Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MEMBANGUN KELUARGA ISLAMI


DOSEN PENGAJAR : H. M. TAUFIK SAIMAN, S.Ag.,ME

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 9

1. IQBAL OKTAVIAN (2274201030)


2. BAYU TRI ADRIAN (2274201039)
3. REVI SALENDRA (2274201050)
4. RAPIN APRIDO (2274201042)

FAKULTAS EKONOMI DAN HUKUM


PRODI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS SERASAN MUARA ENIM
SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2022 / 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita dan tak lupa pula kita mengirim salam dan salawat kepada baginda Nabi
Besar Muhammad SAW yang telah membawakan kita suatu ajaran yang benar yaitu agama Islam,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “MEMBANGUN KELUARGA ISLAMI”
ini dengan lancar.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari
berbagai sumber yang berkaitan dengan agama Islam serta infomasi dari media massa yang
berhubungan dengan agama islam tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.

Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam
hal ini dapat menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai membangun keluarga islami
sebagai salah satu materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam, khususnya bagi penulis. Memang
makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik

Muara Enim, 7 Januari 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

C0VER………………………………………………………………………………………………….1
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... 3
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan masalah ...................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ....................................................................................................................................... 4
BAB II
PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 5
2.1 Keluarga .................................................................................................................................... 5
2.2 Pernikahan ................................................................................................................................. 5
 Persiapan Nikah .................................................................................................................... 5
 Larangan Melakukan Pernikahan .......................................................................................... 6
 Pelaksanaan Pernikahan ........................................................................................................ 7
 Meningkatkan Mutu Pernikahan ........................................................................................... 8
2.3 Membina keluarga ..................................................................................................................... 9
2.4 Kewajiban – Kewajiban dalam Berkeluarga ............................................................................... 9
BAB III
PENUTUP ........................................................................................................................................ 10
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................. 10
3.2 Saran ....................................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 11

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Peningkatan mutu kehidupan dapat dicapai dengan berbagai cara, antara lain dengan
pendidikan yang baik dan berkualitas dan penanaman nilai moral ke dalam sikap dan prilaku
individu. Dimana semua itu dapat dicapai dari sebuah keluarga. Keluarga merupakan awal dari
sebuah kehidupan. Dalam agamapun islam mengajarkan untuk membentuk keluarga. Islam
mengajak manusia untuk hidup dalam naungan keluarga, karena keluarga seperti gambaran kecil
dalam kehidupan stabil yang menjadi pemenuhan keinginan manusia tanpa menghilangkan
kebutuhannya. Dalam mewujudkan keluarga pun di capai dengan melakukan apa yang di sebut
dengan pernikahan atau perkawinan.
Keluarga sakinah adalah suatu keluarga yang dibangun dengan niat yang ikhlas dan
dibarengi dengan komitmen untuk berjuang bersama yang penuh pertimbangan dan persiapan yang
matang yang dilandasi oleh pondasi yang kokoh (agama). Tujuan pendidikan keluarga sakinah
adalah mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material seluruh anggota keluarganya. Langkah
dalam pembentukan keluarga sakinah: masa pra nikah, masa keluarga awal, masa keluarga dewasa,
masa keluarga tua.

1.2 Rumusan masalah


Makalah ini disusun dengan rumusan sebagai berikut :
1. Apakah tujuan berkeluarga menurut islam?
2. Bagaimana persiapan menikah?
3. Apakah hukum melakukan pernikahan?
4. Apakah larangan-larangan melakukan pernikahan?
5. Bagaimanakah pelaksanaan pernikahan?
6. Bagaimanakah meningkatkan mutu pernikahan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tujuan berkeluarga menurut islam
2. Mengetahui bagaimana persiapan dalam pernikahan
3. Mengetahui hukum melakukan pernikahan
4. Mengetahui larangan-larangan melakukan pernikahan
5. Mengetahui pelaksanaan pernikahan
6. Mengetahui bagaimana meningkatkan mutu pernikahan

4
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil di masyarakat. Sebuah keluarga akan kokoh bila dibentuk atas dasar
pernikahan yang sah. Jika kita ingin membangun kehidupan yang kokoh di masyarakat, maka kita
harus memulainya dari keluarga. Tujuan keluarga adalah keluarga merupakan tempat menyalurkan
kebutuhan seksual secara terhormat, melalui keluarga, cinta dan kasih sayang bisa dipupuk dan dibina,
anak-anak dapat dilindungi dari ketidak pastian masa depannya. Pondasi masyarakat biasa dibangun
melalui keluarga.

