Anda di halaman 1dari 4

A.

Pengertian Kontrak Arbitrase

Selain penyelesaian perkara di pengadilan, juga terdapat upaya lain di luar pengadilan
yang dapat ditempuh oleh para pihak yang berperkara yang disebut dengan alternatif
penyelesaian sengketa, salah satunya adalah penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
Indonesia telah memiliki regulasi atau payung hukum mengenai Arbitrase dan Penyelesaian
Sengketa yaitu Undang-Undang No. 30 Tahun 1999. Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-
Undang No. 30 Tahun 1999 menegaskan arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dari definisi tersebut, ada 3 hal yang dapat
dikemukakan dari definisi yang diberikan, yaitu:

a. Arbitrase merupakan salah satu bentuk perjanjian


b. Perjanjian arbitrase harus dibuat dalam bentuk tertulis
c. Perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk menyelesaikan sengketa yang
dilaksanakan di luar pengadilan umum.

Apabila para pihak telah terikat dalam perjanjian Arbitrase maka pengadilan negeri
tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak tersebut.Dengan demikian, pengadilan
wajib mengakui dan menghormati wewenang dan fungsi Arbiter. Namun perlu diingat, bahwa
kebolehan mengikat diri dalam perjanjian Arbitrase, harus didasarkan atas kesepakatan
bersama (mutual consent). Faktor kesukarelaan dan kesadaran bersama, merupakan landasan
keabsahan ikatan perjanjian Arbitrase.Berdasarkan hal tersebut, keabsahan dan mengikatnya
setiap perjanjian Arbitrase, harus memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata. Mengenai
pilihan hukum, para pihak bebas menentukan pilihan hukum yang akan berlaku terhadap
penyelesaian sengketa yang mungkin atau telah timbul antara para pihak.1

Lebih lanjut dalam Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 juga
dijelaskan mengenai pengertian perjanjian arbitrase yaitu suatu kesepakatan berupa klausula
arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum
timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah
timbul sengketa.2 Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian Arbitrase timbul
karena adanya kesepakatan, berupa:

1
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan International
(Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 36.
2
Anik Entriani, “ARBITRASE DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA,” An-Nisbah: Jurnal Ekonomi Syariah
3, no. 2 (3 April 2017): 34, https://doi.org/10.21274/an.2017.3.2.277-293.
1) Klausula Arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak
sebelum timbul sengketa, atau
2) Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat oleh para pihak setelah timbul sengketa.
Dengan demikian, perjanjian Arbitrase timbul karena adanya kesepakatan secara
tertulis dari para pihak untuk menyerahkan penyelesaian suatu sengketa atau perselisihan
perdata kepada lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc dalam kesepakatan tadi dapat dimuat
pula pilihan hukum yang akan digunakan untuk penyelesaian sengketa atau perselisihan para
pihak tersebut. Perjanjian Arbitrase ini dapat dicantumkan dalam perjanjian pokok atau
pendahuluannya, atau dalam suatu perjanjian tersendiri setelah timbulnya sengketa atau
perselisihan.
Pilihan penyelesaian sengketa diluar pengadilan umum itu harus tegas dicantumkan dalam
perjanjian. Pada umumnya, klausula atau perjanjian arbitrase dibuat secara tertulis. Di indonesia,
sesuai dengan isi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, menyatakan klaususla dibuat secara tertulis
oleh para pihak. Jadi dengan adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis ini. Berarti meniadakan hak
para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam
perjanjian Investment Agreement. Selanjutnya dengan sendirinya Pengadilan Negeri tidak berwenang
untuk mengadili sengketa para pihak yang terlalu terikat dalam perjanjian Arbitrase. Untuk itu,
Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian
sengketa yang telah ditetapkan melalui Arbitrase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan
dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.

Dapat dipahami bahwa perjanjian arbitrase atau kontrak arbitrase adalah perjanjian
dari para pihak yang bersengketa untuk membawa setiap sengketa yang timbul dari kontrak
bersama yang mereka buat dari transaksi tertentu ke arbitrase, baik arbitrase internasional
atau arbitrase ad hoc. Sehingga patokan dari adanya penyelesaian sengketa melalui arbitrase
adalah harus terlebih dahulu dibuat perjanjian arbitrase atau kontrak arbitrase baik sebelum
timbul sengketa ataupun sesudah timbul sengketa. Merujuk kepada Pasal 1 Angka 1 Undang-
Undang No. 30 Tahun 1999 dapat dipahami bahwa perjanjian arbitrase yang dibuat harus
dalam bentuk tertulis. Dengan demikian, perjanjian arbitrase yang diakui dalam undang-
undang ini adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis, bukan lisan.3

Didalam kontrak standar perjanjian arbitrse, apabila klausula arbitrase merupakan


bagian dari syarat umum yang terdapat dalam suatu perjanjian. Dengan kata lain, dalam
kontrak standar perjanjian arbitrase merupakan salah satu syarat dari syarat-syarat yang
umum dalam kontrak standar yang bersangkutan (algemene voorwaarden van standard
3
Entriani, 39.
contracten). Apabila seseorang ingin mengadakan perjanjian dalam suatu perusahaan yang
sebelumnya telah mengatur syarat- syarat perjanjian dalam suatu formulir tertentu dia harus
menerima isi kontrak yang sudah distandarnisasi oleh pihak perusahaan yang bersangkutan.
Contohnya, polis asuransi atau akta persetujuan kredit.4

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Perjanjian arbitrase atau kontrak arbitrase adalah perjanjian dari para pihak yang
bersengketa untuk membawa setiap sengketa yang timbul dari kontrak bersama yang mereka
buat dari transaksi tertentu ke arbitrase, baik arbitrase internasional atau arbitrase ad hoc.
Perjanjian arbitrase ini mempunyai kekuatan hukum mengikat untuk dipatuhi oleh pihak-
pihak.

4
Dewa Gde Rudy, “Kekuatan Mengikat Klausula Arbitrase dalam Kontrak Bisnis dari Perspektif Hukum
Perjanjian” 11, no. 2 (2022): 6.
Model klausula ada 2:

a. Pactum de compromittendo berarti klasula ini dibuat sebelum terjadinya sengketa


diantara para pihak.

b. Akta kompromis merupakan model klausula arbitrase yang baru dibuat dan
disepakati setelah terjadinya sengketa.

Anda mungkin juga menyukai