AHMAD DAHLAN
1
"Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan
terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada
Qur'an dan Hadis. Umat Islam harus kembali kepada Qur'an dan Hadis. Harus mempelajari
langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir," kata Ahmad Dahlan
saat itu.
Ahmad Dahlan tercatat memimpin Muhammadiyah pada tahun 1912–1923. Salah satu
strateginya dalam mengembangkan Muhammadiyah adalah mendidik pada pamongpraja
(calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan Kweekschool Jetis Yogyakarta, tempat
dirinya juga bekerja sebagai seorang pengajar.
Setelahnya, Dahlan juga mendirikan sekolah keguruan yang bernama Madrasah
Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Putri
Muhammadiyah). Atas dedikasinya, Ahmad Dahlan menerima gelar pahlawan nasional.
Salah satu pertimbangan pemerintah adalah:
1. K.H. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari
nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan
ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan,
kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan
pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan
jiwa ajaran Islam.
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori
kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial,
setingkat dengan kaum pria.
2
ADAM MALIK
3
RI dalam perundingan Indonesia-Belanda, untuk penyerahan Irian Barat di tahun 1962.
Selesai perjuangan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik memegang jabatan Menko Pelaksana
Ekonomi Terpimpin (1965). Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis
Indonesia, Adam bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution dianggap sebagai musuh
PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.
Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang
berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam
disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia
menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang
masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Sejak 1966
sampai 1977 ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II / Menlu ad Interim dan Menlu RI.
Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting
dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang
Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menlu negara-negara ASEAN, Adam Malik
memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967. Ia bahkan dipercaya menjadi Ketua Sidang
Majelis Umum PBB ke-26 di New York. Ia orang Asia kedua yang pernah memimpin sidang
lembaga tertinggi badan dunia itu. Tahun 1977, ia terpilih menjadi Ketua DPR/MPR.
Kemudian tiga bulan berikutnya, dalam Sidang Umum MPR Maret 1978 terpilih menjadi
Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono
IX yang secara tiba-tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi.
Beberapa tahun setelah menjabat wakil presiden, ia merasa kurang dapat berperan
banyak. Maklum, ia seorang yang terbiasa lincah dan aktif tiba-tiba hanya berperan sesekali
meresmikan proyek dan membuka seminar. Kemudian dalam beberapa kesempatan ia
mengungkapkan kegalauan hatinya tentang feodalisme yang dianut pemimpin nasional. Ia
menganalogikannya seperti tuan-tuan kebon.
Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, ia seing mengatakan ‘semua
bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas
segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan
‘semua bisa diatur’ itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini ‘semua bisa
di atur’ dengan uang.
Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di
Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan anak-anaknya
mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga
memberikan berbagai tanda kehormatan.
4
I GUSTI KETUT JELANTIK
5
pertahanan yang dibuatnya bersama dengan para prajurit. Siasat perang yang menyatakan
bahwa daerah benteng mempunyai bentuk bangunan yang sulit dijangkau oleh meriam, Ketut
Jelantik memilih untuk bertahan dan menyusun strategi perang. Benar saja, keteguhan sikap
yang menolak adanya penghapusan hak hukum Tawan nyatanya mengantarkan Buleleng
pada peperangan yang cukup sengit.
Peperangan yang meletus pada bulan Juni 1848 ini tak hanya melibatkan tentara
Belanda, tapi juga kerajaan-kerajaan yang berhasil diberdaya Belanda untuk tunduk kepada
Belanda. Berhasil memukul mundur tentara Belanda pada perang Jagaraga I, pasa tahun 1849
Belanda kembali menyerang wilayah Jagaraga. Dengan pengalaman strategi yang pernah
dipelajari, maka pada 16 April 1849, akhirnya Buleleng jatuh ke tangan Belanda.
Kalah dalam berperang, Ketut Jelantik melarikan diri ke pegunungan Batur
Kintamani. Di sana, ia bertahan di perbukitan Bale Pundak sampai akhirnya gugur dalam
perjuangan ketika Belanda mengetahui gerak geriknya dan berhasil mengepungnya. Berkat
usahanya yang gigih dalam mempertahankan tanah kelahiran, Ketut Jelantik berhak
mendapatkan gelar Pahlawan Nasional menurut SK tahun 1993. Penghargaan tersebut
sepadan dengan pengorbanannya.
