Anda di halaman 1dari 23

TATA CARA BERPERKARA DI LINGKUNGAN PERADILAN

TATA USAHA NEGARA


Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah Peradilan di
Indonesia Dosen Pengampu Dr. Hj. Aah Tsamrotul Fuaddah, M.Ag

Oleh :

Bima Rahmadi S.P 1223030019


Citra Dewi Agustin 1223030024
Dwipani Febriyanti 1223030032
Fathan Nabiel 1223030040

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA


(SIYASAH) FAKULTAS SYARIAH DAN
HUKUM BANDUNG
2023

i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur marilah kita panjatkan kepada Allah Swt, karena atas berkah limpah
curah dari nikmatnya kita senantiasa masih diberikan kesempatan untuk menjalani
kehidupan ini dengan penuh keberkahan nikmat yang dilimpahkan oleh-Nya kepada
seluruh hamba-Nya. Shalawat salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad saw, sang pemimpin umat yang semoga kita semua tetap patuh dan taat
terhadap risalah yang disyiarkannya kepada kita semua yang kelak dapat menjadi
syafa’at penolong kita di hari akhir kelak.

Adapun banyak ucapan terima kasih kepada Dr. Hj. Aah Tsamrotul Fuaddah,
M.Ag selaku dosen pengampu dalam mata kuliah Peradilan di Indonesia senantiasa
telah memberikan pengajaran serta bimbingannya, tak lupa juga kepada rekan-rekan
seperjuangan kelas HTN 3B yang mana memberikan sumbangsihnya kepada penulis,
sehingga tulisan makalah yang berjudul “ Tata Cara Berperkara Di Lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara”, dapat terselesaikan dengan tepat hingga pada waktunya.

Dalam penulisan ini tentunya penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan dibandingkan kelebihan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu
penulis terbuka akan saran serta kritik yang diharapkan dengan kritik atau saran tersebut
bisa menjadikan penulisan ini menjadi lebih baik lagi, dan dari adanya penulisan
makalah ini dapat memberikan manfaat baik kepada penulis maupun pembaca sekalian.

Bandung, 5 Desember 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................I
DAFTAR ISI……………………………………………………………......................II
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan.........................................................................................4
1.5 Metode Penulisan..........................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................................
2.1 Definisi Peradilan Tata Usaha Negara............................................................
2.2 Rangkaian tata cara berperkara di Peradilan Tata Usaha Negara...................
2.3 Upaya Hukum dalam Perkara Tata Usaha Negara..........................................
BAB 3 PENUTUP............................................................................................................
3.1 Kesimpulan......................................................................................................
3.2 Saran................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tata Cara Berperkara di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (TUN)


mengacu pada aturan dan prosedur yang harus diikuti dalam mengajukan dan
menangani perkara yang terkait dengan tata usaha negara. Latar belakang materi
ini berkaitan dengan upaya untuk menyelesaikan sengketa atau perselisihan
hukum yang melibatkan kebijakan dan tindakan administratif yang dilakukan oleh
lembaga atau pejabat pemerintah. Pembahasan hukum peradilan tata usaha negara
mencakup kerangka hukum yang mengatur hubungan antara negara atau
pemerintah dengan warganya. Sistem peradilan tata usaha negara bertujuan untuk
menyelesaikan sengketa atau konflik yang timbul dalam konteks administrasi
publik. Beberapa poin Latar Belakang yang penulis dapat paparkan berhubunngan
dengan Materi Tata Cara Berperkara di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
yang pertama adalah fakta umum bahwa Hukum tata usaha negara berkaitan erat
dengan konsep tata kelola pemerintahan yang baik. Dalam upaya mencapai
efisiensi, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam administrasi publik,
sistem peradilan tata usaha negara memegang peranan penting.
Selain itu, ada pula perihal urgensi Tata Kelola Pemerintahan yang
memaparkan bahwa Hukum Tata Usaha Negara berkaitan erat dengan konsep tata
Kelola pemerintahan yang baik dalam Upaya mencapai efisiensi, transparansi,
akuntabilitas serta keadilan dalam administrasi publik. Selain itu, Hukum
peradilan tata usaha negara mencerminkan prinsip kedaulatan hukum. Dengan
adanya peradilan tata usaha negara, setiap tindakan administrasi dapat diuji secara
hukum untuk memastikan kesesuaian dengan undang-undang dan keadilan.
Beberapa poin lain seperti Pentingnya Keadilan Administratif, terdukungnya
Pembangunan dan Investasi, serta adanya tahap-tahap penyelesaian sengketa
merupakan hal penting yang penulis rasa memang sudah seharusnya ada dalam
pembahasan makalah ini. Dengan latar belakang yang penulis paparkan diatas,
dapat dikatakan peradilan tata usaha negara menjadi bagian integral dari sistem
hukum suatu negara, menciptakan keseimbangan antara kebutuhan efisiensi
administrasi dan perlindungan hak-hak warga negara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah penulis sampaikan, maka
dapat dirumuskan beberapa poin permasalahan sebagai berikut:
1.2.1 Apa definisi dari Peradilan Tata Usaha Negara?

