Anda di halaman 1dari 11

PERTEMUAN 1

RUANG LINGKUP SOSILOGI HUKUM

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
setelah Mahasiswa menyelesaikan Pertemuan 1 ini diharapkan mampu:

1. menjelaskan dan memahami definisi sosilogi


2. mahasiswa dapat menjelaskan Pengertian sosiologi Hukum secara umum
dan menurut para ahli
3. karakteristik sosiologi hukum

B. Uraian Materi

1. Definisi Sosiologi

Pada abad ke -19, seorang ahli filsafat yang berasal dari prancis ternama
yaitu Aguste Conte menulis beberapa beberapa buku untuk mempelajari
masyarakat, yang mana dia mengemukakan bahwa ilmu sosial mempunyai
urutan tertentu berdasarkan logika metode logika metode ilmiah dan bahwa
setiap penelitian dilakukan melalui tahap – tahap tertentu untuk mencapai
tahap akhir , yaitu tahap ilmiah sejak itulah Comte memperkenalkan sosiologi
sebagai ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Karya comte pertama kali muncul
dan diterbitkan antara tahun 1830- 1842 dengan judul “The Course of Postive
Philosophy1.

Secara etimologis kata sosiologi berasal dari bahasa latin yaitu socius yang
berarti kawan dan kata yunani logos yang berarti berbicara, jadi sosilogi
adalah berbicara mengenai masyarakat2. Bagi seorang comte sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil
akhir dalam perkembangan ilmu pengetahuan berdasarkan penagamatan dan
tidak ada spekulasi keadaan masyarakat namun melalui hasil observasi yang
disusun secara sistematis dan metodelogi.

Sebenarnya apabila kita kaji objek sosilogi adalah masyarakat, sudah


terbentuk sejak Aristoteles hanya saja pada waktu itu istilah sosilogi sebagai
1
Yesmil Anwar Dan Adang, Penghantar Sosiologi Hukum, Jakarta : PT Grasindo,
Cetakan Keempat, Hal 2,2017
2
Ibid hal 2
ilmu pengetahuan belum terbentuk. Dalam hal ini sosiologi jelas ilmu sosial
yang objeknya adalah masyarakat, sebagai ilmu yang berdiri sendiri karena
memiliki unsur ilmu pengetahuan yang mana cirri- cirri sebagai berikut :

1) Bersifat empiris, yang berarti ilmu pengetahuan tersebut di dasari


pada observasi terhadap kenyataan akal sehat dan hasilnya bersifat
spekulatif.
2) Bersfiat teoritis bahwa ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha
menyusun abtraksi dari hasil – hasil observasi
3) Bersifat komulatif bararti bahwa teori – teori sosilogi dibentuk atas
dasar teori – teori yang sudah ada, dalam ini berarti memperbaiki,
memperluas, serta memperhalus teori- teori yang lama
4) Bersifat non – etis, yang berarti pokok yang dipersoalkan bukanlah
baik atau buruknya fakta tertentu, akan tetapi bertujuan untuk
menjelaskan fakta secara analistis

Berkaitan dengan penjabaran di atas Pitirim Sorikin mengatakan bahwa


sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal
balik antara aneka macam gejala – gejala sosial diantaranya adalah gejala
ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi dengan
gejala lainnya ( non – sosial)

Sedangkan mayor polak mengatakan sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang


mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan, yakni hubungan antara manusia
dengan manusia, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompk, baik
formil maupun materil, baik statis maupun dinamis. Berdasarkan definisi sosilogi
yang sudah diuraikan tersebut maka sosiologi sangat luas cangkupannya.

