Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KAWIN KONTRAK
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Fiqih Munakahat

Dosen Pengampu: Drs. H. Hanafi, M.Pd.

Disusun Oleh:

Hisyam Kabbani (2021.01.069)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-FALAH

CICALENGKA-BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami penjatkan ke hadirat Allah S.W.T. atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang Kawin
Kontrak, meskipun masih jauh dari kata kesempurnaan. Shalawat beserta salam kami
curahkan kepada Rasulullah S.A.W.

Dalam menyelesaian makalah ini kami berusaha untuk melakukan yang terbaik.
Tetapi kami menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan
penyempurnaan makalah kami yang akan datang.

Dengan terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini yang telah memberikan dorongan,
semangat dan masukan.

Semoga apa yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan masyarakat
pada umumnya, serta mendapatkan ridha dari Allah S.W.T. Amin.

Selasa, 30 Mei 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Kawin Kontrak (Nikah Mut’ah).............................................................................................6
B. Hukum Kawin Kontrak..........................................................................................................6
C. Dampak Negatif.......................................................................................................................8
BAB III...............................................................................................................................................10
PENUTUP..........................................................................................................................................10
A. Kesimpulan............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia, hal ini
disebabkan dengan melakukan perkawinan yang sah dapat terlaksanan pergaulan
hidup manusia baik secara individual maupun secara kelompok. Disamping itu
dengan melaksanakan perkawinan yang sah dalam masyarakat, maka kelangsungan
hidup dalam keluarga dan keturunannya dapat berlangsung secara jelas dan akan
menggapai tujuan perkawinan yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

Oleh karena itu, dibutuhkan suatu peraturan yang mengatur tentang hidup bersama
tersebut. Di Indonesia sendiri, peraturan yang mengatur tentang perkawinan dapat
dilihat pada UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan juga dalam
Kompilasi Hukum Islam dalam Buku 1 bagi umat Islam.

Pada zaman sekarang, pelaksanaan perkawinan semakin bervariasi bentuknya.


mulai dari perkawinan lewat Kantor Urusan Agama (KUA), perkawinan bawa lari,
sampai dengan kawin kontrak. Pada dasarnya perkawinan dilakukan untuk jangka
waktu selama-lamanya sampai maut yang memisahkan. Akan tetapi, dalam
perkembangan masyarakat yang demikian cepat terutama dipicu oleh industrialisasi
dan modernisasi, menyebabkan munculnya praktek orang-orang yang melakukan
perkawinan hanya untuk jangka waktu tertentu, yang lebih sering dikenal dengan
sebutan kawin kontrak.

Di dalam agama Islam, menurut Abdussalam Nawawi, kawin kontrak dikenal


dengan istilah kawin mut'ah. Secara etimologis, mut’ah mempunyai pengertian
“kenikmatan” dan “kesenangan”, jadi nikah mut’ah dapat diartikan sebagai
perkawinan untuk bersenang-senang karena didalam perkawinan ini terdapat aturan-
aturan yang memberikan keringanan beban tanggung jawab kedua belah pihak
(suami-istri) dibanding tanggung jawab yang ada dalam perkawinan permanen.

Berbeda dengan perkawinan pada umumnya, kawin kontrak bersifat sementara


dan merupakan hal yang dilarang dalam agama dan Undang-Undang, karena
bertentangan dengan maksud dan tujuan dari perkawinan itu sendiri yang tercatat
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Namun,
sampai saat ini praktik kawin kontrak masih sering ditemukan dan dilakukan oleh
banyak pasangan dengan alasan suatu kepentingan tertentu. Kepentingan yang
dimaksud dapat berupa kepentingan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
biologis atau dapat pula kepentingan lain, seperti kepentingan materi atau kepentingan
agar dapat bekerja atau menetap disuatu negara.

1
Di Indonesia, kawin kontrak juga kerap terjadi dengan berbagai alasan yang
mendasarinya, baik alasan biologis, sosiologis, maupun karena alasan ekonomi. Salah
satu alasan utama dalam pelaksaan kawin kontrak adalah alasan ekonomi, yaitu
perempuan yang melakukan kawin kontrak berharap untuk mendapatkan perbaikan
kesejahteraan setelah melakukan kawin kontrak. Hal ini dikarenakan perempuan yang
melakukan kawin kontrak biasanya mendapatkan sejumlah materi atas
kesanggupannya menjadi istri kontrak. Bentuk materi yang diberikan pun beragam,
dapat berupa uang, rumah, perhiasan, dan lain-lain.

