Laksamana Maeda adalah tokoh Jepang yang mengizinkan rumahnya digunakan sebagai tempat perumusan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Rumah Laksamana Maeda yang terletak di Jalan Meiji Dori (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1), Jakarta Pusat, menjadi saksi kala Soekarno, Mohammad Hatta, dan Achmad Soebarjo merumuskan teks proklamasi pada dini hari tanggal 17 Agustus 1945. Dan Laksamana Maeda meninggal dunia di Jepang pada usia 79 tahun, tepatnya pada 13 Desember 1977. Laksamana Maeda adalah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik. Perwira tinggi bernama lengkap Laksamana Muda Tadashi Maeda itu lahir di Kagoshima, Jepang, pada 3 Maret 1898. Laksamana Maeda berasal dari keluarga keturunan kelas samurai dan ayahnya adalah seorang kepala sekolah di Kajiki. Pada usia 18 tahun, Laksamana Maeda masuk ke Akademi Angkatan Laut Jepang dan mengambil spesialisasi navigasi. Laksamana Maeda pun telah mendapatkan pangkat letnan satu di Angkatan Laut Kekaisaran Jepang pada 1930. Ia mulai menjadi atase angkatan laut untuk Belanda pada 1940. Setelah itu, pada Oktober 1940, Maeda ditugaskan ke Indonesia untuk menegosiasikan perjanjian dagang dengan pemerintah kolonial, khususnya terkait pembelian minyak untuk Jepang. Pada Oktober 1944 atau setelah Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia, Laksamana Maeda pun membentuk Asrama Indonesia Merdeka. Asrama itu dibangun Maeda sebagai sarana menciptakan pemimpin-pemimpin negara Indonesia merdeka. Simpati Laksamana Maeda terhadap keinginan Bangsa Indonesia untuk merdeka juga ditunjukkan dengan kesediaanya menyiapkan rumah sebagai tempat peremusan teks proklamasi. Rumah Laksamana Maeda dipilih sebagai tempat perumusan teks proklamasi karena perwira Jepang itu bersedia melindungi Soekarno dan Hatta. Sebagai Kepala Perwakilan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, Laksamana Maeda memiliki imunitas terhadap angkatan perang Jepang. Berkat perlindungan Laksamana Maeda di rumahnya, perumusan teks proklamasi Indonesia pun dapat berjalan lancar. Adam Malik Batubara atau yang biasa dikenal dengan nama kecil Adam Malik adalah mantan Menteri Indonesia yang pernah menjabat di beberapa Departemen, antara lain menjadi Menteri Luar Negeri. Adam Malik juga pernah diangkat menjadi Wakil Presiden Indonesia yang ketiga. Adam Malik yang lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada tanggal 22 Juli 1917 tersebut merupakan putra ketiga dari sepuluh anak pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Ayahnya, Abdul Malik, adalah seorang pedagang kaya di Pematangsiantar. Adam Malik secara aktif mengikuti beberapa pergerakan nasional antara lain turut andil dalam pendirian kantor berita Antara di Pasar Baru, Jakarta Pusat. Kala itu, Adam Malik kemudian ditunjuk untuk menjadi redaktur merangkap wakil direktur. Selain bekerja untuk kantor berita Antara, Adam Malik juga menulis artikel untuk beberapa koran salah satunya yakni koran Pelita Andalas dan majalah Partindo. Pada tahun 1934, dia dipercaya untuk memimpin Partai Indonesia (Partindo) Pematang Siantar dan Medan dan pada tahun 1940 dia diangkat menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta. Sejak tahun 1945, Adam Malik menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Bersama rekannya yang lain, Adam Malik terus bergerilya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Menjelang kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, dibantu tokok pemuda yang lain, dia pernah membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia danemi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, dia juga menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta. Pada tahun 1964, Adam Malik dipercaya untuk mengemban tanggung jawab sebagai Ketua Delegasi Komisi Perdagangan dan Pembangunan di PBB. Pada tahun 1966, kariernya semakin gemilang ketika dirinya diminta menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di kabinet Dwikora II. Setelah sekian lama mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, Adam Malik Batubara menghembuskan nafas terakhirnya di Bandung pada tanggal 5 September 1984 karena kanker lever. Atas jasa-jasanya, Adam Malik dianugerahi berbagai macam penghargaan, di antaranya adalah Bintang Mahaputera kl. IV pada tahun 1971, Bintang Adhi Perdana kl.II pada tahun 1973, dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1998. Fatmawati, wanita asli pribumi ini lahir di Bengkulu pada tanggal 5 Februari 1923 dengan nama asli Fatimah. Nama Fatimah merupakan pemberian dari kedua orang tuanya. Fatmawati merupakan keturunan dari pasangan Hassan Din dan Siti Chadijah yang mana kedua orangtuanya adalah keturunan Puti Indrapura atau biasa disebut seorang keluarga raja dari kesultanan Indrapura, Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Ayah Fatmawati juga terkenal sebagai salah satu tokoh Muhammadiyah di Bengkulu. Fatmawati dididik dan dibesarkan kedua orangtuanya di Bengkulu Ketika beranjak dewasa, Fatmawati menikah dengan Presiden Indonesia Pertama Soekarno pada tanggal 01 Juni 1943, saat itu Fatmawati berusia 20 tahun. Dari pernikahan tersebut, secara otomatis Fatmawati menjadi Ibu Negara Indonesia pertama dari tahun 1945 hingga tahun 1967. Fatmawati merupakan istri yang ketiga dari Presiden Pertama Indonesia, Soekarno. Pasangan Pemimpin Negara Indonesia tersebut dikaruniai lima orang putra dan putri, di antaranya adalah Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan yang terakhir Guruh Soekarnoputra. Ibu Negara Indonesia Pertama ini terkenal sebagai wanita yang berjasa dalam menjahit bendera Sang Saka Merah Putih yang dengan tegas dikibarkan pada upacara pertama Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945 Fatmawati meninggal pada tanggal 14 Mei 1980 pada usia 57 tahun di Kuala Lumpur, Malaysia karena serangan jantung ketika dalam perjalanan pulang umroh dari Mekkah. Fatmawati dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta. Saat ini nama Fatmawati dijadikan sebuah nama Rumah Sakit di Jakarta, nama Fatmawati Soekarno juga dijadikan sebuah nama Bandara Udara di Indonesia tepatnya di Bengkulu, kota kelahiran Fatmawati Thank You For Your Attention!