Adapun sosilogi juga sebagai ilmu pengetahun yang mana apabila kita cermati
manusia sebagai mahluk Tuhan Yang maha Esa yang merupakan mahluk yang
mempunyai kesadaran dari kemampuan berpikir berkehendak dan perasaanya
mendapatkan kesenangan, namun untuk mendapatkannya lewat ke intelektual
manusia itu sendirilah yang disebut Ilmu. Menurut Satjipto Raharjo “ilmu adalah
untuk kenyataan bukan sebaliknya kenyataan untuk ilmu , apabila kenyataan
untuk ilmu kenyataan i3tu dimanupulasi sehingga cocok dengan ilmu dan teori
yang ada”4

Berdasarkan uraian di atas sosiologi juga sebagai Ilmu Pengetahuan karena


menganilisa kenyataan untuk dijadikan ilmu yang mempunyai ciri dibawah ini:

a) Empiris, artinya didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal


sehat, dalam arti tidak spekulatif
b) Teoritis yang artinya menyusun abtraksi dari hasil observasi yang
menjelaskan sebab – akibat dalam penyusunan teori
c) Komulatif yang artinya sosilogi dibentuk atas dasar teori yang sudah ada
dalam arti memperbaiki dan memperluas teori yang sudah lama
d) Non etis artinya yang dipersoalkan bukanlah buruk – baiknya fakta
tertentu tetapi mampu menjelaskan fakta tersebut secara analitis

Sosioligi juga sangat erat bersangkutan dengan gejala- gejala di dalam


masyarakat yang mana sosiologi bukanlah disiplin yang normatife tetapi disiplin
kategoris tergolong ilmu pengetahuan murni dan bukan terapan. Sebagai ilmu
pengetahuan sosilogi membatasi diri terhadap persoalan penilaian apabila kita
terjemahkan tidak menetapkan kearah mana sesuatu seharusnya berkembang
tetapi menyangkut petunjuk –petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan
masyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Dengan demikian cara
berpikir sosilogis akan menemukan pemahaman yang berbeda mengenai arti
sosial dengan apayang diungkapkan oleh para ahli hukum ataupun ahli lainya,
pemahaman sosiologis memiliki beberapa cirri adalah sebagai berikut5:

1) Paham sosilogis memiliki motif penelanjangan artinya berusaha


mengetahui apayang berada dibalik kenyataan sosial yang diterima oleh
banyak orang. Bersifat metodelogis, ingin mengetahui seluruh proses
sosial ( aspek metodelogis) yang terjadi bukan motif psikologi

4
Ibid hal 6
5
Ibid, hal 21
2) Motif kurang hormat, artinya selalu mempertanyakan apa yang ada dan
tidak menerima sesuatu kenyataan yang sudah terjadi semestinya. Hal ini
tidak berarti berevosioner dan tidak konservatif
3) Motif tidak menisbikan kenyataan artinya nilai – nilai pemikiran manusia
karena memandang permasalahan dengan dikondisikan menurut tempat
dan waktu tertentu.
4) Motif kosmopolitan, artinya motif sosiologi yang bersifat terbuka terhadap
dunia luas, memerdekakan orang dalam rangkaian kejadian – kejadian
kehidupan manusia yakni memberikan kesempatan berpikir terhadap cara
– cara berpikir dan bertindak lain

Dengan pemahaman sosiologis tersebut, tentunya akan dapat


mendekontruksi , membongkar arti atau makna sosial dari hukum yang sempurna.
Pemahaman sosiologis terhadap realitas akan mampu mengantarkan realitas sosial
yang melampaui maknanya dengan itu mempertemukan hukum dari sisi lain
dengan realitasnya karena pada kenyataanya hukum dipahami bukan lewat pasal –
pasal yang tertuang dalam setiap perundang – undangan tetapi dipahami dalam
struktur masyarakatnya itulah kita dengan sosilogi hukum .

2. Pengertian Sosilogi Secara Umum

Sosiologi Hukum merupakan cabang Ilmu yang termuda dari cabang ilmu
Hukum yang lain, hal itu tampak pada Hasil karya tentang sosiologi hukum Yang
hingga kini masih sangat sedikit. Hal itu di karenakan eksistensi sosiologi Hukum
sebagai ilmu yang baru yang Berdiri sendiri, banyak di tentang oleh para ahli,baik
ahli hukum ataupun ahli sosiologi. Sosiologi hukum merupakan suatu Cabang
ilmu pengetahuan yang antara Lain meneliti mengapa manusia patuh Pada hukum
dan mengapa dia gagal Untuk menaati hukum tersebut serta Faktor-faktor sosial
lain yang mempengaruhinya. Sosiologi hukum merupakan suatu cabang dari
sosiologi umum.

