Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
1.1 Perdamaian
1.1.1 Pengertian Perdamaian

Perdamaian adalah yakni Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa atau

perkara, supaya tidak usah diperiksa atau diputus oleh hakim dalam putusan

pengadilan. Sebelum memeriksa suatu perkara perdata, hakim diwajibkan terlebih

dahulu mencoba mendamaikan kedua belah pihak. Perdamaian yang dicapai

dimuka hakim atau Pengadilan dibuat dalam bentuk akta perdamaian dan berlaku

seabagai suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang

tetap.55

Menurut Wirjono Prodjodikoro, mengemukakan bahwa BW 56 title 18 dari

buku III mengatur tentang suatu persetujuan yang bersifat menghentikan suatu

keragu-raguan tentang isi perhubungan hukum antara kedua belah pihak

(Vasstelling overeenkomst), persetujuan ini oleh BW dinamakan dading. Kata

perdamaian artinya menghentikan persengketaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

sedangkan dalam kamus hukum yang ditulis oleh Subekti, Perdamaian adalah yakni

Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa atau perkara, supaya tidak usah

diperiksa/diputus oleh hakim /Pengadilan. Sebelum memeriksa suatu perkara

perdata sipil, hakim diwajibkan terlebih dahulu mencoba mendamaikan kedua

belah pihak. Perdamaian yang dicapai dimuka hakim atau Pengadilan dibuat dalam

55
R.Subekti, Kamus Hukum, cet.16,(PT.Pradnya Paramiata,2005,Jakarta), hlm.89
56
Burgelijk Wetbook (KUHPerdata): KUH Perdata diundangkan dan diberlakukan di
Indonesia dengan Staatsblad 30 April 1847 No.23,sejak deklarasi kemerdekaan Republik Indonesia
tetap berlaku berdasarkan aturan peralihan Pasal II UUD 1945,Berita Republik Indonesia, II, 7 hlm
45 -48, penjelasan hlm 51-56.

34
35

bentuk akta perdamaian dan berlaku seabagai suatu putusan hakim yang telah

memperoleh kekuatan hukum yang tetap. 3

Sedangkan menurut Subekti, perdamaian adalah merupakan perjanjian

formal, karena diadakan menurut suatu formalitas tertentu, bila tidak maka

perdamaian tidak mengikat dan tidak sah 4, untuk memenuhi formalitas itu penting

bagi penulis untuk menjelaskan pengertian tentang akta sebagai bukti tulisan yang

otentik. Wawan Muhwan Hariri berpendapat bahwa, perjanjian perdamaian adalah

perjanjian yang memupus hak dan kewajiban semua pihak yang terlibat didalam

perjanjian sehingga seluruh sengketa yang diakibatkan oleh perjanjian yang

dimaksudkan. 5

Kata memperdamaikan, mendamaikan dipadankan dengan kata “resolve,

peacefully.”6 Perdamaian, artinya penghentian permusuhan. Damai, artinya tidak

bermusuhan, keadaan tidak bermusuhan, berbaik kembali, tenteram aman.

Berdamai, artinya berbaik kembali, berunding untuk menyelesaikan perselisihan.

Mendamaikan atau memperdamaikan, artinya menyelesaikan permusuhan,

merundingkan supaya mendapat persetujuan.

1.1.2 Perjanjian Perdamaian Menurut KUHPerdata

Mengenai perdamaian diatur dalam pasal 1851 sampai dengan 1864

KUHPerdata, menurut pasal 1851 KUHPerdata yakni

“ Perdamaian yaitu suatu persetujuan dengan mana kedua belah


pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu

3
R.Subekti, Kamus Hukum, Op.Cit., hlm.89
4
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan ke XI, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014),
hlm 177
5
Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan Dalam Islam,
(Bandung : CV Pustaka Setia, 2011), hlm 92
6
John M.Echols dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia Inggeris, (Jakarta : PT.Gramedia,
1994), hlm. 129.
36

barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau


mencegah timbulnya suatu perkara”7
Unsur-unsur yang tercantum dalam perjanjian perdamaian :

a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak

Dalam perdamaian, kedua belah pihak harus saling sama-sama

menyetujui dan suka rela mengakhiri persengketaan. Persetujuan

tidak boleh hanya dari sebelah pihak atau dari hakim, sehingga

berlaku persetujuan yang telah diatur dalam Pasal 1320 KUH

Perdata.

