resmi berdiri pada tanggal 1 September 1963.Institut ini merupakan
kelanjutan dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Indonesia yang didirikan pada masa Hindia Belanda.Bangunan
bertingkat dua ini berbahan berupa beton, kayu, dan bata.Atap bangunan
terbuat dari genting dengan dinding terbuat dari bata dengan lantai bangunan
terbuat dari tegel dan berskoor ujung atap terbuat dari baja.Kamps IPB
Pajajaran berdenah persegi dan memiliki luas bangunan 500 m2 (Fadila,
2012:38).
e. Sekolah Teologi
Pada tahun 1934, di Bogordidirikan Sekolah Teologi Tinggi(Hoogere
Theologische School; HTS). Berdirilah sekolah ini dirintis oleh Hendrik
Kraemer,B.M. Schuurman dan Johannes Warneck.Sekolah ini bersifat
oikumenis karenamerupakan tanda bertumbuhnya persatuanantara berbagai
organisasi zending, gerejayang muda dan Gereja Protestan.Pendidikan di
sekolah ini juga sudah dipandang setara dengan pendidikanakademis di
bidang hukum, ilmukedokteran dan teknik. Lama pendidikanadalah 6 tahun
(berdasarkan diplomaMULO/SMP) dengan memberi perhatianpada
perkembangan intelektual dan jiwa,sehingga sekolah ini menggunakan juga

9
sistem pembinaan di asrama. Selama 2tahun pertama, para tamatan MULO
harusmeningkatkan pengetahuan mereka sampai pada taraf AMS/SMA. Di
sekolah ini,bahasa Belanda digunakan sebagai bahasa pengantar dan dalam
kurikulumnya dikembangkan theologia in loco. Mata pelajaran yang wajib
diajarkan adalah Bahasa Yunani dan Bahasa Ibrani.Tetapi saat ini Sekolah
Teologi telah pindah ke Kota Jakarta (Sianipar, 2017:150).

3. Perekonomian
Bangunan industri perkebunan, terutama pabrik teh memiliki peran
penting dalam perekonomian negara, baik pada zaman kolonial maupun masa
sekarang.Kehadiran tanaman teh mendatangkan kebiasaan baru bagi
penduduk Hindia Belanda ketika itu.Salah satunya adalah budaya minum teh
di kalangan penduduk pribumi.Budaya minum teh awalnya dilakukan oleh
orang-orang Belanda, kemudian diikuti oleh orang-orang pribumi dari
kalangan bangsawan (Gunawan 2014).Kemudian menjadi kebiasaan
penduduk pribumi kebanyakan dengan meniru kebiasaan para tuan-
nya.Sementara itu, orang-orang timur asing (Cina) sudah memiliki tradisi
minum teh di negeri leluhurnya sehingga sudah mengakar kuat di lingkungan
kelompok etnisnya.Kaum bangsawan sekarang ini juga masih menjalankan
tradisi minum the (Nuralia, 2018:50).
Pada abad ke -17, sebagai masa-masa awal pengusahaan tanaman teh
di Bogor, konstruksi masyarakat Bogor pada masa tersebut, (tiga kelas utama
yang berhubungan dengan aktivitas produksi tanaman komoditi teh) tersebut
dihubungkan dengan sebuah sistem yang disebut dengan sistem upeti dan
kerja wajib.Sistem upeti dalam bentuk penyerahan pajak hasil bumi dan kerja
wajib ini, merupakan konsekuensi dari konsep penguasaan alat produksi dan
pengelolaan alat dan sumber produksi.Istana atau para penguasa lembaga
politik tradisional merupakan kelas yang memiliki dan menguasai alat dan
sumber-sumber produksi, sementara rakyat kebanyakan ialah para pekerja
yang melakukan pengelolaan atas alat-alat produksi dan sumber

10
produksi.Dalam konteks inilah, rakyat kemudian terikat oleh kewajiban-
kewajiban atas tanah yang digunakan untuk dapat bertahan hidup.Kewajiban-
kewajiban inilah yang kemudian menjadi semacam tugas bagi para rakyat atau
tani hamba yang menjadi tulang punggung penggerak aktivitas ekonomi
masyarakat tradisional.Golongan-golongan khusus yang memiliki kewajiban
pekerjaan ini terdiri dari keluarga-keluarga di pedesaan.Golongan keluarga
pedesaan tersebut adalah masyarakat biasa atau masyarakat kecil yang bekerja
sebagai petani, pedagang tukang, nelayan, dan lainnya.
Golongan bawah masyarakat pribumi di Bogor pada abad ke-17, yang
hidup di pedalaman pedesaan secara umum bermata pencaharian sebagai
penanam padi, biji-bijian dan buah-buahan, yang dilakukan dalam bentuk
tanah ladang dan sawah.Golongan ini merupakan tulang punggung bagi
penghidupan ekonomi di wilayah Bogor. Tanpa keberadaan masyarakat kecil
tersebut, sangat kecil kemungkinan perekonomian dengan model organisasi
produksi tradisional tersebut akan berjalan lancar. Oleh karena itu tidaklah
terlalu berlebihan jika dikatakan, golongan bawah menjadi tulang punggung
bagi kehidupan perekonomian di wilayah Bogor. Jauh sebelum pemerintah
kolonial Belanda berkuasa secara penuh di tanah Bogor, model organisasi
produksi dari masyarakat di Bogor memiliki pola seperti yang dijelaskan di
atas. Organisasi produksi dengan model kepemilikan alat produksi (tanah)
oleh pemegang kekuasaan tradisional, bahkan berjalan dan berlangsung pula
hingga saat pemerintah kolonial Hindia-Belanda berkuasa secara penuh di
wilayah Bogor.
Masuknya kepentingan ekonomi asing ke dalam wilayah Bogor pada
abad ke-17 tidak lepas dari penetrasi ekonomi dan politik kolonial yang
dilakukan oleh kongsi dagang VOC. Terbentuknya Sunda Kalapa (Batavia)
sebagai salah satu pusat perekonomian dan perdagangan di wilayah pesisir
utara Jawa, memberikan konsekuensi berupa ekspansi ekonomis ke wilayah di
sekitarnya (salah satu diantaranya ialah wilayah Bogor). Lebih lanjut
peralihan kebijakan ekonomi kolonial dari penguasaan yang bersifat

11
monopolistik, menjadi kebijakan produksi tanaman komoditi, ikut pula
mengantarkan perubahan mode produksi khususnya di wilayah Bogor.
Perluasan varian tanaman komoditi perdagangan sebagai konsekuensi
permintaan pasar internasional yang semakin berkembang dan berubah-ubah,
memaksa Nusantara untuk tidak hanya menghasilkan rempah-rempah dan
palawija. Beberapa tanaman komoditi seperti : kopi, teh, kopra, tebu,
tembakau dan beras menjadi jenis-jenis tanaman yang sangat digemari dan
menjadi primadona, bahkan hingga masa akhir pemerintahan kolonial di
Nusantara. Khususnya untuk wilayah Bogor, tanaman komoditi yang
berkembang dan cukup menguntungkan untuk diusahakan ialah tanaman
teh.Secara aspek geografis dan klimatologi, wilayah Bogor (Priangan)
merupakan daerah yang cukup baik untuk dapat menanam dan
mengembangkan tanaman komoditi teh.Tanaman teh pertama kali dibawa ke
wilayah Bogor oleh Andreas Clyer seorang berkebangsaan Jerman, pada
tahun 1648 (Nurbaity, 2015: 220).
Kebijakan lain yang ditempuh oleh pemerintah kolonial dalam
menyelenggarakan industri perkebunan teh, ialah dengan membuat keputusan
berupa Resolusi 5 November 1834 No. 3, yang menetapkan mengenai
mobilisasi dan pengerahan tenaga penduduk dalam mendukung industri
perkebunan the. Berkaitan dengan sumber daya manusia sebagai pekerja pada
perkebunan teh, pemerintah kolonial juga melakukan perekrutan tenaga kerja
yang berasal dari Cina. Tenaga kerja yang berasal Cina direkrut oleh
pemerintah kolonial sebagai tenaga ahli dalam proses pengolahan teh,
mendampingi masyarakat pribumi yang dipekerjakan oleh pemerintah
kolonial di perkebunan teh.
Seiring dioperasikannya perkebunan-perkebunan teh di seluruh Jawa,
termasuk di Cipanas-Bogor, sejatinya kualitas teh yang berasal dari tanah
Priangan memiliki kualitas yang lebih baik dari teh yang berasal dari
perkebunan di daerah Jawa lainnya.Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
oleh Jacobson di beberapa tempat, teh yang berasal dari perkebunan teh di

