Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH KELOMPOK 2

KONFLIK KEPENTINGAN (CONFLICT OF INTEREST) ANTARA PROFESI DAN


BISNIS

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Profesi Hukum

Dosen Pengampu: Fitriyani S.Ag., M.H.

Oleh :

Ahmad Farhan (11190454000001)

Delia Zaizafun (11190454000015)

Muhammad Putra Perdana M (11190454000019)

Raihan Dhia Sarlin (11190454000028)

Annisa Djuarni Siti Ningrum (11190454000043)

Wahyudin (11190454000049)

Taufan Subangkit (11190454000052)

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan bagi pemakalah
sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentu pemakalah tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Pemakalah mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga pemakalah mampu untuk
menyelesaikan makalah sebagai tugas dari mata kuliah ―Etika Profesi Hukum” yang berjudul
“Konflik Kepentingan Antara Profesi dan Bisnis”. Pemakalah tentu menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya.

Untuk itu, pemakalah mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Pemakalah juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
dosen pengampu : Fitriyani S.Ag., M.H., selaku dosen yang telah membimbing dalam
menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Tanggerang Selatan, 25 Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….....ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………...........iv

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….……..

A. Latar Belakang ……………………………………………………………….........2


B. Identfikasi Masalah………………………………………………………………...3
C. Pembatasan Masalah…………………………………………………………….....3
D. Rumusan Masalah…………………………………………………………….........3
E. Tujuan dan Manfaat………………….……………………………………….........3
F. Review Studi Terdahulu……………………………………………………………4
G. Metode Penelitian………………………………………………………………......5
H. Rancangan Sistematika Penluisan…………………………………………...……..6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI KONFILK KEPENTINGAN
ANTARA PROFESI DAN BISNIS ………………………………..…………………...
A. Kerangka Teori………………………………………………………………….....
1. Teori Konflik…………………………………………………………………..9
2. Teori Konflik Kepentingan (Conflict of Interest)..……………………………12
3. Teori Agensi (Agency Theory) ……………………………………………... .13
B. Konsep Profesi………………………………………………………………….......
1. Pengertian dan Urgensi Etika Profesi……………………………………..... 17
2. Prinsip-Prinsip Etika Profesi……………………………………................... 18
3. Dasar Legitimasi Profesi……………………………………......................... 20
C. Konsep Bisnis…………………………………………………………………….
1. Pengertian dan Urgensi Etika Bisnis…….…………………………………... 23
2. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis……………………………………..................... 25
D. Regulasi di Indonesia Yang Mengatur Konflik Kepentingan…………………… 26

iii
BAB III PERMASALAHAN KONFLIK KEPENTINGAN ANTARA PROFESI
DAN BISNIS ………………………..…………………………………………………….
A. Faktor dan Sumber Konflik Kepentingan…………………………………………..28
B. Permasalahan Konflik Kepentingan Yang Terjadi………………………………....31
C. Kasus Konflik Kepentingan Profesi ……………………………………………….34
D. Kasus Konflik Kepentingan Bisnis………………………………………………...38

BAB IV ANALISIS KONFILK KEPENTINGAN ANTARA PROFESI DAN BISNIS..

A. Analisis Konflik Kepentingan Profesi dan Penagganannya………………………..41


B. Analisis Konflik Kepentingan Bisnis dan Penangganannya……………………….43
C. Hubungan Konflik Kepentingan dan Good Governance…………………………..45
BAB V PENUTUP……………………………………………………………………….
A. Kesimpulan……………………………………………………................................47
B. Saran…………………………………………………………………….……….....47

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….…………..49

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konflik antara profesi dan kepentingan bisnis sekarang telah menjadi bahan diskusi
serius dikalangan masyarakat terutama para akademisi. Berbicara mengenai profesi dan
bisnis disini artinya membicarakan tentang benturan atau ketidaksesuaian antara
kepentingan bisnis dengan aturan atau kode etik dari suatu profesi tersebut. Yang mana
kepentingan bisnis ini juga akan menimbulkan dampak bagi hubungan internal antar
anggotanya maupun menimbulkan konflik antara pihak dalam perusahaan dengan pihak
luar. Konflik kepentingan adalah suatu keadaan dimana seseorang dalam suatu organisasi
mendahulukan kepentingan pribadinya di atas kepentingan umum tanpa memperhatikan
nilai-nilai kejujuran dan keadilan.