Kawin kontrak / Nikah mut’ah didefinisikan secara harafiah sebagai nikah “enak-
enakan”, nikah untuk sekedar memenuhi dorongan seksual. Oleh karena itu, pada
umumnya nikah ini tidak disaksikan orang banyak dan tidak dilakukan dihadapan
pegawai pencatat nikah. Kawin ini dianggap sah menurut agama, tetapi melanggar
ketentuan pemerintah.

B. Rumusan Masalah

1. Definisi Kawin Kontrak


2. Kawin Kontrak Menurut Undang-undang RI
3. Hukum Kawin Kontrak Dalam Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kawin Kontrak (Nikah Mut’ah)

Nikah Mut’ah, atau disebut pula dengan Zawuj Muaqqat (kawin sementara) atau
Zawuj Munqathi’ (kawin putus) merupakan jenis “pernikahan” yang berbeda dengan
perkawinan yang lazim berlaku di masyarakat, utamanya masyarakat Islam. Perkawinan
Mut’ah terjadi atas dasar perjanjian bersama antara pria dan wanita untuk hidup bersama
dalam waktu tertentu. Jika waktu yang telah ditentukan itu berakhir, maka secara otomatis
ikatan perkawinan itu pun berakhir.

Nikah mut’ah di Indonesia dikenal juga dengan istilah kawin kontrak. Meskipun
secara kwantitatif tidak ada data dan tidak belaku hukum perkawinan kontrak/nikah
mut’ah di Indonesia, namum pada kenyataannya, perkawinan kontrak tersebut telah
banyak berkembang di Indonesia, terutama di Daerah-daerah Industri yang banyak
melibatkan investor asing, seperti didaerah Kalimatan, Batam, dan tidak mustahil
diberbagai daerah di pulau jawa dan Nusa Tenggara. Memang yang sempat mengemuka
di media perkawinan kontrak itu banyak dilakukan wanita Indonesia (Islam) dengan laki-
laki yang berasal dari luar negeri, baik dari Erofa, Amerika, Thailand dan Timur Tengah.
Namun boleh jadi ada praktek kawin kontrak ini dilakukan wanita dan pria sesama warga
Negara Indonesia.

Kawin Kontrak adalah sebuah perkawinan yang di batasi waktu sehingga akan
berakhir sesuai ketentuan waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang
melakukan perkawinan itu sendiri. Kawin kontrak yang dalam ajaran Islam di kenal
dengan Istilah Nikah Mut’ ah yang dalam perkembangan syari’at Islam nikah model ini
telah dilarang.

Ketiga type perkawinan tersebut kini telah digodog rancangan undang-undangnya


oleh Pemerintah yang di wakili oleh Departemen Agama dengan sebuah Rancangan
Undang-undang, yang didalamnya diatur bagi orang yang melakukannya akan di kenai
sangsi hukum. Akankah RUU tersebut efektif, mungkinkah ini akan menjadi sebuah
solusi atau hanya akan menjadi masalah baru? dalam kehidupan masyarakat kita,
setujukah rekan-rekan semua dengan rancangan Undang-undang tersebut, sesuatu yang di
halalkan oleh Tuhan mungkinkah dilarang oleh Manusia, wallahu Alam.

B. Hukum Kawin Kontrak

Para ulama Islam sejak dulu hingga sekarang sepakat atas haramnya kawin kontrak.
Beberapa perkataan ulama-ulama Islam tentang kawin kontrak:

3
Perkataan Imam Ibnu Al Mundzir: "Pada masa awal Islam ada keringanan (bolehnya)
kawin kontrak, tapi saat ini setahu saya tidak seorang pun yang membolehkannya kecuali
sebahagian dari orang Syi'ah Rafidhah…."

