Anda di halaman 1dari 19

1

Analisis Yuridis Terhadap Pembagian Harta Warisan Almarhumah Asnah


Kepada Ahli Warisnya Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor:370/Pdt.G/2015/PN
Mdn.)

Arini Sekar Kinasih Putri


(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti)
(Email: ariniskr08@gmail.com)
Endang Suparsetyani
(Dosen Fakultas Hukum Trisakti)
(Email: endang.s@trisakti.ac.id)

ABSTRAK
Hukum waris adalah kaidah-kaidah yang mengatur pembagian harta
seseorang setelah meninggal dunia dan menentukan siapa saja yang
berhak menjadi ahli warisnya. Permasalahan yang sering terjadi di
masyarakat adalah adanya pembagian harta warisan yang tidak sesuai
dengan Undang-Undang. Begitupun yang yang terjadi dalam Putusan
Pengadilan Negeri Medan Nomor: 370/Pdt.G/2015/PN Mdn yang pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana pembagian
harta warisan Almarhumah Asnah kepada ahli warisnya menurut KUH
Perdata. (2) Apakah isi Amar Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor:
370/Pdt.G/2015/PN.Mdn Tentang Pembagian Harta Warisan
Almarhumah Asnah Kepada Ahli Warisnya Sudah Sesuai Atau Tidak
Dengan KUH Perdata. Untuk menjawab permasalahan tersebut, tipe
penelitian ini adalah normatif. Data yang digunakan adalah data
sekunder, pengumpulan data studi kepustakaan dan analisis data kualitatif
serta penarikan kesimpulan metode deduktif. Kesimpulan dari studi
putusan ini adalah (1) Pembagian harta warisan Almarhumah Asnah
kepada ahli warisnya menurut KUH Perdata adalah Hasan, Husin,
Syofian Ramli, Lie Hoa/Lily, Lie Yen masing-masing mendapatkan 3/20
bagian sebagai ahli waris menurut undang-undang, sedangkan Jonny
mendapatkan 5/20 bagian karena ia sebagai ahli waris menurut wasiat.
(2) Amar Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor:
370/Pdt.G/2015/PN.Mdn tentang pembagian harta warisan Almarhumah
Asnah tidak sesuai dengan KUH Perdata karena pembagian dalam Amar
adalah 1/5 bagian untuk ahli waris menurut undang-undang, sedangkan
menurut KUH Perdata pembagiannya yang benar adalah untuk ahli waris
menurut undang-undang masing-masing mendapatkan 3/20 bagian,
sedangkan untuk ahli waris menurut wasiat mendapatkan 5/20 bagian.
Kata Kunci: Hukum Waris, Hukum Waris Perdata Barat
2

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara
keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan.
Hukum waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan
manusia. Sebab semua manusia akan mengalami peristiwa hukum yang
dinamakan kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul, dengan
terjadinya peristiwa hukum seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana
pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang
yang meninggal dunia tersebut.1
Penyelesaian dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban pada saat meninggal
dunia dapat di selesaikan dengan aturan-aturan dari hukum waris. Hukum
waris yang saat ini berlaku di Indonesia masih belum terunifikasi
hukumnya, yang berarti hukum waris yang terdapat di Indonesia masih
bersifat pluralisme. Negara Indonesia sendiri terdiri dari berbagai macam
adat, suku, ras, agama dan budaya. Karena banyaknya keanekaragaman di
Indonesia, maka di kenal tiga macam bentuk hukum waris di Indonesia,
yaitu Hukum Waris Adat, Hukum Waris Perdata Barat dan Hukum Waris
Islam.
Sistem hukum waris adat merupakan bagian dari hukum atau norma yang
berasal dari adat istiadat yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat
Indonesia. Hukum adat memiliki kaitan yang sangat erat dengan
kebudayaan masyarakat dimana hukum tersebut lahir, sehingga dapat
dikatakan hukum adat merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang terdapat
dalam masyarakat.2 Hukum adat berlaku untuk mereka yang masih
menganut ajaran adat yang sangat kental atau yang menganggap bahwa
pengaturan dalam hukum adatnya lebih dirasa adil dan tepat dibanding
dengan hukum lainnya yang berlaku di Indonesia.

