Anda di halaman 1dari 5

1.

Pengertian Hukum Waris Adat

Hukum waris adat adalah hukum yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan

asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan waris serta cara bagaimana harta

warisan itu dialihkan oleh pemiliknya dari pewaris kepada ahli waris. Hukum ini sesungguhnya

adalah hukum penerusan serta mengoperkan harta kekayaan dari sesuatu genarasi kepada

keturunannya. Di dalam Hukum adat sendiri tidak mengenal cara-cara pembagian dengan

penghitungan tetapi didasarkan atas pertimbangan, mengingat wujud benda dan kebutuhan waris

yang bersangkutan.

Hukum adat waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta

mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang tidak berwujud dari angkatan

manusia kepada turunannya. Soerojo Wignjodipoero, mengatakan : Hukum adat waris meliputi

norma-norma hukum yang menetapkan harta kekayaan baik yang materiil maupun immaterial

yang manakah dari seseorang yang dapat diserahkan kepada keturunannya. Jadi, Hukum waris

adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur tentang cara penerusan dan peralihan harta

kekayaan yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari generasi ke generasi. Dengan

demikian, hukum waris itu mengandung tiga unsur, yaitu: adanya harta peninggalan atau harta

warisan, adanya pewaris yang meninggalkan harta kekayaan dan adanya ahli waris atau waris

yang akan meneruskan pengurusannya atau yang akan menerima bagiannya.

Jadi sebenarnya hukum waris adat tidak semata-mata hanya mengatur tentang warisan

dalam hubungannya dengan ahli waris tetapi lebih luas dari itu. Hilman Hadikusuma

mengemukakan hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang

sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris, dan waris serta cara

bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada
waris. Dalam hal ini terlihat adanya kaidah-kaidah yang mengatur proses penerusan harta, baik

material maupun non material dari suatu generasi kepada keturunannya. Selain itu pandangan

hukum adat pada kenyataannya sudah dapat terjadi pengalihan harta kekayaan kepada waris

sebelum pewaris wafat dalam bentuk penunjukan, penyerahan kekuasaan atau penyerahan

pemilikan atas bendanya oleh pewaris kepada waris

Sistem Pewarisan

Sistem pewarisan yang ada dalam masyarakat Indonesia menurut Djaren Saragih yaitu:

(1) Sistem pewarisan di mana harta peninggalan dapat dibagi- bagikan,

(2) Sistem pewarisan di mana harta peninggalan tidak dapat dibagi-bagikan.

Sistem yang pertama pada umumnya terdapat pada masyarakat yang bilateral seperti di

Pulau Jawa, sedangkan sistem yang kedua terdapat pada masyarakat unilateral. Sistem kedua

dapat dibedakan lagi dalam bentuk sistem pewarisan kolektif dan sistem pewarisan mayorat.

Dilihat dari orang yang mendapat warisan (kewarisan) di Indonesia terdapat tiga macam sistem,

yaitu sistem kewarisan mayorat, sistem kewarisan individual, sistem kewarisan kolektif. Menurut

pendapat Soerojo Wignjodipoero dijumpai tiga sistem pewarisan dalam hukum adat di Indonesia,

yaitu:

“(1) Sistem kewarisan individual, cirinya harta peninggalan dapat dibagi-bagi di antara

para ahli waris seperti dalam masyarakat bilateral di Jawa, (2) Sistem kewarisan kolektif, cirinya

harta peninggalan itu diwarisi oleh sekumpulan ahli waris yang bersama-sama merupakan

semacam bidang hukum di mana harta tersebut, yang disebut harta pusaka, tidak boleh dibagi-

bagikan pemilikannya di antara para ahli waris dimaksud dan hanya boleh dibagikan pemakainya

saja kepada mereka itu (hanya mempunyai hak pakai saja) seperti dalam masyarakat matrilineal

di Minangkabau, (3) Sistem kewarisan mayorat, cirinya harta peninggalan diwarisi


keseluruhannya atau sebagian anak saja, seperti halnya di Bali di mana terdapat hak mayorat

anak laki-laki yang tertua dan di Tanah Semendo Sumatera Selatan dimana terdapat hak mayorat

anak perempuan yang tertua.