1.2.2 Bagaimana rangkaian tata cara berperkara di Peradilan Tata Usaha Negara?
1.2.3 Bagaimana Upaya Hukum dalam Perkara Tata Usaha Negara?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan ini dapat dirincikan dalam bentuk poin-poin sebagai berikut:
1.3.1 Untuk Mengetahui dan Memahami definisi dari Peradilan Tata Usaha Negara.
1.3.2 Untuk Mengetahui Bagaimana rangkaian ataupun tata cara berpekara di
Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.
1.3.3 Untuk mengetahui serta memahami Upaya Hukum dalam Perkara Tata Usaha
Negara.

1.4 Manfaat Penulisan


Penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut:
1.4.1 Bagi Penulis
Makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan yang dimiliki serta dapat mengetahui, memahami, dan dapat
menganalisis mendalam permasalahan tentang “Tata cara Berperkara di
Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara”.
1.4.2 Bagi Pembaca
Makalah ini dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan dan sebagai
referensi selanjutnya dalam pembuatan makalah.

1.5 Metode Penulisan


Metode penulisan makalah ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik
penyusunan penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang faktual, dan
pencarian datamelalui internet.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan Tata Usaha Negara adalah sistem pengadilan yang memiliki


kewenangan untuk menyelesaikan sengketa hukum yang terkait dengan tata cara
pelaksanaan administrasi negara. Fungsi utamanya adalah memeriksa tindakan
atau keputusan pemerintah yang diduga melanggar hukum atau hak-hak warga
negara dalam konteks administrasi publik. Peradilan Tata Usaha Negara
merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung sebagai pelaku
kekuasaan kehakiman bagi rakyat yang mencari keadilan terhadap sengketa tata
usaha negara, guna menegakkan hukum dan keadilan. Peradilan Tata Usaha
Negara didirikan dengan tujuan untuk menyelesaikan perselisihan antara
pemerintah dengan warga negaranya. Lembaga ini juga bertujuan untuk
mengontrol secara yuridis Tindakan pemerintah yang dianggap melanggar
peraturan administratif atau tindakan yang melanggar hukum. Keberadaan
Peradilan Tata Usaha Negara ini diatur dalam peraturan perundang-undangan
khusus, yakni pada UU Nomor 5 tahun 1986 tentang PTUN yang kemudian
dirubah dengan UU Nomor 9 tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 5
tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang kemudian terakhir
diubah lagi dengan UU Nomor 51 tahun 2009 yang dirasa sudah memenuhi
syarat untuk menjadikan PTUN sebagai lembaga profesional guna menjalankan
fungsinya melalui kontrol yudisialnya.

Dalam kajian Hukum Administrasi Negara, tujuan pembentukan PTUN


adalah defenitif (perlindungan hukum preventif pemerintah agar terdorong untuk
bersikap hati hati dalam mengambil keputusan), lebih jelasnya ialah untuk
memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak-hak
individu dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang
didasarkan pada kepentingan Bersama dari individu yang hidup dalam
masyarakat tersebut.
Berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, perlindungan hukum pasca dikeluarkannya suatu keputusan dapat
diperoleh melalui upaya administratif banding atau upaya administrasi melalui
peradilan. Menurut Sjahran Basah perlindungan hukum yang diberikan
merupakan qonditio sine qua non dalam menegakkan hukum. Penegakan hukum
merupakan qonditio siner qua non pula untuk merealisasikan fungsi hukum itu
sendiri. Fungsi hukum yang dimaksud adalah:

1. Direktif, sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk


Masyarakat yang hendak dicapai dengan tujuan kehidupan bernegara;
2. Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa;
3. Stabilitatif, sebagai pemelihara dan menjaga keselarasan, keserasian
dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat;
4. Perfektif, sebagai penyempurna baik terhadap sikap tindak
administrasti negara maupun sikap tindak warga apabila terjadi
pertentangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat;
5. Korektif, sebagai pengoreksi atas sikap tindak baik administrasi
negara maupun warga apabila terjadi pertentangan hak dan
kewajiban untuk mendapatkan keadilan.

Adapun fungsi dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk


melakukan pembinaan pejabat struktural dan fungsional serta pegawai lainnya,
baik menyangkut administrasi, teknis, yustisial maupun administrasi umum,
juga berperan untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah
laku hakim dan pegawai lainnya. Serta berfungsi untuk menyelenggarakan
sebagian kekuasaan negara dibidang kehakiman.2

B. Rangkaian Tata Cara Berperkara di Peradilan Tata Usaha Negara

Sehubungan dengan sengketa Tata Usaha Negara yang diatur dalam


Pasal 1 Angka (4) dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, yakni sengketa
sendiri timbul dalam bidang tata usaha negara yang berkaitan dengan orang
ataupun

2
https://ptun-jakarta.go.id
badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di
tingkat pusat maupun daerah sebgai akibat dikeluarkannya keputusan Tata
Usaha Negara yang menckaup sengketa kepegawaian berdasarkan keperaturan
perundang-undangan.

Adapun unsur-unsur yang meliputi sengketa Tata Usaha Negara itu sendiri :

- Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara (TUN)


- Antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat TUN;
- Sebagai adanya akibat dikeluarkannya KTUN, termasuk sengketa
kepegawaian, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun itu sengketa tata usaha negara itu ditimbulkan adanya suatu
keputusan tata usaha negara (KTUN) yang mana karenanya Keputusan Usaha
Tata Negara menjadi dasar lahirnya sengketa Tata Usaha Negara . KTUN sendiri
teratur dalam Pasal 1 Angka (3) (jo.Pasal 1 (9) UU.Nomor 51 Tahun 2009)
UU.No.5 1986 yang mana dimaksudkan sebagai suatu penetapan tertulis yang
berisi Tindakan hukum TUN yang berdasarkan perturan perundang-undangan
yang berlaku yang sifatnya konkrit,individual,dan final sehingga menimbulkan
akibat bagi seseorang atau badan hukum perdata.3

Adapun sebelum memasuki bagaimana rangkaian alur berperkara


nantinya di lingkungan peradilan tata usaha negara ini, kita perlu
mengidentifikasi perkara sengketa seperti apa yang nantinya bisa tangani di
lingkungan ini, adapun sengketa perkaranya meliputi;

Objek Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) secara formil, menurut Pasal
1 UU.Nomor 5 Tahun 1986 objek sengketa tata usaha negara ada dikarenakan
oleh adanya tindaakn/perbuatan melawan hukum badan atau pejabat tata usaha
negara dalam bentuk keputusan tertulis (KTUN). Namun demikian objek
sengketa tata usah negara itu bukan hanya berwujud dalam pentuk
ketetapan/penetapan secara

3
M.H Dr.Yusrizal, S.H, ‘MODUL JURNAL HUKUM ACARA TUN’, 2015, 82 <
www.unimal.ac.id/unimalpress. >.
terulis, tetapi termasuk juga sesuatu sikap tertenut yang dapat disamakan dengan
suatu keputusan tertulis yakni;

1. Apabila badan atau pejabat tata usaha negara itu bersikap/bertindak


berlawanan dengan kewajibanannya.
2. Apabaila badan atau pejabat tata usaha negara itu bersikap/bertindak
tidak mengambil suatu keputusan atau penetapan dalam tenggang
waktu terrentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan
terhadap suatu permohonan.
3. Dalam hal tertentu apabila tidak ditentukan waktunya oleh peraturan
perundang-undangan, maka setelah lewat waktu 4(empat) bulan sejak
suatu permohonan diterima oleh badan atau pejabat tata usaha negara
yang bersangkutan.

Pada pasal 3 ayat (2) ini ditegaskan, bahwa badan atau pejabat tata
usaha negara yang menerima permohonan dianggap telah mengeluarkan
keputusan yang berisi penolakan permohonan tersebut sehingga apabila
tenggang waktu yang ditetapkan telah lewat, dan badan atau pejabat tata
usaha negara itu bersikap diam tidak melayani permohonan yang
diterimanya.

Selanjutnya pengecualian dari permohonan ini ditegaskan pada


Pasal 2 UU.PTUN Nomor 5.Tahun 1986 yang menyatakan bahwa tidak
termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)
adalah:

a. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang merupakan perbuatan


hukum perdata.
b. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang merupakan perbuatan
yang bersifat umum.
c. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang masih memerlukan
persetujuan.
d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan
ketentuan Kitab Undang undang Hukum Pidana atau Kitab Undang
Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang undangan
lain yang bersifat hukum pidana.
e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil
pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia.
g. Keputusan Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun di daerah
mengenai hasil pemilihan umum

Adapun itu untuk permohonan sebagaimana dimaksud di atas


pada pengecualian pertama ialah permohoann dari seseroang atau badan
hukum perdata yang didasarkan atas peraturan perundang-udnangan
yang berlaku dan mempunyai kaitan langsung dengan badan atau pejabat
tata usaha negara yang mengeluarkan suatu penetapan atau keputusan
tata usaha negara, yang dari hal ini tidak termasuk permohonan dari
orang atau badan hukum perdata kepada badan atau pejabat tata usaha
negara untuk menghadiri suatu peresmian Gedung atau sejenisnya.

Hal ini disebabkan karena orang atau badan hukum perdata


tersebut yang mengajukan permohonan itu tidak didasarkan atas
peraturan yang berlaku untuk mewajibkan badan atau pejabat tata usaha
negara untuk membalas/mengambil suaut keputusan ataupun haru
mengambil sikap yang dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan
hukum pidana. Selanjutnya pengadilan tidak berwenang untuk
memerikasa,memutus,dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara
tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan:

a. Dalam waktu perang,keadaan bahaya,bencana alam, atau


keadaan luar biasa yang membahayakan.
b. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum,
berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku.

Menurut penjelasan dari Pasal 49 UU.Nomor 5 Tahun 1986,


maksud dari “kepentingan umum” ialah kepentungan bangsa dan negara
dan atau kepentingan masyarakat Bersama dan kepentingan
Pembangunan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Selanjutnya perlu juga diketahui apakah yang merupakan ciri ciri


keputusan TUN yang dijadikan objek sengketa TUN di depan PTUN.
Adapun ciri ciri dari keputusan TUN yang dapat menjadi objek sengketa
TUNT dimaksud adalah:

1. Perbuatan hukum badan atau pejabat TUN itu merupakan


perbuatan hukum dalam bidang hukum publik.

2. Bersifat sepihak.

3. Perbuatan hukum itu diperoleh berdasarkan wewenang yang


sah.

4. Dengan maksud terjadinya perubahan hubungan hukum yang


ada.

Objek sengketa Tata Usaha negara secara materil, objek ini


merupakan objek sengketa TUN yang dilihat dari objek sengketa dalam
bidang hukum perdata, yang dimana pengdilan berwenang
memeriksa,memutus,dan menyelesaikan seseuatu sengketa. Dalam
melihat upaya penyelesaian sengeketa tersebut maka ada dua teori yang
dapat digunakan sebagai tolak ukur

Pertama, teori Thorbecke yang menggunakan kriteria


Fundamentum petendi (pokok sengeketa) yang bilamana pokok
sengketanya termasuk dalam bidang hukym perdata maka pengadilan
umum yang berwenang mengdililnya dan djika pokok sengketanya
termasuk dalam hukum public maka PTUN yang akan mengadilinya.

Kedua, Teori Buys yang dinamakan objectum litis (objek


perselisihan) dalam teroinya Buys menggunakan toalak ukur
perselisihan, jika objek suatu perselisihan merugikan hak privat atau hak
perdata subyektifnya, maka ia disebut melanggar Pasal 1356 BW dan
yang berwenang mengadilinya ialah peradilan umum karena sesuai
dengan perlindunang hukum privat objektif.

Setelah mengetahui apa yang menjadi masalah serta objek


sengketa baik secara formil maupun materilnya, adapun pihak-pihak
yang terlibat dalam sengketa ini baik ia sebagai penggugat mapupun
yang tergugat.

Penggugat, ialah seseorang atau badan hukum perdata yang


merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha
negara. Hal ini tercantum dalam Pasal 53 UU.Nomor.5 Tahun 1988.jo.
Pasal 53 UU.Nomor 9 Tahun 2004, sesuai dengan ketentuan hukum
acara tata usaha negara untuk menggugat tak terpisahkan dari hak
subjektif seseorang sebagai subjek hukum. Sebab dalam lingkup hukum
acara usaha tata negara hak untuk menggugat itu bersifat mandiri yakni
justru adanya untuk melindungi hak subjektif berdasarkan hkum public
atau untuk melindungi suatu kepentingan tertentu, penggugat sendiri
dalam segi kepentingannya diklasifikasikan menjadi beberapa bagian
seperti;
(1). Kelompok pertama, badan hukum atau orang sebagai
Alamat yang dituju dalam suatu KTUN, (2).Kelompok kedua
merupakan badan hukum atau orang sebagai pihak yang
berkepentingan, kelompok ini dapat berupat : pihak ketiga yang
kepentingannya secara ril dirugikan baik yang bersifat antagonis
maupun parallel dengan kepentingan tujuan yang dituju dalam
KTUN, selanjutnya pihak ketiga yang berupa badan hukum privat
berwujud organisasi kemasyarakatan yang kepentingannya
dirugikan secara tidak langsung. (3). Kelompok ketiga
merupakan badan atau pejabat tata usaha negara lainnya.
Sedangkan untuk pihak tergugat sendiri, dinyatakan bahwa
tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan
keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau dilimpahkan
kepadanya, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 (6) UU.Nomor 5 Tahun
1986, serta Pasal 1 (12) UU.Nomor 51 Tahun 2009, dari ketentuan
tersebut pada prinsipnya pihak tergugat dalam sengketa tata usaha negara
adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan
keputusan baik berdasarkan wewenagn yang bersifat atribut (pemberian),
distributive (pembagian), dan maupun delegative (pelimpahan) dalam hal
ini badan atau pejabat tata usaha negara menunjukan kepada pemegang
weewengan tertentu untuk melkaukan Tindakan hukum. Tindakan yang
dimana diwujudkan dalam bentuk keputusan tertulis atau sikap yang
disamakan dengan keputusan tertulis.
Dengan demikian bilamana badan atau pejabat negara/tata usaha
negara sebaimana seperti yang telah dijelaskan diatas maka tergugat
dalam sengketa tata usaha negara dapat berupa:
a. Badan atau pejabat negara yang mengeluarkan suatu
keputusan tata usaha negara berdasarkan wewenang atributif
yang merugikan seseorang atau badan hukum perdata.
b. Badan atau pejabat negara sebagai pemberi mandat
(pemberi kuasa) kepada badan atau pejabat negara lainnya
sehubungan dengan badan atau pejabat negara penerima. mandat
telah mengeluarkan suatu keputusan yang merugikan seseorang
atau badan hukum perdata.
c.Badan atau pejabat swasta (penerima
pelimpahan/delegasi wewenang dari badan atau pejabat negara)
yang mengeluarkan suatu keputusan yang merugikan seseorang
atau badan hukum perdata lainnya
Selain itu peradilan juga mempunyai komptenesi ataupun
kewenagnan untuk mengadili suaut perkara, adapun itu di lingkungan
peradilan tata usaha negara dapat dipedakan kewenangannya menjadi
dua yakni;
Kewenganan relative yang mana keweangan ini berkenaan
dengan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah
hukumnya, pengaturan kewenangan itu secara regulasinya tertera dalam
Pasal 6 dan 54, dan Pasal 6 UU.NO.5 Tahun 1986.jo.UU.No.9 Tahun
2004 yang menyatakan:
- Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di Ibukota,
Kabupataen/Kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah
Kabupaten/Kota.
- Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di Ibukota
provnis dan daerah meliputi wilayah provinsi.
Adapun kompetensi yang berkaitan dengan tempat kedudukan
atau tempat kediaman para pihak, yakni pihak Penggugat dan Tergugat.
Dalam Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 diatur
sebagai berikut :
Gugatan sengketa tata usaha negara diajukan kepada Pengadilan
yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
tergugat.
(1) Apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan,
gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
(2) Dalam hal tempat kedudukan Tergugat tidak berada dalam daerah
hukum Pengadilan tempat kediaman Penggugat, maka gugatan dapat
diajukan ke Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman Penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan
yang bersangkutan.
(3) Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa tata usaha negara
yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, gugatan
dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat.
(4) Apabila Penggugat dan Tergugat berkedudukan atau berada di luar
negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta.
(5) Apabila Tergugat berkedudukan di dalam negeri dan Penggugat di
luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat kedudukan
Tergugat.4
Kewenangan dari Peradilan Tata Usaha Negara yang selanjutnya
berkenaan dengan kewenangan absolut yang dimana, berkaitan dengan
kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengadili suatu perkara
menurut obyek, materi atau pokok sengketa. Adapun yang menjadi obyek
sengketa Tata Usaha Negara adalah Keputusan tata usaha negara
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 UU
No. 9 Tahun 2004.
Kewenangan absolut PTUN adalah sengketa tata usaha negara
yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau Badan
Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat tata usaha negara, baik di
pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan tata
usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang- 21 undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun
1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).
Obyek sengketa Tata Usaha Negara adalah Keputusan tata usaha
negara sesuai Pasal 1 angka 3 dan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 UU No.
9 Tahun 2004. Namun ini, ada pembatasan-pembatasan yang termuat
dalam ketentuan Pasal-Pasal UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun
2004
yaitu Pasal 2, Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal 142. Pembatasan ini dapat

4
Modul Hukum Acara Tatausaha Negara.pdf (unimal.ac.id)
dibedakan menjadi : Pembatasan langsung, pembatasasn tidak langsung
dan pembatasan langsung bersifat sementara.

C. Upaya Hukum dalam Perkara Tata Usaha Negara

Upaya hukum diperlukan dalam rangka memberikan perlindungan


hukum kepada masyarakat dalam mencari keadilan (justitiabelend) setelah
hakim menjatuhkan putusannya. Upaya hukum dilakukan jika salah satu
atau kedua belah pihak merasakan adanya kesalahan atau kekeliruan dari
putusan hakim yang merugikan mereka. Jadi upaya hukum disediakan bagi
pihak yang tidak puas terhadap putusan yang telah dijatuhkan oleh
pengadilan.
Perlindungan hukum (rechtscherming) menjadi salah satu unsur dari
Hukum Administrasi Negara sebagai instrument hukum di samping hukum
lainnya, yakni partisipasi. Perlindungan hukum ditujukan kepada
pemerintah yang melanggar hukum. Upaya hukum yang akan dibahas yakni
Perlawanan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali.
1. Perlawanan (Verzet)
Dalam prosedur Dismissal diputuskan apakah gugatan diterima atau
ditolak, Jika hasil dari rapat permusyawaratan diterima, maka gugatan akan
diproses dengan cara biasa. Dan jika ditolak, maka dikeluarkan penetapan
(beschikking) dengan dilengkapi pertimbangan-pertimbangan dan putusan
dibacakan dalam rapat permusyawaratan oleh ketua dewan dan didengarkan
oleh para pihak.
Apabila penetapan ketua menyebabkan pihak-pihak keberatan, maka
perlawanan (verzet) dapat diajukan atas penetapan tersebut. Perlawanan
yang diajukan oleh penggugat terhadap penetapan dismissal tersebut pada
dasarnya membantah alasan-alasan yang digunakan oleh Ketua Pengadilan
adalah sebagai berikut:
a. Pokok gugatan nyata-nyata yang tidak termasuk wewenang
pengadilan;
b. Syarat-syarat gugatan (Pasal 56) tidak dipenuhi oleh penggugat, baik
diperingatkan atau tidak;
c. Gugatan tidak didasarkan alasan-alasan layak;
d. Apa yang dituntut sebenarnya sudah dipenuli oleh tata usaha negara
yang digugat;
e. Gugatan yang diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya
(pasal 55). Apabila pihak-pihak hadir pada waktu mengucapkan
putusan penetapan maka perlawanan diajukan pada pengadilan dalam
tenggang waktu 14 hari setelah menetapkan ditetapkan sesuai dengan
ketentuan pasal 63 ayat (3) Undang Undang no 1 tahun 1986 tentang
peradilan TUN. Apabila suatu pihak tidak hadir pada saat putusan
dibacakan maka perlawanan dapat diajukan dalam tenggang waktu 14
(empat belas) hari terhitung sejak diterimanya salinan penetapan
pemberitahuan putusan penetapan disampaikan dengan surat tercatat.
2. Banding
Banding merupakan Upaya hukum yang dilakukan terhadap
putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pemeriksaan tingkat Banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara
Berdasarkan Pasal 83 ayat (3) UU PTUN ditegaskan bahwa pihak
ketiga yang masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara dan dikabulkan
permohonannya oleh pengadilan sebagai penggugat intervensi, dapat juga
mengajukan permohonan pemeriksaan tingkat banding, Ketentuan ini
menjelaskan bahwa untuk mengajukan banding adalah hak para pihak yang
bersengketa. (Dr. Yuslim, 2015) 1
Berdasarkan Pasal 122 undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
Putusan yang dapat diperiksa di tingkat banding adalah putusan Pengadila
Hukum Tata Usaha Negara, maksudnya baik putusan akhir maupun bukan
putusan akhir. Jika bukan putusan akhir, dalam Pasal 124 ditentukan bahwa
permohonan pemeriksaan di tingkat banding tersebut hanya dapat diajukan
sama-sama dengan putusan akhir.
Permohonan di tingkat banding diajukan secara tertulis kepada Pengadilan
Tata Usaha Negara yang menjatuhkan putusan yang dimohonkan
pemeriksan di tingkat banding. Dalam praktiknya, jika Penggugat dan/atau
tergugat mengajukan permohonan pemeriksaan di tingkat banding, harus
mengisi formular yang telah disediakan oleh panitera.
1
Dr. Yuslim. M.H. (2015), Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Sinar Grafika, Hlm 167
Sebelum permohonan pemeriksaan banding diputus Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara, permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon
dan dalam hal permohonan pemeriksaan di tingkat banding telah dicabut,
tidak dapat diajukan lagi meskipun jangka waktu untuk mengajukan
pemeriksaan di tingkat banding belum lampau.
3. Kasasi
Istilah Kasasi berasal dari bahasa Perancis yaitu cassation atau
perkataan caser yang berarti memecahkan atau membatalkan. Ketentuan
tentang pemeriksaan di tingkat kasasi diatur dalam Pasal 131 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menunjuk pada Pasal 55 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, artinya bahwa pemeriksaan di
tingkat kasasi untuk perkara yang diputus oleh pengadilan di Lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara.
Pihak lawan dan pemohon mempunyai hak untuk mengajukan surat
jawaban atau kontra memori kasasi kepada Panitera dalam tenggang waktu
14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi.
Selanjutnya, setelah menerima memori kasasi dan kontra memori kasasi,
Panitera mengirimkan permohonan pemeriksaan di tingkat kasasi beserta
berkas perkaranya ke Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari. Jika sebelum berkas perkara dikirimkan ke Mahkamah