12
daerah Priangan-Jawa Barat memiliki kualitas teh yang lebih baik
dibandingkan teh yang berasal dari teh di Wonosobo.
Demi mendapatkan hasil yang terbaik bagi kualitas teh, pemerintah
kolonial juga melakukan mobilisasi yang cukup besar pula dalam hal tenaga
kerja (buruh) yang bekerja sebagai pemetik teh.Sebagai gambaran untuk
melihat besarnya mobilisasi pekerja dalam produksi teh di daerah Priangan,
sebagai berikut adalah data mengenai gambaran perkebunan teh di Jawa.
Mengenai mapping industri perkebunan teh di Jawa, maka dapat
ditafsirkan bahwa perkebunan teh yang berada di Cipanas (Bogor) merupakan
salah satu dari wilayah penanaman teh dan penangkaran teh yang berada di
Jawa Barat, di bawah pabrik utama (20 pabrik utama) pengolahan yang berada
di afdeling Sukabumi. Pengelolaan perkebunan yang dilakukan dengan ketat
dan manajerial yang cukup baik, serta mobilisasi penduduk yang kemudian
diberikan kompensasi gaji dalam pekerjaan memetik pengolahan dan
pengepakan teh, menjadikan secara ringkas pengusahaan perkebunan teh yang
dilakukan oleh pemerintah hingga masa akhir dekade abad ke-19 (Nurbaity,
2015:220).
4. Kemasyarakatan
Pada masa kependudukan Eropa di Bogor hal ini menjadi daya tarik
datangnya berbagai kalangan.Terdapat berbagai etnis di Kota Bogor
diantaranya yaitu etnis India, Sunda, Melayu, Jawa, Cina, dan Belanda.Etnis
India datang ke Bogor diperkirkan ada kaitannya dengan kegiatan
perdagangan.Orang-orang India mengumpulkan barang dagangan seperti
gading gajah, cula badak dan kulit penyu.Selain etnis India, terdapat juga etnis
Sunda.Penduduk etnis Sunda Bogor dan Sunda Banten memiliki banyak
kesamaan.Baik dilihat dari segi bahasa maupun adat istiadat serta
kebudayaan.Ketaatan dalam beragama juga ditunjukkan oleh etnis
Sunda.Etnis Sunda taat memeluk Agama Islam yang telah dipelajari sejak
datangnya Sunan Gunung Jati yang menyebutkan agama Islam di Jawa

13
Barat.Berkaitan dengan taatnya etnis Sunda terhadap Islam di Kota Bogor
banyak ditemukan pesantren.
Etnis Melayu yang tinggal di Bogor terutama bermukim di Bogor
bagian Utara dan Barat Laut yaitu di daerah Kecamatan Kedung Halang,
Semplak, Parung, Sawangan, Gunung Sindur, Depok, Cimanggis, dan
Cibinong. Sedangkan etnis Jawa ada sejak Sultan Agung mengirimkan
pasukan-pasukannya ke Bogor pada tahun 1629 untuk mengusir VOC dari
Pulau Jawa, banyak prajurit Mataram yang tiba di Bogor dan memilih untuk
menetap dan tinggal disana hingga sekarang. Diantaranya di daerah Cibedug,
Ciawi, dan Ciomas.Di daerah Ciomas terdapat Kampung yang bernama
Jabaru yang dipercaya berasal dari kata Jawa Baru.
Sedangkan etnis Cina di Bogor menetap di daerah Ciampea, Rumpin
yang menjadi etnis Cina tertua di Bogor. Menurut Thung Siang Keng yang
dikenal sebagai tuan tanah di Bogor menyebutkan beberapa keluarga Cina dan
tempat mereka tinggal (Fadila, 2012:27-28).
Stratifikasi sosial dalam masyarakat tradisional Bogor yang juga
termasuk dalam masyarakat Jawa Barat, terbentuk atas dasar nilai-nilai dan
pengetahuan yang bersumber dari sistem nilai agama Hindu, yang berasal dari
luar Nusantara sebagai sebuah konsekuensi dinamika sosial masyarakat Jawa
Barat dengan kelompok masyarakat di luar Nusantara (India dan Cina). Hal
ini dibuktikan dengan adanya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Jawa Barat
seperti Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh yang
dipengaruhi oleh nilai-nilai Hindu. Selain itu dalam hikayat atau sejarah
masyarakat Jawa Barat juga dituliskan, kalau masyarakat Jawa Barat juga
mengadopsi nilai-nilai agama Islam, yang diwujudkan dengan berdirinya
Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten. (Nurbaity, 2015: 219).
Dalam organisasi, SDI menjadi satu-satunya lembaga yang dapat
menampung seluruh strata sosial bumiputera.SDI mendapat pengesahan dari
Pemerintah Hindia Belanda [ada tahun 1909, organisasi itu bermakna Sarekat
Dagang Islam.SDI sebagai perkumpulan yang disahkan oleh Pemerintah

14
Hindia Belanda pda tahun permulaan pendiriannya, telah menarik perhatian
banyak kalangan baik para pedagan bumiputera, Arab dan Cina.Berbagai
pertemuan dilakukan, dan secara cepat berdiri cabang-cabang SDI di daerah
dengan pusatnya di Buitenzorg (Bogor). Sebagai upaya untuk membangun
ikatan serta persebaran informasi tentang tema-tema pergerakan saat itu,
Medan Priyai kembali menjadi penyambung warta bagi seluruh anggota
Sarekat. Medan Priyayi menjadi agenbagi persebaran SDI di berbagai daerah
(Nasihin, 2014:20).
5. Religi
Menurut hasil Sensus Penduduk Tahun 2010, penduduk Kota Bogor
berjumlah 950.334, terdiri atas 484.791 laki-laki, dan 465.543 perempuan.
Pada tahun 2014 umat beragama di Kota Bogor berdasarkan agama yang
dipeluk adalah: Islam 764.401 orang, Kristen 34.016 orang, Katolik 18.619
orang, Hindu 4.750 orang, Buddha 5.988 orang, Konghucu 448 orang, dan
lainnya 54 Orang. Sebagaian besar penduduk tersebut terkonsentrasi di Bogor
Barat, yakni Islam 200.421 orang, Kristen 5.182 orang, Katolik 2.730 orang,
dan Hindu 284 orang. Tidak tercatat mereka yang menganut agama
Konghucu.
Dilihat dari komposisi penduduk tersebut, terlihat bahwa Kota Bogor
merupakan wilayah yang heterogen.Meski demikian, seperti juga wilayah
lainnya di Jawa Barat, Islam merupakan agama yang dominan dipeluk
penduduk Kota Bogor.Suasana Islami terlihat dari tumbuhnya ormas-ormas
keagamaan Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.Di
samping itu sarana ibadah Islam seperti masjid dan musholla dapat dengan
mudah ditemukan, baik di tempat yang khusus didirikan untuk masjid maupun
di tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan maupun kantor-kantor
(Kustini, 2016:99).
Adanya beberapa bangunan peribadatan di Kota Bogor telah menjadi
bukti berkembangnya ragam keagamaan yang ada disana, yaitu yang pertama
agama Islam. Masjid An-Nur Tauhid atau Masjid Empang. Bangunan masjid

15
ini didirikan pada tahun 1815, yang terletak di Jalan Empang, Kelurahan
Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.Dari awal didirikan hingga
kini Masjid Empang masih berfungsi sebagai bangunan peribadatan. Di depan
Masjid Empang pun terdapat alun-alun yang pada tahun 1535-1543
membentang dari parit empang sampai ke tepi Cisadane.
Yang kedua, agama Kristen.Dahulu terdapat bangunan Gereja
Protestan dan Katolik, tetapi sekarang sudah berubah menjadi Kantor Pos
Bogor. Kantor Pos ini terletak di Jalan Ir. H. Juanda No.5 Kelurahan
Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor.Awalnya gedung Kantor
pos ini merupakan bangunan gereja pertama di Buitenzorg (Bogor) yang
pemberkatannya dilakukan pada tanggal 13 April 1845.Gereja semua
dimaksudkan sebagai tempat beribadat umat Protestan dan umat Katolik
secara bergiliran.Pada tahun 1896, umat Katolik tidak lagi beribadat di gereja
tersebut, karena mereka telah memiliki gereja baru.Umat Protestan sendiri
kemudian melakukan ibadahnya di gereja yang mereka dirikan pada tahun
1920.Gedung gereja tersebut oleh pemerintah Belanda kemudian dijadikan
Kantor Pos karena letaknya di pinggir Jalan Pos (Postweg).Kantor Pos saat ini
status kepemilikannya berada dibawah Negara.
Yang ketiga, bangunan Kelenteng Hok Tek Bio.Status kepemilikannya
berada di Yayasan Dhanagun, terletak di Jalan Surya Kencana No.1
Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor.Bangunan
ini didirikan pada tahun 1872 dan berfungsi sebagai tempat peribadatan
pemeluk agama konghucu dan merupakan bangunan kelenteng pertama di
Kota Bogor.Setiap perayaan imlek dan Cap Go Meh biasanya menggelar
kesenian Tionghoa seperti Barongsai dan pertunjukkan Liong (naga) (Fadila,
2012:45).
Yang keempat, Gereja Katedhral, yang terletak di Kelurahan Pabaton,
Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Pada tahun 1886 di atas lahan yang
dibeli MGR. A.C Claesens dibuka sebuah panti asuhan yang diberi nama
Vincentius. Di lahan itu pula dalam tahun 1896 keponakan A.C. Claesens,

16
yaitu Pendeta MYD Claesens mendirikan sebuah gereja untuk umat Katolik.
Umat yang beribadat di gereja it uterus bertambah sehingga diperlukan gereja
yang lebih besar.Pada tahun 1905 didirikan sebuah bangunan Katedral,
sedangkan gereja lama digunakan untuk pertemuan (Fadila, 2012:46).
6. Bahasa
Bahasa adalah salah satu aspek yang memegang peran penting dalam
lingkungan masyarakat, bahasa juga merupakan alat komunikasi yang paling
utama dalam kehidupan sehari hari, dengan bahasalah masyarakat bisa
melakukan segala aktivitas dengan kata lain bahasa merupakan alat pemersatu
bangsa. (Nugraha, 2018:425).
Bahasa sunda merupakan bahasa daerah kedua terbesar sesudah
bahasa jawa sebagian besar penduduk yang bermukim di provinsi jawa barat
menguasai bahasa sunda, di sekolah dasar bahasa sunda sudah di berikan
sebagai mata pelajaran muatan lokal di wilayah provinsi jawa barat
(Wagiati,2013:312).
Secara antropologi-budaya, bahwa yang disebut suku Sunda adalah
orang-orang yang secara turun-temurun menggunakan bahasa ibu, bahasa
Sunda serta dialeknya dalam kehidupan sehari-hari dan berasal serta
bertempat tinggal di daerah Jawa Barat, daerah yang juga sering disebut
Tanah Pasundan atau Tatar Sunda. Tanah yang subur dengan perpaduan
dataran rendah serta daerah pegunungan, memberikan konsekuensi berupa
kelimpahan atas hasil bumi yang besar menjadi identitas bagi daerah
Bogor.Hal inilah yang membuat penguasa kolonial Belanda saat itu,
membangun jalan Daendels untuk menghubungkan daerah Bogor dengan
daerah Priangan dan daerah pesisir pantai (Nurbaity, 2015: 218).
Penggunaan bahasa sunda sampai saat ini masih menjadi salah satu
bahasa yang memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat sunda,
di beberapa daerah bahasa sunda menjadi bahasa utama sebelum bahasa kedua
yaitu bahasa Indonesia.Seiring perubahan zaman banyak dari kalangan