2. Hukum adat waris mempunyai perbedaan principal dengan hukum waris adat (BW) yaitu :

*Sistem Pewarisaan Hukum BW*

Sistem kewarisaan dalam KUHPdt menganut pada Hukum BW, dimana Hukum BW

menganut hukum barat yang bersifat parental dan mandiri. Dimana harta

warisan jika pewaris wafat harus selekas mungkin diadakan pembagian yang

merupakan ahli waris dalam hukum BW dapat digolongkan menjadi 2 bagian:

o   Ahli waris menurut Undang Undang

o   Ahli Waris menurut Testament (Wasiat)

Dalam KUHPPdt sistem keturunaan yang dianut merupakan adalah sistem

parental atau bilateral terbatas, dimana setiap anggota keluarga

menghubungkan dirinya pada keturunan ayah dan ibunya. Kemudian system

kewarisan yang dianut KUHPdt adalah sisitem individual, artinyasetiap ahli

waris berhak menuntut pembagian harta warisan dan memperoleh bagian yang

menjadi haknya, baik harta warisan dan ibunya maupun harta dari ayahnya.

Pembagian ahli waris menurut BW terdapat 5 golongan:

1.     Golongan I, Merupakan ahli waris dalam garis lurus ke bawah dari

pewaris, yaitu anak, suami / duda, istri / janda dari si pewaris. Ahli

waris golongan pertama mendapatkan hak mewaris menyampingkan ahli waris

golongan kedu, maksudnya, sepanjang ahli waris golongan pertama masih ada,

maka, ahli waris golongan kedua tidak bisa tampil. (Pasal 852 BW)

2.      Golongan II

Merupakan, ahli waris dalam garis lurus ke atas dari pewaris, yaitu, bapak,
ibu dan saudara – saudara si pewaris. Ahli waris ini baru tampil mewaris

jika ahli waris golongan pertama tidak ada sama sekali dengan menyampingkan

ahli waris golongan ketiga dan keempat. (Pasal 854 BW)

3.      Golongan III

Merupakan, keluarga sedarah si bapak atau ibu pewaris, yaitu kakek, nenek

baik pancer bapak atau ibu dari si pewaris. Dalam hal ini, ahli waris

golongan ketiga baru mempunyai hak mewaris, jika ahli waris golongan

pertama dan kedua tidak ada sama sekali dengan menyampingkan ahli waris

golongan keempat.( Pasal 853:858 BW)

4.      Golongan IV

Merupakan, sanak keluarga dalamgaris ke samping dari si pewaris, yaitu

paman, bibi. (Pasal 858 ayat 2 BW)

5.      Ahli Waris berdasarkan Penggantian Tempat / Ahli Waris Pengganti

(Plaatsvervulling / representatie)

Dalam sistem waris BW tertuju pada pewarisnya itu sendiri, dimana

pewarisnya meninggal maka keturunannya berhak untuk mendapat bagiaan ahli

waris dari harta yang ditinggalkan pewaris tersebut.

*Sistem Pewarisaan Hukum Adat*

Yang membedakan dengan pewarisaan BW dengan sistem pewarisaan adat dengan

terbaginya sistem pewarisaan hukum adat menjadi 4 bagiaan dengan terdiri

dari

*1.SistemKeturunan*Dilhat dari segi garis keturunan maka perbedaan

lingkungan hukum adat itu dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

*a. Sistem Patrilinial (kelompok garis kebapakan)*Sistem keturunan yang


ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol

pengaruhnya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan. Suku-suku yang

bergaris keturunan kebapakan antara lain adalah Gayo, Alas, Batak, Nias,

Lampung, Buru, Seram, Nusa tenggara, Irian

*b. Sistem Matrilinial (kelompok garis keibuan)*Sistem keturunan yang

ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol

pengaruhnya dari kedudukan pria di dalam pewarisan. Suku-suku yang bergaris

keturunan ini adalah minangkabau, enggano.

*c. Sistem Parental atau Bilateral (kelompok garis ibu-bapak)*Sistem yang

ditarik menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu),

dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan. Adapun

suku yang bergaris keturunan ini adalah Jawa, Sunda, Madura, dan Melayu

Anda mungkin juga menyukai