Anda di halaman 1dari 16

PERJANJIAN HIBAH DAN

PENITIPAN BARANG

Kelompok 7
Pengertian Hibah
Secara hukum, hibah wasiat sendiri sudah atur dalam Pasal 957 hingga Pasal 972 KUH
Perdata. Pada pasal 957 KUHPerdata berbunyi bahwa:
“Hibah wasiat ialah suatu penetapan khusus, di mana pewaris memberikan kepada
satu atau beberapa orang barang-barang tertentu, atau semua barang-barang dan
macam tertentu; misalnya, semua barang-barang bergerak atau barang-barang
tetap, atau hak pakai hasil atas sebagian atau semua barangnya

Dan Pasal 1666 dan Pasal 1667 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
menyatakan bahwa “penghibahan adalah suatu persetujuan dimana seorang
penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma- cuma tanpa dapat menariknya
kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu”.
Selanjutnya penghibahan hanya boleh dilakukan terhadap barang-barang yang sudah
ada pada saat penghibahan itu terjadi. Jika
hibah itu mencakup barang-barang yang belum ada, maka penghibahan tersebut batal
sekedar mengenai barang barang yang belum ada.
Dasar Hibah
Pengaturan dasar hibah berdasarkan KUHPerdata dalam
KUHPerdata memuat substansi hukum penghibahan yang
terdiri dari 4 bagian berisi Pasal 1666-1693 yaitu:

1). Pada bagian pertama memuat ketentuan- ketentuan umum yang


terdiri dari pengertian tentang penghibahan, penghibahan yang
dilakukan oleh orang hidup,barang penghibahan, sahnya penghibahan
dan syarat-syarat penghibah
2). Pada bagian kedua memuat tentang kemampuan untuk
memberikan dan menerima hibah yang berisi tentang orang-orang
yang berhak memberikan dan menerima hibah dan penghibahan
suami istri.
3). Bagian ketiga memuat cara menghibahkan sesuatu yang berisi
tentang pembuatan akta hibah pada notaris, hibah kepada wanita
dan kepada anak- anak dibawah umur.
4). Bagian keempat memuat tentang pencabutan dan pembatalan
hibah yang berisi tentang syarat-syarat pencabutan dan
pembatalan suatu hibah.
Dalam melakukan hibah terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku
Syarat Hibah hibah, orang yang diberi hibah dan syarat bagi yang dihibahkan.
1. Penghibah harus memenuhi syarat berikut,
a. Penghibah memiliki sesuatu untuk dihibahkan.
b. Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan.
c. Penghibah itu orang dewasa, sebab anak-anak kurang kemampuannya.
d. Penghibah itu tidak dipaksa, sebab hibah itu akad yang mempersyaratkan
keridhaan dalam keabsahannya.

2. Syarat bagi orang yang dihibahkan adalah ada pada waktu prosesi hibah,
jika orang tersebut tidak ada, atau tidak diketahui kepastian adanya, seperti dalam
bentuk janin, maka hibah tersebut dianggap tidak sah. Jika orang yang dihibahkan
tidak sehat rohaninya, maka bisa diwakilkan oleh orang tua maupun walinya.

3. Syarat-syarat bagi yang dihibahkan


a. Benar-benar ada
b. Harta yang bernilai
c. Dapat dimiliki dzatnya, yakni bahwa yang dihibahkan itu adalah apa
yang bisa dimiliki, diterima peredarannya, dan kepemilikannya dapat
berpindah tangan. Maka tidak sah menghibahkan air di sungai, ikan di
laut, burung di udara, masjid-masjid atau pesantren-pesantren.
d. Tidak berhubungan dengan tempat pemilik hibah, seperti menghibahkan
tanaman, pohon, atau bangunan tanpa tanahnya.
e. Dikhususkan,yangdihibahkanitubukanuntukumumtetapidikhususkan
untuk perorangan, sebab pemegangan dengan tangan itu tidak sah kecuali bila
ditentukan (dikhususkan) seperti halnya jaminan.
Tata Cara a. Ketentuan-ketentuan Umum

1). Pasal 1666 yaitu: Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana

Penghiba seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat
menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan
barang itu.Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara
orang-orang yang masih hidup.

han 2). Pasal 1667 yaitu: Penghibahan hanya boleh dilakukan terhadap barang-
barang yang sudah ada pada saat penghibahan itu terjadi. Jika hibah itu
mencakup barang- barang yang belum ada, maka penghibahan batal sekedar
mengenai barang-barang yang belum ada.