1
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2007) hlm. 27.
2
Sri Untari Indah, Ferry Edwar, Atik Indriyani, dkk, Pengantar Hukum Indonesia, (Ed. Rev;
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Trisakti, 2005), hlm. 31.
3

Sedangkan Hukum Waris Islam digunakan oleh orang-orang Warga


Negara Indonesia yang beragama Islam untuk menyelesaikan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban warisnya. Hukum Waris Islam pengaturannya sendiri
bersumber pada Al-Qur’an, Hadist dan Ijtihad. Segala pengaturannya
terutama mengenai pewarisan bersifat memaksa (dikenal dengan Ijbari) dan
wajib dilaksanakan.
Sedangkan Hukum Waris Perdata Barat diatur dalam KUHPerdata dan
biasanya digunakan oleh warga negara Indonesia keturunan Tionghoa dan
Eropa atau orang Timur Asing lainnya atau warga negara Indonesia yang
beragama selain agama Islam untuk menyelesaikan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban warisnya. Hukum Waris Perdata Barat diatur dalam Buku ke-II
Bab XII sampai Bab XVIII Pasal 830 sampai dengan Pasal 1130 KUH
Perdata.
Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek yang sering
disebut BW adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan
karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang
ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang
yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan pihak
ketiga.3
Menurut Prof. DR. R. Wirjono Prodjodikoro S.H., warisan adalah soal
apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban
tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih
kepada orang yang masih hidup.4
Dari pengertian waris menurut ahli diatas dapat disimpulkan pengertian
waris adalah tentang pengalihan harta benda seseorang pada saat meninggal
dunia kepada turunannya atau orang yang masih hidup dan berhak
menerimanya.
Pewarisan dalam KUH Perdata baru dapat dilaksanakan apabila adanya
faktor kematian dalam keluarga, seperti yang tercantum dalam Pasal 830

3
Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 81.
4
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, (Jakarta: Sumur Bandung, 1976), hlm. 8.
4

KUH Perdata yang berbunyi, ”Pewarisan hanya berlangsung karena


kematian.”
Dalam hukum waris perdata barat sama dengan hukum waris pada
umumnya, yaitu ada pewaris, ada ahli waris dan ada harta yang ditinggalkan
oleh pewaris. Cara pewarisannya pun terdiri dari dua macam, antara lain:
1. Pewarisan menurut undang-undang (Ab Intestato). Yang
didalamnya terdapat dua cara mewaris, yaitu: pewarisan karena
kedudukannya sendiri yang pembagiannya dibagi langsung kepada
individunya, dan pewarisan karena penggantian yaitu mewaris
menggantikan ahli waris menurut undang-undang yang telah meninggal
dunia lebih dahulu dari pewaris.
2. Pewarisan menurut wasiat (Ad Testamen)
Pewarisan dengan menggunakan wasiat, dilampirkan dalam surat wasiat
yang dibuat oleh si pemberi wasiat dihadapan notaris. Pengertian surat
wasiat atau testamen terdapat dalam Pasal 875 KUH Perdata, yang
berbunyi:
“Adapun yang dinamakan surat wasiat atau testamen ialah suatu akta
yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan
terjadi setelah ia meninggal dunia, dan olehnya dapat dicabut kembali”
Di dalam pewarisan menurut undang-undang (Ab Intestato) biasanya ahli
waris dalam waris perdata barat itu sendiri adalah orang-orang yang
mempunyai hubungan darah dengan pewaris (keluarga) atau pasangan yang
hidup terlama. Seperti yang tercantum dalam Pasal 832 KUH Perdata, yaitu:
“Menurut undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah,
para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin, dan si suami atau istri
yang hidup terlama, semua menurut peraturan yang tertera dibawah ini.”
Sehingga dalam hukum waris perdata barat memiliki empat golongan
dalam ahli waris yang antara lain:
1. Golongan I : Keturunan dari pewaris (anak-anak baik kandung
maupun anak luar kawin) beserta suami atau istri yang hidup terlama. Hal
ini terdapat dalam Pasal 852 KUH Perdata.
5