Oleh karena itu dalam suatu persetujuan tidak boleh ada cacat pada

setiap unsur, seperti kekeliruan/kekhilafan (dwaling), paksaan

(dwang), penipuan (bedrog). Sedangkan dalam Pasal 1859 KUH

Perdata perdamaian dapat dibatalkan jika terjadi kekhilafan

mengenai orangnya, dan mengenai pokok yang diperselisihkan.

Kemudian dalam Pasal 1860 dikatakan beberapa faktor kesalah

pahaman perdamaian, seperti kesalahpahaman tentang duduknya

perkara, dan kesalahpahaman tentang suatu atas hak yang batal.

• Adanya kata sepakat secara suka rela (toestemming).

• Kedua belah pihak cukup membuat persetujuan

(bekwamheid).

• Dibuat persetujuan mengenai pokok yang tertentu (bepaalde

onderwerp).

• Dengan dasar alasan yang diperbolehkan (geoorlosfde

oorzaah).

7
Soedharyo Soimin, Op.cit hlm 457
37

b. Isi perjanjiannya menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu

barang

Suatu perdamaian yang tidak secara tuntas mengakhiri sengketa

yang sedang terjadi antara kedua belah pihak dianggap tidak

memenuhi syarat. Putusan seperti ini tidak sah dan tidak mengikat

kepada dua belah pihak. Perdamaian sah dan mengikat jika yang

sedang disengketakan dapat diakhiri oleh perdamaian yang

bersangkutan.

c. Kedua belah pihak sepakat mengakhiri sengketa

Persetujuan perdamaian tidak sah jika dalam bentuk lisan dan harus

bersifat tertulis dan sifatnya biasanya memaksa (imperatif). Maksud

diadakan perjanjian perdamaian secara tertulis adalah untuk menjadi

alat bukti bagi para pihak untuk diajukan ke hadapan hakim. Jika

dilihat dari bentuk persetujuan perdamaian, maka dapat dibedakan

dua bentuk format persetujuan perdamaian, yakni putusan

perdamaian dan akta perdamaian.

d. Sengketa tersebut sedang diperiksa atau mencegah timbulnya suatu

perkara (sengketa).8

Perdamaian harus didasarkan pada persengketaan yang sedang

diperiksa, karena menurut Pasal 1851 KUHPerdata persengketaan

itu sudah berwujud sengketa perkara di pengadilan dan sudah nyata

wujud dari persengketaan perdata yang akan diajukan ke pengadilan,

8
Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak,Cetakan ke IX,
(Jakarta : Sinar Grafika, 2013), hlm 92
38

sehingga perdamaian yang dibuat oleh para pihak mencegah

terjadinya persengketaan di sidang pengadilan.

1.1.3 Perdamaian Menurut PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang

Prosedur Mediasi Di Pengadilan

Berdasar pada Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun

2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan 9, bahwa dalam penyelesaian sengketa

melalui mediasi, wajib bagi Setiap Hakim, Mediator, Para Pihak dan/atau kuasa

hukum mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui Mediasi.

Kesepakatan perdamaian adalah kesepakatan hasil mediasi dalam bentuk

dokumen yang memuat ketentuan penyelesaian sengketa yang ditandatangani oleh

Para Pihak dan Mediator. Menurut Perma Nomor 1 Tahun 2016 10 hasil kesepakatan

perdamaian dituangkan dalam akta Perdamaian yang memuat isi naskah

perdamaian dan putusan Hakim yang menguatkan Kesepakatan Perdamaian.

1.1.4 Dasar Hukum Akta Perdamaian Atau Perjanjian

Dasar hukum yang melekat pada akta perdamaian itu telah di jelasakan di

dalam PERMA No.1 Tahun 2016 pasal 17 yang menyatakan :

1. Apabila mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak


dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis
kesepakatan yang dicapai dan di tandatangani oleh mediator dan
para pihak
2. Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang
yang telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan
perdamaian
3. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim
untuk di kuatkan dalam bentuk akta perdamaian.