Imam Al Khaththabi juga mengatakan: "Pengharaman nikah kontrak adalah sebuah


ijma' (kesepakatan) kecuali oleh sebahagian orang Syi'ah. Pendapat mereka yang
melegalkan kawin kontrak dengan alasan yang merujuk kepada Ali ra dan keluarganya
tidak bisa diterima, sebab riwayat shahih yang bersumber dari beliau sendiri
menunjukkan bahwa nikah kontrak telah dihapus.

Kawin mut’ah ini pernah diperkenankan oleh Rasulullah SAW sebelum stabilnya
syariah Islamiah, yaitu ketika dalam bepergian dan peperangan, kemudian diharamkannya
untuk selama-lamanya.

Rahasia dibolehkannya kawin mut’ah waktu itu, ialah karena masyarakat Islam waktu
itu masih dalam suatu perjalanan yang kita istilahkan dengan masa transisi, masa
peralihan dari jahiliyah kepada Islam. Sedang perzinaan di masa jahiliah merupakan satu
hal yang biasa dan tersebar dimana-mana. Maka setelah Islam datang dan menyerukan
kepada pengikutnya untuk pergi berperang, dan jauhnya mereka dari isteri merupakan
suatu penderitaan yang cukup berat. Sebagian mereka ada yang imannya kuat dan ada
pula yang lemah. Yang imannya lemah, akan mudah untuk berbuat zina sebagai suatu
perbuatan yang keji dan cara yang tidak baik.

Dengan demikian, maka dibolehkannya kawin mut’ah adalah sebagai suatu jalan
untuk mengatasi problema tersebut dan merupakan jenjang menuju diundangkannya
hukum perkawinan yang sempurna, dimana dengan hukum tersebut akan tercapailah
seluruh tujuan perkawinan seperti: terpeliharanya diri, ketenangan jiwa, berlangsungnya
keturunan, kecintaan, kasih-sayang dan luasnya daerah pergaulan kekeluargaan karena
perkawinan itu.

Dalil-dalil Kawin Kontrak:

1. Q.S Al- Mu’minun Ayat 5-7:

‫َفَم ِن اْبَتَغى‬. ‫ ال َعىَل َأْز َو اِهِج ْم أْو َم ا َم َلَكْت َأْيَم اُهُنْم َف ُهَّنْم َغُرْي َم ُلوِم َني‬. ‫َو اِذَّل يَن ْمُه ِلُفُر وِهِج ْم َح اِف ُظ وَن‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫َوَر اَء َذ َكِل َفُأوَلِئَك ُمُه اْلَع اُد وَن‬

“Mereka (orang-orang yang beruntung) adalah orang-orang yang menjaga


kemaluan mereka. Kecuali kepada pasangan atau hamba sahaya yang mereka miliki
maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Maka barang siapa mencari di balik itu,
maka merekalah orang-orang yang melampaui batas”

Wanita yang dikawini dengan cara kontrak bukanlah isteri yang sah. Dalam hubungan
suami isteri yang sah ada hak saling mewarisi, berlaku ketentuan talak yang tiga jika

4
dibutuhkan, demikian juga 'iddah ketika terjadi talak. Sementara dalam kawin kontrak itu
tidak berlaku.

2. Hadits Rsulallah SAW

‫ َاي َأَهَّيا‬: ‫َع ن الَّر بِيع بن َس َرْب ة َع ْن َأِبْي هِ رىض هللا عنه َأَّنُه اَك َن َم َع َرُس ْو ِل هللا صىل هللا عليه وسمل َفَقاَل‬
, ‫ َو َّن َهللا َقْد َح َّر َم ذَكِل ىَل َيْوِم اْلِقَياَم ِة‬, ‫الَّناُس يِّن َقْد ُكْنُت َأِذ ْنُت َلْمُك يِف الاْس ِتْم تَاِع ِم َن الِّنَس اِء‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫ َو اَل َتْأُخ ُذ ْو ا ِم َّم ا آَتْيُمتْو ُه َّن َش ْيئًا‬,‫َفَم ْن َاكَن ِع ْنَد ُه ِم ُهْنَّن ْيَش ٌء َفْلُيْخ ِل َس ِب ْيُهَل‬

Dari Rabi’ bin Sabrah, dari ayahnya Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia


bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda: “Wahai,
sekalian manusia. Sebelumnya aku telah mengizinkan kalian melakukan mut’ah
dengan wanita. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkannya
hingga hari Kiamat. Barang siapa yang mempunyai sesuatu pada mereka, maka
biarkanlah! Jangan ambil sedikitpun dari apa yang telah diberikan”

3. Ijma’ Ulama

Seluruh umat Islam telah sampai pada posisi ijma' tentang pengharamannya.
Semua sepakat menyatakan bahwa dalil yang pernah menghalalkan nikah mut’ah itu
telah dimansukhkan sendiri oleh Rasulullah SAW. Tak ada satu pun kalangan ulama
ahli sunnah yang menghalalkannya.

