Anda di halaman 1dari 4

Nama : Salsabila Anindias Putri

NIM : 11000121120071
Kelas : Hukum dan Masyarakat (J)
Resume Video 3 Hukum dan Masyarakat
“Ilmu Hukum dan Ilmu Sosial”
Ilmu hukum yang dipelajari di UNDIP bukan ilmu hukum yang monodisiplin, tetapi ilmu hukum
yang interdisipliner. Sehingga, untuk memahami potret hukum yang utuh memerlukan bantuan
dari ilmu lain, khususnya ilmu sosial.
I. Perbedaan ilmu hukum (positive jurisprudence) dan ilmu pengetahuan sosial (social
science)
1. Dilihat dari kerabat ilmu, yaitu:
a. Ilmu hukum yang normatif (dasarnya peraturan perundang-undangan) bukan
termasuk science-legal science hanya positif legal data.
b. Ilmu sosial termasuk science-social science. Science adalah sistem pengetahuan
yang mencoba memahami dan menjelaskan dunia dan fenomenanya dalam
observasi cermat dan eksperimen yang sistematis.
2. Dilihat dari sifat obyek, yaitu:
a. Ilmu hukum tidak bersifat empirik, tetapi hanya positive judgement yang bersifat
in concreto (berbentuk putusan pengadilan) dan in abstracto (berbentuk peraturan
perundang-undangan), selain itu bersifat non moral (teori hukum murni), serta
bersifat netral.
b. Ilmu sosial bersifat empirik (realitas yang dapat tertangkap oleh panca indera dan
berdasarkan pada hasil observasi).
3. Dilihat dari data intelektual, yaitu:
a. Ilmu hukum berisi tentang proposisi (sesuatu minimal 2 konsep yang terhubung),
silogisme (premis mayor, premis minor dan konklusio), civil law (sumber hukum
formal, peraturan perundang-undangan) dan common law (sumber hukum materiil,
putusan pengadilan).
b. Ilmu sosial berupa data pengukuran indrawi atau disebut dengan fakta sosial.
4. Dilihat dari metode berpikir, yaitu:
a. Ilmu hukum berpikir dengan metode logis, koheren dalam jenjang (teori stufenbau,
sistematika peraturan perundang-undangan), tetapi terasing dari alam amatan
karena semata-mata sebagai ilmu hukum positif (peraturan perundang-undangan).
b. Ilmu sosial berpikir dengan metode sains melalui eksperimen dan membahas
mengenai kenyataan.
5. Dilihat dari premis atau asumsi, yaitu:
a. Ilmu hukum merupakan hasil judgement otoritas (ipso jure) dari sisi dogmatik,
peraturan dan idealis.
b. Ilmu sosial merupakan hasil amatan yang bersifat valid, sahih dengan instrumen
tertentu (ipso facto).
II. Perbedaan yuris (ahli hukum) dan ilmuwan sosial
1. Dilihat dari sosok kepribadian, yaitu:
a. Yuris sebagai seorang eksponen yang sensitif, kukuh terhdap model perilaku,
semangat universalismenya tinggi dan adanya pemaksaan model pada kehidupan
sehari-hari. Karkternya kaku dan tidak cair
b. Ilmuwan sosial sebagai seorang narator, analis yang lugas, pola perilaku dianggap
sebagai variable historic yang bersifat partikularistik dan tunduk pada hukum
probabilitas.
2. Dilihat dari hubungan dengan pemerintah, yaitu:
a. Yuris bekerja sama dengan pemerintah secara represif koersif (pengendalian
sebelum terjadi penyimpangan dengan keraas dan tegas) untuk mewujudkan
ketertiban dan ketentraman umum.
b. Ilmuwan sosial melihat keragaman arus bawah. Setiap penyimpangan dianggap
sebagai variable pengubah yang terdapat improvisasi kreatif dan spontan yang akan
melahirkan pembaharuan.
3. Dilihat dari posisi, yaitu:
a. Yuris sebagai pelaku suprastruktur pemerintahan (segala sesuatu yang
berhubungan dengan alat kelengkapan negara).
b. Ilmuwan sosial sebagai pendukung terjadinya perkembangan-perkembangan di
infrastruktur (segala sesuatu di luar alat kelengkapan negara secara formal, tetapi
tetap memberikan pengaruh dan andil terhadap kebijakan).
4. Dilihat dari cara berpikir, yaitu:
a. Yuris berpola pikir konvensional dan legalistic.
b. Ilmuwan sosial berpola pikir kontemporer, progresif dan kritis terhadap aliran
hukum positif.

