https://www.senayanpost.com/
I. PENDAHULUAN
Berdasarkan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan
Negara, Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan
pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Pada Pasal 59
Undang-Undang Perbendaharaan Negara diatur bahwa setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan
oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Secara umum subyek hukum dalam kerugian negara
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: bendahara; dan pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain.
Yang dimaksud dengan pegawai negeri bukan bendahara adalah Pegawai Aparatur Sipil Negara,
Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
bekerja/diserahi tugas selain tugas bendahara sedangkan Pejabat Lain adalah pejabat negara dan
pejabat penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus pejabat negara, tidak termasuk bendahara
dan Pegawai negeri bukan Bendahara. Pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain yang
berdasarkan hasil pemeriksaan menimbulkan kerugian negara/daerah disebut sebagai Pihak Yang
Merugikan.
Bendahara dan pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain yang karena perbuatannya
melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan
keuangan negara wajib mengganti kerugian tersebut. Terdapat dua mekanisme penyelesaian kerugian
negara/daerah. Pertama, Tuntutan Perbendaharaan yang merupakan penyelesaian kerugian
negara/daerah untuk Bendahara. Kedua, Tuntutan Ganti Rugi, yaitu penyelesaian kerugian
negara/daerah untuk pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain.
Kewajiban bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain untuk membayar
ganti rugi, menjadi kadaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut
atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi
terhadap yang bersangkutan.
II. PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian diatas maka hal yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan hukum
ini adalah:
1. Siapa saja anggota keluarga yang dapat menjadi ahli waris dari pegawai negeri bukan bendahara
dan pejabat lain yang telah meninggal dunia dalam Tututan Ganti Kerugian Negara/Daerah?
2. Sejauh mana tanggung jawab ahli waris terhadap Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah atas
pegawai negeri bukan Bendahara dan pejabat lain yang telah meninggal dunia?
1
Supriyadi 2015, h. 553.
2
Purnamasari, 2012.
3
Ibid.
2. Tanggung jawab ahli waris terhadap Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah atas
pegawai negeri bukan Bendahara dan pejabat lain yang telah meninggal dunia
Untuk mengetahui tanggung jawab ahli waris perlu dibahas terlebih dahulu mengenai hak
dan kewajiban dari ahli waris terkait peninggalan dari pegawai negeri Bukan Bendahara dan
Pejabat lain atau pihak yang merugikan yang meninggal dunia tersebut. Hak dan kewajiban para
ahli waris timbul dari adanya harta warisan yang ditinggalkan. “Harta warisan adalah kekayaan
berupa keseluruhan aktiva dan pasiva yang ditinggalkan Pewaris dan berpindah kepada para ahli
waris. Keseluruhan kekayaaan yang berupa aktiva dan pasiva yang menjadi milik bersama ahli
waris disebut boedel Harta warisan (boedel waris) diberikan oleh pewaris kepada ahli warisnya
ketika syarat yang disebut dalam Pasal 830 KUH Perdata terjadi yakni dengan adanya kematian
dari pewaris.” 4
Terkait dengan aktiva dan pasiva dalam harta warisan, J. Satrio, S.H. menjelaskan bahwa
jika seseorang menerima menjadi ahli waris dan menerima warisan dari pewaris, maka tidak
hanya hartanya yang diterima, tetapi juga harus memikul utang dari pewaris tersebut.5 Menurut
Victor Hutabarat utang bukan hanya timbul dari perjanjian atau undang-undang, melainkan juga
dapat timbul dari suatu Putusan Pengadilan yang sifatnya menghukum (condemnatoir) seseorang
untuk membayar ganti rugi.6 Berdasarkan pendapat tersebut, kewajiban pihak yang merugikan
untuk membayar ganti rugi dapat dipersamakan dengan utang yang harus dipikul oleh anggota
keluarga yang masih hidup sebagai ahli waris sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 8
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2018 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian
Negara/Daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain.
