Disulkan oleh :
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SILIWANGI
KOTA TASIKMALAYA
2021
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam mempelajari hokum bisnis utamanya
mengenai Badan Arbritase Nasional.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................................iii
BAB1.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1. Latar Belakang.....................................................................................................1
2. Identifikasi dan Rumusan Masalah....................................................................2
3. Tujuan Makalah...................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN...............................................................................................................4
Arbitrase.......................................................................................................................4
1. Dasar Pertimbangan Memilih Arbitrase................................................................5
2. Lembaga Arbitrase..................................................................................................7
Badan Arbitrase Nasional Indonesia..............................................................7
Badan Arbitrase dan Mediasi Penjaminan Indonesia (BAMPI)..................9
Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI).......................................9
Badan Arbitrase Ventura Indonesia (BAVI)................................................11
3. Ruang Lingkup Arbitrase......................................................................................11
4. Dasar Hukum Berarbitrase...................................................................................11
5. Perjanjian Arbitrase..............................................................................................12
6. Prosedur Arbitrase.................................................................................................13
7. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional.............................................................14
BAB III...........................................................................................................................16
PENUTUPAN.................................................................................................................16
Studi Kasus.................................................................................................................16
Kesimpulan.................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................20
BAB1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1
di dalam kontrak mereka apabila terjadi perselisihan, akan diselesaikan
melalui forum di luar pengadilan negeri. Fungsi mengadili dapat dilakukan
dan berlangsung di banyak lokasi, atas dasar hal itu, maka memilih forum
arbitrase untuk menyelesaikan sengketasengketa bisnis merupakan
kecenderungan beralihnya minat masyarakat pencari keadilan dari
menggunakan jalur litigasi pada pengadilan kepada jalur lain yang
formatnya lebih tidak terstruktur secara formal. Namun demikian, bentuk
yang disebut terakhir itu diyakini oleh para penggunanya akan mampu
melahirkan keadilan substansial.
A. Identifikasi Masalah
1. Pengertian dasar arbitrase
2. Lembaga arbitrase
3. Ruang lingkup arbitrase
4. Dasar hukum arbitrase
5. Perjanjian arbitrase
6. Prosedur arbitrase
7. Pelaksanaa putusan arbitrase nasional
2
3. Tujuan Makalah
3
BAB II
PEMBAHASAN
Arbitrase
Perkataan arbitrase berasal dari kata arbitrase (bahasa Latin) yang berarti
kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Dihubungkannya
arbitrase dengan kebijaksanaan itu, dapat menimbulkan salah pengertian tentang
arbitrase, karena dapat menimbulkan kesan seolah – olah seorang arbiter atau
suatu majelis arbitrase dalam menyelesaikan suatu sengketa tidak mengindahkan
norma – norma hukum lagi dan menyandarkan pemutusan sengketa tersebut
hanya pada kebijaksanaan. Kesan tersebut keliru, karena arbiter atau majelis
tersebut juga menerapkan hukum seperti yang dilakukan oleh hakim atau
pengadilan.
“Penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim
berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau mentaati
keputusan yang diberikan oleh hakim yang mereka pilih.”
4
1. Adanya kesepakatan untuk menyerahkan penyelesaian sengketa –sengketa,
baik yang akan atau telah terjadi, kepada seorang atau beberapa orang
pihak ketiga di luar peradilan umun untuk diputuskan.
2. Penyelesaian sengketa yang bisa diselesaikan adalah sengketa yang
menyangkut hak pribadi yang dikuasai sepenuhnya, khususnya di sini
dalam bidang perdagangan, industri dan keuangan.
3. Putusan tersebut akan merupakan putusan akhir dan mengikat (final and
binding).
b. Prosesnya cepat
5
d. Bebas memilih arbiter
Para pihak yang bersengketa dapat bebas memilih arbiter yag akan
menyelesaikan persengketaan mereka. Jika dalam ini para pihak tidak
bersepakat dalam memilih arbiter maka dalam Pasal 13 (1) UU No. 30
Tahun 1999, “apabila tidak tercapai kesepakatan mengenai pemilihan
arbiter atau tidak ada ketentuan mengenai pengangkatan arbiter, Ketua
Pengadilan Negeri dapat menunjuk arbiter atau majelis arbitrase.”
