Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENGANTAR PSIKOLOGI ISLAM

“ALIRAN DALAM PSIKOLOGI LINGKUNGAN DAN


PERILAKU (ALIRAN NATIVISME, EMPIRISME, DAN
KOVERGENSI)”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Psikologi Islam

Dosen Pengampu : Noneng Siti Rosidah, S.Pd.I, M.A.

Disusun Oleh :
1. Muhamad Sihabudin Ilham 211105010272
2. Arya Suta Wijaya 211105010289
3. Zidny Kurnia 211105010288
4. Rizal Ilham Ramadhan 191205010166

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aliran Dalam Psikologi Lingkungan Dan
Perilaku (Aliran Nativisme, Empirisme, Dan Konvergensi)” dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar Psikologi Islam.
Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah Ilmu dan wawasan Aliran Dalam
Psikologi Lingkungan Dan Perilaku (Aliran Nativisme, Empirisme, Dan Konvergensi) sesuai
dengan syariat islam bagi para pembaca dan juga kami sebagai penulis.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Noneng Siti Rosidah, S.Pd.I,
M.A. selaku dosen Mata Kuliah Pengantar Psikologi Islam. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh dengan itu saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan Masalah.......................................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
A. Perilaku Manusia.....................................................................................................3
B. Jenis Perilaku...........................................................................................................3
C. Pembentukan Perilaku.............................................................................................4
D. Teori Perilaku...........................................................................................................4
E. Manusia dan Lingkungannya....................................................................................5
F. Teori Hambatan Perilaku (Behaviour Constraints Theory)........................................8
G. Munculnya Behaviorisme Sebagai Mainstream Dalam Psikologi............................10
H. Keterkaitan Psikologi dengan Lingkungan..............................................................11
BAB III
PENUTUP..........................................................................................................................12
A. Kesimpulan............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perilaku manusia adalah gerakan yang dapat dilihat melalui indera manusia, gerakan
yang dapat diobservasi. Perilaku manusia secara umum muncul dengan melihat sistematika
berikut ini: NIAT + PENGETAHUAN + SIKAP = PERILAKU
Niat dipahami sebagai keinginan yang berasal dari dalam diri individu untuk
mendapatkan atau melakukan sesuatu yang hendak dilakukan. Ini merupakan penggerak
utama dalam terbentuknya perilaku.
Pengetahuan dipahami sebagai segala sesuatu yang dipahami. Prosesnya dilakukan
dengan mencari tahu dan melalui pengalaman. Sikap dipahami sebagai pernyataan dalam
diri individu untuk melakukan sesuatu. Pendirian atau keyakinan yang muncul karena
adanya pengetahuan akan hal tersebut. Inilah yang akan termanifestasi dalam bentuk
perilaku. Contoh dalam kehidupan keseharian bisa dipahami dalam konteks pilkada.
Seorang pemilih yang akan ikut dalam perhelatan pilkada, akan berniat terlebih dahulu
bahwa “saya ingin ikut memilih kandidat”. Setelah itu, orang tersebut mencari tahu
mengenai salah satu kandidat yang menjadi pilihannya melalui mencari lewat media,
bertanya langsung atau sumber yang dipercaya, dan usaha lainnya. Proses ini akan memberi
pengetahuan akan kandidatnya. Setelah itu, individu tersebut akan mulai bersikap “saya
akan memilih kandidat tersebut”. Pada saat hari pemilihan, individu tersebut akan