2. Golongan II : Orang tua dan saudara-saudara dari pewaris. Hal ini


terdapat dalam Pasal 853-854 KUH Perdata.
3. Golongan III : Keturunan dari garis lurus keatas pewaris (kakek
dan nenek dari pihak ayah ataupun ibu). Hal ini terdapat dalam Pasal 855-
856 KUH Perdata.
4. Golongan IV : Keturunan dari garis menyamping smapai derajat ke
enam pewaris (paman, bibi, beserta keturunannya) Hal ini terdapat dalam
Pasal 858-861 KUH Perdata.
Besaran pembagin harta warisan dalam KUH Perdata adalah sama
besaran bagiannya. Baik laki-laki maupun perempuan tidak dibeda-bedakan
besaran bagiannya. Karena di dalam KUH Perdata tidak terdapat aturan
yang mengharuskan adanya perbedaan bagian antara laki-laki dan
perempuan seperti yang terdapat dalam pengaturan waris dalam waris Islam.
Adanya pembagian golongan tentang ahli waris untuk menunjukkan
siapakah ahli waris yang harus di dahulukan untuk dibagikan harta warisan
berdasarkan urutannya. Apabila golongan pertama masih ada, maka
golongan kedua, ketiga dan keempat tertutup bagiannya sebagai ahli waris.
Pengertian inilah yang dikenal dengan sistem kewarisan tertutup, yaitu
golongan pertama atau yang terdekat dengan pewarislah yang akan menutup
golongan lainnya.
Sedangkan pewarisan menurut wasiat (Ad Testamen), orang yang dapat
menerima wasiat bisa keluarga sedarah maupun orang lain. Karena
pemberian wasiat dapat diberikan kepada siapa saja selama orang yang
menerima wasiat tersebut cakap dalam melakukan hukum. Apabila orang
tersebut tidak cakap hukum maka wasiat dianggap batal.
Namun dalam pemberian wasiat terdapat aturan lagi yang mana dalam
memberikan wasiat bagiannya tidak boleh menyinggung bagian ahli waris
menurut undang-undang. Apabila ada bagian yang menyinggung maka ada
bagian mutlak (Legitieme Portie) bagi para ahli waris menurut undang-
undang.
Kemudian di dalam hukum waris perdata barat terdapat suatu asas yaitu
apabila seorang meninggal dunia maka ia menjadi pewaris, maka saat itu
6

juga kewajiban beralih kepada para ahli warisnya. Dalam sistem hukum
waris perdata barat, harta peninggalan pewaris harus sesegera mungkin
dibagi kepada para ahli waris yang berhak atas harta tersebut.
Kalaupun harta peninggalan pewaris hendak dibiarkan dalam keadaan
tidak terbagi, maka harus melalui persetujuan oleh seluruh ahli waris,
adapun perbedaan antara harta warisan dan harta peninggalan adalah harta
warisan belum dikurangi hutang dan biaya-biaya lainnya, sedangkan harta
peninggalan sudah dikurangi hutang dan siap untuk dibagi.5
Pembagian harta waris sering kali menyalahkan aturan yang ada,
sehingga sering terjadi perselisihan dalam menentukan bagian pembagian
warisan terhadap ahli waris yang berhak. Maka dari itu di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata sudah diatur besar bagian-bagian untuk
para ahli waris yang berhak menerimanya.
Salah satu kasus yang terjadi adalah di dalam Putusan Pengadilan Negeri
Medan Nomor:370/Pdt.G/2015/PN Mdn yang kasusnya adalah,
Almarhumah Asnah atau yang dahulu bernama Oei Gwek Lan semasa
hidupnya menikah dengan seorang laki-laki bernama Almarhum Hng Weno
Tjoen. Selama masa perkawinannya mereka dikaruniai 5 (lima) orang anak
kandung, yaitu:
1. Hasan (Tergugat I)
2. Husin (Tergugat II)
3. Syofian Ramli (Tergugat III)
4. Lie Hoa/Lily (Tergugat IV)
5. Lie Yen (Tergugat V)
Almarhum Hng Weno Tjoen selaku suami dari Almarhumah Asnah telah
meninggal dunia terlebih dahulu namun tidak di jelaskan pada tanggal
berapa Almarhum Hng Weno Tjoen meninggal dunia. Sedangkan
Almarhumah Asnah meninggal dunia di Medan pada tanggal 32 Desember
2013 sesuai dengan Surat Keterangan No.472.12/01 tertanggal 2 Januari
2014 yang dikeluarkan oleh Kepala Kelurahan Sunggal.

