Anda di halaman 1dari 19

KELOMPOK 3

Hukum Arbitrase Internasional


1. Zulfikar Hidayat
(010001900628)
2. Akhmad Kurniawan
(010001900637)
3. Kevin Nathanael
(010001900311)
4. Maulidan Siddiq Hafiz
(010001900347)
Pengertian Arbitrase
..A method of dispute resolution involving one or more
neutral third parties who are agreed to by the disputing
parties and whose decision is binding” (Black’s Law Dictionary,
seventh edition, 1999).

Arbitrase Internasional adalah cara penyelesaian suatu


sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat para pihak yang
bersengketa
Arbitrase Internasional
Pasal 1 (9) UU No.30/1999 “Putusan Arbitrase Internasional”
adalah : “….putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga atau
arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia,
atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan
yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap
sebagai suatu putusan arbitrase internasional”.

Maka yang dimaksud dengan Arbitrase Internasional adalah


Arbitrase yang putusannya dijatuhkan di luar wilayah hukum
Negara Republik Indonesia, atau yang menurut hukum Indonesia
dianggap sebagai Arbitrase Internasional.
Jenis-Jenis Arbitrase
• Arbitrase Institusional
Disebut juga sebagai arbitrase permanen yang eksistensinya
sengaja didirikan oleh komunitas tertentu dalam rangka untuk
melayani kebutuhan jasa penyelesaian sengketa para pihak
bersengketa.
Contoh : Permanent Court of Arbitration (PCA) di Hague
Netherlands,
• Arbitrase Ad Hoc
Arbitrase ad hoc dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan
suatu sengketa tertentu yang telah terjadi, sehingga bersifat
insidentil atau “case by case”.

Karena sifatnya insidentil, maka arbitrase ad hoc dengan


sendirinya menjadi bubar setelah sengketa dagang yang
diajukan kepadanya telah dijatuhkan putusan
Prinsip Arbitrase
Internasional
Pasal 16 Konvensi New York tentang existensi dari badan arbitrase internasional
yaitu:
a. Prinsip pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase luar negeri dan
menempatkan keputusan tersebut pada kedudukan yang sama dengan keputusan
peradilan nasional
b. Keputusan arbitrase yang mengikat tanpa perlu dikritik dalam keputusannya
c. Menghindari proses pelaksanaan ganda (double enforcement process)
d. Penyederhanaan dokumentasi dan uang diberikan oleh pihak yang mencari
pengakuan dan pelaksanaan konvensi dan dalam hal ini hanya mensyaratkan dua
dokumen saja untuk dapat melaksanakan suatu keputusan
e. Lebih komprehensif daripada hukum nasionalnya. Walaupun telah ada prinsip
yang diakui secara internasional ternyata prinsip yang ada justru di abaikan dan
tidak digunakan sebagai landasan dalam tiap penyelesaian kasus perdata
internasional
Pihak-Pihak dalam Arbitrase:
a.) Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan
penyelesaian sengketa melalui arbitrase.

b.) Termohon adalah pihak lawan dari Pemohon dalam


penyelesaian sengketa melalui arbitrase.

c.) Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak
yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau
oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai
sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui
arbitrase
Eksekusi Arbitrase Internasional
Dibandingkan dengan eksekusi putusan arbitrase nasional, maka eksekusi putusan arbitrase internasional memiliki
dimensi yang lebih kompleks menyangkut masalah pengaturan hukum, prosedur dan proses eksekusi, serta berbagai
kendala nya.
Pengaturan hukum eksekusi putusan arbitrase internasional di Indonesia tidak hanya terdapat dalam perundang-
undangan nasional melainkan juga dalam konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
UU No.30/1999 mengatur tentang eksekusi putusan arbitrase internasional pada pasal 65 s/d 69. Selain daripada itu,
pengaturan tentang eksekusi putusan arbitrase internasional di Indonesia juga terdapat dalam Konvensi New York
1958 jo. Keppres No.34/1981

Pasal 65 UU No.30/1999 mengatur bahwa yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam penjelasannnya disebutkan “cukup jelas”.
CATATAN :
Pertama, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat merupakan pengadilan satu-satunya di Indonesia yang berwenang
menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia.
Kedua, menyangkut ruang lingkup wewenang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, meliputi :
a. pengakuan putusan arbitrase internasional
b. pelaksanaan putusan arbitrase internasional.
Pada dasarnya suatu putusan arbitrase internasional untuk dapat dilaksanakan di wilayah suatu negara
tertentu harus memenuhi syarat dan prosedur yang ditentukan oleh hukum yang berlaku di negara yang
bersangkutan.