“berperilaku” dengan mencoblos kandidat tersebut di tempat pemungutan suara.
Proses di atas menggambarkan bagaimana perilaku memilih terbentuk. Adanya
proses yang sejalan mulai dari berniat sampai pada muncul perilaku akan memunculkan
perasaan senang akan pilihannya. Namun, akan berbeda halnya apabila proses mulai berniat
sampai bersikap telah sejalan namun ternyata berubah pada saat “perilaku memilih” maka
individu ini akan mengalami keresahan karena adanya ketidaksesuaian antara pengetahuan
dan sikap dengan perilaku yang diambil. Hal ini bisa saja disebabkan oleh adanya faktor di
luar dari individu tersebut misalnya adanya politik uang (serangan fajar) yang merubah
sikapnya untuk memilih kandidat yang telah memberi uang tersebut.
Ada tiga tradisi besar orientasi teori Psikologi dalam menjelaskan dan memprediksi
perilaku manusia. Pertama, perilaku disebabkan faktor dari dalam (deterministik). Kedua,
perilaku disebabkan faktor lingkungan atau proses belajar. Ketiga perilaku disebabkan
interaksi manusia-lingkungan.
Psikologi Lingkungan merupakan ilmu perilaku yang berkaitan dengan lingkungan
fisik, merupakan salah satu cabang Psikologi yang tergolong masih muda. Teori-teori
Psikologi Lingkungan dipengaruhi, baik oleh tradisi teori besar yang berkembang dalam
disiplin Psikologi maupun di luar Psikologi.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penjelasan Tentang Perilaku Manusia ?
2. Apa Saja Jenis Perilaku Manusia ?
3. Bagaimana Pembentukan Perilaku Manusia ?
4. Apa Saja Teori Perilaku ?
5. Bagaimana Penjelasan Manusia dan Lingkungannya ?
6. Bagaimana Penjelasan Teori Hambatan Perilaku ?
7. Bagaimana Munculnya Behaviorisme Sebagai Mainstream Dalam Psikologi ?
8. Bagaimana Keterkaitan Psikologi dengan Lingkungan ?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui dan Memahami Tentang Perilaku Manusia
2. Mengetahui Jenis-Jenis Perilaku Manusia
3. Mengetahui dan Memahami Pembentukan Perilaku Manusia
4. Mengetahui Teori-Teori Perilaku
5. Mengetahui dan Memahami Manusia dan Lingkungannya
6. Mengetahui dan Memahami Teori Hambatan Perilaku
7. Mengetahui dan Memahami Munculnya Behaviorisme Sebagai Mainstream Dalam Psikologi
8. Mengetahui dan Memahami Keterkaitan Psikologi dengan Ligkungan
3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perilaku Manusia
Psikologi merupakan ilmu tentang perilaku, dengan pengertian bahwa perilaku atau
aktivitas-aktivitas itu merupakan manifestasi kehidupan psikis. Telah dikemukakan oleh
Branca (1964), Woodworth dan Marquis (1957), Sartain, dan Morgan, dkk. (1984) bahwa
yang diteliti, dipelajari dalam psikologi ini baik perilaku manusia dan hewan. Namun
demikian hasil dari penelitian itu dikaitkan untuk dapat mengerti tentang keadaan manusia.
Ada beberapa alasan mengapa hewan dijadikan bahan eksperimen diantaranya:
1. Hewan umumnya lebih objektif daripada manusia. Hewan tidak mempunyai sadar
pribadi sehingga tidak merasa malu apabila di observasi oleh banyak orang pada
waktu eksperimen diadakan.
2. Hewan lebih mudah dikontrol daripada manusia.
3. Kadang eksperimen membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga hal ini akan
membosankan, keadaan ini akan mempengaruhi sikap ataupun segi-segi yang lain
yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen. Hal tersebut tidak dijumpai pada
hewan.
4. Eksperimen kadang dibutuhkan pembedahan. Hal ini akan mudah dilaksanakan pada
hewan.
5. Dalam eksperimen apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, resikonya lebih
ringan apabila dibandingkan kalau eksperimen dilakukan pada manusia. Perilaku
atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan
sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsang yang mengenai
individu itu. Perilaku atau aktivitas itu merupakan jawaban atau respon terhadap
stimulus yang mengenainya.