17
masyarakst suku sunda terutama kaum masa kini, secara tidak sadar mereka
lepas dari cirri khas sebagai masyarakat sunda (Nugraha, 2018:427).
7. Kesenian
Kondisi lahan kota yang semakin sempit mengakibatkan sumberdaya
alam berkurang, tetapi kondisi ini dimanfaatkan oleh salah satu seniman untuk
berkreasi menciptakan kesenian yang menggunakan bambu sebagai medianya.
Bambu menjadi salah satu kelengkapan yang tidak bisa ditinggalkan dalam
kehidupan budaya masyarakat misalnya dalam upacara adat, upacara
perkawinan, hajatan keluarga bahkan bahan baku bambu menjadi alat musik
khas komunitas tertentu. Kegunaan dan manfaat bambu bervariasi mulai dari
perabotan rumah, perabotan dapur dan kerajinan, bahan bangunan serta
peralatan lainnya dari yang sederhana sampai dengan industri bambu lapis,
laminasi bambu, maupun industri kertas yang sudah modern.Tanaman bambu
mempunyai sistem perakaran serabut dengan akar rimpang yang sangat
kuat.Karakteristik perakaran bambu memungkinkan tanaman ini menjaga
sistem hidroorologis sebagai pengikat tanah dan air, sehingga dapat digunakan
sebagai tanaman konservasi. Rumpun bambu di Tatar Sunda disebut dapuran
awi juga akan menciptakan iklim mikro.
a. Langir Badong
Tari Langir Badong termasuk tarian tradisional yang baru
diciptakan tahun 2008.Langir Badong sebagai kreasi alat musik
baru merupakan pengembangan dari alat musik gambang renteng
yang dikembangkan menjadi calung dan dikemas lagi menjadi
Langir Badong.Alat musik Langir Badong memiliki tekstur yang
halus. Alat musik Langir Badong terbuat dari bambu, dipoles dan
didesain sesuai dengan bentuk yang jika disatukan akan
membentuk desain seekor kalajengking. Alat musik ini desainnya
sudah tercatat di Hak Intelektual Indonesia dan sudah dipatenkan.
Alat musik Langir Badong dimainkan dengan cara digendong dan
kemudian alat dipukul. Alat ini dimainkan oleh seorang

18
perempuan dengan cara memukul alat sambil melakukan gerakan-
gerakan sebuah tarian. Penampilan Langir Badong pada acara seni
helatan dapat dilakukan oleh dua orang saja.Langir Badong dalam
acara festival bisa dimainkan oleh delapan hingga sepuluh
orang.Karakteristik warna yang ditampilkan dari alat music Langir
Badong adalah coklat dan coklat tua.Warnatersebut disesuaikan
dengan ide dari penciptaan alat musik Langir Badong.Alat musik
ini warnanya disesuaikan dengan warna yang dimiliki oleh
kalajengking yaitu coklat tua.Pertunjukan Langir Badong secara
keseluruhan pertunjukan Langir Badong memiliki filosofi sesuai
dengan model alat musik tersebut yaitu kalajengking.Tari tersebut
menggambarkan karakter seseorang seperti seekor kalajengking
yang cenderung berada di tempat yang jauh dari keramaian dan
cenderung lebih tenang atau diam. Kesenian Langir Badong pada
saat ini ditampilkan pada saat promosi kesenian Bogor oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor (Prabandari dkk, 2018:
276).
b. Lodong Bogoran
Lodong Bogoran merupakan tarian asli Bogor. Pada tahun 2008,
Ade Suarsa merupakan pencipta nama Lodong. Lodong adalah
peralatan bertani yang terbuat dari bambu.Tujuan utama dari
terciptanya kesenian Lodong Bogoran adalah untuk melestarikan
budaya bertani khususnya menyadap nira.Ukuran lodong berkisar
antara 1-2 meter.Gerakan Lodong Bogoran yang ditampilkan
memiliki makna yang berbeda. Makna dari setiap gerakan
mengingatkan kepada orang mengenai tata cara mengolah nira dari
proses awal hingga akhir. Gerakan yang dilakukan penari berupa
menabuh atau memukul lodong dan penari mengangkat-angkat
lodong tersebut.Gerakan yang lincah menandakan semangat dalam
mengolah nira. Musik pengiring berupa alat-alat music yang

19
terbuat dari bambu antara lain angklung, kohkol, dogdog dan
lodong. Alat musik yang sering digunakan dalam pertunjukan
kesenian lodong bogoran adalah gangbang katung. Kesenian
Lodong Bogoran pada saat ini ditampilkan pada saat promosi
kesenian Bogor oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota
Bogor.
c. Rengkong Hatong
Rengkong pada awalnya digunakan untuk mengangkut padi dari
sawah ke lumbung dan perlahanlahan rengkong menjelma menjadi
kesenian tradisional masyarakat Sunda yang biasanya diadakan
pada saat upacara pesta panen untuk menghormati Dewi Sri.
Proses ritual mengarak padi dari sawah ke lumbung padidilakukan
pada setiap musim panen. Upacara ritual mipit dilakukan terlebih
dahulu sebelum upacara seren taun.Upacara ritual mipit adalah
menyajikan sesajen rurujakan.Tradisi Rengkong Hatong pada saat
ini sudah mulai pudar dan hanya dilakukan pada saat pertunjukan
Seren Taun.Kesenian Rengkong Hatong hanya dimainkan oleh
laki-laki dengan menggunakan pakaian serba hitam dan
putih.Perubahan terjadi sesuai dengan perkembangan zaman,
pemain kesenian Rengkong Hatong sudah banyak dimainkan oleh
perempuan. Rengkong adalah alat yang digunakan untuk
mengangkut padi berbentuk tanggungan (pemikul) yang terbuat
dari bambu guluntung (satu batang utuh) dengan panjang sekitar
2,8 m dan ukuran lingkaran 30 cm. Hatong adalah sejenis alat tiup
yang terbuat dari bamboo tamiang terdiri dari beberapa ruas yang
tersusun menjadi alat tiup. Biasanya untuk kesenian Rengkong
Hatong dipergunakan dua hatong dengan tiga bambu tamiang
berukuran 5-8cm sebagai nginungan, tiga hatong dengan ruas 12
bambu sebagai dalang serta goong bumbung yang berfungsi
sebagai gong. Musik pengiring dalam memainkan kesenian

20
tradisional rengkong hatong menggunakan rengkong dan hatong
sebagai alat musik yang ditiup. Musik penggiring dalam
memainkan kesenian antara lain alat music jemprak, kohkol
jingjing (pengiring) dan kohkol jingjing (bass). Gerakan pemain
dalam kesenian rengkong tidak menggunakan gerakan
berlebih.Penari laki-laki hanya bergerak mengelilingi atau maju
mundur dengan meniup alat musik hatong dan mengangkat
rengkong.Pada saat ini hatong sudah jarang dimainkan karena alat
musik ini langka dan jarang orang yang bisa memainkannya
(Prabandari dkk, 2018: 277).
d. Tauge Goreng
Tauge goreng adalah makanan khas Kota Bogor.Bahan baku untuk
membuat tauge goreng antara lain mie kuning, tahu, ketupat dan
tauge. Bumbu tauge goring antara lain tauco, oncom, tomat,
garam, gula merah, jeruk limau, bawang merah, bawang putih dan
cabai merah. Proses pembuatan kuah tauge goreng dengan
caramencampur tomat yang sudah diiris, daun bawang, oncom,
tauco, kecap manis, perasan limau dan air kemudian diaduk sampai
mendidih dan agak kental. Miekuning dan tauge direbus di atas
nampan kemudian tahu dimasukkan.Mie kuning, tauge dan tahu
diangkat dan airnya dibuang.Tauge goreng bisa disajikan di
piringatau dibungkus dengan daun patat.Penyajian tauge goreng
yaitu meletakkan irisanketupat, mie kuning, tauge dan tahu pada
piring atau lembaran daun patat (untuk pengemasan).Tauge goring
memiliki ciri khas pada pengemasannya. Carapengemasan taoge
goreng menggunakan daun patat adalah dengan cara menyilangkan
dua lembar daun patat. Proses penyilangan dua lembar daun patat
daun bertujuan untuk memperluas permukaan lebar daun dan
saling memperkuat antara kekuatan tarik yang sejajar serat dengan
tegak lurus serat, sehingga dapat mencegah kebocoran pada produk

21
toge goreng. Tauge goring dibungkus dengan daun patat dan diikat
dengan bamboo yang telah diserut tipis dan disematkan pada daun
sebagai pengikat daun.Penggunaan daun patat ini sebagai bahan
pengemassudah dilakukan sejak awal keberadaan tauge
goreng.Penggunaan daun patat bermanfaat untuk mendinginkan
pencernaan. Tatanan nampan yang diisi dengan air untuk merebus
tauge dan pemakaian api yang dibuat dari bara kayu, sehingga rasa
taugenya sangat khas. Pada saat ini penggunaan kayu bakar sudah
sangat terbatas, sebagian besar pedagang tauge goreng lebih
memilih memakai kompor gas. Alasan pemakaian kompor gas
karena lebih praktis, asap tidak mengganggu pembeli, sulitnya
mendapatkan kayu bakar dan harga yang tergolong mahal.
Beberapa pedagang masih menggunakan kayu bakar untuk
menjaga kekhasan aroma dari taoge goreng.Kayu bakar yang
digunakan oleh pedagang adalah kayubongkahan dari bangunan
(Prabandari dkk, 2018: 278).

2.4 Peninggalan Bersejarah Kota Bogor


Peninggalan sejarah tidak lain adalah Benda Cagar Budaya seperti yang
dinyatakan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 pasal 1 yakni Benda Cagar
Budaya adalah suatu benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, baik
merupakan kesatuan atau kelompok, bagian-bagian yang telah berumur sekurang-
kurangnya lima puluh tahun atau mewakili gaya khas dan mewakili masa gaya
sekurang-kurangnya lima puluh tahun serta dianggap mempunyai nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Peninggalan sejarah mempunyai arti penting bagi kebudayaan bangsa, yakni
(1) untuk memupuk rasa kebanggaaan nasional serta memperkokoh kesadaran jati diri
bangsa, (2) sebagai warisan budaya bangsa, (3) untuk kepentingan sejarah, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan serta pemanfaatan lain dalam rangka kepentingan

22
nasional. Dengan demikian jelas bahwa peninggalan sejarah dan purbakala dapat
dijadikan (difungsikan) sebagai sumber belajar (Hadi Setia Tunggal, 1997 : 18-19)
Jenis Peninggalan Sejarah Menurut V.G. Childe yang Timbul Haryono
(1984 :6-7), peninggalan sejarah (artefak) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu relik
(relics)dan monumen (monument). Relik adalah artefak yang mudah dipindahkan dari
satu tempat ke tempat lain sehingga bersifat movable object; sedangkan monumen
adalah artefak yang tidak dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Artefak
berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi teknofak (technofact), sosiofak
(sociofact) dan ideofak (ideofact).Teknofak adalah artefak yang berfungsi secara
langsung untuk mempertahankan eksistensi masyarakat pendukungnya.Sosiofak
adalah artefak yang berfungsi di dalam sub-sistem sosial dari seluruh sistem budaya.
Idiofak adalah artefak yang berfungsi sebagai komponen kepercayaan atau ideologi
dari sistem sosial ( Timbul Haryono, 1984 : 6-7).
Berbicara masalah peniggalan bersejarah kota bogor, Kota Bogor mempunyai
peranan penting dalam sejarah Sunda, salah satu kebudayaan yang masih bertahan
diantara 189 kebudayaan yang ada di dunia, dengan demikian mendakan bahwa
bogor merupakan sebuah tembat yang terdapat banyak peninggalan bersejarah. Maka
dari itu terdapat peninggalan obyek bernilai sejarah di Kota Bogor.Namun sayangnya,
obyek-obyek yang bernilai sejarah tersebut kurang mendapat perhatian yang memadai
pada saat ini. Padahal menurut H.R. Hidayat Suryalag sejarah adalah representasi dari
peradaban bangsa ( Ira Puspa dan Nurhayati , 2010 : 7 ).
Saat ini Bogor telah menjadi kota yang ramai. Pembangunannya lebih
mengarah pada aspek ekonomi.Kecenderungan tersebut menjadikan aspek-aspek lain
menjadi kurang diperhatikan. Keasrian kota dan diversitas kultural yang seharusnya
menjadi identitas Kota Bogor kian memudar. Maka dari itu diperlukan suatu bentuk
kepedulian berupa upaya-upaya untuk melestarikan nilai-nilai yang terdapat pada
kota ini, termasuk di dalamnya upaya pelestarian obyek-obyek bersejarah.
Bicara tentang peninggalan bersejarah, bogor mempunyai beberpa peninggalam
bersejarah di antaranya;
a. Museum Pembela Tanah Air (PE TA)

23
Museum ini pada awalnya merupakan salah satu gedung di komplek pusat
pendidikan Perwira PETA yang resmi dibuka pada tanggal 15 Oktober 1943.Tempat
latihan itu adalah bekas tangsi dan markas KNIL.Pembangunan Monumen dan
Museum PETA ini dimulai pada tanggal 14 November 1993 atas prakarsa
YAPETA.Peresmiannya dilakukan pada tanggal 18 Desember 1995 oleh mantan
Presiden RI H.M. Soeharto. Komplek Monumen dan Museum PETA dengan gaya
kolonial Belanda ini berstatus Benda Cagar Budaya (BCB) Museum ini dikelola oleh
YAPETA (Yayasan PETA). Tindakan yang dilakukan untuk melestarikan lanskap
museum ini adalah adaptive use. Letak museum strategis dan lingkungan sekitar
museum cukup mendukung keberadaannya ( Ira Puspa dan Nurhayati , 2010 : 8 ).
b. Museum Perjuangan
Gedung ini didirikan oleh Willem Gustav Winner pada tahun 1879.Dahulu
gedung ini berfungsi sebagai gudang untuk barang pertanian.Kemudian pada jaman
Revolusi Fisik beralih fungsi menjadi Gedung Perintis Kemerdekaan.Dan akhirnya
pada 15 Agustus 1958, gedung ini diresmikan menjadi Museum Perjuangan oleh
Pangdam III Siliwangi yaitu RA Kosasih.Museum ini berisi senjata-senjata hasil
rampasan pejuang.Secara fisik, kondisi gedungnya masih cukup baik.Gedung yang
berstatus BCB ini pernah direnovasi pada tahun 1988.Museum ini dikelola oleh
Yayasan MPB.Tindakan yang dilakukan untuk melestarikan lanskap museum ini
adalah adaptive use.Kondisi lingkungan sekitar kurang mendukung.Letaknya dekat
dengan pasar dan pusat perbelanjaan serta Terminal Merdeka.
c. Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor
Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor merupakan suatu kesatuan
lanskap.Istana Bogor yang dahulu bernama Buitenzorg atau San Souci, merupakan
tempat pesanggrahan Gubernur Jendral G. W. Baron Van Imhoff.Ista-na ini memiliki
kebun besar yang se-karang telah dilepas dari naungan is-tana dan dinamakan Kebun
Raya Bogor.Istana Bogor yang memiliki luas 28 Ha ini, memiliki arsitektur gedung
kolonial Belanda ditunjukkan pada istana dan Kebun Raya Bogor adalah English
landscape garden.Istana Bogor dikelola langsung oleh pemerintah pusat tepatnya
Sekretariat Negara, sedangkan Kebun Raya Bogor dikelola oleh Pusat Konservasi

24
Tumbuhan KRB LIPI.Bentuk tindakan pelestarian Istana Bogor adalah konservasi,
sedangkan bentuk tindakan pelestarian Kebun Raya Bogor adalah adaptive use.
d. Mesjid Agung Empang
Mesjid Agung Empang atau yang dinamakan Mesjid Atthohiriyah ini
merupakan mesjid tertua sekaligus mesjid pertama yang dibangun di
Bogor.Berdasarkan catatan arsip DKM Mesjid Agung Empang, mesjid ini didirikan
pada tahun 1817 oleh Waliyullah Raden Haji Muhammad Tohir.Pada awal
dibangunnya, mesjid ini berbentuk joglo.Mesjid ini merupakan bangunan kuno
peninggalan jaman Pemerintahan Belanda.Dalam komplek mesjid didirikan bangunan
untuk ta’lim dan madrasah.Mesjid ini dikelola oleh yayasan Mesjid Agung Empang
“Atthoriyah”.Bentuk tindakan pelestarian yang dilakukan saat ini adalah adaptive
use.Letaknya berada diantara pemukiman warga yang mayoritas etnis Arab. Di depan
mesjid terdapat alun-alun yang kurang terawat dan banyak terdapat pedagang kaki
lima ( Ira Puspa dan Nurhayati , 2010 : 9 ).
e. Makam Raden Saleh
Raden Saleh Syarif Bustaman adalah seorang pelukis terkenal yang dilahirkan
di Terbaya, Semarang, Jawa Tengah pada 1813 dan meninggal dunia di Bogor pada
23 April 1888. Lukisannya yang terkenal diantaranya “Pertarungan Harimau dengan
Banteng” dan “Kebakaran di Hutan”.Pada makam yang berukuran 5x5 meter itu
terdapat pula makam istrinya Raden Ayu Danurejo, putri patih dalam Nagari
Ngayogyakarta Hadiningrat, Kerajaan Yogyakarta.Makam ini termasuk BCB yang
ter-letak di Gang Raden Saleh. Pengelola obyek sejarah ini adalah pemerintah
setempat di bawah pemerintah kota. Bentuk tindakan pelestarian yang dilakukan
adalah konservasi.Lokasi obyek ini berada di tengah pemukiman
penduduk.Lingkungan sekitar cukup bersih dan nyaman.
f. Prasasati Batutulis
Prasasti ini merupakan peninggalan jaman Kerajaan Pajajaran. Menurut
Danasasmita, 1983 kawasan Lawang Gintung dan Batutulis tempat situs ini berada
merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran pada abad ke-8 Masehi. Pada
masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja (1482-1579), Pajajaran dengan ibukota