Pada umumnya, terdapat perbedaan antara tempat (negara) putusan arbitrase dijatuhkan dengan
tempat (negara) putusan arbitrase dilaksanakan.

Sebelum suatu putusan arbitrase internasional dapat diakui dan dilaksanakan maka terlebih dahulu
harus dilihat apakah hukum negara yang bersangkutan telah memberikan pengaturannya ataukah tidak.

Lebih penting lagi adalah, apakah negara-negara yang bersangkutan merupakan negara peserta atau
negara yang turut meratifikasi Konvensi New York 1958 ataukah tidak, serta apakah telah terdapat
perjanjian bilateral ataukah tidak
Suatu negara yang telah menjadi peserta atau ikut meratifikasi Konvensi
New York 1958 berarti membuka pintu bagi kemungkinan pengakuan dan
pelaksanaan putusan arbitrase intrnasional di wilayah hukum negara
masing2

Masing-masing negara yang meratifikasi tersebut akan mengatur lebih


lanjut dan lebih tehnis dalam perundang-undangan tersendiri yang
substansinya tidak selalu sama antara negara yang satu dengan negara
yang lain.

Indonesia meratifikasi Konvensi New York 1958 berdasarkan Keppres


No.34/1981, dan dijabarkan dalam Peraturan Mahkamah Agung
No.1/1990 (PermaNo.1/1990) tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan
Arbitrase Asing.
Putusan Arbitrase Bersifat Final dan Banding

Para pihak dalam suatu perjanjian arbitrase berhak untuk memohon pendapat mengikat
(binding opinion) dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu
perjanjian (Ps. 52) UU Arbitase No 30/1999.

Terhadap pendapat yang mengikat sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 tidak dapat
dilakukan perlawanan melalui upaya hukum (Ps. 53) UU Arbitase No 30/1999 Penjelasan
mengikat pasal 52 yaitu Tanpa adanya suatu sengketapun, lembaga arbitrase dapat
menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian, untuk
memberikan suatu pendapat yang mengikat (binding opinion) mengenai suatu persoalan
berkenaan dengan perjanjian tersebut.Misalnya penafsiran ketentuan yang berhubungan
dengan timbulnya keadaan baru dan lain.
CONTOH KASUS
Garuda indonesia sejak bulan maret 2020 lalu ternyata tengah digugat oleh beberapa
lessor di eropa.
Umumnya pesawat disewa dari lessor dengan biaya pinjaman yang disepakati. Artinya
tidak semua maskapai penerbangan membeli pesawat dengan dana sendiri. Sebagai
perspektif, dari total 142 pesawat yang ada di armada garuda indonesia saat ini, sebanyak
130 unit merupakan pesawat sewaan dari lessor. Lessor sendiri bisa berbentuk
perusahaan yang spesial bergerak dibidang jasa penyewaan pesawat atau langsung
dengan pabrikan pesawat.
Keuntungan dari menyewa adalah aset maskapai yang tidak tertahan dalam wujud
pesawat terbang (illiquid). Ketika pesawat sudah mencapai usia tertentu, pesawat 15
biasanya akan dikembalikan kepada pihak lessor untuk kemudian dicarikan pembeli
aftermarket atau dipensiunkan.
ANALISIS KASUS
Kasus Ini merupakan merupakan Sengketa Wanprestasi atau ingkar janji dimana PT garuda Indonesia
tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan dalam hal ini pt garuda tidak bisa membayarkan
sewaan pesawat terbang yang disewakan oleh lessor tersebut kepada PT garuda Indonesia .
Menariknya yang ditemukan kelompok kami, dua perusahaan lessor yang digunakan oleh Garuda
Indonesia, Helice Leasing S.A.S. (Perancis) dan AerCap (Irlandia) telah melayangkan gugatan terlebih
dahulu kepada PT Garuda Indonesia karena tidak membayar biaya sewa atas dasar wanprestasi atau
ingkar janji tersebut gugatan diajukan oleh lessor melalui Lembaga Arbitrase Institusional dimana
Arbitrase menunjuk lembaga khusus yang berperan dalam pengelolaan proses arbritase. dimana di
dalam kontrak perjanjian MoU (Memorandum of Understanding ) atau nota kesepatakan. sudah
disekapati di dalam pasal klausula penyelesaian sengketa antara PT Garuda Indonesia dengan
lessor.yang sebelum perjanjian sewa-menyewa tersebeut belangsung. Dalam hal ini gugatan Arbitrase
Institusional terserbut di ajukan oleh lessor pada tanggal :