5
Afandi Ali, 2000, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, (Jakarta: Rineka Cipta),
hlm. 7.
7

Bahwa semasa hidupnya, Almarhum Asnah pernah membuat sebuat


wasiat berdasarkan Akta Wasiat No. 05 pada tanggal 8 Desember 2007,
yang dibuat dihadapan seorang notaris, yaitu Gloria Simanjuntak,
S.H.(Turut Tergugat I), yang inti dari isi wasiat tersebut adalah untuk
memberikan seluruh harta peninggalan Almarhum Asnah kepada 1 (satu)
orang cucunya yang bernama Jonny.
Jonny adalah cucu dari Almarhum Asnah yang merupakan anak kandung
dari Husin (Tergugat II). Kedudukan Jonny disini adalah sebagai seorang
Penggugat. Penggugat merasa bahwa haknya sebagai satu-satunya ahli waris
dalam wasiat tidak dihargai oleh para tergugat I-V untuk meminta hak atas
wasiat tersebut namun tidak di hiraukan oleh para tergugat tersebut. Bahkan
tergugat I menguasai objek perkara tersebut dengan cara menyewakannya
kepada Turut Tergugat II untuk membuka usaha rumah makan.
Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
pembahasan secara yuridis terkait dengan pembagian harta warisan kepada
ahli waris dalam kasus waris Almh. Asnah dalam putusan Pengadilan
Negeri Medan nomor:370/Pdt.G/2015/PN Mdn. dan meneliti apakah telah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau tidak.
2. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah ditulis, penulis akan
mengemukakan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana pembagian harta warisan Almarhumah Asnah kepada
ahli waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?
b. Apakah isi Amar Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor:
370/Pdt.G/2015/PN.Mdn Tentang Pembagian Harta Warisan
Almarhumah Asnah Kepada Ahli Warisnya Sudah Sesuai Dengan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?
3. Metode Penelitian
a. Obyek Penelitian
Penelitian tentang “Analisis Yuridis Terhadap Pembagian Harta
Waris Almarhumah Asnah Kepada Ahli Waris Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Studi Kasus Putusan Pengadilan
8

Negeri Medan Nomor:370/Pdt.G/2015/PN Mdn.)” merupakan


penelitian yang normatif, dengan objek yang akan di analisis adalah
norma-norma atau aturan-aturan hukum yang ada di dalam undang-
undang atau peraturan yang berlaku di Indonesia yang berkaitan
dengan hukum waris perdata barat di Indonesia.
Sifat penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian Deskriptif
Analisis. Yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan menganalisa
data-data yang tersedia dan gambaran atau keadaan mengenai
etentuan pembagian harta waris Almarhumah Asnah kepada ahli
waris berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Medan
Nomor:370/Pdt.G/2015/PN Mdn.
b. Data dan Sumber Data
Berdasarkan jenis dan bentuknya, data yang akan dipakai dan
diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh
dengan studi pustaka.
c. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan studi
dokumen atau bahan pustaka.
d. Analisis Data
Seluruh data dan informasi yang diperoleh akan disusun secara
sistematis dan disajikan serta diolah secara kualitatif untuk
mendapatkan jawaban penelitian yang sistematis agar hasil dari
analisis tersebut dapat dipertanggung jawabkan.
e. Cara Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode deduktif, yang
artinya metode menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari
pernyataan-pernyataan yang sifatnya umum menurut hukum yang
berlaku di Indonesia. Metode ini dilakukan dengan cara
menganalisis tentang pembagian harta waris Almarhumah Asnah
kepada ahli waris dari putusan Pengadilan Negeri Medan
Nomor:370/Pdt.G/2015/PN Mdn. dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
9

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Berikut merupakan gambaran dari kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan
Nomor:370/Pdt.G/2015/PN Mdn.

(A meninggal dunia pada 31 (B meninggal dunia terlebih dahulu


Desember 2013) namun tidak dijelaskan tanggal
meninggal dunianya)

A B

C D E F G

(ahli waris satu-satunya dalam wasiat)


100% D1

Keterangan:
A : Almarhumah Asnah (Pewaris)
B : Almarhum Hng Weno Tjoen (Suami Almarhumah Asnah yang sudah
meninggal terlebih dahulu namun tidak di jelaskan pada tanggal berapa
meninggal dunianya)
C : Hasan (Anak kandung)
D : Husin (Anak kandung)
E : Syofian Ramli (Anak kandung)
F : Lie Hoa/Lily (Anak kandung)
G : Lie Yen (Anak kandung)
D1 : Jonny (Cucu dari Almarhumah Asnah atau anak dari Husin/Ahli waris
satu-satunya dalam wasiat)
10