25
Pakuan mengalami masa kejayaan dan menjadi pusat perhatian kerajaan-kerajaan
lainnya.Obyek sejarah ini terdiri dari batu lingga atas, Prasasti Batutulis, dan alas kaki
Prabu Siliwangi. Prasasti ini ditempatkan di sebuah bangunan dengan gaya masa
klasik. Benda Cagar Budaya ini adalah aset nasional yang dikelola oleh Cagar
Budaya Nasional.Tindakan pelestarian untuk melestarikan lanskap ini adalah
konservasi.Obyek ini terdapat di lingkungan pemukiman yang padat.Lingkungan
pada kawasan ini cukup bersih dan padat.
Pemerintahan juga mengeluarkan kebijakan dalam upaya pelestarian,
Pemerintah RI telah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun
1992 tentang Benda Cagar Budaya (BCB).Undang-undang ini berisi tentang kriteria-
kriteria Benda Cagar Budaya yang harus dilestarikan.Sedangkan dari pihak
Pemerintah Daerah telah mengeluarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor
7 Tahun 2003 Tentang Pengelolaan Kepurbakalaan, Kesejarahan, Nilai Tradisional
dan Museum.Peraturan tersebut diantaranya berisi tentang pengelolaan obyek
bersejarah termasuk di dalamnya mengenai pelestarian.Namun Pemerintah Kota
Bogor sendiri belum mempunyai peraturan resmi yang mengatur tentang pengelolaan
pelestarian obyek bersejarah di Kota Bogor. Upaya pemerintah kota untuk menjaga
kelestarian obyek bersejarah adalah dengan melakukan pembinaan para petugas
pengurus obyek setiap setahun sekali dan pemantauan obyek setiap sebulan sekali
yang mengacu pada UU RI dan Peraturan Daerah. ( Ira Puspa dan Nurhayati , 2010 :
10 ).
2.5 Teori Kosentris Kota Bogor
Zona 1: Business District
Daerah Pusat Kegiatan atau Central Business District (CBD), yaitu daerah
yang merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain kegiatan politik, sosial
budaya, ekonomi dan teknologi. Business District kota bogor berada di daerah Bogor
Utara, daerah Bogor utara ini berdekatan dengan Kebun Raya Bogor dan juga Istana
Presiden. Dimana kedua wisata ini kerap menjadi destinasi wisata di wilayah Bogor.
Zona 2 : Zona Industri

26
Zona ini merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan
yang terus menerus dan bertambah besar penurunannya.Hal ini terjadi karena adanya
intrusi fungsi yang berasal dari Zona I, sehingga perbauran permukiman dengan
bangunan bukan untuk permukiman.Perdagangan dan industri ringan dari Zona I,
banyak mengambil alih daerah pemukiman.Pengambil alihan yang terus menerus
mengakibatkan terbentuknya daerah permukiman kumuh (slum area), yang semakin
lama menjadi daerah miskin (areas of proverty).Bogor adalah salah satu daerah
perindustrian terbesar di jawa selain kota Tangerang daerah-daerah perindustrian di
kota Bogor terpusat di daerah Gunung Putri, Ci Leungsi, Citeureup, Bojonggede, dan
Cibinong (Ardityo,2009:22-23)
Zona 3 : Pemukiman Kelas Menengah
Zona ini berfungsi sebagai permukiman bagi pekerja-pekerja, antara lain oleh
pekerja pabrik, dan industri yang di antaranya adalah pendatang-pendatang baru dari
Zona 2. Di sini kondisi pemukimannya masih lebih baik dibandingkan dengan Zona
2, sekalipun penduduknya masih masuk dalam kategori “low- medium status”.Zona
ini dijadikan pilihan sebagai tempat tinggal karena lokasinya yang berdekatan dengan
lokasi tempat kerja.
Zona 4 : Pemukiman Kelas Tinggi
Zona ini dihuni oleh penduduk yang berstatus ekonomi menengah hingga
tinggi.Kondisi ekonomi mereka pada umumnya stabil sehingga lingkungan
permukimannya menunjukkan derajat keteraturan yang cukup tinggi.Fasilitas
permukiman terencana dengan baik, sehingga kenyamanan tempat tinggal dapat
dirasakan pada zona ini.Pemukiman kelas tinggi di kota Bogor terdapat di daerah
Rancamaya, Bogor Selatan salah satu penunjang daerah ini adalah daerah pemukiman
kelas tinggi ialah karena lokasinya yang strategisdekat dengan Kebun Raya Bogor
dan Stasiun Bogor.
Zona 5 : wilayah Pinggiran kota
Timbulnya penglaju merupakan suatu akibat adanya proses desentralisasi
permukiman sebagai dampak sekunder dari aplikasi teknologi di bidang transportasi
dan komunikasi. Di daera pinggiran kota mulai bermunculan perkembangan

27
permukiman baru yang berkualitas tinggi sampai kualitas mewah. Kecenderungan
penduduk untuk memilih zona ini didorong oleh kondisi lingkungan daerah asal yang
dianggap tidak nyaman dan tertarik oleh kondisi lingkungan Zona 5 ini yang
menjajikan kenyamanan hidup yang jauh lebih baik – bebas polusi, tinggal dengan
aman dan nyaman – namun dengan konsekuensi lebih jauh dari tempat bekerja.
Bogor terdapat pemukiman-pemukiman pinggiran kota salah satunya ada di wilayah
Cimahpar Bogor Utara (Bappeda Kota Bogor).
2.6 Potensi Pariwisata Kota Bogor
Kota Bogor merupakan kota hujan dimana memiliki banyak potensi wisata.
Jenis wisata yang berada di Kota Bogor seperti wisata alam, wisata seni dan
kebudayaan, wisata kuliner dan wisata sejarah. Berdasarkan Badan Pusat Statistik
Kota Bogor perkembangan wisatawan Kota Bogor khususnya kunjungan ke objek
wisata sejak tahun 2008 hingga 2014 terus mengalami peningkatan, baik pengunjung
domestik mencapai 4.148.650 orang maupun pengunjung mancanegara mencapai
202.280 orang, sehingga total pengunjung Kota Bogor mencapai 4.350.930 orang
(Masmaulidia dkk, 2017: 414). Berikut ini beberapa potensi pariwisata kota Bogor.

1. Istana Bogor
Istana Kepresidenan Bogor luas areannya 28 Ha, didirikan pada tahun 1745
oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda bernama Gustaf Williem Baron Van Imhof.
Pada halaman istana terdapat ratusan rusa yang hidup bebas menambah keasrian
suasana Istana Bogor. Berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda No. 1. Kegiatan Istana Bogor
untuk Rakyat (Istura) sebenarnya dilakukan rutin setiap tahun oleh Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kota Bogor. Untuk dapat mengunjungi Istana Bogor, masyarakat
tidak perlu membayar tiket masuk alias gratis. Tetapi, ada beberapa syarat yang wajib
dipenuhi, diantaranya dilarang membawa kamera dan mengambil gambar serta
barang bawaan kecuali dompet, batas usia minimal 10 tahun, serta menggunakan
pakaian tertentu seperti batik dan kemeja (Handayani, 2018: 17).

2. Kebun Raya Bogor

28
Secara umum Kawasan Kebun Raya Bogor ini merupakan tempat wisata yang
menarik bagi wisatawan untuk merasakan hutan buatan yang memiliki berbagai
macam objek wisata di dalamnya. Hal inilah yang menarik perhatian wisatawan
untuk datang mengunjungi Kawasan Kebun Raya Bogor (Masmaulidia dkk, 2017:
414). Syahadat dkk (2017: 23) menyatakan Kebun Raya Bogor adalah salah satu
pusat konservasi tanaman yang ada di Indonesia di bawah pengelolaan LIPI
(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Berdasarkan informasi yang dihimpun dari
pengelola Kebun Raya Bogor, sejarah Kebun Raya Bogor dimulai sejak zaman
kolonial.
Pada tahun 1811-1816 saat Sir Thomas Stamford Raffles menjadi Gubernur
Jenderal di Jawa dan menetap di Buitenzorg, beliau berupaya membentuk Kebun
Istana menjadi taman yang bergaya Inggris yang menerapkan penataan yang organik.
Tahun 1816 Inggris mengembalikan kekuasaan ke tangan Belanda. Belanda
mengembangkan ilmu pengetahuan. Tahun 1817, Casper Georg Carl Reinwardt
sebagai Kepala Usaha Pertanian, Kesenian, dan Pengetahuan untuk Jawa dan pulau-
pulau sekitarnya, tertarik untuk menyelidiki tumbuh-tumbuhan yang digunakan oleh
masyarakat Jawa untuk keperluan rumah tangga dan obat-obatan. Ia memutuskan
untuk mengumpulkan seluruh tumbuh-tumbuhan itu dalam suatu kebun botani di
Buitenzorg. Pada tanggal 18 Mei 1817, lahan dengan luas 47 hektar yang berbatasan
dengan Istana Gubernur Jenderal Belanda ditetapkan sebagai Kebun Raya (Botanical
Garden). Reinwardt menjadi direktur pertama Kebun Raya Bogor (1817-1822) yang
memberi kesempatan bagi beliau untuk mengumpulkan tumbuhan dan biji-bijian dari
berbagai wilayah Semenanjung Malaya dan Kebun Raya ini pada akhirnya
menjadikan Bogor sebagai pusat pengembangan pertanian dan hortikultura di
Indonesia.
Selama masa pendudukan Jepang (1942-1945), sebagai bagian dari upaya
Jepang mempromosikan nasionalisme, nama Bogor mulai secara luas dipergunakan.
Kota ini menjadi salah satu pusat pelatihan tentara PETA (Pembela Tanah Air).
Tahun 1948, Bogor tergabung dalam Negara Pasundan, tetapi tahun 1950 Kota Bogor
menjadi bagian dari Republik Indonesia dan secara resmi menggunakan nama Kota