Pengertian Sosiologi Hukum ini menganalisa bagaimana jalannya suatu


Hukum dalam masyarakat, yang merupakan hal utama bagi para pengguna
Hukum agar tahu betapa berpengaruhnya Hukum dalam suatu masyarakat, hal
inilah yang membuat betapa harus kita belajar mengenai Sosiologi Hukum.
Pengertian Sosiologi Hukum ini menganalisa bagaimana jalannya suatu Hukum
dalam masyarakat, yang merupakan hal utama bagi para pengguna Hukum agar
tahu betapa berpengaruhnya Hukum dalam suatu masyarakat, hal inilah yang
membuat betapa harus kita belajar mengenai Sosiologi Hukum.

Adapun Pengertian sosiologi hukum menurut beberapa pakar:

Menurut Soerjono Soekamto, Sosiologi merupakan suatu cabang ilmu


pengetahuan yang antara lain meneliti mengapa manusia patuh pada hukum dan
mengapa dia gagal untuk mentaati hukum tersebut, serta faktor-faktor sosial lain
yang mempengaruhinya.

Sedangkan Satjipto Rahardjo, Sosiologi hukum adalah ilmu yang


mempelajari hukum bukan dalam bentuk pasal undang-undang, melainkan hukum
yang dijalankan sehari-harinya atau tampak kenyataannya.

Adapun padangan tokoh eropa barat terhadap sosiologi hukum diantaranya :

1) Karl Marx (1818-1883)

Menurut Marx, hukum dan kekuasaan politik itu merupakan sarana kapitalis
yang berkuasa dibidang ekonomi, yang dapat ditarik makna hukum bukanlah
sekali – kali model idealisasi moral masyarakat bukan saja berlaku sebagai fungsi
politik melainkan sebagain fungsi ekonomi yang pada pokonya pemikiran Marx
dalam sosiologi hukum sebagai berikut:

1. Hukum adalah alat yang menyebabkan timbulnya komplik dan


perpecahan. Hukum tidak berfungsi untuk melindungi untuk semua
hanya melindungi kelompok- kelompok yang dominan
2. Hukum bukan merupakan alat intergrasi tetapi merupakan pendukung
ketidaksamaan dan ketidakseimbangan yang dapat membentuk
perpecahan kelas
3. Hukum dan kekuasan merupakan sarana dari kaum kapitalis yang
berkuasa dibidang ekonomi, untuk melenggengkan kekuasaanya
4. Hukum bukanlah model idealis dari moral masyarakat atau setidak-
tidaknya masyarakat bukanlah manifestasi normatife dari apayang telah
dihukumkan.

Marx dapat dikatakan sebagai seorang sosilogi hukum yang dapat


diperjelas dengan pendapatnya tentang pencurian kayu pada tahun 1842-1843
pada waktu itu Marx mengatakan hukum adalah tatanan yang memenuhi kelas
orang yang punya dalam masyarakat, hukum juga merupakan suatu bangunan
yang ditopang oleh interaksi antara kekuatan – kekuatan sektor ekonomi.

2) Henry S.Maine ( 1882-1888)


Pemikiran Maine di bidang sosiologi hukum adalah
1. Masyarakat bukanlah masyarakat yang serba laten melainkan yang
bersifat contingent. Dari sinilah ia cetuskan sebagai bapak teori
Evolusi Klasik yang mengatakan bahwa masyarakat yang progresif
adalah masyarakat yang bergerak dari status ke kontrak
2. Dalam masyarakat terdapat askripsi – askripsi tertentu yang
sesungguhnya merupakan penganugrahan atribut dan kapasitas
kepada warga masyarakat yang bersangkutan dengan posisi masing –
masing di dalam tatanan status yang telah ditradisikan dalam
masyarakat. Hubungan antara status dihubungkan atas dasar askripsi
tersebut
3. Kenyataan dalam masyarakat akan berubah tatkala masyarakat
melakukan transisi ke situasi – situasi baru yang berhubungan dengan
membesarnya agregasi dalam kehidupan. Juga kian meningkatnya
interdepensi antara segmen – segmen sosial dalam kehidupan
ekonomi
Pemikiran maine tersebut di dasarkan pada asusmi bahwa masyarakat
bukan sebagai suatu tipe ideal yang permanen, melaikan sebagai
suatu sistem variable yang tak pernah bisa terbebas dinamika proses.
Oleh karena itu ia mengatakan bahwa masyarakat bukanlah yang
serba laten.
3) Emile Durkheim ( 1858- 1917)