Batasan tanggung jawab ahli waris dari pihak yang merugikan telah diatur dalam Pasal 66
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 mengatur bahwa dalam hal bendahara, pegawai negeri
bukan bendahara, atau pejabat lain yang dikenai tuntutan ganti kerugian negara/daerah berada
dalam pengampuan, melarikan diri, atau meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya
beralih kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola
4
Gultom, 2014.
5
Tobing, 2015.
6
Aries, 2017
7
Tobing, 2015
IV. PENUTUP
1. Anggota keluarga yang dapat menjadi ahli waris dari pegawai negeri bukan bendahara dan
pejabat lain yang telah meninggal dunia dalam Tututan Ganti Kerugian Negara/Daerah adalah
ahli waris golongan I, yaitu suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya (Pasal 852
dan 852a KUH Perdata); ahli waris golongan II, yaitu orang tua dan saudara kandung Pewaris
(Pasal 854 dan 855 KUH Perdata); ahli waris golongan III, yaitu Keluarga dalam garis lurus ke
atas sesudah bapak dan ibu pewaris (Pasal 858 KUH Perdata); ahli waris golongan IV, keluarga
sedarah dengan yang meninggal dunia sampai dengan derajat ke enam ke samping (Pasal 861
KUH Perdata); dan anak di luar perkawinan dalam hal tidak terdapat ahli waris golongan I sampai
dengan IV. Namun demikian terdapat hal-hal yang dapat menyebabkan hilangnya hak anggota
keluarga untuk menjadi ahli waris atas sebab-sebab yang diatur dalam Pasal 838 KUH Perdata.
2. Tanggung jawab ahli waris terhadap Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah atas pegawai negeri
bukan bendahara dan pejabat lain yang telah meninggal dunia adalah terbatas pada harta/aktiva
dari pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain yang dikelola atau diterimanya dan selama
belum terlampaui masa kadaluwarsa penuntutan. Seseorang yang menolak warisan, tidak dapat
dituntut untuk membayar utang berupa ganti kerugian yang ditetapkan atas pegawai negeri bukan
bendahara dan Pejabat lain yang meninggal dunia. Negara/daerah yang dirugikan oleh pegawai
negeri dan Pejabat tersebut, dapat mengajukan permohonan kepada Hakim untuk dapat menerima
aktiva yang seharusnya diterima oleh pihak yang menolak warisan tersebut.
Peraturan Perundang-undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian
Negara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain
Jurnal
H, Supriyadi, 2015, “Pilihan Hukum Kewarisan dalam Masyarkat Pluralistik (Studi Komparasi
Hukum Islam dan Hukum Perdata)”, Al-‘Adalah Vol. XII, No 3, Juni 2015, h. 553-568
Sumber online
Gultom, Obbie Afri, 2014, “Ketentuan Waris Berdasarkan KUHPerdata (BW)”,
https://www.gultomlawconsultants.com/ketentuan-waris-berdasarkan-kuhperdata-bw/
Tobing, Letezia, 2015, “Haruskah Ahli Waris Membayar Semua Utang Pewaris?”,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt555f48ea22efb/haruskah-ahli-waris-membayar-
semua-utang-pewaris/
Aries, Albert, 2017, “Dapatkah Hukuman Berupa Pembayaran Ganti Rugi Kepada Penggugat
Dianggap Utang?”, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5879e6c19e6f9/dapatkah-
hukuman-berupa-pembayaran-ganti-rugi-kepada-penggugat-dianggap-utang/
Purnamasari, Irma Devita, 2012, “Empat Golongan Ahli Waris Menurut KUH Perdata”,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4ecc7cf50640b/empat-golongan-ahli-waris-
menurut-kuh-perdata/)
Penulis:
Tim Unit Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan.
Disclaimer:
Seluruh informasi yang disediakan dalam Tulisan Hukum adalah bersifat umum dan disediakan untuk
tujuan pemberian informasi hukum semata dan bukan merupakan pendapat instansi.