29
Bogor. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, Kota Bogor memegang peran
penting dalam perkembangan budaya, ilmu pengetahuan, dan ekonomi, khususnya di
Jawa Barat, didukung dengan infrastruktur yang telah dibangun masa kolonial. Istana
Gubernur Jenderal dialihfungsikan menjadi Istana
Presiden Republik Indonesia. Antara tahun 1990-an dan 2000-an, Kota Bogor
menjadi tempat penyelenggaraan berbagai pertemuan internasional, seperti pertemuan
para menteri se-Asia Pasifik dan pertemuan APEC (1994) (Herliana, 2014: 146-148).
Kebun Raya Bogor dirancang berdasarkan Taman Inggris yang menampilkan
lingkungan yang alami dengan penataan organik dan penggunaan garis curvilinear
yang berfungsi sebagai jalan dan jalan setapak. Selain menyimpan makna sejarah,
Kebun Raya Bogor juga menyimpan koleksi tanaman langka yang sulit ditemukan,
bahkan di tempat asalnya. Lingkungan alami dan kekayaan botani yang ada di
dalamnya menyebabkan Kebun Raya Bogor menjadi tujuan wisata alam dan
penelitian, baik secara domestik, nasional, maupun internasional. Salah satu daya
tarik utama Kebun Raya Bogor adalah bunga bangkai (Amorphophalus titanum)
karena saat-saat mendekati mekar akan mengeluarkan bau bangkai yang menyengat.
Bunga ini dapat mencapai tinggi 2 m dan merupakan bunga majemuk terbesar di
dunia tumbuhan. Bunga bangkai jenis bunga bangkai Amorphophalus titanum Becc.
(Araceae atau suku talas-talasan) ditanam pada tanggal 19 Desember 1992. Bunga ini
berasal dari Muara Aimat – Jambi, dengan berat umbi 30 kg. Pada tanggal 5 Februari
1994, muncul tunas bunga, kemudian pada tanggal 9 Maret 1994 tingginya telah
mencapai 1 meter. Lima hari kemudian tinggi tanaman ini bertambah menjadi 1,5
meter. Karena tanaman ini termasuk langka, maka tanaman ini termasuk salah satu
tanaman yang dilindungi dan dikembangbiakkan.
Keberadaan Kebun Raya Bogor di pusat Kota Bogor berperan sebagai paru-
paru kota. Fungsi kebun raya bukan hanya sebagai upaya konservasi, tetapi juga
wahana pendidikan, penelitian, dan bahkan juga wisata bagi warga kota. Warga kota
dapat belajar dari lingkungan alami berupa tumbuh-tumbuhan yang ada di dalamnya
(Herliana, 2014: 153). Selain itu, dalam jurnal Syahadat dkk (2017: 24) dari sudut
pandang wisata, nilai Kebun Raya Bogor akan bertambah jika di dalamnya dilengkapi

30
beberapa atraksi wisata yang bisa menarik perhatian, estetik, namun tidak
meninggalkan tema utamanya yakni konservasi tumbuhan.
Kebun raya (botanic gardens) dikenal sebagai kawasan konservasi ex situ
tumbuhan yang telah bertahan hingga ratusan tahun dan terbukti berhasil menjaga
kelestarian tumbuhan di seluruh dunia. Kebun Raya Indonesia (KRI) dikembangkan
berdasarkan pendekatan kondisi ekoregion yang mencerminkan keragaman ekosistem
dan habitat berbagai jenis tumbuhan di Indonesia. Beragam jenis tumbuhan yang ada
di Indonesia tumbuh dan berkembang pada berbagai tipe habitat yang spesifik.
Kekayaan jenis tumbuhan Indonesia diperkirakan 38.000 jenis atau peringkat ke–5 di
dunia dengan tingkat endemisitas ±55% tersebar di berbagai tipe ekosistem
(Purnomo. dkk, 2015: 112).

3. Taman Nasional Halimun Salak


Tahun 2003 kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) diperluas
dari ± 40.000 ha menjadi ± 113.357 ha (Departemen Kehutanan, 2003). Secara
administrasi pemerintahan, kawasan TNGHS termasuk di dalam wilayah Provinsi
Jawa Barat dan ProvinsiBanten, yaitu Kabupaten Sukabumi, Bogor dan Kabupaten
Lebak (Adalina. dkk, 2015:105-106).
Ekayani ( 2014: 29-30) menyatakan Kawasan Taman Nasional Gunung
Halimun-Salak (TNGHS) merupakan salah satu kawasan konservasi yang
penunjukkannya berawal dari Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-
II/1992 pada tanggal 28 Februari 1992 dengan luas 40.000 Ha sebagai Taman
Nasional Gunung Halimun (TNGH). Atas dasar kondisi sumber daya hutan yang
dinilai semakin terancam rusak, maka melalui SK Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-
II/2003, kawasan TNGH mengalami perluasan menjadi 113.357 Ha. Kawasan
ditambah dengan kawasan hutan Gunung Salak, Gunung Endut, dan sekitarnya yang
semula hutan produksi terbatas dan hutan lindung yang dikelola Perum Perhutani.
Sejak saat itu berubah menjadi satu kesatuan kawasan konservasi TNGHS.
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) memiliki fungsi penting
sebagai sistem penyangga kehidupan dengan fokus pengelolaan mempertahan-kan

31
ekosistem hutan pegunungan Jawa Barat yang unik dengan keanekaragaman hayati
yang tinggi. Sebagai kawasan konservasi in-situ, TNGHS memiliki banyak manfaat
baik tangible maupun intangible, yang apabila dimoneterkan merupakan nilai
ekonomi yang sangat tinggi. Manfaat tangible merupakan manfaat berwujud, seperti
hasil hutan kayu dan non kayu. Adapun manfaat intangible merupakan manfaat tidak
berwujud yang kebanyakan berupa jasa lingkungan seperti diantaranya habitat satwa,
tata air, serap karbon, dan wisata alam. Kesemua manfaat tersebut hanya bisa ada jika
lingkungan/ekosistem taman nasional terjaga, sehingga disebut sebagai jasa
lingkungan atau ecosystem services. Tiga objek wisata alam yang ramai dikunjungi
wisatawan adalah kawasan wisata Gunung Bunder, Curug Cigamea, dan pemandian
air panas. Aktivitas wisata yang cukup tinggi di TNGHS dengan memanfaatkan jasa
sumber daya alam dan lingkungan (SDAL) yang ada secara tidak langsung
menunjukkan nilai ekonomi wisata TNGHS yang juga tinggi.
Kontribusi wisata alam TNGHS bagi perekonomian masyarakat dilihat dari
penyerapan tenaga kerja di kegiatan wisata alam tersebut dan dampak ekonomi bagi
perekonomian lokal. Adanya kegiatan wisata alam di TNGHS sangat menunjang
aktivitas ekonomi masyarakat lokal, yang ditunjukkan dengan semakin
berkembangnya usaha masyarakat lokal yang mendukung kegiatan wisata alam.
((Ekayani, 2014: 31-39).
Program dari pemerintah dalam mewujudkan perekonomian disekitar TGHS
dalam jurnal Sahab.dkk (2015: 94-95) menyatakan Balai TNGHS memiliki konsep
pemberdayaan masyarakat berupa Model Kampung Konservasi (MKK), yaitu
pendekatan model konservasi yang memberi peluang kepada masyarakat yang tinggal
di sekitar kawasan konservasi untuk terlibat aktif dalam upaya pengelolaan kawasan
konservasi serta pemanfaatan sumber daya hutan Integrasi antara konsep MKK
dengan Sekolah Peternakan Rakyat yang dikembangkan oleh IPB dapat dijadikan
sebagai konsep pemberdayaan masyarakat sekitar hutan untuk mencapai tujuan
kelestarian taman nasional dan kesejahteraan masyarakat.

4. Situ Gede

32
Situ disebut juga danau alam atau danau buatan. Banyaknya situ menjadi daya
tarik dan pariwisata yang ada di Kota Bogor, salah satunya Situ Gede. Rahman (2010:
84-85) berpendapat Situ Gede merupakan situ yang menjadi salah satu ikon dari
tempat wisata di Kota Bogor, kondisi lingkungannya pada saat ini masih terjaga
dengan baik. sering dilanda kemacetan yang panjang, membuat pengunjung yang
datang ke Situ Gede banyak yang dari luar Kota Bogor. Selain itu kondisi jalan
menuju Situ Gede yang baik walaupun dibeberapa bagian cukup sempit namun juga
ditunjang dengan ketersediaan angkutan kota yang cukup jumlahnya.
Kondisi infrastuktur berupa jaringan jalan, listrik dan air bersih dalam kondisi
baik. Sedangkan fasilitas penunjang pariwisata yang tersedia berupa toilet, tempat
parkir, rumah makan yang dikelola oleh pengelola ataupun penduduk setempat.
Selain itu didekat hutan kota juga ada beberapa rumah panggung yang dapat disewa
untuk dijadikan penginapan walaupun kapasitasnya terbatas.
Pengelolaan Situ Gede pada saat ini masih banyak dikelola oleh penduduk
setempat dengan dikoordinir oleh pihak kelurahan. Selama ini potensi wisata di Situ
Gede telah dipromosikan oleh Pemerintah Kota Bogor dengan cara pemberian brosur
pada saat pameran, melalui media internet, koran ataupun membuat acara yang
dihadiri oleh Walikota Bogor di Situ Gede.

5. Country Club Cimanggu


Kawasan Country Club Cimanggu suatu kawasan yang dibuat untuk
keperluan wisata olahraga berlokasi di perumahan Bukit Cimanggu City. Berlokasi di
Jl. K. H. Sholeh Iskandar No. 1, Bogor. Harga tiket masuk yang ditawarkan oleh
obyek wisata Country Club Cimanggu (Marcopolo) cukup terbilang standar untuk
ukuran waterboom (Handayani, 2018: ).