9
Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 175
10
Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 175
39

Selain itu akta perdamaian juga memiliki dasar hukum dalam pasal 1858

KUHPerdata 11, pasal 130 HIR/154 RBg Untuk saat ini, pemberlakuan mediasi

dalam sistem peradilan di Indonesia didasarkan pada Perma Nomor 1 Tahun 2016

tentang prosedur mediasi yang menetapkan mediasi sebagai bagian dari hukum

acara dalam perkara perdata, sehingga suatu putusan akan menjadi batal demi

hukum manakala tidak melalui proses mediasi (Perma Pasal2). Meskipun tidak

dapat dibandingkan dengan Undang-Undang, Perma ini dipandang sebagai

kemajuan dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa yang masih menganggap mediasi sebagai

penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

1.1.5 Subjek dan Objek Perdamaian

Pada dasarnya setiap orang dapat mengadakan perdamaian, namun di dalam

pasal 1852 KUHPerdata ditentukan bahwa orang yang berwenang untuk

mengadakan perdamaian adalah orang yang berwenang untuk melepaskan haknya

atas hal-hal yang termaktub dalam perdamaian itu. Sedangkan orang yang tidak

berwenang mengadakan perdamaian adalah :

a. Para wali dan pengampu, kecuali jika mereka bertindak


menurut ketentuan- ketentuan dari Bab XV dan Bab XVII dalam
Buku Kesatu KUHPerdata;
b. Kepala-kepala daerah dan kepala lembaga-lembaga umum. 12
Objek Perjanjian perdamaian diatur dalam Pasal 1853 KUHPerdata.

Adapun objek perjanjian perdamaian adalah :

a. Perdamaian dapat diadakan mengenai kepentingan


keperdataan yang timbul dari suatu kejahatan atau
pelanggaran. Dalam hal ini, perdamaian sekali-sekali tidak

11
pasal 1858 ayat 1 KUH perdata: segala perdamaian mempunyai di antara pihak suatu
kekuatan seperti suatu putusan hakim dalam tingkat penghabisan.”
12
Salim HS, Op.cit, hlm 93.
40

menghalangi pihak kejaksaan untuk menuntut kejahatan atau


pelanggaran yang bersangkutan (AB. 23, 25, 28, 30;
KUHPerdata 1356 dsb Sv.10);
b. Setiap perdamaian hanya menyangkut soal yang tercantum
didalamnya. Sedangkan pelepasan segala hak dan tuntutan-
tuntutan itu berhubungan dengan perselisihan yang menjadi
sebab perdamaian tersebut. KUHPerdata Pasal 1350) 13

1.1.6 Perdamaian Yang Tidak Dibolehkan

Pada dasarnya subtansi perdamaian dapat dilakukan secara bebas oleh para

pihak, namun undang-undang telah mengatur berbagai jenis perdamaian yang tidak

boleh dilakukan oleh para pihak. Perdamaian yang tidak dibolehkan ditentukan

dalam pasal 1859 sampai dengan pasal 1862 KUHPerdata. Perdamaian yang tidak

diperbolehkan adalah sebagai berikut :

a. Perdamaian tentang telah terjadi kekeliruan mengenai orang


yang bersangkutan atau pokok perkara;
b. Perdamaian yang telah dilakukan dengan cara penipuan
(dwaling) atau paksaan (dwang);
c. Perdamaian mengennai kekeliruan mengenai duduk perkara
tentang suatu alas hak yang batal, kecuali bila para pihak telah
mengadakan perdamaian tentang kebatalan itu dengan
pernyataan tegas;
d. Perdamaian yang diadakan atas dasar surat-surat yang
kemudian dinyatakan palsu.

1.2 Notaris
1.2.1 Pengertian Notaris

Pengertian Notaris menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang

yang mendapat kuasa dari pemerintah untuk mengesahkan dan menyaksikan

berbagai surat perjanjian, surat wasiat, akta dan sebagainya 14. Pengertian Notaris

dapat dilihat pula dalam Pasal 1 angka 1 Undang- UUJN yaitu sebagai berikut:

13
Ibid.
14
Anonim, (tanpa tahun), diakses dari: http://kbbi.web.id/notaris, pada hari Jumat, tanggal
17 Februari 2017, pukul 20.47 WIB.
41

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat


akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini”.
Dalam pasal 1868 KUH Perdata mensyaratkan supaya suatu akta

mempunyai kekuatan bukti otentik maka harus dibuat oleh Pejabat Umum yang

berwenang. Jadi tidak setiap orang dapat atau boleh membuat akta. Pembuatan akta

otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka

menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Selain akta otentik

yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh

peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena di kehendaki oleh pihak demi

kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan

sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.

