Oleh:
Susan Himawan, S.H., M.A. & Associates
A. Putusan Arbitrase Internasional
1. Perbedaan Putusan Arbitrase Nasional dan Internasional
Merujuk pada ketentuan Pasal 1 Ayat (9) UU No. 30/1999 secara a con
trario dapat definisikan bahwa pengertian dari Putusan Nasional adalah putu
san yang dijatuhkan oleh lembaga atau arbiter yang berada di wilayah huku
m Republik Indonesia. Sedangkan Putusan Arbitrase Internasional masih dal
am ketentuan ayat tersebut menerangkan bahwa Putusan Arbitrase Internasi
onal adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbit
er perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu
lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum
Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.
Selain dari pada hal yang disebutkan diatas suatu pengakuan, kerjasa
ma antar negara dan konvensi menjadi sangat penting dalam hal menentuka
n aturan hukum mana yang akan digunakan dalam memeriksa perkara arbitr
ase internasional. Merujuk pada Article II Clause Convention on the Recogniti
on and Enforcement of Foreign Arbitral Awards New York 1958:
Clause 1. Each Contracting State shall recognize an agreement in writing unde
r which the parties undertake to submit to arbitration all or any differences wh
ich have arisen or which may arise between them in respect of a defined legal r
elationship, whether contractual or not, concerning a subject matter capable of
settlement by arbitration.
Clause 2. The term “agreement in writing” shall include an arbitral clause in a c
ontract or an arbitration agreement, signed by the parties or contained in an e
xchange of letters or telegrams.
Clause 3. The court of a Contracting State, when seized of an action in a matter
in respect of which the parties have made an agreement within the meaning of
this article, shall, at the request of one of the parties, refer the parties to arbitra
tion, unless it finds that the said agreement is null and void, inoperative or inca
pable of being performed.
Hal yang serupa diatur dalam Article 28, Article 45, and Article 48 on
UNICITRAL LAW yang mana dalam ketentuan tersebut bahwa lembaga arbitr
ase harus selaras dalam memeriksa perkara dengan hukum yang telah disepa
kati oleh para pihak, dan wajib diberikan legitimasi atas pengakuan dan pela
ksanaan putusan tersebut.
Dengan demikian, berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas maka h
ukum yang diterapkan dalam pemeriksaan perkara arbitrase internasional te
rgantung pada asas territory dan dan asas lex loci contractus.
3
SUdargo Gautama, 2004, Arbitrse Luar Negeri dan Pemakaian Hukum Indonesia, Bandung, Penerbit PT Citra
Aditya Bakti, Hal. 73
4
Hikmahanto Juwana, 2002, Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional oleh Pengadilan Nasional, Jakarta:
Jurnal Hukum Bisnis Vol 21, Hal. 67
2. Berdasarkan konsekuensi hukumnya, pembatalan putusan arbitrase berakibat
pada dinafikannya atau seolah tidak pernah dibuat suatu putusan arbitrase dan
pengadilan dapat meminta agar para pihak mengulang proses arbitrase.
5
Ibid.
6
Article V Paragraph (1) Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards (New
York, 1958)
terhadap sistem hukum di negara tempat putusan arbitrase internasional
tersebut di buat.7
1) Telah diputuskan atau dikabulkan sesuatu hal yang sama sekali tidak
dituntut dalam permohonan oleh pihak pemohon, maupun dalam
counter claim (rekonpensi) oleh pihak termohon; atau
2) apabila putusan telah mengabulkan melebihi dari apa yang dituntut
dalam permohonan atau counter claim (ultra petitum partitum)
7
Article V Paragraph (2) Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards (New
York, 1958)
8
Article 52 Paragraph (1) International Centre for Settlement of Investment Dsputes (ICSID) Convention,
Regulations and Rules.
berisi kesimpulan yang tidak jelas dasar alasannya, dari mana kesimpulan
itu ditarik.
9
Hikmahanto Juwana, Op.Cit, Hal. 3
10
Tri Ariprabowo dan R. Nazriyah, Pembatalan Putusan arbitrase oleh Pengadilan dalam Putusan Mahkaah
Konsitutsi Nomor 15/PUU-XII/2014, Jurnal Konstitusi, Volume 14, Nomor 4, Desember 2017, Hal. 723
diatur di dalam Konvensi New York 1958 pada Pasal V ayat (2) huruf b yang
menyatakan “The recognition or enforcement of the award would be contrary to the
public policy of that country”
Ketertiban umum memiliki makna luas dan bisa dianggap mengandung arti
mendua (ambiguity). Dalam praktik telah timbul berbagai penafsiran tentang arti
dan makna ketertiban umum. Menurut penafsiran sempit arti dan lingkup
ketertiban umum hanya terbatas pada ketentuan hukum positif saja. Dengan
demikian yang dimaksud dengan pelanggar/bertentangan dengan ketertiban
umum, hanya terbatas pada pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan saja. Oleh karena itu, putusan arbitrase yang bertentangan/melanggar
ketertiban umum, ialah putusan yang melanggar/ bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan Indonesia. Sedangkan dalam penafsiran luas tidak
membatasi lingkup dan makna ketertiban umum pada ketentuan hukum positif
saja, tetapi meliputi segala nilai-nilai dan prinsip-prinsip hukum yang hidup dan
tumbuh dalam kesadaran masyarakat termasuk ke dalamnya nilai-nilai kepatutan
dan prinsip keadilan umum (general justice principle). Oleh karena itu, putusan
arbitrase asing yang melanggar/bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip-
prinsip yang hidup dalam kesadaran dan pergaulan lalu lintas masyarakat atau
yang melanggar kepatutan dan keadilan, tidak dapat dilaksanakan di Indonesia.11
11
Yahya Harahap, 2011, Diskusi Online Definsi Ketertiban Umum, dalam http://hukumonline.com
12
Sudargo Gautama, 1999, Undang-Undang Arbitrase Baru 1999, Bandung, Penerbit Citra Aditya Bakti, Hal. 2