6. Museum Zoologi Bogor


Sejarah Museum Zoologicum Bogorieense atau Museum Zoologi Bogor
(MZB) dimulai pada tahun 1894. Diawali dengan didirikannya Lanbouw Zoologish
oleh Dr. J. C. Koningsberger, laboratorium ini bertugas mengoleksi dan meneliti

33
serangga pada tanaman pertanian. Pada tahun 1898, bersama dengan Dr.M. Treub,
Dr. J. C. Koningsberger mengunjungi Museum Colombo di Ceylon (saat ini menjadi
Sri Lanka). Kekaguman akan koleksi zoologi di Museum Colombo menjadi dasar
didirikannya Museum ini. Sejak didirikannya MZB mengalami banyak pergantian
nama, sehingga dikenal sebagai Museum Zoologi Bogor. (LIPI, 2018). Museum ini
selalu mempunyai jaringan dengan museum lainnya di tingkat regional dan
intemational, sehingga memudahkan dalam pertukaran informasinya. Museum secara
nyata telah menunjukkan kontribusinya dalam konservasi keanekaragaman hayati
(Budiman & Tjakrawidjaya, 2002: 52). Museum Zoologi Bogor menampilkan
beranekaragam sumber daya ikan.
Dalam jurnal yang sama mengatakan jika koleksi spesimen ikan yang
tersimpan di Museum Zoologicum Bogoriense saat ini masih dalam jumlah yang
terbatas dibanding perkiraan jumlah jenis yang ada. Walaupun untuk ukuran Asia
merupakan terbesar dan telah berkualifikasi standar Internasional. Beberapa koleksi
dari beberapa daerah masih relatif sedikit terutama di kawasan Indonesia bagian
timur. Hanya wilayah Sulawesi dan Kalimantan koleksinya relatif banyak. Sementara
jenis-jenis di berbagai pulau lannya, terutama pulau-pulau kecil datanya masih sangat
terbatas. Profil yang dikeluarkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
menuliskan selain ikan, MZB memiliki koleksi jenis fauna terdiri dari 211 jenis
Burung, 88 jenis Mamalia, 92 jenis Reptil dan Amfibi, 55 jenis Ikan, 234 jenis
Moluska, 3 jenis Krustasea (Udang/Kepiting) dan 262 jenis Serangga. Jumlah rata-
rata pengunjung yang datang ke MZB pada tahun 2018, 1714 kunjungan.

7. The Jungle
Wahana The Jungle memiliki berbagai fasilitas yang tidak di jumpai di
komplek wisata sejenis lainnya. Pada area Jungle Park seluas tiga hektar ini, para
pengunjung dapat menikmati berbsagai fasilitas rekreasi menarik yang menyatu
dengan alam. Berlokasi di Jl. Bogor Nirwana Raya Bogor. Harga tiket masuk ke The
Jungle standar terkadang ada banyak diskon yang ditawarkan agar menarik
pengunjung (Handayani, 2018: ).

34
8. Desa Malasari
Secara administrasi, Desa Malasari berlokasi di Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, merupakan sebuah konservasi Taman Nasional Gunung Halimun
Salak. Luas desa sebesar 8,262,22 hektar. Berbatasan dengan Desa Cisarua dan Curug
Bitung di sebelah utara; Bantar Karet di sebelah timur; Desa Cipeuteu, Kecamatan
Kabandungan, Kabupaten Sukabumi dan Provinsi Banten di sebelah selatan; Desa
Kiarasari Kecamatan Sukajaya di sebelah barat.
Potensi pariwisata di Desa Malasari tersebar di 6 dusun, antara lain: dusun
Ciwalen di sebelah selatan Desa Malasari, Nyuncung dan dusun Cisangku di sebelah
barat, dusun Kramat Banteng dan dusun Sijagur di Taman konservasi Nasional
Gunung Halimun Salak, dusun Malasari, dusun Logo, dusun Hanjawar, dusun Pasir
Banteng, dusun Citalahab Central dan Citalahab, dusun Malani.
Dusun Ciwalen menawarkan daya tarik wisata perkebunan, edukasi dan alam.
Dusun Nyuncung dan Cisangku menawarkan daya tarik wisata alam seperti air terjun
atau yang dikenal oleh masyarakat dengan sebutan curug piit, terasering persewahan,
perkemahan dan Setu Cisangku. Dusun Kramat Banteng dan Sijagur menawarkan
daya tarik wisata seperti Leuwi Bombang, terasering persawahan, pasir hisap, Tugu
Eyang Cakrabuana, curug Citamiang.
Dusun Malasari dikelilingi oleh terasering persawahan dan tradisi budaya
yang kental. Dusun kopo adalah dusun tertua di Desa Malasari, kental akan tradisi
budaya, basin, penca silat, dan produsen gula merah. Dusun Hanjawar menawarkan
daya tari wisata alam dan budaya. Dusun Citalahab Central adalah destinasi
ekowisata seperti Canopy trail, tempat dan pusat penelitian, bumi perkemahan, curug
Macan, homestay dan guesthouse, sedangkan dusun Citalahan memiliki daya tarik
wisata alam, seperti curug Walet. Dusun Malani terkenal dengan ‘Rumah Tokyo’,
memiliki perkebunan the Nirmala Agung dan perkebunan bunga mawar, curug
Kecapi (Dewi, 2019: 56-57).

9. Museum Perjuangan Bogor.

35
Museum Perjuangan Bogor didirikan pada tahun 1957 sebagai tempat
penyimpanan macam-macam senapan yang digunakan para pejuang dan terdapat
koleksi senapan yang merupakan hasil rampasan dari tentara Jepang dan inggris.
Museum ini dilengkapi dengan diorama perjuangan di daerah Bogor dan sekitarnya.
Museum ini sangat bersejarah bagi warga Bogor karena terdapat banyak peninggalan
bersejarah dari para pahlawan yang gugur di medan perang. Berlokasi di Jl. Merdeka
No. 56. Harga tiket masuk Museum Perjuangan Bogor adalah Rp 10.000,- per orang
(Handayani, 2018: 12).

10. Museum Etnobotani


Museum Etnobotani diresmikan pada tahun 1982 oleh Prof. Dr. Bj. Habibie.
Museum ini terdapat 2.000 artefak Etnobotani dan berbagai diorama pemanfaatan
flora. Museum ini banyak menyimpan berbagai artefak atau peninggalan materi yang
berasal dari alam (tumbuhan) dan perannya dalam kehidupan suku-suku bangsa asli
di Indonesia. Berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda No. 24. Lokasinya cukup stategis karena
masih di daerah pusat kota, hanya saja plang yang menuliskan nama Museum
Etnobotani kurang terlihat karena letaknya yang berada di dalam bangunan museum
sehingga banyak yang kurang mengetahui museum ini. Harga tiket masuk ke
Museum Etnobotani adalah Rp 5.000,- (Handayani, 2018: 11).

11. Desa Ciseeng


Desa Ciseeng berlokasi di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Desa
Memiliki 2 dusun, yaitu dusun Malang Nengah dan dusun Cibogo. Secara geografi,
luas Desa Ciseeng adalah 205,00 hektar. Berbatasan dengan Desa Cihowe di sebelah
utara, desa Cibentang I di bagian timur, Desa Parigi Mekar di sebelah barat, dan Desa
Cibeuteung di bagian selatan.
Berdasarkan Kepmen Kelautan dan Perikanan RI Nomor 35/KEPMEN-
KP/2013, Desa Ciseeng ditetapkan menjadi salah satu lokasi kawasan minapolitan.
Ini membuat Ciseeng dikenal sebagai sentra budidaya ikan hias. Wisata buatan yang
memanfaatkan ketersediaan sumber daya alam berupa situ untuk kegiatan

36
pembudidayaan ikan hias dan ikan konsumsi menjadi daya tarik wisata. Para
wisatawan umumnya dari kalangan pelajar yang melakukan studi tour dan dari
kalangan pebisnis, datang berkunjung untuk perniagaan komoditi ikan hias yang
meluangkan waktunya untuk mengunjungi sentra-sentra perikanan dalam jangka
waktu yang berulang. Lokasinya yang tidak jauh dari Kota Jakarta, Depok dan Bogor,
Desa Ciseeng dapat menjadi destinasi wisata dengan produk wisata sentra
minapolitan. Infrastruktur jalan yang beraspal membuat akses mudah dilewati.
Potensi wisata lainnya adalah sebuah theme park Taman Kopses Ciseeng, kolam
pemancingan ikan, outbound dan family park Parung and Pelita Desa, dan wisata
alam pemandian air panas (Dewi, 2019: 58-59).
12. Plaza Kapten Muslihat
Museum Perjuangan Bogor didirikan pada tahun 1957 sebagai tempat
penyimpanan macam-macam senapan yang digunakan para pejuang dan terdapat
koleksi senapan yang merupakan hasil rampasan dari tentara Jepang dan inggris.
Museum ini dilengkapi dengan diorama perjuangan di daerah Bogor dan sekitarnya.
Museum ini sangat bersejarah bagi warga Bogor karena terdapat banyak peninggalan
bersejarah dari para pahlawan yang gugur di medan perang. Berlokasi di Jl. Merdeka
No. 56. Harga tiket masuk Museum Perjuangan Bogor adalah Rp 10.000,- per orang
(Handayani, 2018: 13).

13. Rancamaya Country Golf


Kawasan wisata olahraga yang dapat dinikmati keindahan alamnya yang segar
dan bebas polusi dengan berbagai sarana dan fasilitas yang mengandung olahraga
Golf. Rancamaya Golf & Country Club terletak di Jl. Rancamaya Utama Ciawi Bogor
dan Bogor Golf Club terletak di Jl. Dr. Semeru Bogor. Rancamaya Country Golf
membandrol harga untuk member sebesar IDR 320.000 untuk bermain di hari biasa,
yakni selasa hingga jumat, dan IDR 335.000 pada akhir pekan dan hari libur nasional
(Handayani, 2018: 17).