B. Jenis Perilaku
Perilaku manusia dapat dibedakan antara perilaku refleksif dan perilaku non
refleksif. Perilaku refleksif merupakan perilaku yang terjadi atas reaksi secara spontan
(tanpa dipikir) terhadap stimulus yang mengenai organisme tersebut. Contoh reaksi
kedip mata bila kena sinar, gerak lutut bila kena sentuhan palu, menarik jari bila kena
api. Stimulus yang diterima oleh individu tidak smpai ke pusat susunan syaraf atau otak,
sebagai pusat kesadaran, pusat pengendali, dari perilaku manusia. Perilaku yang refleksif
respons langsung timbul begitu menerima stimulus.
Perilaku yang Non-refleksif. Perilaku ini dikendalikan atau diatur oleh pusat
kesadaran atau otak. Dalam kaitan ini stimulus setelah diterima oleh reseptor

4
5

(penerima) kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat syaraf, pusat kesadaran, baru
kemudian terjadi respons melalui afektor. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat
kesadaran ini yang disebut proses psikologi. Perilaku atau aktivitas atas dasar proses
psikologis inilah yang disebut aktivitas psikologi atau perilaku psikologis

C. Pembentukan Perilaku
Perilaku manusia sebaian terbesar ialah berupa perilaku yang dibentuk atau
dipelajari. Maka dari itu bagaimana cara membentuk perilaku itu sesuai yang
diharapkan.
a. Pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan.
Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan,
akhirnya akan terbentuk perilaku tersebut. Contoh, anak dibiasakan bangun pagi,
atau menggosok gigi sebelum tidur, mengucapkan terima kasih bila diberi
sesuatu oleh orang lain, membiasakan diri tidak terlambat ke sekolah.
b. Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)
Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau insight. Misal
datang kuliah jangan sampai terlambat karena dapat mengganggu teman yang
lain. Naik motor harus pakai helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri.
Cara berdasarkan atas teori belajar kognitif yaitu belajar disertai adanya
pengertian. Bila dalam eksperimen Thorndike dalam belajar yang dipentingkan
adalah soal latihan, maka dalam eksperimen Kohler dalam belajar yang penting
adalah pengerian atau insight.
c. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model
Pembentukan perilak masih dapat ditempuh dengan menggunakan model
atau contoh. Kalau orang bicara bahwa orang tua sebagai contoh anak-anaknya,
pemimpin sebagai panutan yang dipimpinnya, hal tersebut menujukkan
pembentukan perilaku dengan menggunakan model. Pemimpin dijadikan model
atau contoh oleh orang yang dipimpinnya. Cara ini didasarkan atas teori belajar
sosial atau observational learning theory yang dikemukakan oleh Albert Bandura
(1977).

D. Teori Perilaku
a. Teori insting
Teori ini dikemukakan oleh McDougall, Menurut McDougall perilaku itu
disebabkan karena insting. Insting merupakan perilaku yang innate, perilaku
bawaan, dan insting akan mengalami perubahan karena pengalaman.
b. Teori dorongan (drive theory)
Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa individu mempunyai
dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan
dengan kebutuhan kebutuhan organisme yang mendorong individu berperilaku.
6

Bila seseorang mempunyai kebutuhan, dan ingin memenuhi kebutuhannya maka


akan terjadi ketegangan dalam diri orang tersebut. Bila individu berperilaku dan
dapat memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi pengurangan atau reduksi
dari dorongan – dorongan tersebut. Karena itu teori ini menurut Hull
(Hergenhahn, 1976) juga disebut teori drive reduction.
c. Teori insentif (insentive theory)
Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku manusia disebabkan
karena adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong manusia berbuat atau
berperilaku. Insentif ada yang positif dan negatif. Yang positif adalah berkaitan
dengan hadiah sedangkan yang negatif berkaitan dengan hukuman. Berarti
perilaku timbul karena adanya insentif.
d. Teori atribusi
Teori ini ingin menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku manusia. Apakah
perilaku itu disebabkan disposisi internal (misal motif, sikap) ataukah oleh
keadaan eksternal.
e. Teori kognitif
Apabila seseorang harus memilih perilaku yang mana mesti dilakukan, maka
pada umumnya yang bersangkutan akan memilih alternatif perilaku yang akan
membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang bersangkutan. Ini disebut
sebagai model subjective expected utility (SEU).