Agung, permohonan pemeriksaan di tingkat kasasi dicabut, maka berkas
perkara tidak akan diteruskan ke Mahkamah Agung.
Apabila dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah
berlalu tanpa adanya permohonan kasasi yang diajukan pihak berperkara,
maka menurut pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
ditentukan bahwa pihak telah menerima putusan.
Jika akan dilanjutkan, maka Mahkamah Agung memeriksa dan memutus
perkara sengketa Tata Usaha Negara di tingkat kasasi dengan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) orang Hakim. Pemeriksaan di tingkat kasasi dilakukan
oleh Mahkamah Agung berdasarkan surat-surat atau berkas perkara saja
dan jika dipandang perlu, maka akan diambil tindakan sebagai berikut:
a. Mendengar sendiri dari para pihak atau saksi.
b. Memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan Tingkat
Banding yang memutus perkara tersebut mendengar para pihak atau
para saksi.
4. Peninjauan Kembali
Peninjauan kembali (PK) merupakan Upaya hukum yang diajukan
ke Mahkamah Agusng terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap atau pasti (kracht van gewijde). Karena peninjauan kembali
diajukan terhadap putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap maka
PK pada prinsipnya tidak menunda pelaksanaan putusan pengadilan.
Peninjaun kembali hanya dapat diajukan dalam proses perkara.
Sesuai ketentuan yang terdapat dalam pasal 67 Undang-Undang nomor 14
tahun 1985, dapat diketahui bahwa permohonan peninjauan kembali
terhadap putusan perkara sengketa Tata Usaha negara yang telah
memperoleh hukum tetap hanya dapat diajuakan berdasarkan alasan-alasan
berikut.
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat
pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan
pada bukti-bukti baru yang kemudian oleh Hakim pidana dinyatakan
palsu.
b. Apabila perkara setelah diputus, ditemukan surat-surat bukti yang
bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapt
ditemukan.
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut lebih atau lebih
dari yang dituntut.2
Tata cara mengajukan permohonan peninjauan kembali diatur dalam
Pasal 70 UUMA dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Permohonan Peninjauan Kembali diajukan oleh pemohon kepada
Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan yang memutus perkara
tingkat pertama dengan membayar biaya perkara yang diperlukan.
b. Permohonan Peninjaun Kembali oleh pemohon secara tertulis dengan
menyebutkan secara jelas-jelasnya alasan yang dijadikan permohonan
itu dan dimasukkan di Kepaniteraan Pengadilan yang memutus dalam
tingkat pertama.
Setelah permohonan Peninjauan Kembali diterima oleh Ketua
Pengadilan yang memutus perkara di tingkat pertama, panitera
2
Nur Asyiah (2015), Buku Ajar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Yogyakarta: Deepublish, hlm 77.
berkewajiban memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut
kepada pihak lawan selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 14 (empat
belas) hari. Bagi pihak lawan mengajukan jawaban dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan peninjauan
kembali. Surat jawaban diserahkan atau dikirimkan kepada engadilan yang
memutus perkara dalam tingkat pertama.
Terhadap permohonan peninjauan kembali yang diajukan, jika Mahkamah
Agung mengabulkan maka putusan tersebut akan dibatalkan dan
selanjutnya memeriksa serta memutus sendiri perkaranya. Mahkamah
Agung menolak permohonan peninjauan kembali dalam hal bahwa
permohonan tidak beralasan yang disertai pertimbangan-pertimbangan.
Terhadap putusan peninjauan kembali, Mahkamah Agung
mengirimkan salinan putusan atas permohonan peninjauan kembali kepada
pengadilan yang memutus perkara di tingkat pertama. Selanjutnya, panitera
pengadilan yang bersangkutan menyampaikan salinan putusan itu kepada
pemohon serta beritahukan putusan itu kepada pihak lawan dengan
memberikan salinannya selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peradilan Tata Usaha Negara adalah sistem pengadilan yang memiliki
kewenangan untuk menyelesaikan sengketa hukum yang terkait dengan tata cara
pelaksanaan administrasi negara. Fungsi utamanya adalah memeriksa tindakan atau
keputusan pemerintah yang diduga melanggar hukum atau hak-hak warga negara
dalam konteks administrasi publik.
Obyek sengketa Tata Usaha Negara adalah Keputusan tata usaha negara sesuai
Pasal 1 angka 3 dan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004. Namun ini,
ada pembatasan-pembatasan yang termuat dalam ketentuan Pasal-Pasal UU No. 5
Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 yaitu Pasal 2, Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal 142.
Pembatasan ini dapat dibedakan menjadi : Pembatasan langsung, pembatasasn tidak
langsung dan pembatasan langsung bersifat sementara.
Upaya hukum diperlukan dalam rangka memberikan perlindungan
hukum kepada masyarakat dalam mencari keadilan (justitiabelend) setelah
hakim menjatuhkan putusannya. Upaya hukum dilakukan jika salah satu atau
kedua belah pihak merasakan adanya kesalahan atau kekeliruan dari putusan
hakim yang merugikan mereka. Jadi upaya hukum disediakan bagi pihak yang
tidak puas terhadap putusan yang telah dijatuhkan oleh pengadilan.