3). Pasal 1668 tidak boleh menjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk
menggunakan yaitu: Penghibah hak miliknya atas barang yang
dihibahkan itu, penghibahan demikian sekedar mengenai barang itu
dipandang sebagai tidak sah.

4). Pasal 1669 yaitu: Penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia tetap


berhak menikmati atau memungut hasil barang bergerak atau barang tak
bergerak, yang dihibahkan atau menggunakan hak itu untuk keperluan orang
lain, dalam hal demikian harus diperhatikan ketentuan- ketentuan Bab X Buku
Kedua Kitab Undang-undang ini.

5). Pasal 1670 yaitu: Suatu penghibahan adalah batal jika dilakukan dengan
membuat syarat bahwa penerima hibah akan melunasi utang atau beban-
beban lain di samping apa yang dinyatakan dalam akta hibah itu sendiri atau
dalam daftar dilampirkan.
Kemampuan untuk
memberikan dan
menerima hibah
1). Pasal 1676 yaitu: Semua orang boleh memberikan dan menerima hibah
kecuali mereka yang oleh undang- undang dinyatakan tidak mampu
untuk itu.
2). Pasal 1677 yaitu: Anak-anak di bawah umur tidak boleh menghibahkan
sesuatu kecuali dalam hal yang ditetapkan pada Bab VII Buku Pertama
Kitab Undang- undang Hukum Perdata ini.
3). Pasal 1678 yaitu: Penghibahan antara suami istri selama perkawinan
mereka masih berlangsung, dilarang. Tetapi ketentuan ini tidak berlaku
terhadap hadiah atau pemberian berupa barang bergerak yang berwujud,
yang harganya tidak mahal kalau dibandingkan dengan besarnya kekayaan
penghibah.
4). Pasal 1679 yaitu: Supaya dapat dikatakan sah untuk menikmati barang
yang dihibahkan, orang yang diberi hibah harus ada di dunia atau dengan
memperhatikan aturan dalam Pasal 2 yaitu sudah ada dalam kandungan
ibunya pada saat penghibahan dilakukan.
5). Pasal 1680 yaitu: Hibah-hibah kepada lembaga umum atau lembaga
keagamaan tidak berakibat hukum.
Cara menghibahkan Pasal 1682 yaitu: Tiada suatu penghibahan pun kecuali termaksud
dalam Pasal 1687 dapat dilakukan tanpa akta notaris, yang minut

sesuatu (naskah aslinya) harus disimpan pada notaris dan bila tidak dilakukan
demikian maka penghibahan itu tidak sah.

2). Pasal 1683 yaitu: Tida suatu penghibahan pun mengikat penghibah
atau mengakibatkan sesuatu sebelum penghibahan diterima dengan
kata- kata tegas oleh orang yang diberi hibah atau oleh wakilnya yang
telah diberi kuasa olehnya untuk menerima hibah yang telah atau akan
dihibahkannya itu. Jika penerimaan itu tidak dilakukan dengan akta
hibah itu maka penerimaan itu dapat dilakukan dengan suatu akta
otentik kemudian, yang naskah aslinya harus disimpan oleh Notaris asal
saja hal itu terjadi waktu penghibah masih hidup; dalam hal demikian
maka bagi penghibah, hibah tersebut hanya sah sejak penerimaan hibah
itu diberitahukan dengan resmi kepadanya.