E. Manusia dan Lingkungannya


Manusia sebagai makhluk hidup merupakan makhluk yang lebih sempurna apabila
dibandingkan dengan makhluk yang lain. Selain manusia dipengaruhi oleh keadaan
sekitarnya, yang terikat oleh hukum-hukum alam. Manusia juga dipengaruhi atau
ditentukan oleh kemampuan-kemampuan yang ada dalam diri manusia itu sendiri.
Manusia sebagai makhluk hidup, merupakan makhuk yang dinamis dalam pengertian
bahwa manusia dapat mengalami perubahan-perubahan. Perilaku manusia dapat
berubah dari waktu ke waktu.
1. Manusia dan Perkembangannya
Manusia itu merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna apabila
dibandingkan dengan makhluk lainnya. Akibat dari unsur kehidupan yang ada
pada manusia, manusia berkembang dan mengalami perubahan, baik itu
dalam segi fisiologis maupun psikologis.
Teori-teori perkembangan:
a. Teori Nativisme
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan manusia itu akan
ditentukan oleh faktor-faktor nativus, yaitu faktor keturunan yang
merupakan faktor-faktor yang dibawa oleh individu sejak dilahirkan.
Menurut teori ini sewaktu individu dilahirkan telah membawa sifat-sifat
7

tertentu, dan sifat inilah yang akan menentukan keadaan individu yang
bersangkutan, sedangkan faktor lain yaitu lingkungan, termasuk
didalamnya pendidikan dapat dikatakan tidak berpengaruh terhadap
perkembangan individu itu. Teori ini dikemukakan oleh Schopenhouer
(lih. Bigot, dkk.,1950).
Teori ini berpandangan bahwa seakan – akan manusia ditentukan
oleh sifat sebelumnya, tidak dapat diubah, sangat tergantung pada sifat
yang diturunkan dari orang tuanya.

b. Teori Empirisme
Teori ini berpandangan bahwa perkembangan individu akan
ditentukan oleh empirisnya atau pengalaman-pengalamannya yang
diperoleh selama perkembangan individu. Pengalaman termasuk juga
pendidikan yang diterima oleh individu. Menurut teori ini individu yang
dilahirkan itu sebagai kertas atau meja yang putih bersih yang belum ada
tulisan-tulisannya. Akan menjadi apakah individu itu kemudian,
tergantung kepada apa yang akan dituliskan diatasnya. Peranan para
pendidik dalam hal ini sangat besar, pendidiklah yang akan menentukan
keadaan individu dikemudian hari. Teori empirisme ini dikemukakan oleh
John Locke, juga sering dikenal dengan teori tabularasa, yang
memandang keturunan atau pembawaan tidak mempunyai peranan.
Pendapat Empirisme merupakan kebalikan dari pendapat Nativisme di
atas.
c. Teori Konvergensi
Teori ini merupakan teori gabungan (konvergensi) dari kedua teori
diatas, yaitu suatu teori yang dikemukakan oleh William Stern baik
pembawaan maupun pengalaman atau lingkungan mempunyai peranan
yang penting didalam perkembangan individu. Perkembangan individu
akan ditentukan baik oleh faktor yang di bawa sejak lahir (faktor
endogen) maupun faktor lingkungan (termasuk pengalaman dan
pendidikan) yang merupakan faktor eksogen. Penelitian dari W. Stern
memberikan bukti tentang kebenaran dari teorinya, dan dapat diterima
oleh para ahli pada umumnya, sehingga teori yang dikemukakan oleh W.
Stern merupakan salah satu hukum perkembngan individu disamping
adanya hukum- hukum perkembangan yang lain.
2. Faktor Eksogen dan Faktor Endogen
Faktor endogen ialah faktor yang dibawa oleh individu sejak dalam
kandungan hingga kelahiran. Faktor endogen merupakan faktor keturunan
atau faktor pembawaan. Oleh karena itu terjadi dari bertemunya ovum dari
ibu dan sperma dari ayah, maka faktor endogen yang dibawa oleh individu itu
mempunyai sifat-sifat seperti orang tuanya. Kenyataan menunjukkan bahwa
8