1. Pembagian Harta Warisan yang ditinggalkan Almarhumah Asnah


kepada ahli warisnya menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor:
370/Pdt.G/2015/PN Mdn.)
1. Dalam Pasal 830 KUH Perdata dikatakan bahwa
Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 830 KUH Perdata bila
dikaitkan dengan kasus, maka terdapat pewarisan yang sah karena
kematian dari Almarhumah Asnah selaku pewaris dapat menimbulkan
sebuah pewarisan untuk para ahli warisnya.
2. Pada Pasal 832 ayat (1) KUH Perdata
Bahwa jika pasal tersebut dikaitkan dengan kasus, maka pada saat
Almarhumah Asnah meninggal dunia, ia meninggalkan 5 (lima) orang
anak kandungnya dari perkawinannya dengan suaminya yang bernama
Almarhum Hng Weno Tjoen yang telah meninggal lebih dahulu. Anak-
anak tersebut bernama:
1. Hasan.
2. Husin.
3. Syofian Ramli.
4. Lie Hoa/Lily.
5. Lie Yen.
Sehingga yang menjadi ahli waris menurut Pasal 832 ayat (1) KUH
Perdata adalah kelima anak kandung Almarhumah Asnah tersebut. Jonny
selaku cucu dari Almarhumah Asnah dan selaku ahli waris yang
disebutkan dalam wasiat tidak mendapatkan bagian warisan karena
tertutup oleh ahli waris golongan pertama yang masih hidup.
3. Namun dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan
Nomor:370/Pdt.G/2015/PN Mdn bahwa terdapat Wasiat yang
ditinggalkan oleh Almarhumah Asnah. Inti dari isi Wasiat tersebut
mengatakan bahwa Pewaris memberikan seluruh hartanya kepada Jonny,
cucunya, selaku Penggugat dalam kasus ini.
4. Wasiat menurut Pasal 875 KUH Perdata adalah:
11

“Surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan


seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal,
yang dapat dicabut kembali olehnya.”
Berdasarkan pasal tersebut diatas, maka Akta Wasiat yang dibuat oleh
Almarhumah Asnah pada semasa hidupnya sesuai dengan pengertian
tentang Wasiat menurut undang-undang karena ia membuat dan
menghendaki apabila ia meninggal dunia maka seluruh hartanya akan ia
berikan kepada Jonny.
5. Di dalam hukum waris, disamping larangan secara umum terdapat
larangan yang tidak boleh dimuat dalam testament, yakni larangan
membuat suatu ketentuan yang menyebabkan legitieme portie (bagian
mutlak para ahli waris) menjadi kurang dari semestinya.6
Berdasarkan Pasal 913 KUH Perdata menyatakan bahwa di dalam kasus,
Pewaris menyerahkan semua hartanya kepada Jonny. Jika hal ini
dikaitkan dengan kasus, maka Wasiatnya tidak dapat dijalankan
sepenuhnya sesuai dengan kemauan Almarhumah Asnah karena terdapat
legitieme portie ahli waris lainnya menjadi kurang dari semestinya.
Disini
Pewaris meninggalkan 5 (lima) orang anak kandungnya atau ahli waris
yang sah menurut undang-undang.
6. Sehingga menurut Pasal 914 ayat (3) KUH Perdata di dalam kasus
disebutkan bahwa Almarhumah Asnah meninggalkan 5 (lima) orang
anaknya sebagai ahli waris menurut undang-undang serta 1 (satu) orang
ahli waris yang ia sebukan dalam wasiat.
Dari uraian Pasal 830, Pasal 832 ayat (1), Pasal 875, Pasal 913 dan Pasal
914 ayat (3) maka pembagian yang benar adalah sebagai berikut:
HPP = 1 untuk CDEFGD1
Pelaksanaan wasiat: HPA = 1
D1 = 1
Sisa = 0 CDEFGD1 tidak mendapat apa-apa

6
Maman Suparman, Hukum Waris Perdata, , (Sinar Grafika, Jakarta, 2015), hlm. 106
12

Penghitungan yang benar:


LP C = 3/4 x 1/5 x 1 = 3/20
LP D = 3/4 x 1/5 x 1 = 3/20
LP E = 3/4 x 1/5 x 1 = 3/20
LP F = 3/4 x 1/5 x 1 = 3/20
LP G = 3/4 x 1/5 x 1 = 3/20
= 15/20
Sisa HPP: 1 – 15/20 = 12/12 – 15/20 = 5/20 untuk D1 selaku
penerima wasiat
Jadi pembagian HPP:
C = 3/20
D = 3/20
E = 3/20
F = 3/20
G = 3/20
D1 = 5/20
TOTAL = 20/20 = 1
Perhitungan ini berdasarkan besaran bagian yang sudah ditentukan dalam
Pasal 914 ayat (3) KUH Perdata. Sehingga menurut penulis, bagian
warisan yang terdapat yang akan diterima oleh ahli waris dari
Almarhumah Asnah menurut ketentuan dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata masing-masing adalah:
a. Hasan (Tergugat I) = 3/20 bagian.
b. Husin (Tergugat II) = 3/20 bagian.
c. Syofian Ramli (Tergugat III) = 3/20 bagian.
d. Lie Hoa/Lily (Tergugat IV) = 3/20 bagian.
e. Lie Yen (Tergugat V) = 3/20 bagian.
f. Jonny (Penggugat) = 5/20 bagian.
Total keseluruhannya adalah 20/20 = 1
Berdasarkan uraian diatas, wasiat yang ditinggalkan Almarhumah Asnah
tidak dapat dijalankan sepenuhnya karena ada bagian Legitieme Portie dari
13

ahli waris lainnya. Sehingga agar wasiat tetap bisa dijalankan, maka
pembagian harta warisan kepada Ahli Waris dari Almarhumah Asnah
menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalah sebagai berikut:
1. Almarhum Hng Weno Tjoen, suami dari Almarhumah Asnah tidak
mendapatkan harta warisan, karena Almarhum Hng Weno Tjoen telah
meninggal terlebih dahulu dari pada Almarhumah Asnah.
2. Hasan, Husin, Syofian Ramli, Lie Hoa/Lily dan Lie Yen adalah anak
kandung dari Almarhumah Asnah yang masing-masing mendapatkan bagian
sebesar 3/20 bagian sama rata atas harta warisan Almarhumah Asnah.
3. Jonny, cucu dari Almarhumah Asnah selaku ahli waris yang ditunjuk
dalam Wasiat mendapatkan besaran bagian 5/20 bagian atas harta warisan
Almarhumah Asnah.
2. Isi Amar Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor:
370/Pdt.G/2015/PN.Mdn Tentang Pembagian Harta Warisan
Almarhumah Asnah Kepada Ahli Warisnya Sudah Sesuai Atau Belum
Dengan KItab Undang-Undang Hukum Perdata
Di dalam isi amar Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor:
370/Pdt.G/2015/PN Mdn. Majelis Hakim mengeluarkan amar putusannya
sebagai berikut:
1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan Akta Wasiat No. 05 tanggal 08 Desember 2007 yang dibuat
dihadapan Turut Tergugat I batal demi hukum.
Jika dikaitkan dengan kasus, maka pembagian warisan dari Almarhumah
Asnah berdasarkan amar Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor:
370/Pdt.G/2015/PN Mdn. adalah sebagai berikut:
HPP = 1 untuk CDEFG
CDEFG = 1/5 x 1 = 1/5
Jadi Pembagian HPP:
C = 1/5
D = 1/5
E = 1/5
14

F = 1/5
G = 1/5
TOTAL = 5/5 = 1
Bagian yang dibagikan menurut amar Putusan Pengadilan Negeri Medan
Nomor: 370/Pdt.G/2015/PN Mdn. tersebut adalah untuk para ahli waris
sahnya saja, yaitu kelima anak dari Almarhumah Asnah. Suami dari
Almarhumah Asnah bukan sebagain ahli waris karena telah meninggal
terlebih dahulu dari Almarhumah Asnah.
Berdasarkan isi dari amar tersebut, penulis penulis tidak setuju dengan
amar putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim di Putusan Pengadilan
Negeri Medan Nomor: 370/Pdt.G/2015/PN Mdn. Karena pembagian dari
harta peninggalan Almarhumah Asnah tidak sesuai dengan ketentuan yang
ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Sehingga apabila pembagian dalam kasus tersebut dikaitkan dengan KItab
Undang-Undang Hukum Perdata, maka pembagian yang benar adalah sebagai
berikut:
1. Berdasarkan Pasal 832 ayat (1) KUH Perdata
Menurut penulis, Amar Putusan yang Majelis Hakim keluarkan sudah
sesuai dengan pasal diatas, karena Amar Putusan Pengadilan Negeri
Medan Nomor: 370/Pdt.G/2015/PN Mdn memutus bahwa yang menjadi
ahli waris dari Almarhumah Asnah adalah kelima anak kandungnya
tersebut yaitu:
1. Hasan.
2. Husin.
3. Syofian Ramli.
4. Lie Hoa/Lily.
5. Lie Yen.
Sedangkan suaminya yang bernama Almarhum Hng Weno Tjoen bukan
sebagai ahli waris karena telah meninggal terlebih dahulu.
2. Berdasarkan Pasal 875 KUH Perdata
15