14. Kampung Tematik Agro Eduwisata Organik

37
Kampung Tematik Agro Eduwisata Organik yang telah dikembangkan oleh
pemerintah Kota Bogor yakni Kampung Tematik Agro Eduwisata Organik yang
berada di Kecamatan Bogor Selatan. Dengan Luas Wilayah mencapai 28,52 ha
berupa usulan pengembangan mencakup pembangunan ruang penerimaan, area
parkir, rumah kompos, area produksi biogas, penyediaan area sawah organik, area
produksi dan pengembangan atraksi kebudayaan lokal/ seni budaya (bengkel budaya).
Adapun pembangunan kampung tematik oleh pemerintah Kota Bogor dibangun
berlandaskan basis agrowisata. Wilayah Kota Bogor direncanakan memiliki tujuh
kampung tematik berdasarkan tujuh wilayah kecamatan diantaranya tiga wilayah
dibangun kampung tematik berbasis pertanian, sedangkan empat wilayah dibangun
berbasis potensi wilayah setempat. Tiap kecamatan di Kota Bogor tersebut ,memiliki
destinasi pariwisata yang berbeda-beda. Hal ini merupayakan upaya pemerintah Kota
Bogor untuk mewujudkan distribusi pengembangan pariwisata di Kota Bogor
sehingga setiap wilayah di Kota Bogor dapat menikmati manfaat pengembangan
pariwisata.
Pengembangan pariwisata memberikan kontribusi positif bagi penerimaan kas
daerah, serta kesejahteraan masyarakat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah
Kota Bogor, sebagian besar disumbangkan oleh penerimaan pajak dari sektor
pariwisata. Selanjutnya, jumlah pengusaha lokal turut meningkat melalui
pengembangan pariwisata, melalui berbagai usaha kreatif, serta kerajinan lokal (Al
Fathanah. dkk, 2018: 32-38).
Perkembangan objek wisata Kabupaten Bogor tahun 1990-2016 terbanyak
terjadi di Zona Bogor Tengah. Perkembangan objek wisata terbanyak di Kabupaten
Bogor terjadi pada periode III (tahun 2010-2016) dengan jenis objek wisata berupa
alam. Sedangkan paling sedikit terjadi pada periode I (tahun 1990-1999) dengan jenis
objek wisata berupa budaya. Berdasarkan kondisi fisik dan aksesibilitasnya,
perkembangan objek wisata terbanyak di Kabupaten Bogor berjarak dekat dari pusat
Kota Bogor yang berkarakteristik yaitu ketinggian 100-500 mdpl, kemiringan lereng
0-8%, dan berada di jalan lokal sehingga wisatawan dapat menggunakan kendaraan
beroda empat untuk menjangkau suatu objek wisata. Sedangkan perkembangan objek

38
wisata paling sedikit di Kabupaten Bogor berada di ketinggian <100 mdpl,
kemiringan lereng >40%, jalan arteri, hanya dapat dijangkau dengan kendaraan roda
dua, dan berjarak jauh dari pusat Kota Bogor. Berdasarkan hasil uji statistik bahwa
perkembangan objek wisata Kabupaten Bogor tahun 1990-2016 memiliki hubungan
signifikan dengan faktor aksesibilitas berupa jenis moda transportasi (kendaraan
beroda 4) dan jenis jaringan jalan (jalan lokal) ( Rosiyanti dan Dewi, 2017: 468).

39
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan

40
DAFTAR PUSTKA

Al Fathanah, Andhika., Bambang Wahyudi dan Priza Audermando Purba. 2018.


Pengembangan Pariwisata Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Kota Bogor. Jurnal Ekonomi Pertahanan. 4(3).
Ardityo.2009. Perkembangan Teori Struktur Kota dan Penerapan di Dapartemen
Geografi Universitas Indonesia.Depok.Universitas Indonesia.
Budiman, Arie., A.J. Arief & A.H. Tjakrawidjaya. 2002. Peran Museum Zoologi
Dalam Penelitian Dan Konservasi Keanekaragaman Hayati (Ikan). Jumal
Iktiologi Indonesia. 2(2).
Dewi, Liliana. 2019. Tourism Village Development In Bogor District. Jawa Barat:
Sekolah Tinggi Pariwisata Bogor.
Ekayani, Meti., Nuva, Rizqiyyah Yasmin, Fernando Sinaga, La Ode M. Maaruf.
2014. Wisata Alam Taman Nasional Gunung Halimun Salak: Solusi
Kepentingan Ekologi dan Ekonomi. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI).
19(1).
Fadila, Rucita Deasy. 2012. Perkembangan Tata Kota Bogor Dari Abad Ke 19
Hingga Abad Ke 20.Skripsi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora.
Febryan, Denise dkk. Implementasi Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Informasi
(Studi Kasus di Pelayanan Perizinan Terpad dan Penanaman Modal Kota
Bogor).
Hadi Setia Tunggal. 1997. Peraturan Perundang-Undangan Tentang Benda Cagar
Budaya.Jakarta : Harvarindo.
Handayani, Chinthya. 2018. Analisis Potensi Dan Prioritas Pengembangan
Pariwisata Di Kota Bogor Provinsi Jawa Barat. Jawa Tengah: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Herliana, Emmelia Tricia. 2014. Eksistensi Kebun Raya Bogor Sebagai Ruang
Terbuka Hijau Dalam Mewujudkan Kota Berwawasan Lingkungan. Konsep

41
dan Implementasi: Infrastruktur - Bangunan - Konstruksi "HIJAU"
Mewujudkan Kota Hijau.
http://bappeda.kotabogor.go.id/frontend/dokumen_perencanaan/7
Ira Puspa Kencana dan Nurhayati Hadi Susilo Arifin. 2010. Study Potensi Lanskap
Sejarah Untuk Pengembangan Wisata Sejarah di Kota Bogor. jurnal Lanskap
Indonesia.Vol 2 No 1
Kustini. 2016. Kekristenan dan Nasionalisme di Kota Bogor. Jurnal Multikultural
dan Multireligius Vol.15 No.2
Lasmiyati.2017. Transportasi Kereta Api di Jawa Barat Abad Ke-19 (Bogor,
Sukabumi, Bandung). Jurnal Patanjala Vol.9 No.2
Masmaulidia, Diana., Sawitri Subiyanto, Fauzi Janu Amarrohman. 2017. Penentuan
Nilai Ekonomi Keberadaan Dan Nilai Penggunaan Langsung Untuk
Pembuatan Peta Zona Nilai Ekonomi Kawasan Dan Peta Utilitas
Menggunakan Sig (Studi Kasus : Kawasan Kebun Raya Bogor, Kota Bogor).
Jurnal Geodesi Undip. 6(4).
Nashini. 2014. Islam dan Kebangsaan: Studi Tentang Politik Islam Masa Pergerakan
Nasional Indonesia. Jurnal Rihlah Vol.2 No. 1
Nugraha, Egi dkk.2018. Pengaruh Penggunaan Bahasa Sunda Terhadap penggunaan
Bahasa Indonesia Pada Masyarakat Kampung Balondang.Jurnal Pendidikan
Bahasa Dan Sastra Vol.1 No.3
Nuralia, Lia. 2018. Bangunan Perkebunan The Zaman Belanda di Jawa Barat. Jurnal
kalpataru Vol.27 No.1
Nurbaity dan Saring. 2015. Swastanisasi Perkebunan The Di Bogor 1905-1942.
Jurnal Sosio Ekonomi Vol.7 No.3
Prabandai, dyah dkk. 2018. Kearifan Lokal Untuk Pengembangan Ekowisata di Kota
Bogor. Jurnal Media Konservasi Vol.23 No. 3
Purnomo, Wahyu Danang. dkk. 2015. Pengembangan Koleksi Tumbuhan Kebun
Raya Daerah Dalam Kerangka Strategi Konservasi Tumbuhan Di Indonesia.
Buletin Kebun Raya. 18(2).

42
Pusat Penelitian Lembaga Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2018.
Bidang Zoologi “Museum Zoologicum Bogoriense”.
Rahman, Arofa A. 2010. Potensi Pengembangan Situ Di Kota Bogor Sebagai Objek
Wisata. Semarang: Universitas Dipenogoro.
Rosiyanti, Adnin Widya dan M.H. Dewi Susilowati. 2017. Perkembangan Objek
Wisata di Kabupaten Bogor. Industrial Research Workshop and National
Seminar.
Sahab, Ahmad., Dudung Darusman dan Muladno. 2015. Penguatan Pengelolaan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak Melalui Pemberdayaan Masyarakat
Berbasis Pengembangan Peternakan Ruminansia. Risalah Kebijakan
Pertanian dan Lingkungan. 2(2).
Sianipar, Desi. 2017. Pendidikan Agama Kristen Yang Membebaskan: Suatu Kajian
Historis Pak Di Indonesia. Jurnal Pendidikan Agama Kristen Vol.1 No.1
Syahadat, Ray March., Priambudi Trie Putra, Tandri Patih. 2017. Meningkatkan
Keindahan Arsitektural Jembatan Surya Lembayung Kebun Raya Bogor
dengan Tanaman Lanskap. E-Jurnal Arsitektur Lansekap. 3(1).
Timbul Haryono. 1984. Artifak Kualitas dan Validitasnya sebagai Data Arkeologi
dalam Artifak No. 1 / 1.Yogyakarta :Jurnal Arkeologi UGM
Wagiati,wahya dkk. 2017. Vitalitas Bahasa Sunda Di Kabupaten Bandung.Jurnal
Litera Vol.16 No.21
Wahyuningtyas, Endah.2009. Gambaran Umum Kota
Bogor.FMIPA.Depok.Universitas Indonesia.
Yelin Adalina 1, Dodik Ridho Nurrochman2, Dudung Darusman3 dan Leti
Sundawati. 2015. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Di Sekitar Taman
Nasional Gunung Halimun Salak. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam. 12(2).

43
44

Anda mungkin juga menyukai