sewaktu individu dilahirkan, telah ada sifat-sifat yang tertentu terutama sifat-
sifat yang berhubungan dengan faktor jasmaniah, misalnya, bagaimana
kulitnya putih, hitam atau coklat, bagaimana keadaan rambutnya hitam,
pirang. Sifat-sifat ini mereka dapatkan dari faktor keturunan. Disamping itu,
individu juga mempunyai sifat-sifat pembawaan psikologis yang erat
hubungannya dengan keadaan jasmani yaitu temperamen. Temperamen
merupakan sifat-sifat pembawaan yang erat hubungannya dengan struktur
kejasmanian seseorang, yaitu yang berhubungan dengan fungsi-fungsi
fisiologis seperti darah, kelenjar-kelenjar, cairan-cairan lain, yang terdapat
dalam diri manusia. Disamping itu individu mempunyai pembawaan-
pembawaan yang berhubungan dengan sifat-sifat kejasmanian dan
tempramen, maka individu masih mempunyai sifat-sifat pembawaan yang
berupa bakat. Bakat bukan merupakan satu-satunya faktor yang dibawa
individu sewaktu dilahirkan, melainkan hanya merupakan slah satu faktor
yang dibawa sewaktu dilahirkan.
Faktor eksogen merupakan yang datang dari luar diri individu,
merupakan pengalaman-pengalaman, alam sekitar, pendidikan. Pengaruh
pendidikan dan lingkungan sekitar itu sebenarnya terdapat perbedaan. Pada
umumnya pengaruh lingkungan bersifat pasif, dalam arti bahwa lingkungan
tidak memberikan suatu paksaan kepada individu. (運動器分科会, n.d.)
3. Nativisme
Tokoh utama aliran ini adalah Schopenhauer (1788-1860) Para ahli
yang mengikuti aliran ini berpendapat, bahwa perkembangan individu
scmata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir (natus
artinya lahir), jadi perkembangan individu semata-mata tergantung kepada
dasar. Para ahli yang mengrkuti pendirian ini biasanya mempertahankan
konsepsi ini dengan menunjukan berbagai kesamaan atau kemiripan antara
orang tua dengan anak-anaknya. Misalnya jika ayahnya seorang pelukis,
maka anaknya juga akan menjadi pelukis. Aliran ini tidak bisa dibenarkan,
sebaaimana yang terjadi pada kasus Qanaan, anak Nabi Nuh Seperti yang
diambarkan Al-qur’an dalam surah Hud: 42-43.
"Bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung
dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh
terpencil:"Hai anakku, naiklah ( ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu
berada bersama orang-orang yang kafir" anaknya menjawab:"Aku akan
mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!"
Nuh berkata: "Tidak ada yang dapat melindungi hari inidari azab Allah selain
Allah saja Yang Maha Penyayang. Dan gelombang menjadi penghalang
antara keduanya: maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang
ditenggelamkan.”
9

Jadi, seorang ayah yang beriman belum tentu anaknya juga akan
menjadi orang beriman. Begitu juga seorang musyrik belum tentu anaknya
menjadi musyrik, jika dia dididik menjadi mukmin kemungkinan besar dia pun
akan menjadi mukmin.
4. Empirisme
Tokoh utama aliran ini adalah John Locke (1632-1704) Para ahli yang
mengikuti pendirian aliran ini mempunyai pendapat yang langsung
bertentangan dengan pendapat aliran Nativisme, yaitu bahwasannya
perkembangan itu semata-mata pada faktor lingkungan, sedangkan dasar
tidak memainkan peran sama sekali. Aliran ini juga tidak bisa dibenarkan
karena sejumlah potensi yang bisa berkembang karena pengaruh lingkungan.
Sebagaimana yang terjadi pada Asiah binti Muzahim seorang wanita beriman
yang diperisri Firaun. Meskipun ia hidup di lingkungan kerajaan Firaun yang
zalim dan kafir, tetapi dia tetap beriman kepada Allah. la tidak terpedaya oleh
kemewahan dan kekejaman Firaun. Seperti dalam firman Allah: "Allah
membuat istri Firaun perumpaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia
berkata:"Ya Tuhanku bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam
surge dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim." Dengan demkian
lingkungan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi manusia.
5. Konvergensi
Tokoh utama aliran ini adalah Louis William Stern (1871-1938). Aliran
Konvergensi berpendapat bahwa di dalam perkembangan individu baik dasar
atau pembawaan maupun lingkungan memainkan peranan penting. Bakat
sebagai kemungkinan telah ada pada masing-masing individu, akan tetapi
bakat yang yang sudah tersedia itu perlu menemukan lingkungan yang sesuai
supaya dapat berkembang. Sebagai contoh, tiap anak manusia yang normal
mempunyai bakat untuk berdiri tegak di atas kedua kaki, akan tetapi bakat ini
tidak akan menjadi aktual (kenyataan) jika sekiranya anak manusia itu tidak
hidup dalam lingkungan manusia. Pandangan ini bisa dibenarkan pula, karena
konvergensi berangkat dari skulerisme yang mengangeap agama tidak punya
peran penting dalam totalitas kehidupan manusia. Bakat atau potensi dalm
konvergensi adalah potensi yang kosong dari nilai-nilai agama
(tauhid). .Seperti yang terjadi pada kisah Nabi Ibrahim, walaupun bapaknya
adalah seorang kafir produsen berhala dan lingkungan sekitarnya dipenuhi
dengan kemusyrikan, tetapi dia adalah seorang mukmin dan menjadi Nabi
bagi umatnya pada masa itu karena memang pada setiap diri manusia telah
terdapat potensi tauhid yang akan berkembang jika manusia berusaha
merealisasikannya dengan usaha yang sungguh-sungguh. Dengan bimbingan
wahyu Ilahi (hidayah din) itulah ia dapat mengembangkan potensi tauhidnya
sehingga ia dapat menemukan kebenaran yang hakiki
10