B. Saran
Hendaknya kepada para ahli hukum benar-benar mempelajari ilmu hukum
yang ditekuninya lebih dalam dan lebih luas lagi sehingga bisa berguna untuk
orang banyak. Dan bagi yang sedang mempelajari ilmu hukumnya agar terus
semangat sehingga ilmunya tidak sia sia. Untuk peneliti selanjutnya,
diharapkan lebih banyak mengkaji sumber yang ada dan lebih menjabarkan
mengenai semua hal berhubungan dengan sistem peradilan, dan diharapkan
lebih mempersiapkan diri dalam proses pengumpulan data dan dalam menulis
penelitian berkaitan dengan lembaga terkait.
DAFTAR PUSTAKA

UU NO 5 TAHUN 1986, , 1986.


Bunga, marten “Tinjauan Hukum Terhadap Kompetensi Peradilan Tata
Usaha Negara dalam Menyelesaikan Sengketa Tanah” Gorontalo law
review vol 1 no 1

https://journal.unilak.ac.id/index.php/Respublica/article/view/13689/5061
https://ptun-jakarta.go.id
Indroharto 1993. Usaha memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, Buku II, Penerbit Pustaka Sinar Harapan , Jakarta Cetakan
I.

M.H Dr.Yusrizal, S.H, ‘MODUL JURNAL HUKUM ACARA TUN’, 2015, 82 <
www.unimal.ac.id/unimalpress. >.

Modul Hukum Acara Tatausaha Negara.pdf (unimal.ac.id)


Indroharto 1993. Usaha memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, Buku II, Penerbit Pustaka Sinar Harapan , Jakarta Cetakan
I.

Anda mungkin juga menyukai