2.2 Pernikahan

 Persiapan Nikah
Sebelum melakukan pernikahan, kita harus mempunyai calon pasangan. Dalam menentukan
calon pasangan, Rasulullah memberikan tuntutan hendaknya memperhatikan agama calon
pasangannya. Seberapa dalam dia memiliki pemahaman terhadap ajaran agamanya, tentunya
untuk umat muslim harus memilih calon pasangan seorang muslim pula.
Setelah menentukan pilihan calon pasangan, hal yang di sunnahkan adalah meminang. Meminang
adalah menyampaikan maksud mau menikahi dari seorang laki-laki pada seorang wanita baik
secara langsung maupun dengan perantara seseorang yang dapat dipercaya.
 Hukum Melakukan Pernikahan
Asal hukum melakukan pernikahan adalah ibadah atau kebolehan atau halal. Namun
berdasarkan perubahan ‘illahnya, maka dari ibadah atau kebolehan hukum pernikahan dapat
beralih menjadi sunnah, wajib, makruh, dan haram.

1. Hukumnya menjadi Sunnah


Seseorang apabila dipandang dari segi pertumbuhan jasmaninya telah wajar dan cenderung
untuk nikah serta biaya hidup telah ada, maka baginya menjadi sunnahlah untuk melakukan
pernikahan. Jika dia nikah dia mendapat pahala dan jika tidak atau belum, dia tidak mendapat
dosa dan tidak mendapat pahala.
2. Hukumnya menjadi Wajib
Seseorang apabila dipandang dari segi biaya kehidupan telah mencukupi dan dipandang dari
sudut pertumbuhan jasmaninya sudah sangat mendesak untuk nikah, sehingga jika tidak nikah
dia akan terjerumus kepada penyelewengan, maka menjadi wajiblah baginya untuk menikah.
Jika dia tidak nikah akan mendapat dosa dan jika dia menikah mendapat pahala

5
3. Hukumnya menjadi Makruh
Seseorang yang dipandang dari sudut pertumbuhan jasmaninya telah wajar untuk nikah
walaupun belum sangat mendesak, tetapi belum ada biaya untuk hidup sehingga jika dia nikah
akan membawa kesengsaraan hidup bagi isteri dan anak-anaknya, maka makruklah baginya
untuk menikah. Jika dia menikah mendapat dosa, jika dia tidak menikah mendapat pahala.
4. Hukumnya menjadi Haram
Apabila seorang laki-laki hendak menikahi seorang perempuan dengan maksud menganiaya
atau memperolok-oloknya maka haramlah bagi laki-laki itu menikahi perempuan tersebut. Jika
dia menikah dengan maksud tersebut mendapat dosa, sedangkan tidak menikahi karena
mempunyai tujuan tersebut maka mendapat pahala

 Larangan Melakukan Pernikahan


1. Larangan Pernikahan karena Berlainan Agama
Terlihat dalam Q.S. Al Baqarah : 221 berisikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Jangan kamu kawini perempuan musyrik hingga dia beriman.
b. Jangan kamu kawinkan laki-laki musyrik hingga dia beriman.
c. Orang musyrik itu membawa kepada neraka sedangkan Tuhan membawa kamu
kepada kebaikan dan keampunan.
2. Larangan Pernikahan karena Hubungan Darah yang sangat Dekat
Larangan itu tercantum dalam Q.S. An Nisa : 23 yang berisi :
a. Diharamkan bagi kamu mengawini ibu kamu
b. Anak perempuan kamu
c. Saudara perempuan kamu
d. Saudara perempuan ibu kamu
e. Saudara perempuan bapak kamu
f. Anak perempuan saudara laki-laki kamu
g. Anak perempuan saudara perempuan kamu
3. Larangan Pernikahan karena Hubungan Sesusuan
Mereka yang sesusuan itu telah menjadi saudara, dan disebut saudara sesusuan. Namun
saudara sesusuan itu tidak menjadikan hubungan persaudaraan sedarah untuk terjadinya
saling mewarisi.
Larangan ini terdapat di Q.S. An Nisa : 23, berupa :
A. Ibu susu kamu
B. Saudara/Saudari perempuan sesusuan kamu
4. Larangan Pernikahan karena Hubungan Semenda
Hubungan semenda artinya hubungan kekeluargaan yang timbul karena perkawinan yang
telah terjadi terlebih dahulu. Larangan ini terdapat di Q.S. An Nisa : 23, yaitu :
A. Ibu isteri kamu (mertua kamu yang perempuan)
B. Anak tiri kamu yang perempuan yang ada dalam pemeliharaan kamu, dari isteri yang
telah kamu campuri, dan apabila isteri itu belum kamu campuri maka tidak
mengapa kamu kawini anak tiri itu.
C. Isteri anak shulbi kamu (menantu kamu yang perempuan)

6
5. Larangan Pernikahan karena Poliandri
Larangan mengawini perempuan yang bersuami terdapat dalam Q.S An Nisa : 24 yaitu :
A. Dan perempuan yang mempunyai suami
Maksudnya diharamkan pula kamu mengawini perempuan yang sedang bersuami.
6. Larangan Pernikahan karena Undang-undang
Dalam Undang-undang Perkawinan mengenai larangan perkawinan ini diatur dalam pasal
8. Bunyi pasal 8 adalah Perkawinan dilarang antara dua orang yang
A. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas
B. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara,
antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara
neneknya.
C. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu ibu/ bapak tiri
D. Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan,
danbibi/paman sesusua
E. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari
isteri,dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.

 Pelaksanaan Pernikahan
Pernikahan akan dipandang sah apabila memenuhi ketentuan yaitu adanya pasangan yang
akan dinikahkan dan adanya akad nikah. Akad nikah berasal dari kata-kata’aqad nikah yang
berasal dari sebutan Al-Quran ‘aqdu al-nikaah, dalam kata sehari-hari di Indonesia disebut
akad nikah. Akad nikah berarti perjanjian mengikatkan diri dalam perkawinan antara seorang
wanita dengan seorang laki-laki.
Beberapa hal yang berkenaan dengan akad nikah adalah :
1. Ijab Kabul
Ijab adalah penegasan kehendak mengikatkan diri dalam bentuk perkawinan dan dilakukan
oleh pihak perempuan ditujukan kepada laki-laki calon suami. Kabul adalah penegasan
penerimaan mengikatkan diri sebagai suami isteri yang dilakukan oleh pihak laki-laki.
Pelaksanaan penegasan qabul ini harus diucapkan pihak laki-laki langsung sesudah ucapan
penegasan ijab pihak perempuan, tidak boleh mempunyai antara waktu yang lama.
2. Wali Pihak Perempuan
Wali adalah orang yang tanggung jawab menikahkan calon pasangan suami isteri. Ada
berbagai macam wali pihak perempuan, yaitu :
a. Wali Nasab
Anggota keluarga laki-laki bagi calon pengantin perempuan yang mempunyai
hubungan darah patrilinial dengan calon pengantin perempuan.Yang termasuk wali
nasab adalah bapak, datuk, saudara laki-laki bapak, saudara laki-lakinya sendiri.

7
b. Wali Hakim
Wali hakim adalah penguasa atau wakil penguasa yang berwenang dalam bidang
perkawinan. Biasanya penghulu atau petugas lain dari Departemen Agama. Jika
ditemui kesulitan untuk hadirnya wali nasab atau ada halangan dari wali nasab, maka
seorang calon pengantin perempuan dapat mempergunakan bantuan wali hakim baik
melalui Pengadilan Agama atau tidak.
c. Dua Orang Saksi
Kesaksian untuk suatu pernikahan hendaklah diberikan kepada dua orang laki-laki
dewasa dan adil yang dapat dipercaya. Syarat dua orang saksi ini adalah syarat yang
biasa dalam kejadian-kejadian penting sebagai penguat dalam suatu kejadian yang
menghendaki pembuktian. Syarat-syarat kedua saksi tersebut adalah :
a. Islam. Tidak dapat diterima kesaksian orang yang bukan islam.
b. Dewasa atau baligh yaitu sekitar berumur wajar untuk kawin.
c. Laki-laki yang adil yang dapat terlihat dari perbuatannya sehari-hari.
d. Mahar atau Sadaq
Mahar atau sadaq dalam hukum perkawinan dalam islam adalah kewajiban yang harus
dibayarkan oleh seorang pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan. Hukum
pemberian mahar adalah wajib.

 Meningkatkan Mutu Pernikahan


Dalam suatu pernikahan dapat mengalami pasang surutnya kehidupan seseorang yang sedang
membina rumah tangga. Hal ini adalah merupakan ujian bagi kaum mu’min. Oleh karena itu, maka
derita kegagalan, sakit, dan lain-lainnya hendaknya dihadapi dengan kesabaran dan kepercayaan
bahwa kita hidup adalah untuk berbakti kepada Allah dan kepada-Nya kita akan kembali.
Untuk menjaga ketertiban dalam pernikahan, hendaknya :
1. Pernikahan didahului dengan pinangan yang disampaikan kepada wali dan hendaknya
diinsyafi bahwa tidak baik orang yang mempersulit kelangsungan pernikahan.
2. Pernikahan dilaksanakan dengan ijab qabul yang dipersiapkan di mana diutamakan pembacaan
khutbah nikah sebagai dituntutkan Nabi saw.
3. Dalam hidup berumah tangga seorang mukmin seharusnya penuh dengan kebaktian dan selalu
berusaha membersihkan diri dari segala yang haram sampai dalam usaha mencari nafkah
kehidupan.

8
2.3 Membina keluarga
Dalam menciptakan keluarga yang islami dan sejahtera pasti mendapatkan halangan dan konflik-
konflik yang terjadi. Konflik dalam keluarga sering muncul dalam bentuk yang bervariasi. Dalam
islam, ada salah satu cara mengelola konflik dengan efektif, yaitu dengan mempergunakan kata
“maaf” konsep maaf ini secara implisit dimaksudkan untuk menepis perasaan permusuhan,
pertentangan batin, atau perkelahian, dan sebagainya yang berpotensi mencerai beraikan tali ukhuwah.
Dalam kehidupan keluarga, kata maaf ini harus ditradisikan oleh semua anggota keluarga. Suami
(ayah) dan istri (ibu) jangan pelit saling memaafkan. Orang tua tidaklah hina meminta maaf kepada
anak atas kesalahan yang telah diperbuat kepadanya. Pendidikan kemaafan ini penting untuk dibangun
sebagai warisan akhlak al-karimah yang bernilai tinggi.
Ketika konflik dalam keluarga sudah dikelola dengan baik, maka terbukalah jalan untuk
membangun komunikasi yang harmonis dengan memperhatikan aturan hubungan dalam keluarga.