F. Teori Hambatan Perilaku (Behaviour Constraints Theory)


Premis dasar teori ini adalah stimulasi yang berlebih atau tidak diinginkan,
mendorong terjadinya arousal atau hambatan dalam kapasitas pemrosesan informasi.
Akibatnya, orang merasa kehilangan kontrol terhadap situasi yang sedang berlangsung
(Fisher dkk, 1984). Perasaan kehilangan kontrol merupakan langkah awal dari teori kendala
perilaku.
Istilah ‘hambatan’ berarti terdapat ‘sesuatu’ dari lingkungan yang membatasi (atau
menginterferensi dengan sesuatu), apa yang manjadi harapan. Hambatan dapat muncul,
baik secara aktual dari lingkungan atau pun interpretasi kognitif. Dalam situasi yang diliputi
perasaan bahwa ada sesuatu yang menghambat perilaku, orang merasa tidak nyaman.
Pengatasan yang dilakukan adalah orang mencoba menegaskan kembali kontrol yang
dimiliki dengan cara melakukan antisipasi faktor-faktor lingkungan yang membatasi
kebebasan perilaku. Usaha tersebut dikatakan sebagai reaktansi psikologis (psychological
reactance). Jika usaha tersebut gagal, muncul ketidakberdayaan yang dipelajari atau learned
helplessness (Veitch & Arkkelin, 1995).
Averill (dalam Fisher, 1984) mengatakan bahwa ada beberapa tipe kontrol terhadap
lingkungan yaitu kontrol perilaku, kontrol kognitif, dan kontrol lingkungan. Kontrol
lingkungan mengarahkan perilaku untuk mengubah lingkungan misalnya mengurangi
suasana yang bising, membuat jalan tidak berkelok-kelok, membuat tulisan/ angka dalam
tiap lantai di gedung yang bertingkat, atau membuat pagar hidup untuk membuat rumah
bernuansa ramah lingkungan. Kontrol kognitif dengan mengandalkan pusat kendali di dalam
diri, artinya mengubah interpretasi situasi yang mengancam menjadi situasi penuh
tantangan. Kontrol keputusan, dalam hal ini, orang mempunyai kontrol terhadap alternatif
pilihan yang ditawarkan. Semakin besar kontrol yang dapat dilakukan, akan lebih membantu
keberhasilan adaptasi.
Teori kendala perilaku ini banyak dikembangkan Altman. Konsep penting dari Altman
(Gifford, 1987) adalah bagaimana seseorang memperoleh kontrol melalui privasi agar
kebebasan perilaku dapat diperoleh. Dinamika psikologis dari privasi merupakan proses
sosial antara privasi, teritorial, dan ruang personal. Selanjutnya dijelaskan oleh Altman
(dalam Gifford, 1987) bahwa privasi pada dasarnya merupakan konsep yang terdiri atas
proses 3 dimensi. Pertama, privasi merupakan proses pengontrolan boundary. Artinya,
pelanggaran terhadap boundary ini merupakan pelanggaran terhadap privasi seseorang.
Kedua, privasi dilakukan dalam upaya memperoleh optimalisasi. Seseorang menyendiri
bukan berarti ia ingin menghindarkan diri dari kehadiran orang lain atau keramaian, tetapi
lebih merupakan suatu kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu. Ketiga, privasi
merupakan proses multi mekanisme. Artinya, ada banyak cara yang dilakukan orang untuk
memperoleh privasi, baik melalui ruang personal, teritorial, komunikasi verbal, dan
komunikasi non-verbal.
Ruang personal adalah ruang di sekeliling individu, yang selalu di bawa kemana saja
orang pergi, dan orang akan merasa terganggu jika ruang tersebut diinterferensi (Gifford,
1987). Artinya, kebutuhan terhadap ruang personal terjadi ketika orang lain hadir.
11