Dalam hal penyelesaian melalui arbitrase ini, para pihak yang bersengketa
dapat menunjuk para ahli untuk menjadi arbiter, yang serba mengetahui
masalah yang dipersengketakan.
Putusan arbitrase pada umumnya dianggap final dan binding (tidak ada
upaya untuk banding). Namun, apabila hukum yang berlaku dalam
yurisdiksi yang bersangkutan menetapkan pelaksaan putusan arbitrase
melalui Pengadilan, Pengadilan harus mengesahkannya dan tidak berhak
meninjau kembali persoalan (materi) dari putusan tersebut.
Para pihak dapat memilih hukum yang akan diberlakukan, yang ditentukan
oleh para pihak sendiri dalam perjanjian. Khusus dalam kaitannya dengan
6
para pihak yang berbeda kewarganegaraan, para pihak yang bebas memilih
hukum ini, berkaitan dengan teori Pilihan Hukum dalam Hukum Perdata
Internasional (HPI). Karena masing – masing negara memiliki HPI
tersendiri.
2. Lembaga Arbitrase
Menutut Pasal 1 angka 8 UU No. 30 Tahun 1999, Lembaga Arbitrase
adalah “badan yang dipilih oleh pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh
Pengadilan Negeri atau oleh Lembaga Arbitrase, untuk memberikan putusan
mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.”
Lembaga Arbitrase dikenal ada dua yaitu Arbitrase Ad Hoc dan Arbitrase
Institusional. Jenis lembaga Arbitrase Ad Hoc sering kali disebut “arbitrase
volunter” karena jenis lembaga ini dibentuk khusus untuk mnyelesaikan atau
memutus perselisihan tertentu. Sedangkan lembaga Arbitrase Institusional adalah
lembaga atau badan arbitrase bersifat permanen. Maka Pasal 1 ayat (2) Konvensi
New York 1958 menyebut jenis lembaga ini “Permanent Arbitral Body”.
Ciri lembaga arbritrase intitusional ini, yang dapat pula dikatakan sebagai
perbedaannya dengan lembaga arbitrase ad hoc, yaitu:
Arbitrase institusional ini ada yang bersifat nasional dan ada yang bersifat
internasional. Dikatakan bersifat nasional, karena pendiriannya hanya untuk
kepentingan bangsa dari negara yang bersangkutan. Sedangkan dikatakan
bersifat internasional karena merupakan pusat penyelesaian persengketaan
antara pihak yang berbeda kewarganegaraan.
7
Badan Arbitrase Nasional Indonesia
BANI didirikan pada tahun 1977 oleh Kamar Dagang dan Industri
Indonesia (KADIN) melalui SK No. SKEP/152/DPH/1977 tanggal 30 November
1977 dan dikelola serta diawasi oleh Dewan Pengurus dan Dewan Penasehat yang
terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat dan sektor bisnis.
8
1. Dalam rangka turut serta dalam upaya penegakan hukum di Indonesia
menyelenggarakan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang terjadi
diberbagai sektor perdagangan, industri dan keuangan, melalui arbitrase
dan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya antara lain di
bidang-bidang Korporasi, Asuransi, Lembaga Keuangan, Fabrikasi, Hak
Kekayaan Intelektual, Lisensi, Franchise, Konstruksi, Pelayaran/Maritim,
Lingkungan Hidup, Penginderaan Jarak Jauh, dan lain-lain dalam lingkup
peraturan perundang-undangan dan kebiasaan internasional.
2. Menyediakan jasa-jasa bagi penyelenggaraan penyelesaian sengketa
melalui arbitrase atau bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa
lainnya, seperti negiosiasi, mediasi, konsiliasi dan pemberian pendapat
yang mengikat sesuai dengan Peraturan Prosedur BANI atau peraturan
prosedur lainnya yang disepakati oleh para pihak yang berkepentingan.
3. Bertindak secara otonom dan independen dalam penegakan hukum dan
keadilan.
4. Menyelenggarakan pengkajian dan riset serta program-program
pelatihan/pendidikan mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian
sengketa.
BANI adalah salah satu pendiri dan anggota dari Asia Pacific Regional
Arbitration Group (APRAG). BANI juga merupakan salah satu pendiri dari
Regional Arbitrators Institutes Forum (RAIF). Selain itu, BANI merupakan
anggota International Council for Commercial Arbitration (ICCA).
9
mengalami masalah seputar pasar modal, seperti misalnya tentang repurchase
agreement (repo), konsumen bisa menghubungi BAPMI agar bisa dibantu
melakukan mediasi.
Akta Pendirian BAPMI (Akta No. 15, dibuat oleh Notaris Fathiah Helmy
SH) ditandatangani di Jakarta oleh PT BEJ dan PT BES [kini PT BEI], PT KPEI
dan PT KSEI pada tanggal 9 Agustus 2002 disaksikan oleh Bapak Boediono
selaku Menteri Keuangan Republik Indonesia pada saat itu, dalam suatu upacara
di auditorium Kementerian Keuangan Republik Indonesia di Jakarta. Selanjutnya
BAPMI memperoleh pengesahan sebagai badan hukum melalui Keputusan
Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No: C-2620
HT.01.03.TH 2002, tanggal 29 Agustus 2002. Pengesahan itu telah diumumkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 18 Oktober 2002, Nomor
84/2002, dan Tambahan Berita Negara Nomor 5/PN/2002.
10
c. terdapat permohonan tertulis (pendaftaran perkara) dari pihak-pihak yang
bersengketa kepada BAPMI;
d. persengketaan tersebut bukan merupakan perkara dalam ruang lingkup
hukum pidana dan atau hukum administratif.
1. Pendapat Mengikat
2. Mediasi
3. Adjudikasi
4. Arbitrase
BAVI adalah lembaga mediasi yang didirikan pada tahun 2014 oleh empat
perusahaan: PT Sarana Jatim Ventura, PT Bahana Artha Ventura, PT Pertamina
Dana Ventura, dan PT Astra Mitra Ventura. Lembaga ini fokus pada pemberian
bantuan mediasi terkait dengan masalah yang menyangkut modal ventura.
Salah satu jenis masalah yang mungkin timbul dari sektor keuangan
ventura adalah bagi hasil yang tidak sesuai dengan kontrak oleh pemilik modal
ventura atau pelanggaran kontrak bagi hasil yang dilakukan pemodal ventura.
11
para pihak. Adapun yang dimaksud dengan hak pribadi adalah hak-hak yang
untuk menegakkannya tidak bersangkut paut dengan ketertiban atau kepentingan
umum, misalnya: proses-proses mengenai perceraian, status anak, pengakuan
anak, penetapan wali, pengampuan, dan-lain-lain.
12
Pactum de compromitendo, seperti yang telah dikemukakan, dibuat
bersamaan dengan perjanjian pokoknya. Oleh karenanya untuk bersepakat
menyerahkan permasalahan sengketa pada arbitrase lebih mudah. Adapun
kelemahan dari klausula ini terletak pada tidak diketahuinya dengan pasti pokok
sengketa apa yang akan terjadi sehingga sulit untuk menunjuk arbiter yang sesuai
keahliannya dengan pokok yang disengketakan.
6. Prosedur Arbitrase
Bila telah terjadi perselisihan yang penyelesaiannya disepakati untuk diselesaikan
melalui arbitrase, maka prosedur yang harus ditempuh adalah sebagai berikut.
a. Permohonan Arbitrase
Dalam surat permohonan paling tidak harus memuat: (Pasal 38 UU No. 39 Tahun
1999)
1) nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak,
2) uraian singkat tentang sengketa disertai dengan lampiran bukti-bukti: dan
3) isi tuntutan yang jelas.
Apabila surat permohonan diajukan oleh seorang juru kuasa (Penerima Kuasa),
maka surat kuasa khusus untuk mengajukan permohonan tersebut harus
dilampirkan pula. Dalam surat permohonan tersebut pemohon dapat menunjuk
13
(memilih) seorang arbiter, atau menyerahkan penunjukan arbiter itu kepada
lembaga arbitrase yang dipilih.
Apabila para pihak tidak menunjuk seorang arbiter, maka oleh Ketua
lembaga arbitrase yang dipilih akan menunjuk (membentuk) suatu tim yang terdiri
atas tiga orang arbiter yang akan memeriksa dan memutus sengketanya. Jika
sengketa itu dianggapnya sederhana dan mudah, akan ditunjuk seorang arbiter
tunggal untuk memeriksa dan memutusnya.