3). Pasal 1684 yaitu: Hibah yang diberikan kepada seorang wanita yang
masih bersuami tidak dapat diterima selain menurut ketentuan-
ketentuan Bab V Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata
ini. Pasal 1685 yaitu: Hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih
berada di bawah kekuasaan orangtua, harus diterima oleh orang yang
menjalankan kekuasaan orang tua itu. Hibah kepada anak-anak di bawah
umur yang masih di bawah perwalian atau kepada orang yang ada di
bawah pengampuan, harus diterima oleh wali atau pengampunya yang
telah diberi kuasa oleh Pengadilan Negeri. Jika pengadilan itu memberi
kuasa termasuk maka hibah itu tetap sah. meskipun penghibah telah
meninggal dunia sebelum terjadi pemberian kuasa itu.
Penarikan
Hibah
Suatu hibah tidak dapat ditarik kembali namun dapat menjadi
batal demi hukum dalam hal melanggar satu atau lebih
ketentuan KUHPerdata diantaranya sebagai berikut:
a. Hibah yang mengenai benda-benda yang baru akan ada di
kemudian hari (Pasal 1667 KUHPerdata
b. Hibah dengan mana si penghibah memperjanjikan bahwa ia
tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada orang
lain suatu benda yang termasuk dalam hibah, dianggap batal.
c. Yang batal hanya terkait dengan benda tersebut. (Pasal 1668
KUHPerdata)
d. Hibah yang membuat syarat bahwa penerima hibah akan
melunasi utang atau beban-beban lain di samping apa yang
dinyatakan dalam akta hibah itu
sendiri atau dalam daftar dilampirkan (Pasal 1670
KUHPerdata).
3 alasan bolehnya
dilakukan penarikan
hibah yaitu
1. Karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana penghibahan telah
dilakukan.
2. Jika penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan
kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa penghibah atau suatu kejahatan lain
terhadap penghibah.
3. Jika penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah kepada
penghibah setelah orang tersebut jatuh dalam kemiskinan”.
Pengertian Perjanjian penitipan barang telah diatur
didalam Buku ke III BAB XI KUHPerdata mulai
Pasal 1694-1729. Perjanjian Penitipan Barang

Perjanjian merupakan salah satu jenis perjanjian


bernama yang diatur dalam KUHPerdata.
Hubungan kedua orang yang bersangkutan
Penitipan mengakibatkan timbulnya suatu ikatan yang
berupa hak dan kewajiban kedua belah pihak

Barang atas suatu prestasi. Sementara pengertian


Penitipan tersebut dinyatakan dalam Pasal
1694 KUHperdata yaitu: "Penitipan adalah
terjadi, apabila seseorang menerima sesuatu
barang dart seorang lam, dengan syarat
bahwa la akan menyimpannya dan
mengembalikannya dalam wujud asalnya."
Asas-Asas
Perjanjian
1. Asas Kebebasan Berkontrak.
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu
asas yang memberikan kebebasan kepada
para pihak untuk:
a. Membuat atau tidak membuat
perjanjian;
b. Mengadakan perjanjian dengan siapa
pun;
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan
dan persyaratannya, dan
d. Menentukan bentuk perjanjiannya, yaitu
tertulis atau tidak tertulis.
Aspek-aspek kebebasan a. Mengenai terjadinya perjanjian.
berkontrak dalam pasal 1338 Asas yang disebut konsensualisme, artinya menurut BW
KUHPerdata (BW) perjanjian hanya
yang menyiratkan adanya 3 (tiga) terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara
asas yang seyogyanya dalam para pihak (consensus, konsensualisme).
perjanjian b. Tentang akibat perjanjian.
Bahwa perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat antara
pihak- pihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan dalam pasal 1338
ayat (1) BW yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat secara
sah di antara para pihak berlaku sebagai Undang- undang bagi
pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut.
c. Tentang isi perjanjian
Sepenuhnya diserahkan kepada para pihak (contrachtsvrijheid
atau partij autonomie) yang bersangkutan. Dengan kata lain
selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum yang
berlaku, kesusilaan, mengikat kepentingan umum dan
ketertiban maka perjanjian diperbolehkan.
1.karena pembayaran
2.Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan
barang yang hendak dibayarkan itu di suatu tempat.
3. Pembaharuan hutang.

hapusnya 4.Kompensasi atau perhitungan hutang timbal balik.


5.Percampuran hutang.
6.Pembebasan hutang.

perjanjian 7.Hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian.


8.Pembatalan perjanjian.
Syarat
Perjanjian
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan
empat syarat:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

c. Mengenai suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal


orang-orang yang
tidak cakap untuk
membuat suatu
perjanjian;
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh dibawah
pengampuan;
c. Orang perempuan dalam hal-hal yang
ditetapkan oleh Undang-Undang,
dan semua orang kepada siapa Undang-
Undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.

Anda mungkin juga menyukai