Ketidakhadiran orang lain, kebutuhan tersebut tidak muncul. Ruang personal biasanya
berbentuk bubble dan bukan semata-mata ruang personal tetapi lebih merupakan ruang
interpersonal. Ruang personal ini lebih merupakan proses belajar atau sosialisasi dari orang
tua. Seringkali orang tua mengingatkan anaknya untuk tidak mendekati orang asing dan
lebih dekat ke orang tua terutama ibu atau anak diminta memberikan ciuman kepada
saudaranya. Anak mempelajari aturan-aturan bagaimana harus mengambil jarak dengan
orang yang sudah dikenal dan orang yang belum dikenalnya. Oleh karenanya, pengambilan
jarak yang tepat ketika berinteraksi dengan orang lain merupakan suatu cara untuk
memenuhi kebutuhan ruang personal diri dan orang lain.

G. Munculnya Behaviorisme Sebagai Mainstream Dalam Psikologi


Secara etimologi psikologi berasal dari kata psyche yang berarti pikiran, jiwa, atau
ruh serta logos yang berarti pengetahuan, wacana, ataupun kajian. Berdasarkan asal kata
tersebut, maka psikologi kemudian didefinisikan sebagai kajian tentang pikiran. Kemunculan
psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu yang terpisah dari filsafat dengan sifat yang empiris
terjadi pada tahun 1879. Dengan munculnya behaviorisme pada tahun 1920, pemisahan
antara psikologi dan filsafat menjadi lebih ideologis, yaitu dengan dijadikannya psikologi
menjadi lebih profesional. Beberapa tokoh yang cukup vokal terkait upaya pemisahan ini
antara lain yaitu J.B. Watson, Weiss, Hunter, Lashley yang berpandangan bahwa psikologi
harus menjadi sesuatu yang radikal dan berbeda dari filosofi.
Dalam sudut pandang ini, psikologi menjadi ilmu empiris, ilmu alam yang menyelidiki
perilaku organisme murni secara empiris, terobservasi, dan menggunakan sarana
eksperimental. Filsafat sebagai kebalikannya, terdiri atas kajian spekulatif tentang entitas
yang tidak terobservasi yang sering kali didasarkan pada intuisi maupun introspeksi, dan
klaim terhadap beberapa kepastian yang bersifat transenden ataupun transendental. Di sini
terjadi pertempuran antara “empirisme vs rasionalisme”, “fakta vs teori”, fakta vs norma,
dll. Oleh karena itu, meskipun filsafat memiliki sesuatu yang dapat diperlukan oleh bidang
psikologi, namun kebanyakan dari individu-individu semisalnya JB. Watson berpikir bahwa
psikologi tidak dapat belajar apa pun dari filsafat, sehingga filsafat harus dihindari
(O’Dohonue, 1996: xiii).
Setelah berhasil memisahkan diri dari filsafat dan membentuk disiplin ilmu baru,
psikologi mengalami banyak perkembangan yang ditandai dengan munculnya berbagai
aliran/teori dalam psikologi. Jika pada kemunculan psikologi sebagai ilmu, model
strukturalisme yang dipelopori oleh Wundt menempati posisi yang cukup bergengsi, namun
kemudian muncul tantangan dari aliran fungsionalisme yang dipelopori oleh psikolog
Amerika Serikat William James (1842-1910). Selain fungsionalisme, aliran selanjutnya yang
juga berkembang di Amerika Serikat adalah behaviorisme. Aliran ini dipelopori oleh John B.
Watson (1878 – 1958).
Tiga kunci utama yang dapat ditemukan dalam manifesto behavioris adalah sebagai
berikut :
12