• 27 Maret 2020 – Helice menggugat Garuda Indonesia di pengadilan Belanda yaitu (Permanet Court
Of Arbitration (PCA) )
• 14 Mei 2020 – AerCap menggugat Garuda Indonesia di pengadilan London, Inggris yaitu (London
Court Of Internasional Arbitration ( LCIA)
• 29 Mei 2020 – Helice kembali menggugat Garuda Indonesia di pengadilan Perancis (international
Chamber OF Commerce Court OF Arbitration ( ICC) )
Gugatan yang dilayangkan oleh Helice telah disetujui oleh pengadilan Belanda &
Perancis. Sebagai imbasnya, permohonan sita jaminan atas dana milik Garuda Indonesia
yang ada di rekening Belanda & Perancis dikabulkan oleh kedua Abitase tersebut.Tidak
hanya penyitaan dana jaminan, Garuda Indonesia juga menerima surat pembatasan
terbang dari 16 beberapa lessor karena belum memenuhi kewajiban atas pembayaran
sewa pesawat.

Kami rasa putusan gugatan yang dilayangkan oleh pihak lessor tergolong normal didalam
hukum industri penerbangan kedua gugatan Arbitase tersebut karna bersifat final tidak
dapat diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali oleh PT Garuda Indonesia
tersebut .di dalam obyek putuasan gugatan tersebut tidak bisa dibatalkan dikarnakan
menurut Teori Jurisdiksi yaitu:Adapun pembatalan putusan arbitrase internasional
meruapakan wewenang pengadilan di negara dimana putusan arbitase itu di jatuhkan.
Akan tetapi penerapan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah Indonesia menurut uu no
30 th 1999 pasal 66 apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Diajukan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terkait pada perjanjian,
baik secara bilateral yaitu kerja sama antar dua negara saling mendapat keuntungan ataupun memiliki hubungan baik
antara dua negara atau lebih. Adapun multilateral yaitu kerja sama antar dua negara yang masuk kedalam wto maupun
pbb, adapun di dalam kasus tersebut negara yang memiliki lenssor memiliki hubungan bilateral dan multilateral
mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.

2. Putusan tersebut termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan dalam kasus tersebut abistrase tersebut masuk
kedalam ranah nya transaksi sewa-menewah barang yaitu peswat terbang oleh lessor kepda kepada pt garuda indonesia

3. Putusan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum.dalam kasus tersebut tidak ada yang melanggar
ketertiban umum. yang dikeluarkan putusan gugatan oleh kedua arbitase tersebut karna murni wanprestasi atau ingkar
janji

4. Jika Negara Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung dan
selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.didalam kasus tersebut eksekuatur tidak berlaku di
MA maupun pengadilan negeri dikarnakan ekseusi putusan Arbitrase tersebut sudah berkekuatan hukum tetap atau
ingkrah diatur dalam pasal 16 ayat 1 dan 2 Konvensi New York tentang existensi dari badan arbitrase internasional
yaitu ayat (1) Prinsip pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase luar negeri dan menempatkan keputusan tersebut
pada kedudukan yang sama dengan 17 keputusan peradilan nasional.ayat (2) dan untuk Menghindari proses pelaksanaan
ganda tentang eksekusi tersebut
Maka dari itu Kendati disamping adanya sejumlah gugatan hukum
PT Garuda Indonesia saat ini tengah bernegosiasi dengan pihak
lessor untuk restrukturisasi kontrak penyewaan pesawat dengan
31 lenssor dalam perjanjian penyewasan pesawat tersebut.
restrukturisasi digunakan PT garuda Indonesia tersebut untuk
upayah agar bisa mengoperasikan pesawat terbangnya kembali,
dan dalam melakukan membayar sewa menyewa PT garuda
Indonesia dalam hal ini sebagai debitor yang berpotensi
mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban nya membayar
hutang kepada kreditor dalam hal ini lessor tersebut dan disetujui
oleh lessor
SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai