Anda di halaman 1dari 10

1.

JAWABAN:

a. Penitipan ialah keadaan atau situasi yang terjadi apabila seorang menerima suatu

barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpan dan

mengembailkannya dalam keadaan baik atau asli.

“Penitipan barang terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang dari orang lain,

dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud

aslinya” (pasal 1694 KUHPer).

Penitipan barang sering diartikan peristiwa atau keadaan yang dianggap percuma atau

gratis, apabila tidak adanya perjanjian denga upah penitipan, dan hanya dapat

dilakukan terhadap benda bergerak. Sehingga perjanjian yang timbul hanya dapat

dianggap bila terjadinya penyerahan benda yang sedang dititipkan telah dilakukan

atau dianggap telah terjadi perjanjian yang dijanjikan.

Menurut saya, mengenai kasus diatas, yang dilakukan oleh Pak Badrun merupakan

suatu perjanjian yang doperbolehkan sesuai ketentuan hukum perdata dalam bidang

perjanjian Penitipan barang, dengan demikian perjanjian yang telah disepakati kedua

pihak dengan telah terjadinya suatu kesepakatan dan menimbulkan peristiwa hukum

yaitu perjanjian dengan penitipan barang yang disepakati atau dijanjikan upah atas

tempat penitipan tersebut sesuai ketentuan dalam KUHPerdata.

b. Penitipan barang merupakan perikatan, bila orang yang menerima barang oranglain

dengan janji untuk menyimpan dan kemudian mengemnalikannya dalam keadaan

yang sama.hal tersebut dapat diartikan sebagi perjanjian “riil”, berarti harus ada

perbuatan nyata, denga berupa penyerahan barang yang ditipkan kemudian

diberikannya imbalan atau upah.


Untuk permasalah pak Badrun yang mengalami musibah kebakaran di tokonya dan di

tawarkan oleh Pak Nizar untuk menggunakan gudangnya, merupakan suatu perikatan

yang timbul dalam bentuk penitipan secara sukarela. Penitipan secara suka rela ialah

Penitipan barang dengan suka rela terjadi karena adanya perjanjian timbal balik

antara pemberi titipan dan penerima titipan dengan seca tegas diperjanjikan adanya

upah/imbalan sesuai dengan pasal 1696 KUHPerdata, yakni :

“Penitipan murni dianggap dilakukan dengan cuma-cuma bila tidak diperjanjikan

sebaliknya. Penitipan demikian hanya mengenai barang-barang bergerak.”

KUHPerdata pasal 1699, yaitu:

“Penitipan barang dengan sukarela terjadi karena ada perjanjian timbal balik antara

pemberi titipan dan penerima titipan.”

c. Akibat hukum yang terjadi setelah 3 bulan terjadi kebocoran di gudang Pak Nizar

dan mengakibatkan gula dan beras tidak dapat digunakan dan dimanfaatkan kembali,

sehingga mengalami kerugian. Ada beberapa hal-hal yang harus diperhatikan dalam

perjanjian penitipan barang, seperti :

 Penerima titipan tidak boleh memakai barang titipan tanpa izin dari pemberi

titipan, dengan ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga , bila ada

alasan untuk itu (Pasal 1712 KUHPer).

 Penerima titipan tidak boleh menyelidiki, bila barang yang dititipkan tersebut

tersimpan dalam peti terkunci atau terbungkus dengan segel (Pasal 1713

KUHPer).
 Penerima titipan wajib mengembalikan barang yang sama dengan yang

diterimanya (Pasal 1714 KUHPer).

 Penerima titipan hanya wajib mengembalikan barang titipan dalam keadaan

sebagaimana adanya pada saat pengembalian (Pasal 1715 KUHPer)

 Apabila barang titipan dirampas dari penerima titipan, tetapi kemudian ia

menerima penggantian berupa uang harganya atau barang lain, maka ia wajib

mengembalikan apa yang diterimanya itu (Pasal 1716 KUHPer)

Akibat hukum dar peristiwa oleh kedua pihak seharusnya dapat mengetahui dengan

adanya kewajiban orang yang dititipkan barang, dan menjaga barang yang dititipkan

sesuai kesepakatan diawal. Kewajibannya adalah memperlakukan seolah-olah benda

itu miliknya sendiri (pasal 1706 KUHPER) dengan pertanggung jawaban yang

tergantung kepada sifat penitipan itu, yakni:

 Penitipan dilakukan semata-mata atas permintaan sendiri

 Dalam penitipan ia telah mengajukan permintaan upah penitipan

 Penitipan semata-mata dilakukan untuk kepentingan pihak yang menitipkan.

 Pihak yang dititipi itu bertanggungjawab sepenuhnya terhadap kejadian-

kejadian yang dapat meminta benda ititipan itu.  (Pasal 1707 KUHPer)

Sehingga untuk kasus yang dialami Pak Badrun di tempat Gudang Pak Nizar, telah terjadi

hal-hal yang tidak dapat terelakkan yang dikarenakan karena keadaan memaksa, kecuali

karena kecerobohannya, pihak yang dititipi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas

barang titipan tersebut.

2. JAWABAN:
a. Syarat sah Perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (“KUHPer”), yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. suatu hal tertentu;

4. suatu sebab yang halal.

Dalam pemenuhan Syarat pertama dan kedua adalah syarat subjektif, sedangkan

syarat ketiga dan keempat adalah syarat objektif. jika syarat Subjektif tidak

terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan jika syarat objektif

yang tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.  

Menurut saya, Untuk kasus diatas dengan adanya ancaman dengan penandatanganan

surat perjanjian untuk membayar sejumlah uang yang dilakukan karena ancaman,

hal tersebut berkaitan dengan syarat pertama yaitu sepakat dari para pihak yang

mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut. Dalam pasal 1321 kuhper dikatakan

bahwa tiada sepakat yang sah jika sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau

diperoleh dengan paksaan atau penipuan, mengenai apa yang dimaksud dengan

paksaan itu sendiri, dapat dilihat dalam pasal 1324 dan pasal 1325 kuhper. Paksaan

telah terjadi jika perbuatan tersebut sedemikian rupa sehingga dapat menakutkan

seorang yang berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan

ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan

suatu kerugian yang terang dan nyata..

Dasar hukum : Pasal 1320, pasal 1321, pasal 1323, pasal 1324 dan Pasal 1325

KUHPerdata
b. Langkah hukum yang ditempuh dengan adanya paksaan dalam KUHPerdata adalah

paksaan secara kejiwaan atau rohani, atau suatu situasi dan kondisi di mana

seseorang secara melawan hukum mengancam orang lain dengan ancaman yang

terlarang menurut hukum sehingga orang yang berada di bawah ancaman itu berada

di bawah ketakutan dan akhirnya memberikan persetujuannya dengan tidak secara

bebas. Ancaman yang dilakukan Tono itu menimbulkan ketakutan kepada Amir

sedemikian rupa sehingga meskipun kehendak orang yang diancam itu betul telah

dinyatakan, kehendak tersebut menjadi cacat hukum karena terjadi akibat adanya

ancaman dikarenakan syarat Subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut

dapat dibatalkan, Tanpa adanya ancaman, kehendak itu tidak akan pernah

terwujud. Apa yang diancamkan berupa kerugian pada orang atau kebendaan milik

orang tersebut atau kerugian terhadap pihak ketiga atau kebendaan milik pihak ketiga.

3. JAWABAN:

a. Karena berlaku sebagai undang-undang, maka perjanjian tersebut mengikat para

pihak untuk menaatinya. Hal ini sesuai dengan Pasal 1338 KUHPerdata. Bentuk-

bentuk daripada wanprestasi pada umumnya adalah sebagai berikut:

1. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;

2. Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);

3. Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan

4. Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Menurut saya,tindakan wanprestasi yang dilakukan PT. A terhadap PT. B

berdasarkan bentuk wanprestasi yang dilanggar dalam pasal 1338 KUHPerdata


yang melaksanakan perjanjian tetapi tidak seperti yang diperjanjikan. Hal ini

mendatangkan kerugian bagi pihak PT. B. Pihak yang merasa dirugikan akibat

adanya wanprestasi bisa menuntut pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian

atau meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan wanprestasi. Ganti

kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian

yang timbul sebagai akibat adanya wanprestasi tersebut, serta bunga. Wanprestasi

ini merupakan bidang hukum perdata.

Dasar hukumnya, KUHPerdata pasal 1338

b. Wanprestai yang dilakukan pihak PT. A terhadap Pihak PT.B merupakan

perbuatan melawan hukum yang harus diajukan pengadilan dengan berdasarkan

perjanjian yang disepakati yang tidak terpenuhi sesuai dengan perjanjian diawal

kesepakatan. Sehingga tindakan yang harus dilakukan denga diajukannya

Gugatan Wanprestasi, Penggugat cukup membuktikan perjanjian yang dilanggar

dan tergugat juga dapat membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan

Wanprestasi. Akan tetapi, apabila akan mengajukan gugatan Perbuatan Melawan

Hukum, penggugat harus membuktikan bahwa ada peraturan perundang-

undangan yang dilanggar sehingga timbulah kerugian sesuai aturan KUHPerdata.

Ganti rugi merupakan membayar segala kerugian karena rusaknya barang-barang

milik kreditur akibat kelalaian debitur. Untuk menuntut ganti rugi, harus ada

penagihan terlebih dahulu kecuali dalam peristiwa-peristiwa tertentu yang tidak

memerlukan cadangan.
Menurut pasal 1246 KUHPerdata, ada tiga macam tentang ganti rugi yaitu biaya,

rugi dan bunga. Biaya merupakan segala pengeluaran atas pengongkosan yang

secara nyata dikeluarkan oleh kreditur.

c. Perbedaan gugatan prestasi dan perbuatan melawan hukum yakni:

1. Dalam suatu gugatan Perbuatan Melawan Hukum, penggugat harus

mampu membuktikan semua unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum

selain harus mampu membuktikan adanya kesalahan yang diperbuat

debitur. Sedangkan dalam gugatan Wanprestasi, penggugat cukup

menunjukkan adanya Wanprestasi atau adanya perjanjian yang dilanggar.

2. Dalam suatu gugatan Perbuatan Melawan Hukum, penggugat dapat

menuntut pengembalian pada keadaan semula (restitutio in integrum).

Namun, tuntutan tersebut tidak diajukan apabila gugatan yang diajukan

dasarnya adalah Wanprestasi.

3. Pada dasarnya untuk membedakan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan

Hukum sangat mudah, namun harus dianalisis secara cermat. Gugatan

Perbuatan Melawan Hukum didasarkan adanya suatu perbuatan yang

bertentangan dengan Undang-Undang. Sedangkan gugatan Wanprestasi

didasarkan atas adanya perjanjian. Undang-Undang berlaku untuk umum,

sedangkan perjanjian hanya berlaku pada para pihak saja.

4. JAWABAN:

a. Dalam kasus diatas mengenai jual beli sebagaiman aturan hukum perdata mengatur

dalam pasal 1457, yakni:


“suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk

menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang

dijanjikan”.

Jual beli mengatur hak dan kewajiban masing-masing dimana para pihat wajib

menunaikan prestasi masing-masing. Menurut prinsip hukum perjanjian, bahwa

persetujuan/perjanjian yang dibuat secara sah oleh kedua belah pihak berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan harus dilaksanakan

dengan itikad baik (good faith). Itikad baik artinya tidak boleh ada niat untuk

merugikan orang lain. Namun pada umumnya orang kurang memperhatikan prinsip

perjanjian jual beli yang baik, yaitu bahwa persetujuan/perjanjian tersebut harus

dilaksanakan/ditunaikan dengan kejujuran, itikad baik (good faith) dan penuh

tanggung jawab.