III. Perkembangan ilmu hukum dan ilmu pengetahuan sosial


1. Dilihat dari akar Pendidikan, yaitu:
a. Ilmu hukum berakar dari penyelenggaraan dan Pendidikan hukum negeri Belanda
terlihat pada kitab-kitab yang diwarisi, seperti WVS, BW, dll.
b. Ilmu sosial berakar pada fakta sosial pribumi, hukum adat (van vollen hoven).
2. Dilihat dari objek kajian, yaitu:
a. Ilmu hukum objeknya hukum positif (mempelajari hukum sebagaimana apa yang
tertulis di buku).
b. Ilmu pengetahuan sosial objeknya, fakta sosial, adat di ranah infrastruktur
(mempelajari hukum sebagaimana ada di masyarakat).
3. Dilihat dari tradisi Pendidikan, yaitu:
a. Ilmu hukum tradisinya otoritarian sentralistik dengan metode berpikir deduktif
(premis mayor-premis minor) yang bertolak pada norma-norma yang tidak
terbantahkan lagi.
b. Ilmu sosial tradisinya otonom dengan metode berpikir induktif (premis minor-
premis mayor).
4. Dilihat dari kegunaan, yaitu:
a. Ilmu hukum berguna untuk menyelenggarakan pemerintahan kolonial yang Eropa-
sentris.
b. Ilmu sosial berguna sebagai sarana bantu saja (memahami dan mengelola
masyarakat pribumi) karena kolonial berusaha menguasai wilayah jajahan.
IV. Alasan yuris harus melihat “dunia lain”
a. Adanya perkembangan mulai dari orde baru sampai reformasi yang mana usaha
nasional dikonsentrasikan untuk pembangunan ekonomi dengan tolak ukur
keberhasilan yang dapat dilihat dan diukur dengan indikator empirik, sehingga yuris
tidak bisa hanya berpatokan pada rule and logic saja.
b. Langkah-langkah rekayasa masyarakat tidak lagi didominasi oleh imperatif-imperatif
ideologic yang bersifat formal-yuridis (peraturan-peraturan), tetapi harus dilihat dari
fakta sosial yang ada agar tepat.
c. Pertimbangan dan perhitungan harus didasarkan pada hukum sebab akibat terkait ilmu
sosial.
Keadaan-keadaan tersebut menimbulkan akibat pada dunia hukum, sebagai berikut:
1. Hukum tidak lagi merupakan ilmu dan kiat seni kehakiman yang berpusat di seputar
persoalan litigasi semata tetapi telah berkembang yang mana dapat membela hak-hak
sipil di luar litigasi (justice in many room).
2. Hukum menjadi bagian dari bargaining power yang dinamik dan sebagai bagian dari
ekspresi kolektif warga bangsa dalam hal keadilan.
3. Hukum sudah mulai digugat dengan dalih bahwa hukum selama ini hanya dapat
merefleksikan ide dan kepentingan elit di kota yang keinginannya hanya memaksakan
rekayasa dan bukannya hati nurani dan kearifan massa di desa-desa.
Hukum tidak hanya sebagai permainan juridiscdenken, tetapi juga merupakan kekuatan
riil yang berproses ke arah tertatanya kehidupan yang demokratik dan adil.
Akibatnya :
1. Konsep law as it is in the books dilengkapi dan diimbuhi dengan konsep law as what it
is functioning in society.
2. Kajian-kajian ilmu hukum mulai banyak mengungkap mantra-mantra struktural,
institusional bahkan behavioral.
V. Alasan perlunya ilmu sosial adalah untuk memahami lebih jauh lika-liku permasalahan
hukum yang termanifestasi sebagai peristiwa sosial/perilaku interaktif antar warga
masyarakat dengan cara, sebagai berikut:
1. Pengkaji hukum harus bersiap mendayagunakan teori-teori sosial dengan berbagai
variasi paradigmatic.
2. Metode yang dipakai tidak lagi metode normatif doktrinal, tetapi metode sosial
empirik-kuantitatif ataupun reflektif-kualitatif.
3. Para yuris telah menerima kenyataan dan mengakui bahwa mempelajari hukum tidak
boleh secara rule and logis saja, sehingga polarisasi yuris dan ilmuwan sosial menjadi
kabur.
4. Adagium menurut Oliver W. Holmes seorang hakim agung AS yang mana hukum tidak
hanya berbasis pada logika tetapi juga melihat pengalaman di lapangan (kenyataan).
5. Mata kuliah hukum dan masyarakat, sosiologi hukum, antropologi hukum, law and
behaviour, metode penelitian hukum yang mana tidak hanya doktrinal, tetapi juga non
doktrinal telah eksis menjadi kurikulum FH.
VI. Manfaat hasil penelitian ilmu sosial
1. Upaya mengubah ilmu hukum menjadi bagian ilmu sosial masih terlalu berlebihan
karena karakter rechtslehre tetap bertahan meskipun tidak lagi reine. Namun,
mengabaikan sama sekali hasil penelitian ilmu pengetahuan sosial dan kajiannya
sebagai masukan untuk membuat legal judgements yang lebih realistik dan menjamin
kemanfaatan hukum kurang bijaksana.
2. Para sarjana dan praktisi hukum mengumpulkan fakta temuan penelitian sosial untuk
membuat legal judgement yang lebih realistik tidak hanya penciptaan hukum in
abstracto, tetapi juga penemuan hukum in concreto.
3. Ilmuwan sosial mengusahakan agar temuannya tidak berhenti sebagai fakta sosial saja,
tetapi bisa ikut berproses menjadi judgement yang sah untuk mempengaruhi perilaku
dan pola perilaku sosial.
4. Ilmu hukum hendaknya tidak lagi dimodelkan sebagai sistem tertutup tetapi sebagai
sistem terbuka agar mudah diterapkan dalam lingkungan sosial dalam hal menginput
fakta sosial, memprosesnya sebagai throughtputs yang secara sosial relevan, kemudian
mengoutputkan kembali ke masyarakat sebagai social legal judgements yang
fungsional.

Anda mungkin juga menyukai