Dia adalah seorang ahli sosiologi yang sejak semula mempunyai perhatian
yang sangat tinggi terhadap hukum. Sebagai seorang sosiolog ia amat terikat
pada penggunaan metodelogi empiris. Pusat yang diperhatikan Durkeim adalah
pernyataan terbesar bagaimana tentang apa sebabnya masyarakat terbentuk,
bukaknkah masing – masing orang itu mempunyai kepentingan dan keinginan
sendiri – sendiri sekaligus demikian mengapa mereka hidup dalam ikatan
masyarakat dan apayang menyebabkan masyarakat itu terikat dalam kesatuan
kehidupan?

di dalam idenya tentang hukum Durkheim bertolak dari penemuan yang terjadi di
dalam masyarakat, dengan demikian cara metode empirisnya ia melihat
jenis – jenis hukum dengan tipe solidaritas dalam masyarakat. Ia membedakan
antara hukum yang bersifat menindak dan yang mengganti. ( repressive dengan
restitutive) dalam konsepnya hukum sebagai moral sosial pada hakikatnya
adalah suatu ekpresi solidaritas sosial yang berkembang di dalam suatu
masyarakat yang artinya hukum hanya cerminan sosial dimasyarakat

apabila kita cermati tentang idenya tersebut, maka hukum yang bersifat
menindak yang dikatakan Durkheim bisa disamakan dengan hukum pidana yang
berkembang diindonesia, dasar dari solidaritas sosial yang disebut solidatas
mekanik yang mana timbul dari kesamaan yang mengaitkan antar individu
dengan masyarakat yang demikian ini terdapat kesamaan antara para anggota di
dalam masyarakatnya baik dalam kebutuhan , perlakuan, serta sikapnya, yang
menarik para anggotanya menjadi satu, melainkan juga melandaskan
masyarakatnya menjadi berdiri.

Atas solidaritas tersebut Durkeim membedakan solidaritas secara dikotomis


menjadi dua tipe yaitu mekanis dan organis terdapat penjelasan terhadap
solidaritas tersebut bila kita kaji kaitannya hukum dengan solidaritas mekanik
dan hukum dengan solidaritas organik

Hukum dengan solidaritas mekanik


Dikatakan oleh Durkheim ketika masyarakat masih berada di tahapan
diferensiasi segmental, masyarakat tampak sebagai himpunan sekian banyak
satuan pilihan yang masing – masing berformat kecil antara yang satu dengan
yang lain seragam. Solidaritas dominan dalam masyarakat yang terdiferensiasi
secara segmental ini dapat dikatakan solidaritas mekanik dengan hukum yang
fepresif, dalam masyarakat yang segmental ini satuan pilihan yang satu dapat
dilepas dari hubungan dengan yang lain, tanpa mengganggu fungsi keseluruhan
sistem hal ini berubah tatkala masyarakat beralih tahapan berikutnya yaitu
tahapan fungsional. Dalam tahap ini masyarakt sudah tumbuh menjadi kesatuan
sistem yang tunggal dan koheren dalam solidaritas ini seorang warga masyarakat
secara langsung terikat kepada masyarakat. Hal ini dapat terjadi dengan indikasi
cita – cita bersama dari masyarakat yang bersangkutan secara kolektif lebih kuat
serta lebih intensif daripada cita – cita masing – masing warganya secara
individual.

Hukum dan solidaritas organik

Hukum yang menindak mencerminkan masyarakat yang bersifat kolektif,


sedangkan hukum yang mengganti merupakan cerminan masyarkat yang telah
terdiferensiasi dan terspesialisasi ke dalam fungsi – fungsi, keadaaan ini
menciptkan perbedaan – perbedaan dalam pengalaman dan pandangan, dalam
dinamikanya diferensi ini menimbulkan kebutuhan akan adanya kerjasama antar
anggota masyarakat tipe inilah yang dinamakan dengan organik. Hukum
dibutuhkan bukan hanya bersifat menindak tetapi memberikan penggantian,
sehingga keadaaanya mnejadi pulih kembali seperti semula.