6
DEWI SARTIKA
7
merealisasikan mimpi-mimpinya, yang juga diberikan dukungan penuh oleh pamannya yang
punya keinginan yang sama. Meski begitu, kesamaan mimpi antara Dewi Sartika dengan
pamannya tidak serta merta membuat hal ini menjadi lebih mudah bagi kedua orang tersebut
karena di masa itu ada adat yang menjadi rantai pengekang wanita, yang membuat pamannya
menjadi khawatir dan kesulitan. Terlepas dari semua masalah yang ada, api semangat yang
membara dalam hati Dewi Sartika tidak padam, dan pada akhirnya ia berhasil meyakinkan
pamannya dan mendapatkan izin pendirian sekolah khusus untuk perempuan.
Mimpi yang dimiliki Dewi Sartika perlahan menjadi kenyataan, dimulai pada tahun
1902 dimana ia membuka sebuah tempat pendidikan bagi para perempuan. Tempat yang
dipilih oleh Dewi Sartika adalah sebuah runagan kecil yang terletak di bagian belakang
rumah milik ibunya di Bandung. Yang menjadi materi pelajaran dari “sekolah” milik Dewi
Sartika pada masa itu antara lain adalah memasak, menjahit, menulis, merenda, dan
memasak. Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika akhirnya membuka sebuah Sakola Istri
(Sekolah Perempuan) setelah sebelumnya berkonsultasi dengan Bupati R. A. Martenagara.
Sekolah yang ia dirikan merupakan sekolah bagi perempuan yang pertama perdiri di Hindia-
Belanda, dan memiliki tiga pengajar yaitu Dewi Sartika sendiri dan Ny. Poerwa serta Nyi.
Oewid. Ruangan yang digunakan mereka adalah pendopo kabupaten Bandung, dan murid
angkatan pertama mereka ada sebanyak 20 orang. Karena kelas yang ada bertambah, pada
tahun 1905 “sekolah” ini pindah menuju Jalan Ciguriang, Kebon Cau. Tempat baru ini dibeli
menggunakan uang dari Dewi Sartika sendiri dan suntikan dana dari kantong pribadi milik
Bupati Bandung.
Ia menikahi seorang pria yang memiliki nama Raden Kanduruan Agah Suriawinata
pada tahun 1906, dimana pernikahan mereka berdua menghadihi seorang putra yang diberi
nama R. Atot, nantinya akan menjadi ketua umum BIVB, cikal bakal Persib Bandung. Hal
terbaik yang dirasakan oleh Dewi Sartika adalah ketika ia mengetahui bahwa suaminya
memiliki mimpi dan visi yang sama dengan apa yang ia miliki selama bertahun-tahun, yaitu
pendidikan layak bagi wanita dan orang-orang yang kurang mampu. Suaminya sendiri
merupakan seorang guru di sekolah Karang Pamulang, sebuah sekolah yang melatih guru-
guru.
Pahlawan nasional di bidang pendidikan ini mulai memasuki halaman terakhir ketika
Dewi Sartika menghembuskan napas terakhirnya di Tasikmalaya, dan dikebumikan dengan
sebuah upacara sederhana di pemakaman Cigagadon. Sebelum berpulang kembali ke sisi
sang pencipta, Dewi Sartika sudah menyaksikan buah hasil kerja kerasnya selama ini. Pada
tahun 1912, ada 9 Sakola Istri yang berdiri, dan pada tahun 1920 kembali bertambah.
8
Sebelum dinobatkan menjadi pahlawan nasional Indonesia, ternyata Dewi Sartika telah
terlebih dahulu dianugerahi jasanya oleh pemerintah Hindia-Belanda karena kegigihannya
memberi pengajaran yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat
9
FATMAWATI
Ia juga dikenal akan jasanya dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih
yang turut dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada
tanggal 17 Agustus 1945.