Ali bin Abi Thalib sendiri telah mengharamkan nikah Mut’ah, Dari Ali bin
Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW telah mengharamkan menikah mut'ah dengan
wanita pada perang Khaibar dan makan himar ahliyah (keledai). (HR. Bukhari dan
Muslim).

C. Dampak Negatif

Dilarangnya kawin kontrak tidak terlepas dari dampak buruknya yang jauh dari
kemaslahatan ummat manusia, diantaranya:

1) Penyia-nyiaaan anak. Anak hasil kawin kontrak sulit disentuh oleh kasih sayang
orang tua (ayah). Kehidupannya yang tidak mengenal ayah membuatnya jauh dari
tanggung jawab pendidikan orangtua, asing dalam pergaulan, sementara
mentalnya terbelakang. Keadaannya akan lebih parah jika anak tersebut
perempuan. Kalau orang-orang menilainya sebagai perempuan murahan, bisakah

5
dia menemukan jodohnya dengan cara yang mudah? Kalau iman dan mentalnya
lemah, tidak menutup kemungkinan dia akan mengikuti jejak ibunya.
2) Kemungkinan terjadinya nikah haram. Minimnya interaksi antara keluarga dalam
kawin kontrak apalagi setelah perceraian, membuka jalan terjadinya perkawinan
antara sesama anak seayah yang berlainan ibu, atau bahkan perkawinan anak
dengan ayahnya. Sebab tidak ada saling kenal di antara mereka.
3) Menyulitkan proses pembagian harta warisan. Ayah anak hasil kawin kontrak
lebih-lebih yang saling berjauhan-sudah biasanya sulit untuk saling mengenal.
Penentuan dan pembagian harta warisan tentu tidak mungkin dilakukan sebelum
jumlah ahli waris dapat dipastikan.
4) Pencampuradukan nasab lebih-lebih dalam kawin kontrak bergilir. Sebab disini
sulit memastikan siapa ayah dari anak yang akan lahir.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nikah yaitu, seorang laki-laki mengadakan aqad (pejanjian) dengan seorang wanita
dengan tujuan agar ia dapat istimta’ (bernikmat-nikmat) dengan si wanita, dapat
memperoleh keturunan dan tujuan lain yang merupakan maslahat nikah.

Yang dimaksud nikah mut’ah adalah, seseorang menikah dengan seorang wanita
dalam batas waktu tertentu, dengan sesuatu pemberian kepadanya, berupa harta,
makanan, pakaian atau yang lainnya. Jika masanya telah selesai, maka dengan sendirinya
mereka berpisah tanpa kata thalak dan tanpa warisan.

Nikah mut’ah haram hukumnya, baik menurut hukum Islam (ahlus sunnah) maupun
hukum yang berlaku di Indonesia. Karena tujuannya adalah untuk mencari kesenangan
belaka, tidak untuk membangun rumah tangga yang melahirkan anak dan juga saling
mewarisi, yang keduanya merupakan tujuan utama dari ikatan pernikahan dan
menimbulkan konsekwensi langgengnya pernikahan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Amir Syariffudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta:Kencana, 2007)

H. A. Damanhuri, HR. Segi-Segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama, (Mandar


Maju, Bandung, 2012)

https://aprianipitrielsa.blogspot.com/2011/11/makalah-kawin-kontrak.html

(di akses pada tanggal 29 mei 2023, jam 19. 20 WIB)

https://supriyantoarif.blogspot.com/2010/12/makalah-fiqih-pandangan-hukum-islam.html

(di akses pada tanggal 29 mei 2023, jam 19. 30 WIB)

Anda mungkin juga menyukai