1. Psikologi harus murni objektif, mengesampingkan semua data subjektif atau


interpretasi dalam kaitannya dengan pengalaman sadar (psychology as the science
of behavior);
2. Tujuan psikologi adalah untuk memprediksi dan mengontrol perilaku (hal ini sebagai
lawan dari apa yang sudah dilakukan oleh Wundt, yaitu mendeskripsikan dan
menjelaskan keadaankeadaan mental sadar). Konsep ini nantinya akan
dikembangkan oleh BF. Skinner dengan model behaviorisme radikal);
3. Tidak ada perbedaan secara kualitatif (fundamental) antara perilaku manusia dan
non-manusia.(Muthmainnah, 2018)

H. Keterkaitan Psikologi dengan Lingkungan


Lingkungan merupakan fundamental kehidupan manusia. Mereka berkembang dan
tumbuh, mengenal alam, kehidupan, dan berbagai unsur lainnya dari lingkungan. Ketika
manusia berada dilingkungan, maka lingkungan itu akan menjadi faktor eksternal yang
dapat mempengurhi kondisi kejiwaan seseorang. Lalu kenapa lingkungan bisa merubah
kondisi psikologi seseorang? Karena pada dasarnya manusia telah dikarunia kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sehingga lingkungan apapun itu akan
merubah psikologi seseorang.
13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori-teori dalam Psikologi Lingkungan selain masih mendasarkan diri pada grand
theories Psikologi juga menggunakan teori-teori di luar disiplin Psikologi. Psikologi
Lingkungan sebagai salah satu cabang Psikologi, belum mempunyai grand theories dan teori
yang sudah ada sekarang ini masih dalam tataran teori mini. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan para peneliti dalam mengkaji hubungan manusia-lingkungan, dibuat suatu model
dengan memperhatikan karakteristik lingkungan fisik dan manusia. Pembuatan model
tersebut dapat didasarkan atas sintesa dari grand theories dalam disiplin Psikologi, teori
mini dari Psikologi Lingkungan, atau pun teori-teori di luar disiplin Psikologi.
Munculnya behaviorisme sebagai sebuah mainstream dalam psikologi diawali
dengan dasar pemikirannya yang berseberangan dengan model berpikir ala Cartesian. Jika
filosofi pada pemikiran ala Cartesian lebih bersifat inside out (dari dalam ke luar) maka pada
behaviorisme, faktor luar atau eksternal-lah yang akan mempengaruhi. Pada pemikiran
Cartesian dikatakan bahwa apa yang dipersepsi oleh manusia bukanlah karena apa yang ada
di dunia luar, melainkan hal itu dikarenakan adanya ide, tanda, ataupun representasi lain
yang muncul dari dalam diri (cogito). Konsekuensi dari hal ini adalah tubuh hanyalah bersifat
mekanis. Bekerjanya tubuh diibaratkan seperti mesin yang semuanya dapat dijelaskan
dengan hukum-hukum mekanis. Karena bekerjanya tubuh bersifat mekanis, maka untuk
mempelajari kesadaran hal itu dapat dilakukan dengan cara introspeksi. Memahami apa
yang terjadi dalam diri melalui pemahaman dan refleksi diri. Metode introspeksi ini
kemudian digunakan dalam ranah psikologi (dapat dilihat pada fase awal didirikannya
laboratorium psikologi oleh Wilhem Wundt di Leipzig Jerman)

14
DAFTAR PUSTAKA

Helmi, A. F. (2015). Beberapa Teori Psikologi Lingkungan. Buletin Psikologi,


7(2), 7–19. https://doi.org/10.22146/bpsi.7404
Muthmainnah, L. (2018). Problem Dalam Asumsi Psikologi Behavioris (Sebuah
Telaah Filsafat Ilmu). Jurnal Filsafat, 27(2), 168.
https://doi.org/10.22146/jf.32801
PENGARUH_PSIKOLOGI_LINGKUNGAN_TERHADAP_P. (n.d.).
運動器分科会. (n.d.). No Title 超高齢社会における運動器の健康 ‫بیبیب‬. In
D‫ثبثبثب‬: Vol. ‫( ث ققثق‬Issue ‫)ثق ثقثقثق‬.

15

Anda mungkin juga menyukai