Fatmawati lahir dari pasangan Hassan Din dan Siti Chadijah.Orang tuanya merupakan
keturunan Puti Indrapura, salah seorang keluarga raja dari Kesultanan Indrapura, Pesisir
Selatan, Sumatera Barat. Ayahnya merupakan salah seorang tokoh Muhammadiyah di
Bengkulu.
Fatmawati mulai menyukai dan memberikan minta pada organisasi sejak beliau
berada sekolah dasar. Pada saat itu beliau aktif dalam organisasi naysatul asyiyah yang
merupakan organisasi perempuan dibawah organisasi muhamamdiyah. Beliau mulai kenal
dengan soekarno, sejak soekarno dipindahkan ke tempat perasinganya yaitu didaerah Flores,
NTT. Pada saat itu bung karno bekerja sebagai seorang pengajar di sekolah muhammadiyah
dan fatmawati menjadi siswanya pada saat itu.
Pada tanggal 1 Juni 1943, Fatmawati menikah dengan Soekarno, yang kelak menjadi
presiden pertama Indonesia. Dari pernikahan itu, ia dikaruniai lima orang putra dan putri,
yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri,
Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.
Makam Fatmawati di TPU Karet Bivak, Jakarta
Pada tahun 14 Mei 1980 ia meninggal dunia karena serangan jantung ketika dalam
perjalanan pulang umroh dari Mekah yang lalu dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.
Namanya sekarang diabadikan baik berupa jalan maupun Rumah Sakit Nasional seperti di
jakarta RS Fatmawati
10
WR SUPRATMAN
11
umum. Semua yang hadir terpukau mendengarnya. Dengan cepat lagu itu terkenal di
kalangan pergerakan nasional. Apabila partai-partai politik mengadakan kongres, maka lagu
Indonesia Raya selalu dinyanyikan. Lagu itu merupakan perwujudan rasa persatuan dan
kehendak untuk merdeka.
Sesudah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya dijadikan lagu kebangsaan,
lambang persatuan bangsa. Tetapi, pencipta lagu itu, Wage Rudolf Supratman, tidak sempat
menikmati hidup dalam suasana kemerdekaan.
Akibat menciptakan lagu Indonesia Raya, ia selalu diburu oleh polisi Hindia Belanda,
sampai jatuh sakit di Surabaya. Karena lagu ciptaannya yang terakhir “Matahari Terbit” pada
awal Agustus 1938, ia ditangkap ketika menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di
NIROM jalan Embong Malang – Surabaya dan ditahan di penjara Kalisosok-Surabaya. Ia
meninggal pada tanggal 17 Agustus 1938 karena sakit.
Lagu Indonesia Raya pertama kali dimainkan pada Kongres Pemuda (Sumpah
Pemuda) tanggal 28 Oktober 1928. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945, lagu yang dikarang oleh Wage Rudolf Soepratman ini dijadikan lagu
kebangsaan.
Ketika memublikasikan Indonesia Raya tahun 1928, Wage Rudolf Soepratman
dengan jelas menuliskan “lagu kebangsaan” di bawah judul Indonesia Raya. Teks lagu
Indonesia Raya dipublikasikan pertama kali oleh suratkabar Sin Po.
Setelah dikumandangkan tahun 1928, pemerintah kolonial Hindia Belanda segera
melarang penyebutan lagu kebangsaan bagi Indonesia Raya. Belanda — yang gentar dengan
konsep kebangsaan Indonesia, dan dengan bersenjatakan politik divide et impera — lebih
suka menyebut bangsa Jawa, bangsa Sunda, atau bangsa Sumatra, melarang penggunaan kata
“Merdeka, Merdeka!”
Meskipun demikian, para pemuda tidak gentar. Mereka ikuti lagu itu dengan
mengucapkan “Mulia, Mulia!”, bukan “Merdeka, Merdeka!” pada refrein. Akan tetapi, tetap
saja mereka menganggap lagu itu sebagai lagu kebangsaan.
Selanjutnya lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan pada setiap rapat partai-partai
politik. Setelah Indonesia Merdeka, lagu itu ditetapkan sebagai lagu Kebangsaan perlambang
persatuan bangsa.
12