14
Semua biaya yang menyangkut pendaftaran ini sesuai dengan ketentuan
Pasal 59 UU No. 30 Tahun 1999 di atas, ditanggung oleh para pihak yang
bersengketa sendiri, bukan arbiter.
15
BAB III
PENUTUPAN
Studi Kasus
Namun Sayang, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Wisnu
Prabawa Taher belum bisa menyampaikan hasil dari sidang terakhir itu. Namun
yang pasti, keberlajutan proyek flow meter ini menunggu hasil akhir dari
keputusan arbitrase tersebut. "Ini paralel kita tetap melakukan assesment untuk
persiapan nanti agar proyek bisa kita laksanakan," terangnya saat ditemui di
Kantor Kementerian ESDM, Rabu (12/6).
Ia juga belum mau membeberkan berapa nilai gugatan yang diajukan oleh PT
Global Haditech itu. Tapi kata Wisnu, besarannya nilainya sudah ada dan yang
berhak memberitahu nilai tersebut adalah majelis hakim badan arbitrase. "Ada di
majelis. Karena kewenangan di sana, kita tidak bisa bicara," jelasnya.
Asal tahu, proyek flow meter ini adalah salah satu KPI kinerja SKK Migas yang
sudah tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 39 Tahun 2016 Tetang
Sistem Monitoring Produksi Minyak Bumi Berbasis Online Real Time pada
Fasilitas Produksi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
16
Deputi Operasi SKK Migas, Fataryani Abdurahman menyampaikan, setelah
penghentian proyek itu, pihaknya akan mengkaji ulang study engineering, supaya
flow meter yang dipasang sesuai dengan peruntukkannya. "Mau ditender lagi.
Supaya terbuka semua," terangnya. Namun proses tender akan dilakukan setelah
arbitrase selesai dilaksanakan dan SKK Migas dinyatakan tidak bersalah atas
penghentian proyek.
Kalaupun proyeknya kembali berjalan, kata Fataryani, tahun ini ditargetkan hanya
akan memasang flow meter pada 12 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)
yang produksinya berkisar 80% dari produksi nasional.
Melalui surat yang diterima KONTAN, lelang proyek flow meter dengan nomor
BAC-148/012A-ULP/2017 itu, tercantum nilai harga perkiraan sendiri mencapai
Rp 59,54 miliar dengan anggaran dari APBN 2017. Dan, pemenang lelang dari
flow meter PT Global Haditech yang menawarkan harga 58,19 miliar.[ CITATION
Azi19 \l 1057 ]
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(SKK Migas) mengaku tengah mengkaji sejumlah opsi perihal kasus flow meter.
Adapun, alasan SKK Migas menghentikan proyek itu lantaran tingkat akurasi dan
kinerja flow meter tidak sesuai harapan. Menanggapi hal tersebut, Wakil Kepala
SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman bilang pihaknya belum menerima informasi
tersebut secara resmi. "Info yang kami terima baru secara lisan," sebut Fatar ke
Kontan.co.id, Rabu (11/9). Sayangnya, Fatar enggan merinci soal detail kabar
tersebut.
Disisi lain, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto yang ditemui di Gedung
Kementerian ESDM mengungkapkan, kini pihaknya tengah mengkaji soal
keputusan tersebut. "Saat ini kita sedang pelajari, apa ada langkah lain yang bisa
dilakukan (langkah hukum)," sebut Dwi, Kamis (12/9).
17
Mengenai ketentuan denda yang harus dibayar, Dwi bilang dirinya belum bisa
memastikan lebih jauh. Yang terang, SKK Migas disebut siap mencari upaya lain
yang mungkin dilakukan. Kendati tersangkut kasus hukum, SKK Migas
berencana terus melanjutkan proyek flow meter.
Kedepannya Dwi memastikan akan ada tender ulang dalam proyek alat ukur yang
baru. Namun, proyek tersebut dipastikan tidak akan berlangsung pada tahun ini
mengingat sejumlah persiapan yang perlu dilakukan.
"Tahun ini kami perlu merancang pengukuran real time dengan teknologi yang
tepat, harus lanjut tapi tidak ditahun ini, ditahun depan," ugkap Dwi. Nantinya
SKK Migas merencanakan skema pilot project untuk proyek ini. Jika pilot project
berjalan lancar, maka SKK Migas siap memperluas cakupan wilayah pemasangan
alat ukur. Langkah ini dirasa perlu demi meminimalisir kesalahan yang sama pada
tahun 2017 lalu.