Menurut penulis, Amar Putusan yang Majelis Hakim keluarkan tidak


sesuai dengan kedua pasal diatas. Karena Amar Putusan Pengadilan
Negeri Medan Nomor: 370/Pdt.G/2015/PN Mdn memutus bahwa wasiat
dibatalkan. Padahal wasiat hanya bisa dibatalkan oleh orang yang
membuat wasiat tersebut.
3. Berdasarkan Pasal 913 KUH Perdata
Menurut penulis, Amar Putusan yang Majelis Hakim keluarkan tidak
sesuai dengan pasal diatas. Karena Amar Putusan Pengadilan Negeri
Medan Nomor: 370/Pdt.G/2015/PN Mdn memutus untuk menolak gugatan
Penggugat namun tidak juga membagi besar bagian legitieme portie dari
ahli waris Almarhumah Asnah. Padahal, berdasarkan pasal tersebut wasiat
seharusnya tetap bisa dijalankan namun tidak sesuai dengan kemauan
Almarhumah Asnah selaku pewaris dan pemberi wasiat, karena terdapat
bagian legitieme portie ahli waris sahnya yang dilanggar.
Sehingga penulis menyimpulkan bahwa Amar Putusan yang diberikan
kurang sesuai dengan isi Pasal 913 KUH Perdata tersebut karena Majelis
Hakim tidak memutuskan untuk memberikan bagian legitieme portie
tersebut kepada ahli waris sah Almarhumah Asnah.
4. Berdasarkan Pasal 914 KUH Perdata
Dalam hal ini diberitahukan bahwa besaran bagian untuk legitieme portie
orang yang meninggal dunia meninggalkan anak lebih dari 3 (tiga) orang
maka besaran bagiannya masing-masing adalah 3/4 bagian.
Oleh karenanya berdasarkan permasalahan tersebut, Pembagian Harta
Peninggalan dari Almarhumah Asnah yang benar sesuai dengan legitieme
portie dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sebafai berikut:
HPP = 1 untuk CDEFGX
Pelaksanaan wasiat: HPA = 1
X (Jonny) = 1
Sisa = 0 sehingga CDEFGX tidak mendapat apa-apa
Penghitungan yang benar:
LP C (Hasan) = 3/4 x 1/5 x 1 = 3/20
16

LP D (Husin) = 3/4 x 1/5 x 1 = 3/20


LP E (Syofian Ramli) = 3/4 x 1/5 x 1 = 3/20
LP F (Lie Hoa/Lily) = 3/4 x 1/5 x 1 = 3/20
LP G (Lie Yen) = 3/4 x 1/5 x 1 = 3/20
= 15/20
Sisa HPP: 1 – 15/20 = 12/12 – 15/20 = 5/20 untuk D1 (Jonny)
Jadi pembagian HPP:
C = 3/20
D = 3/20
E = 3/20
F = 3/20
G = 3/20
D1 = 5/20
TOTAL = 20/20 = 1
Perhitungan ini berdasarkan besaran bagian yang sudah ditentukan dalam
Pasal 914 ayat (3) KUH Perdata. Sehingga menurut penulis, bagian warisan
yang terdapat yang akan diterima oleh ahli waris dari Almarhumah Asnah
menurut ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata masing-
masing adalah:
a. Hasan (Tergugat I) = 3/20 bagian.
b. Husin (Tergugat II) = 3/20 bagian.
c. Syofian Ramli (Tergugat III) = 3/20 bagian.
d. Lie Hoa/Lily (Tergugat IV) = 3/20 bagian.
e. Lie Yen (Tergugat V) = 3/20 bagian.
f. Jonny (Penggugat) = 5/20 bagian.
Total keseluruhannya adalah 20/20 = 1
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka terlihat bahwa pembagian
warisan Almarhumah Asnah Menurut Amar Putusan Pengadilan Negeri
Medan Nomor: 370/Pdt.G/2015/PN Mdn tidak sesuai dengan peraturan
yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena di
dalam amar Putusan Pengadilan Negeri Medan, Majelis Hakim hanya
17

membagi harta warisan dari Almarhumah Asnah kepada ahli waris menurut
undang-undang saja yang mana masing-masing mendapatkan 1/5 bagian,
sedangkan di dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
pembagian yang benar adalah terdapat bagian untuk ahli waris dalam wasiat,
sehingga pembagiannya menjadi, Jonny hanya dapat 5/20 bagian sebagai ahli
waris menurut wasiat, sedangkan para ahli waris menurut undang-undang
masing-masing mendapatkan 3/20 bagian sesuai dengan aturan menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.

C. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Kesimpulan dari permasalahan yang ada di dalam penelitian ini
mengenai pembagian harta warisan yang diberikan oleh Almarhumah
Asnah kepada ahli warisnya sebagai berikut:
a. Pembagian harta waris milik Almarhumah Asnah yang benar
menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah:
HP Almarhumah Asnah = 1 Hasan, Husin, Syofian Ramli, Lie
Hoa/Lily, Lie Yen dan Jonny
Masing-masing mendapatkan = 1/5 bagian untuk ahli waris sah
menurut undang-undang (Hasan, Husin, Syofian Ramli, Lie
Hoa/Lily dan Lie Yen) dan mendapatkan 3/4 bagian dari hak atas
legitieme portie. Sehingga masing-masing = 3/4 x 1/5 x 1 = 3/20
Sedangkan untuk Jonny, ahli waris yang tertulis dalam Wasiat
mendapatkan bagian sisa dari bagian waris ahli waris sahnya,
sehingga Jonny mendapatkan bagian sebesar 5/20 bagian
b. Di dalam isi amar Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor:
370/Pdt.G/2015/PN Mdn. tidak sesuai dengan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, karena di dalam Amar Majelis Hakim
memutus bahwa pembagian harta warisan Almarhumah Asnah
adalah dibagi rata kepada semua anaknya dan masing-masing
mendapatkan 1/5 bagian.
18

Sedangkan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,


pembagian harta warisan Almarhumah Asnah adalah sebagai
berikut:
HP Almarhumah Asnah = 1 Hasan, Husin, Syofian Ramli, Lie
Hoa/Lily, Lie Yen dan Jonny
Masing-masing mendapatkan = 1/5 bagian untuk ahli waris menurut
undang-undang (Hasan, Husin, Syofian Ramli, Lie Hoa/Lily dan Lie
Yen) dan mendapatkan 3/4 bagian dari hak atas legitieme portie.
Sehingga masing-masing = 3/4 x 1/5 x 1 = 3/20
Sedangkan untuk Jonny, ahli waris yang tertulis dalam Wasiat
mendapatkan bagian sisa dari bagian waris ahli waris sahnya,
sehingga Jonny mendapatkan bagian sebesar 5/20 bagian
Dari uraian diatas maka tidaklah sesuai antara pembagian harta
warisan menurut amar Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor:
370/Pdt.G/2015/PN Mdn. dengan ketentuan yang ada di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
2. Saran
Sebagaimana berdasarkan Amar Putusan Pengadilan Negeri Medan
Nomor: 370/Pdt.G/2015/PN.Mdn bahwa permasalahan tersebut ada
karena ahli waris yang sah merasa keberatan dengan adanya Wasiat
tersebut karena ada legitieme portie dari para ahli waris tersebut yang
tersinggung. Sehingga demi mencegah agar kedepannya tidak timbul
permasalahan seperti pada kasus ini, penulis menyarankan agar dalam
pembuatan wasiat harus dihitung dan dibagi menurut aturan yang
terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata secara jelas dan
benar kepada pihak yang terlibat dalam perkara tersebut, agar tidak
terjadi perselisihan dikemudian hari.
19

DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Ali, Afandi. Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian. Jakarta: Rineka
Cipta. 2000.
Ali, Zainuddin. Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
2010.
Indah, Sri Untari. Edwar, Ferry. Indriyani, Atik. dkk. Pengantar Hukum
Indonesia. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Trisakti. 2005.
Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Warisan di Indonesia. Jakarta: Sumur Bandung.
1976.
Suparman, Eman. Hukum Waris Indonesia. Bandung: Refika Aditama. 2007.
Suparman, Maman. Hukum Waris Perdata. Jakarta: Sinar Grafika. 2015.

UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Anda mungkin juga menyukai