1.2.2 Dasar Hukum Jabatan Notaris

Dalam menjalankan profesinya, Notaris memberikan pelayanan hukum

kepada masyarakat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris, serta perubahannya dalam Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris15.

Dengan berlakunya undang-undang ini, maka Reglement op Het Notaris

Ambt in Indonesia/Peraturan Jabatan Notaris Di Indonesia dicabut dan dinyatakan

tidak berlaku.

Keberadaan notaris, secara etis yuridis, pada awalnya diatur dalam rambu-

rambu Burgerlijk Wetboek terutama Buku Keempat dalam pasal-pasal sebelumnya,

15
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5491
42

yang secara sistematis merangkum suatu pola ketentuan alat bukti berupa tulisan

sebagai berikut:

a. bahwa barang siapa mendalilkan peristiwa di mana ia mendasarkan suatu

hak, wajib baginya membuktikan peristiwa itu; dan sebaliknya terhadap

bantahan atas hak orang lain (1865 BW);

b. bahwa salah satu alat bukti ialah tulisan dalam bentuk autentik dan di bawah

tangan. Tulisan autentik ialah suatu akta yang dibuat sebagaimana

ditentukan oleh undang-undang; dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum

yang berwenang; di tempat mana akta itu dibuat (1866-1868 BW);

c. bahwa notaris adalah pejabat umum satu-satunya yang berwenang membuat

akta autentik. 16

Ketentuan tersebut menunjukkan alat bukti tertulis yang dibuat autentik oleh

atau di hadapan notaris berada dalam wilayah hukum perdata (pribadi/privat). Ini

berbeda dengan istilah ”barang bukti” dalam hukum pidana atau ”dokumen surat”

dalam hukum administrasi negara ataupun hukum tata usaha negara yang biasa

disebut dengan surat keputusan (beschikking), di mana termasuk dalam wilayah

hukum publik. Alat bukti tertulis autentik yang dibuat notaris berbeda maksud

tujuan dan dasar hukumnya dengan surat keputusan yang dibuat oleh badan atau

pejabat tata usaha negara dalam melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan

urusan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah.

1.2.3 Kewenangan Notaris

16
Pasal 1 Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia / Peraturan Jabatan Notaris Di
Indonesia, Staatsblad 1860 Nomor 3 Tahun 1860
43

Kewenangan merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan

kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

yang mengatur jabatan yang bersangkutan. 17Wewenang secara atribusi adalah

pemberian wewenang yang baru kepada suatu jabatan berdasarkan suatu peraturan

perundang-undangan atau aturan hukum. Wewenang secara delegasi merupakan

pemindahan dan/atau pengalihan wewenang yang berdasarkan suatu peraturan

perundang-undangan atau aturan hukum dan mandat sebenarnya bukan pengalihan

atau pemindahan wewenang, tapi karena yang berkompeten berhalangan. 18

Notaris adalah orang yang mendapat wewenang dari pemerintah untuk

menyaksikan dan mengesahkan berbagai surat menyurat yang berkenaan dengan

hukum (misalnya surat perjanjian, wasiat, akta, dsb). 19 Dalam pasal 1 ayat (1)

UUJN, Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik

dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Dari pasal di atas, jelas bahwa pejabat umum yang pada umumnya

berwenang membuat akta otentik adalah notaris. Jika ditunjuk pejabat umum lain

sebagai pejabat umum yang berwenang, maka hal itu adalah suatu pengecualian.

Sehubungan dengan kewenangan notaris tersebut, maka ada 4 hal kewenangan

yaitu: 20

1. berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuatnya itu.


2. berwenang sepanjang mengenai orang untuk kepentingan siapa
akta itu dibuatnya.
3. berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta itu dibuat. Jika
tidak maka akta yang dibuatnya tidak sah.
4. berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.