Berdasarkan data yang diterima KONTAN, lelang proyek flow meter bernomor
BAC-148/012A-ULP/2017 itu memperlihatkan nilai harga perkiraan sendiri
(HPS) mencapai Rp 59,54 miliar yang bersumber dari Anggaran dan Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) 2017. Di lelang itu, Global Haditech menawarkan
harga Rp 58,19 miliar, lebih rendah dari nilai HPS.[ CITATION Azi191 \l 1057 ]
Kesimpulan
Di Indonesia, arbitrase sudah dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu
alternatif penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi. Arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
18
Poin penting yang membedakan pengadilan dan arbitrase adalah bila jalur
pengadilan menggunakan satu peradilan permanen atau standing court, sedangkan
arbitrase menggunakan forum tribunal yang dibentuk khusus untuk kegiatan
tersebut. Dalam arbitrase, arbitrator bertindak sebagai hakim dalam mahkamah
arbitrase, sebagaimana hakim permanen, walaupun hanya untuk kasus yang
ditangani. Keberadaan lembaga arbitrase ini telah mempunyai landasan yuridis/
dasar hukum yang tetap dalam sistem hukum nasional Indonesia, antara lain pada
pasal 377 HIR atau pasal 705 RBg, Buku Ketiga Reglemen Hukum Acara Perdata
atau Rv, dimulai dari pasal 615 s/d pasal 651 Rv, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, pada pasal 1338 ayat (1), Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, pada penjelasan pasal 3, UU No. 5 tahun
1968, dan UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS. Perkembangan
sejarah pemberlakuan pranata arbitrase sudah ada sejak zaman Hindia Belanda,
zaman pemerintahan Jepang, dan saat Indonesia Merdeka. Di dalam sistem hukum
Indonesia, ada dua jenis arbitrase yang diakui eksestensi dan kewenangannya
untuk memeriksa dan memutus sengketa yang terjadi antara para pihak yang
bersengketa yaitu, Arbitrase Ad Hoc (volunteer) dan Arbitrase Institusional
(permanent). Kedua arbitrase tersebut sama-sama memiliki wewenang untuk
mengadili dan memutus sengketa yang terjadi antara para pihak yang mengadakan
perjanjian. Adapun perbedaan antara kedua jenis arbitrase tersebut terletak pada
terkoordinasi atau tidak terkoordinasi. Arbitrase ad hoc (arbitrase yang tidak
terkoordinasi oleh suatu lembaga) sedangkan arbitrase institusional (arbitrase
yang dikoordinasi oleh suatu lembaga). Arbitrase institusional yang telah diakui di
Indonesia antara lain : Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Badan
Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Badan Arbitrase Perdagangan
Berjangka Komoditi (BAKTI), Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas),
dan Badan Arbitrase dan Mediasi Hak Kekayaan Intelektual (BAM HKI). Adapun
pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
hukum acara yang berlaku di pengadilan, di wilayah negara mana permohonan
eksekusi diajukan. Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan
hukum tetap dan mengikat para pihak. Eksekusi putusan arbitrase akan hanya
dilaksanakan jika putusan arbitrase tersebut telah sesuai dengan perjanjian
arbitrase dan memenuhi persyaratan yang ada di UU No. 30 tahun 1999 serta
tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Putusan dari arbitrase
juga dapat dibatalkan oleh para pihak yang bersengketa dengan meminta kepada
Pengadilan Negeri baik terhadap sebagian atau seluruh isi putusan, apabila diduga
mengandung unsur-unsur tertentu yang dapat membuat putusan tersebut batal.
19
DAFTAR PUSTAKA
Husaini, A. (2019, september 12). Kalah arbitrase dalam kasus flow meter, SKK
Migas wajib bayar Rp 39 miliar. Diambil kembali dari
industri.kontan.co.id: https://industri.kontan.co.id/news/kalah-arbitrase-
dalam-kasus-flow-meter-skk-migas-wajib-bayar-rp-39-miliar
Husaini, A. (2019, juni 12). Proyek flow meter disetop, Global Haditech resmi
gugat SKK Migas ke arbitrase. Diambil kembali dari industri.kontan.co.id:
https://industri.kontan.co.id/news/proyek-flow-meter-disetop-global-
haditech-resmi-gugat-skk-migas-ke-arbitrase
20