Anda di halaman 1dari 3

Mata Kuliah : Argumentasi Hukum/ Kemahiran Bantuan Hukum

Dosen Pengampu : Ani Triwati


Bahasan : Penalaran Hukum

penalaran (KBBI Online):


1. cara (perihal) menggunakan nalar; pemikiran atau cara berpikir logis; jangkauan
pemikiran:
2. hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan
dengan perasaan atau pengalaman.

Jamal Wiwoho
➢ Penalaran sebagai metode, metode atau cara mendapatkan kebenaran :
1. Penalaran : usaha memperoleh kebenaran/ atau proses berpikir untuk
menemukan kebenaran dengan menggunakan nalar (akal pikiran yang logis).
2. Nonpenalaran : Usaha memperoleh kebenaran dengan tidak menggunakan nalar
atau akal pikiran yang logis.
➢ Penalaran hukum : cara (hal) berpikir, menggunakan, mengembangkan atau
mengendalikan sesuatu masalah (di bidang) hukum dengan nalar.
➢ Perlunya penalaran hukum :
a. Kemampuan identifikasi dan analisis atas jawaban yang mempunyai nilai
kebenaran dalam sudut pandang tertentu;
b. Memetakan logika (hukum) yang digunakan;
c. Strategi pengembangan metodologi berpikir atau penelitian hukum.

Shidarta
➢ Penalaran hukum pada dasarnya adalah kegiatan berpikir secara problematis.
Kegiatan berpikir ini ada dalam wilayah penalaran praktis.
➢ Kegiatan berpikir problematis dari subjek hukum (manusia) sebagai makhluk individu
dan sosial di dalam lingkaran kebudayaannya.
➢ Penalaran hukum tidak tidak mencari penyelesaian di ruang terbuka tanpa batas.
➢ Ada tuntutan bagi penalaran hukum untuk menjamin stabilitas dan prediktabilitas
dari putusannya dengan mengacu kepada system hukum positif. (demi kepastian

1
hukum, sehingga putusan-putusan relatif terjaga komsistensinya (asas similia
similibus).
➢ Kegiatan berpikir ini adalah aktivitas terfokus yang hanya menyoroti problema yang
relevan dengan kepentingan (kedudukan dan peranan) para subjek hukum. Artinya,
problema hukum adalah problema kepentingan manusia sebagai makhluk berbudaya.
➢ Pada dasarnya semua subjek hukum mampu melakukan penalaran hukum ini.
➢ Aktivitas yang terfokus ini secara intens merupakan ladang bagi pengemban hukum,
lebih khusus lagi adalah para hakim sebagai pengambil keputusan (legal decision
maker) untuk kasus-kasus konkrit di lembaga yudikatif. (Penalaran hukum oleh
hakim, termasuk juga dalam proses pembentukan hukum).
➢ Pola-pola penalaran hukum dipengaruhi oleh sudut pandang dari subjek-subjek yang
melakukan kegiatan penalaran.
➢ Sudut pandang mencakup 2 kategori :
a. Dari aspek makro : sudut keluarga sistem hukum
b. Sudut pandang partisipan dan pengamat (Penstudi hukum).

➢ Keluarga sistem hukum memainkan peranan penting dalam menentukan model-


model penalaran dalam kerangka orientasi berpikir yuridis. Hal tersebut karena
beberapa alasan :
a. Keluarga sistem hukum merupakan produk historis yakni wujud pergumulan nilai-
nilai budaya, sosial, politik, ekonomi dan berbagai aspek nilai yang diakomodasi ke
dalam sistem hukum suatu negara atau bagian dari suatu negara.
b. Keluarga sistem hukum meletakkan dasar bagi pola perkembangan
(pembangunan) selanjutnya dari suatu sistem hukum.
c. Keluarga sistem hukum memperagakan karakteristik tertentu dari pengembanan
hukum baik pengembanan hukum praktis maupun teoritis.

➢ Biasanya ada 3 keluarga sistem hukum :


a. civil law system
b. common law system
c. socialist law system.

2
Penstudi hukum :
➢ Sudut pandang partisipan : penstudi hukum dan pengemban hukum.
➢ Sudut pandang pengamat : penstudi hukum tapi bukan pengemban hukum.
➢ Pengembanan hukum adalah kegiatan manusia berkenaan dengan adanya dan
berlakunya hukum di masyarakat. (B. Arief Sidharta)
➢ Sudikno Mertokusumo : seorang sarjana hukum, khususnya hakim selayaknya
menguasai kemampuan menyelesaikan perkara, yang terdiri dari tiga kegiatan utama
yaitu merumuskan masalah hukum, memecahkannya dan mengambil
keputusan.

➢ Enam langkah utama penalaran hukum (Shidarta) :


a. Mengidentifikasi fakta-fakta untuk menghasilkan suatu struktur (peta) kasus yang
sungguh-sungguh diyakini oleh hakim sebagai kasus yang riil terjadi;
b. Menghubungkan struktur kasus tersebut dengan sumber-sumber hukum yang
relevan, sehingga ia dapat menentapkan perbuatan hukum dalam peristilahan
yuridis;
c. Menyeleksi sumber hukum dan aturan hukum yang relevan untuk kemudian
mencari tahu kebijakan yang terkandung dalam aturan hukum itu, sehingga
dihasilkan suatu struktur (peta) aturan yang koheren;
d. Menghubungkan struktur aturan dengan struktur kasus;
e. Mencari alternatif-alternatif penyelesaian yang mungkin;
f. Menetapkan pilihan atas salah satu alternatif untuk kemudian diformulasikan
sebagai putusan akhir.

Anda mungkin juga menyukai