17
Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT di Indonesia, (Jakarta : Mandar Maju,
2009), hlm 77
18
Ibid
19
Umi Chulsum dan Windy Novia. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya : Kashiko,
2006), hlm 484
20
G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta : Erlangga. 1983) hlm 33
44

Berdasarkan Pasal 15 UUJN diuraikan kewenanganNotaris yang harus

dilaksanakan dalam menjalankan jabatannya, yaitu :

1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua


perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh undang-undang.
2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Notaris berwenang pula:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian
tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar
dalam buku khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa
salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan
digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat
aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan
pembuatan Akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat Akta risalah lelang.
Pasal 15 ayat (3) Undang-undang Jabatan Notaris tersebut merupakan

wewenang yang akan ditentukan dikemudian hari berdasarkan aturan hukum lain

yang akan datang (ius constituendum), wewenang notaris yang akan ditentukan

kemudian merupakan wewenang yang akan muncul atau ditentukan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang mengikat secara umum, berkaitan dengan

wewenang tersebut.

Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (1) dan ayat

(2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan. Akta-akta yang boleh dibuat oleh Notaris misalnya pendirian Perseroan

Terbatas (PT), perubahan dan Risalah Umum Pemegang Saham, pendirian yayasan,
45

pendirian badan usaha-badan usaha lainnya, kuasa untuk menjual, perjanjian sewa

menyewa, perjanjian jual beli, keterangan hak waris, wasiat; pendirian CV

termasuk perubahannya; pengakuan utang, perjanjian kredit dan pemberian hak

tanggungan; perjanjian kerjasama, kontrak kerja; segala bentuk perjanjian yang

tidak dikecualikan kepada pejabat lain.

Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik

memiliki kewajiban yang harus dipatuhi. Kewajiban notaris tercantum dalam pasal

16 UUJN, yang berbunyi

1) “Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:


a. bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan
hukum
b. membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan
menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris
c. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan
Akta berdasarkan Minuta Akta
d. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam
Undang- Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya
merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang
dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna
pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan,
kecuali undang-undang menentukan lain
e. menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi
buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta,
dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku,
akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan
mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun
pembuatannya pada sampul setiap buku
f. membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayarnya
atau tidak diterimanya surat berharga
g. membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat
menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan
h. mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam
huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke
Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari
pada minggu pertama setiap bulan berikutnya
i. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar
wasiat pada setiap akhir bulan
46

j. mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara


Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya
dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang
bersangkutan
k. membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri
oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani
pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris
l. menerima magang calon Notaris
2) Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta
dalam bentuk originali.
3) Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
akta:
a. pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;
b. penawaran pembayaran tunai;
c. protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya
surat berharga;
d. akta kuasa;
e. keterangan kepemilikan; atau
f. akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
4) Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dibuat lebih dari I (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu,
bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap akta
tertulis kata-kata”berlaku sebagai satu dan satu berlaku untuk
semua”.
5) Akta originali yang berisi kuasa yang belum dapat diisi nama
penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.
6) Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf k ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
7) Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l
tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta
tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri,
mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa
hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap
halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan
Notaris.
8) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf l dan ayat (7) tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan
hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah
tangan.
9) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku
untuk pembuatan akta wasiat.”
Sehubungan dengan pasal 16 ayat (1) huruf a tentang kewajiban notaris

‘tidak berpihak’, hal tersebut juga diatur dalam pasal 4 ayat 2 UUJN yang berbunyi

Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:


47

“Saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik
Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris
serta peraturan perundang-undangan lainnya.
bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur,
saksama, mandiri, dan tidak berpihak. bahwa saya akan menjaga
sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya
sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan
tanggung jawab saya sebagai Notaris. bahwa saya akan
merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam
pelaksanaan jabatan saya. bahwa saya untuk dapat diangkap dalam
jabatan ini, baik secara angsung maupun tidak langsung, dengan
nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan memberikan
atau menjanjikan sesuatu kepada siapa pun.”
1.3 Sengketa Tanah
1.3.1 Pengertian Sengketa Tanah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sengketa adalah segala sesuatu

yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertikaian atau perbantahan. Konflik atau

sengketa adalah sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat antara dua pihak

atau lebih yang berselisih perkara dalam pengadilan. 21 Konflik atau sengketa terjadi

juga karena adanya perbedaan persepsi yang merupakan penggambaran tentang

lingkungan yang dilakukan secara sadar yang didasari pengetahuan yang dimiliki

seseorang, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik maupun sosial.