Perjanjian tidak hanya mengatur hak dan kewajiban masing-masing, tetapi juga

termasuk cara pembayaran, dan menyelesaian permasalahan dikemudian hari. Jika

Perjanjian Tidak di Tepati, maka dalam hukum perjanjian jika salah satu pihak

gagal atau lalai atau dengan sengaja tidak menunaikan perjanjian tersebut, maka

dapat menduga telah terjadi ingkar janji (wanprestasi/breakcontract) dan dapat

menuntut ke pengadilan dengan melayangkan gugatan dari somasi.

Jika dalam kasus tersebut mau berniat untuk itikad baik denga jalan damai,

mengganti barang atau sejumlah uang yang dikembalikan, tanpa perlu adanya

somasi atau bahkan permasalahan tersebut dibawa ke pengadilan.

b. Tindakan yang dilakukan oleh Joni terdapat perbuatan cacat tersembunyi, jelas

membuat Joni merasa dirugikan sehingga keluhannya dapat dilakukan dengan


mediasi terlebih dahulu kepada pihak Toko Realcom. Jika tindakan damai tidak

digubris pihak Toko Realcom maka Jono dapat membawa permasalahan ini

keranah pengadilan atas perbuatan melawan hukum dengan wanprestasi dalam

bentuk Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan (hal ini sesuai

dengan Pasal 1338 KUHPerdata mengenai Bentuk-bentuk daripada wanprestasi).

Pasal 1266,berbunyi: “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan

yang timbal balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam

hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus

dimintakan kepada Pengadilan. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun

syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam

persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, maka Hakim

dengan melihat keadaan, atas permintaan tergugat, leluasa memberikan suatu

jangka waktu untuk memenuhi kewajiban, tetapi jangka waktu itu tidak boleh lebih

dan satu bulan”. 

Sehingga pihak Jono berkewajiban atas kerugian dengan melayang surat

peringatan/teguran (somasi) sebanyak tiga kali, jika tidak di indahkan maka dapat

diajukan gugatan ke pengadilan. Hal itu karena pihak lainnya melanggar

kesepakatan/perjanjian yang telah di buat.. Pasal 1338 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (“KUHPerdata”) berbunyi: “Semua persetujuan yang dibuat

sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan

kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh

undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”.


Dengan demikian jika pihak realcom terbukti atas unsur wanprestasi di pengadilan

maka kerugian dari pihak Jono harus diberikan sesuai aturan hukum Indonesia.

c. Menurut saya, toko realcom harus konsisten dalam melakukan kegiatan jual beli

dengan barang yang akan dijualnya, untuk berkewajiban sebagai penjual untuk

menanggung cacat tersembunyi (hidden defects) sebagaimana ditentukan dalam

Pasal 1504 KUHPerdata dapat diterangkan bahwa pejual diwajibkan menanggung

cacat-cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya, yang menyebabkan barang

tersebut tidak dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan atau cacat yang

mengurangi pemakaian itu.

Atas kewajiban menanggung ini, penjual bertanggung jawab terhadap segala

tuntutan pembeli atau pun pihak ketiga yang berkenaan dengan barang yang

dijualnya. Sehingga, pembeli dapat menuntut dari si penjual:

1. Pengembalian uang harga pembelian;

2. Pengembalian hasil-hasil jika ia diwajibkan menyerahkan hasil-hasil itu kepada

si pemulik sejati yang melakukan tuntutan penyerahan.

3. Biaya yang dikeluarkan berhubungan dengan gugatan si pembeli untuk

ditanggung, begitu pula biaya yang telah dikeluarkan oleh si penggugat asal.

4. Penggantian kerugian beserta biaya perkara mengenai pembelian dan

penyerahannya, sekedar itu telah dibayar oleh pembeli (Pasal 1496

KUHPerdata).

Anda mungkin juga menyukai