Dalam masyarakat yang berkembang secara modern, heterogen, dan penuh


dengan diferensiasi, solidaritas organik dapat mengatasi solidaritas mekanik,
yang mana hukum refresif tidak lagi berfungsi secara dominan dan digantikan
dengan restitusi.

3. Karakteristik Sosiologi Hukum

Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan
analitis mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum sebagai gejala sosial,
dengan gejala gejala sosial lain. Studi yang demikian memiliki beberapa
karakteristik, yaitu :
1) Sosiologi hukum bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap praktek
prektek hukum. : Sosiologi hukum bertujuan untuk memberi penjelasan
terhadap praktek-praktek hukum baik oleh para penegak hukum atau
masyarakat, seperti dalam pembuatan undang-undang, praktek peradilan dan
sebagainya. Apabila praktek itu dibedakan kedalam pembuatan undang
undang, penerapanya, dan pengadilannya, maka ia juga mempelajari
bagaimana praktek yang terjadi dari kegiatan hukum tersebut. Dengan
demikian makin jelas sudah tugas dari sosiologi hukum yaitu mempelajari
tingkah laku manusia dalam bidang hukum. Menurut Weber, tingkah laku ini
memiliki dua segi, yaitu “luar” dan “dalam”. Dengan demikian sosiologi
hukum tidak hanya menerima tingkah laku yang tampak dari luar saja, tetapi
juga meperoleh penjelasan yang bersifat internal, yaitu meliputi motif-motif
tingkah laku seseorang.

2) Sosiologi hukum senantiasa menguji kekuatan empiris (empirical validity)


dari suatu peraturan atau pernyataan hukum.
Sosiologi hukum senantiasa menguji keabsahan empiris, dengan usaha
mengetahui antara isi kaidah dan di dalam kenyataannya, baik data empiris
maupun non empiris. Pernyataan yang bersifat khas di sini adalah
“Bagaimanakah dalam kenyataannya peraturan tersebut?”, “Apakah
kenyataan seperti yang tertera dalam bunyi perturan tersebut?”
Perbedaan yang besar antara Pendekatan tradisional yang normatif dan
pendekatan sosiologis adalah bahwa yang pertama menerima saja apa yang
tertera pada peraturan hukum, sementara yang kedua menguji dengan data
(empiris). Misalnya :terhadap putusan pengadilan, pernyataan notaris dan
seterusnyaApakah sesuai dengan realitas empirisnya?
3) Sosiologi hukum tidak melakukan penilain terhadap hukum. Obyek yang
diamatinya adalah tingkah laku yang menyimpang dan yang taat.perhatian
utamanya ada pada pemberian penjelasan terhadap objek yang dipelajarinya.
Tingkah laku yang Mentaati hukum atau yang menyimpang dari hukum
sama-sama menjadi obyek dari bahasan ilmu ini. Pendekatan yang demikian
itu kadang-kadang menimbulkan salah paham, seolah-olah sosiologi hukum
ingin membenarkan praktek-praktek yang melanggar hukum. Pendekatan
yang demikian itu kadang Kadang menimbulkan salah paham, seolah-olah
sosiologi hukum ingin membenarkan praktek praktek yang melanggar
hukum. Sekali lagi bahwa sosiologi hukum tidak memberikan penilaian,
melainkan mendekati hukum Sebagai obyektifitas semata dan Bertujuan
untuk menjelaskan terhadap Fenomena hukum yang nyata.
Semua perilaku hukum dikaji dalam nilai yang sama tanpa melihat apakah itu
benar, karena sosiologi hukum sesungguhnya adalah seinwissenschaaft ( ilmu
tentang kenyataan). Jadi orang-orang sosiologi hukum tidak boleh apriori,
contoh : pelaku pidana tidak bisa dimaknai orang yang selalu jahat.
Sosiologi hukum didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang
secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal
balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya

Referensi :
1. Sajtipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 2000,
2. Lawrence M. Friedmaan, American Law In Introduction (Hukum Amerika
Sebuah Pengantar), Scond Edition, Penerjemah : Wisnu Basuki, PT. Tata Nusa,
Jakarta, 2001,

Anda mungkin juga menyukai