2.4 Kewajiban – Kewajiban dalam Berkeluarga


a. Kewajiban Suami terhadap Istri
Kewajiban-kewajiban suami merupakan salah satu syarat untuk menuju kepada kesejahteraan
keluarganya.Diantara kewajiban-kewajiban suami terhadap istri adalah berlaku sopan santun dan
selalu bermuka manis serta menampakkan rasa kasih sayangnya kepada istri. Tidak boleh
bertindak atau mengeluarkan ucapan-ucapan yang kiranya dapat menyinggung perasaannya.
b. Kewajiban Istri terhadap Suami
Istri hendaknya taat dan patuh serta hormat terhadap suaminya, karena mengingat bahwa
tanggung jawab yang besar di dalam rumah tangga adalah di tangan suami. Perlu diperhatikan
bahwa persamaan hak antara suami dan istri bukanlah berarti bahwa si istri leluasa menyanggah
suaminya. Istri hendaknya berlaku sopan santun dan selalu bermanis muka serta menampakkan
rasa kecintaan dan penuh kepercayaan terhadap suami. Senyum simpul yang selalu nampak pada
wajahnya, dan budi pekertinya serta budi bahasanya yang lemah lembut adalah sifat yang sangat
menarik perhatian suami, yang dapat melipur di waktu susah, menenangkan hatinya disaat
gelisah.
c. Kewajiban Anak kepada Orang Tua
Orang tua adalah orang yang paling besar jasanya kepada anaknya. Keduanya telah
menanggung kesulitan dalam memelihara dan merawat anak mereka sejak dalam kandungan
sampai lahir dan menjadi dewasa. Sebagai timbal balik, islam mengajarkan tuntunan bagaimana
seharusnya seorang anak berbakti pada orang tuanya, yakni :
1. Mencukupi Kebutuhan Orang Tua
2. Melayani Orang Tua ketika Diperlukan
3. Memenuhi Panggilan Orang Tua
4. Patuh Menjalankan Perintah Orang Tua
5. Berbicara kepada Orang Tua dengan Bahasa yang Sopan dan Lemah Lembut
6. Mendoakan Orang Tua
9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perkawinan atau pernikahan pada dasarnya adalah suatu ikatan yang mengikat dua insan
manusia yang berlainan jenis untuk memenuhi hasrat kebutuhan jasmani dan rohaninya dengan
tujuan membentuk keluarga yang Islami sesuai dengan sunnah Allah swt. dan Rasul.Rukun
perkawinan secara lengkap yaitu adanya calon mempelai laki-laki muslim dan perempuan muslim,
Wali dari mempelai perempuan yang akan mengakadkan perkawinan, Dua orang saksi yang adil,
Ijab-qabul dan Mahar sebagai pemberian mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan pada saat
akad pernikahan. Proses pembinaan keluarga dalam islam adalah dengan menumbuhkan sikap
saling mengerti dan memahami antar masing-masing anggota keluarga dalam melaksanakan hak
dan kewajibannya.

Seorang muslim yang telah mempunyai kemampuan secara lahir dan bathin hendaknya
secepatnya untuk menikah. Karena pada dasarnya pernikahan merupakan salah satu cara seseorang
untuk mengindari perbuatan zina dan melindungi sebuah keturunan dari ketidakpastian masa
depannya.
Dalam membangun dan membina sebuah keluarga diharapkan memperhatikan dengan penuh
kejelasan terhadap berbagai tugas terpenting dan tujuan berkeluarga menurut Islam.

3.2 Saran

Diharapkan setiap umat islam dapat menjaga dan membina keluarganya dengan sebaik-baiknya.
Harus terjadi keselarasan di antara anggota keluarga. Setiap anggota keluarga harus mengetahui hak
dan kewajibannya sebagai anggota keluarga di rumah. Untuk yang akan berumah tangga diharapkan
dapat memilih pasangan yang jelas bibit bebet bobotnya, jelas agama dan ketaatannya terhadap
agama, memilih pasangan yang sholeh.

10
DAFTAR PUSTAKA

1.Zakirah, Z., Arsyam, M., Altimory, & H. (2020, November 3). Rekonstruksi Wacana Poligami
Berbasis Nalar Fiqhi Kontemporer. https://doi.org/10.31219/osf.io/z8epm
2.Zakirah, Z., Arsyam, M., HERIANTO, H., & Umar, K. (2020, December 20).
PENDIDIKAN DASAR (KUTTAB) MASA DAULAH ABBASIYAH (132-232H/ 750-847M).
https://doi.org/10.31219/osf.io/7t8bs
3.Nuri, Sukamto. 1981. Petunjuk Membangun dan Membina Keluarga Menurut Ajaran
Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.

11

Anda mungkin juga menyukai