Istilah “Sengketa” (Disputes, bahasa Inggris), seringkali disebut sama

dengan “Konflik” (Conflict, bahasa Inggris). 22 Menurut Sarjita, sengketa

pertanahan terjadi antara dua pihak atau lebih yang merasa dirinya dirugikan oleh

21Sudarsono, Kamus Hukum, Cetakan ke-3, (Jakarta: Rineka Cipta. Jakarta, 2002), hlm.
433.
22
Henry Campbell Black menjelaskan arti “Dispute”, sebagai: “A conflict of controversy;
a conflict of claims or rights; an assentation of a right, claim, or demand on one side, met by contrary
claims or allegations on the other. The subject of litigation; the matter for which a suit is brought
and upon which issue is joined, and in relation to which jurors are called and witnesses examined”.
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co., St. Paul, 1989, p. 424.
48

pihak lain dalam hal untuk penggunaan dan penguasaan hak atas tanah yang

diselesaikan melalui bermusyawarah atau melalui pengadilan. 23

Pengertian sengketa tanah berdasarkan pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri

Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 tentang

Penyelesaian Kasus Pertanahan 24, yakni :

“Sengketa Tanah yang selanjutnya disebut Sengketa adalah


perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum,
atau lembaga yang tidak berdampak luas.”

Sengketa dibidang Pertanahan dapat di definisikan, sengketa tanah yaitu

konflik yang terjadi antara dua orang atau lebih yang mempunyai kepentingan atas

status hak objek tanah antara satu dengan beberapa objek tanah yang dapat

mengakibatkan hukum.25 Dari definisi yang tersebut diatas maka dapat diambil

kesimpulan bahwa sengketa tanah yaitu konflik yang terjadi antara beberapa pihak

yang mempunyai kepentingan yang sama atas bidang-bidang tanah tertentu yang

oleh karena kepentingan tersebut dapat menimbulkan suatu akibat hukum.

1.3.2 Prosedur Penyelesaian Sengketa Tanah

Sengketa tanah tidak dapat dihindari dizaman sekarang, ini disebabkan

karena berbagai kebutuhan tanah yang sangat tinggi di zaman sekarang sementara

jumlah bidang tanah terbatas. Hal tersebut menuntut perbaikan dalam bidang

penataan dan penggunaan tanah untuk kesejahteraan masyarakat dan terutama

kepastian hukumnya. Untuk itu berbagai usaha yang dilakukan pemerintah yaitu

mengupayakan penyelesaian sengketa tanah dengan cepat untuk menghindari

23
Sarjita, Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, (Yogyakarta : Tugu
Jogja Pustaka, 2005), hlm 8
24
Berita Negara Republik Indonesia Nomor 569 Tahun 2016
25
Irawan Soerodjo, Kapasitas Hukum Atas Tanah di Indonesia, (Surabaya :Arkola,2003),
hlm 12
49

penumpukan sengketa tanah, yang dapat merugikan masyarakat misalnya tanah

tidak dapat digunakan karena tanah tersebut dalam sengketa.

Secara umum, sengketa tanah timbul akibat adanya beberapa faktor. Faktor-

faktor ini yang sangat dominan dalam setiap sengketa pertanahan dimanapun,

adapun faktor-faktor tersebut antara lain 26:

a. Peraturan yang belum lengkap;


b. Ketidaksesuaian peraturan;
c. Pejabat pertanahan yang kurang tanggap terhadap kebutuhan
dan jumlah tanah yang tersedia;
d. Data yang kurang akurat dan kurang lengkap;
e. Data tanah yang keliru;
f. Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas
menyelesaikan sengketa tanah;
g. Transaksi tanah yang keliru;
h. Ulah pemohon hak atau
i. Adanya penyelesaian dari instansi lain, sehingga terjadi
tumpang tindih kewenangan.
Secara umum, sengketa pertanahan yang timbul di Indonesia dapat

dikelompokkan ke dalam 4 klasifikasi permasalahan, yaitu permasalahan yang

berkaitan dengan 27:

a. Pengakuan kepemilikan atas tanah;


b. Peralihan hak atas tanah;
c. Pembebanan hak dan
d. Pendudukan eks tanah partikelir.
Pada dasarnya pilihan penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan 2

(dua) proses. Proses penyelesaian sengketa melalui litigasi di dalam pengadilan,

kemudian berkembang proses penyelesaian sengketa melalui kerja sama

(kooperatif) di luar pengadilan. Proses litigasi menghasilkan kesepakatan yang

bersifat adversial yang belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung

26
Abdulkadir Muhamad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung :PT.Citra Aditya
Bakti, 2004), hlm. 52.
27
Maria S.W Sumardjono, Mediasi Sengketa Tanah Potensi Penerapan Alternatif
Penyelesaian sengketa (ADR) Di Bidang Pertanahan,(Jakarta : Kompas Gramedia, 2008), Hlm
38
50

menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya. Sebaliknya, melalui

proses di luar pengadilan menghasilkan kesepakatan kesepakatn yang bersifat “win-

win solution” dihindari dari kelambatan proses penyelesaian yang diakibatkan

karena hal prosedural dan administratif, menyelesaikan komprehensif dalam

kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik. Berikut penjelasan terkait 2

(bentuk) penyelesaian sengketa tanah :

1.3.2.1 Penyelesaian Sengketa melalui Litigasi

Proses penyelesaian sengketa yang dilaksanakan melalui pengadilan atau

yang sering disebut dengan istilah “litigasi”, yaitu suatu penyelesaian sengketa

yang dilaksanakan dengan proses beracara di pengadilan di mana kewenangan

untuk mengatur dan memutuskannya dilaksanakan oleh hakim.

Litigasi merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan, di mana

semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk

mempertahankan hak-haknya di muka pengadilan. Hasil akhir dari suatu

penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah putusan yang menyatakan win-lose

solution 28. Prosedur dalam jalur litigasi ini sifatnya lebih formal dan teknis,

menghasilkan kesepakatan yang bersifat menang kalah, cenderung menimbulkan

masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal,

tidak responsif dan menimbulkan permusuhan diantara para pihak yang

bersengketa. Kondisi ini menyebabkan masyarakat mencari alternatif lain yaitu

penyelesaian sengketa di luar proses peradilan formal.

28
Amriani, Nurnaningsih, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata Di
Pengadilan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm 35
51

1.3.2.2 Penyelesaian Sengketa melalui Non-Litigasi

Dalam penyelesaian sengketa melalui non-litigasi, kita telah mengenal

adanya penyelesaian sengketa alternatif atau Alternative DisputeResolution (ADR).

Alternatif dispute resolution yang jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia

berarti penyelesaian sengketa alternatif adalah suatu proses penyelesaian sengketa

non-litigasi dimana para pihak yang bersengketa dapat membantu aatau dilibatkan

dalam penyelesaian persengketaan tersebut atau melibatkan pihak ketiga yang

bersifat netral. 29

Hal serupa juga dikatakan oleh Rachmadi Usman, bahwa selain melalui

pengadilan (litigasi), penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan di luar

pengadilan (non litigasi), yang lazim dinamakan dengan alternative dispute

resolution atau alternatif penyelesaian sengketa. 30

Akhir-akhir ini pembahasan mengenai alternatif dalam penyelesaian

sengketa semakin ramai dibicarakan, bahkan perlu dikembangkan untuk mengatasi

kemacetan dan penumpukan perkara di pengadilan maupun di Mahkamah Agung

Alternatif dalam penyelesaian sengketa jumlahnya banyak diantaranya :

a. Arbitrase

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar

pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat

secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. 31 Arbitrase digunakan

untuk mengantisipasi perselisihan yang mungkin terjadi maupun yang

29
Joni Emerzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,(Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, ), hlm. 38
30
Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori & Praktik, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2012), hlm. 8
31
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872)
52

sedang mengalami perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara

negosiasi/konsultasi maupun melalui pihak ketiga serta untuk menghindari

penyelesaian sengketa melalui Badan Peradilan yang selama ini dirasakan

memerlukan waktu yang lama.

b. Negosiasi

Menurut Ficher dan Ury, negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang

dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak

memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. 32 Hal ini

selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Susanti Adi Nugroho bahwa

negosiasi ialah proses tawar menawar untuk mencapai kesepakatan dengan

pihak lain melalui proses interaksi, komunikasi yang dinamis dengan tujuan

untuk mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar dari permasalahan yang

sedang dihadapi oleh kedua belah pihak. 33

c. Mediasi

Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang

memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat

membantu dalam situasi konflik untuk mengkoordinasikan aktivitas mereka

sehingga dapat lebih efektif dalam proses tawar menawar.34 Mediasi juga

dapat diartikan sebagai upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan

kesepakatan bersama melalui mediator yang bersikap netral, dan tidak

membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang

32
Amriani, Nurnaningsih. Op.Cit, hlm 23.
33
Susanti Adi Nugroho, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta:
Telaga Ilmu Indonesia, 2009) hlm 21
34
Amriani, Nurnaningsih. Op.Cit, hlm 28.
53

fasilitator untuk terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana

keterbukaan, kejujuran, dan tukar pendapat untuk tercapainya mufakat. 35

d. Konsiliasi

Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Mediator berubah fungsi

menjadi konsiliator. Dalam hal ini konsiliator menjalankan fungsi yang

lebih aktif dalam mencari bentuk-bentuk penyelesaian sengketa dan

menawarkannya kepada para pihak. Jika para pihak dapat menyetujui, solusi

yang dibuat konsiliator akan menjadi resolution. Kesepakatan yang terjadi

bersifat final dan mengikat para pihak. Apabila pihak yang bersengketa

tidak mampu merumuskan suatu kesepakatan dan pihak ketiga mengajukan

usulan jalan keluar dari sengketa, proses ini disebut konsiliasi. 36

e. Penilaian ahli

Penilaian ahli merupakan cara penyelesaian sengketa oleh para pihak

dengan meminta pendapat atau penilaian ahli terhadap perselisihan yang

sedang terjadi.37

f. Pencari fakta (fact finding)

Pencari fakta adalah sebuah cara penyelesaian sengketa oleh para pihak

dengan meminta bantuan sebuah tim yang biasanya terdiri atas para ahli

dengan jumlah ganjil yang menjalankan fungsi penyelidikan atau penemuan

fakta-fakta yang diharapkan memperjelas duduk persoalan dan dapat

mengakhiri sengketa. 38

35
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit, hlm 21
36
Amriani, Nurnaningsih. Op.Cit, hlm 34.
37
Takdir Rahmadi, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat,
(Jakarta : Rajawali Pers , 2011), hlm 19
38
Ibid, hlm 17
54

Salah satu alternatif dalam penyelesaian sengketa yang sering dipakai

dalam sengketa hak atas tanah adalah prosedur Mediasi. Mediasi pada dasarnya

adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian mengenai

prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalam situasi konflik untuk

mengkoordinasikan aktivitas mereka sehingga dapat lebih efektif dalam proses

tawar menawar. 39

Mediasi juga dapat diartikan sebagai upaya penyelesaian sengketa para

pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang bersikap netral, dan tidak

membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang fasilitator

untuk terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana keterbukaan, kejujuran, dan

tukar pendapat untuk tercapainya mufakat. 40Mediasi adalah penyelesaian masalah

melalui perundingan di antara para pihak yang bersengketa dengan bantuan pihak

ketiga yang netral dan independen, yang disebut Mediator, yang dipilih sendiri oleh

para pihak. Mediator tidak dalam posisi dan kewenangan memutus sengketa, hanya

fasilitator pertemuan guna membantu masing-masing pihak memahami perspektif,

posisi dan kepentingan pihak lain dan bersama-sama mencari solusi yang bisa

diterima.

Pengertian mediasi secara terminologi dapat dilihat dalam Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,

mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk

memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediator

adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna

39
Amriani, Nurnaningsih,Op.cit, hlm 28
40
Adi Nugroho, Susanti, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta:
Telaga Ilmu Indonesia, 2009). hlm 21
55

mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara

memutus dan memaksakan sebuah penyelesaian. Tetapi, banyak para ahli juga

mengungkapkan pengertian mediasi di antaranya Takdir Rahmadi yang

mengatakan bahwa mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua

pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak

netral yang tidak memiliki kewenangan memutus. 41 Pihak mediator tersebut disebut

mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural dan substansial.

Dengan demikian, dari definisi atau pengertian mediasi ini dapat

diidentifikasikan unsur-unsur esensial mediasi, yaitu :

1) Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan

berdasarkan pendekatan mufakat atau konsensus para pihak;

2) Para pihak meminta bantuan pihak lain yang bersifat tidak memihak yaitu

mediator;

3) Mediator tidak memilikikewenangan memutus, tetapi hanya membantu para

pihak yang bersengketa dalam mencari penyelesaian yang dapat diterima

para pihak.

41
Takdir Rahmadi, Op.Cit, hlm 12

Anda mungkin juga menyukai