Dalam pengertian lain konflik kepentingan terjadi antara dua peserta, prinsipal dan
agen. Prinsipal adalah orang yang memberikan tanggung jawab atau kewajiban kepada
agen. Hubungan ini dapat terjadi antara manajer dan karyawan, komisaris dan direksi,
pimpinan dan anggota, dan lain-lain. Dalam konteks organisasi, konflik terjadi ketika
seseorang melakukan sesuatu tanpa kepentingan dan tujuan organisasi serta mengabaikan
kode etik. Ini biasanya terjadi ketika seseorang memegang posisi atau jabatan yang sangat
penting di perusahaan dan menggunakan posisi itu untuk menyelesaikan masalah yang
tidak adil bagi karyawan perusahaan lain. Selain itu, konflik kepentingan dapat
menyebabkan karyawan bertindak di luar kepentingan perusahaan. Kemunculan konflik
ini merupakan hal buruk bagi reputasi dan citra sebuah perusahaan.1

Meninjau dari segi perspektif praktis, konflik kepentingan adalah salah satu masalah
etika yang paling sulit yang dihadapi oleh pengusaha dan profesional. Konflik
kepentingan hampir mustahil untuk terhindar, sehingga penekanannya harus pada
peningkatan kesadaran satu dilema yang terlibat dan bagaimana mengelola dampak dari
mereka untuk melindungi reputasi jangka panjang dan kredibilitas orangorang bisnis dan
professional yang terlibat. Suatu konflik kepentingan adalah situasi di mana objektivitas

1
Muhammad Syahrian, ―Conflict of Interest adalah Pengertian, Kategori, Faktor, dan Dampak‖,
https://www.hashmicro.com/id/blog/conflict-of-interest-adalah/ (diakses pada 26 Juni 2022, pukul 21.45).

1
individu dapat merusak sampai-sampai ia dapat termotivasi untuk tindakan oleh
kepentingan lain.

Konflik kepentingan bisa terjadi antara kepentingan pribadi dan kepentingan jabatan
untuk dirinya sendiri, kepentingan orang lain, kepentingan organi (A. S. Rosana 2011)sasi
dengan motif melindungi atau mencari untung, antara kepentingan pribadi dan atau
institusi dengan kepentingan penegakan hukum, atau terhadap subyek hukum (orang) dan
atau obyek perkara (masalah). Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan, menyebutkan faktor-faktor pemicu conflict of
interest adalah:

1. Adanya kepentingan pribadi atau bisnis


2. Hubungan dengan kerabat dan keluarga
3. Hubungan dengan wakil pihak yang terlibat
4. Relasi dengan pihak yang bekerja dan mendapat gaji dari pihak yang terlibat
5. Hubungan dengan pihak yang memberikan rekomendasi terhadap pihak yang
terlibat
6. Hubungan dengan pihak-pihak lain yang dilarang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Sedangkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan faktor pemicu


dari conflict of interest adalah:

1. Rangkap Jabatan
2. Kekuasaan dan kewenangan
3. Hubungan afiliasi
4. Kepentingan pribadi
5. Kelemahan sistem organisasi
6. Gratifikasi

Maka dengan demikian guna menghindari konflik kepentingan bisnis maupun


profesi adanya prinsip-prinsip etika profesi dan dasar legitimasi profesi yang harus
dijalankan, serta hal tersebut juga berkaitan dengan keurgensian dari adanya etika
profesi. Sebagaimana penjelasan di atas akan dirincikan dalam pembahasan makalah
ini.

2
B. Identifikasi Masalah
Sebagaimana penejelasan yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah,
maka identifikasi masalah dalam penelitian ini ialah:
1. Prinsip Etika Profesi dan Bisnis
2. Urgensi Etika dalam Profesi dan Bisnis
3. Dasar Letigimasi Etika Profesi dan Bisnis
4. Konflik Kepentingan
5. Kasus terkait konflik kepentingan
C. Pembatasan Masalah
Berdasarakan dari keseluruhan yang telah diidentifikasi pemakalah, karena
ruang lingkup penelitian pada makalah ini luas, maka pemekalah membatasinya
hanya pada konflik kepentingan profesi dan bisnis.
D. Rumusan Masalah
1) Bagaimanakah konsep konflik kepentingan (Conflict of Interest) secara umum dan
konsep Konflik kepentingan dari segi hukum ?
2) Bagaimanakah contoh kasus terkait konflik kepentingan antara profesi dan bisnis?
3) Bagaimanakah Analisis pemakalah terkait kasus konflik kepentingan antar profesi
dan serta upaya penangganannya ?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian :
a) Mengetahui dan memahami konsep konflik kepentingan secara umum dan
hukum (Conflict of Interest)
b) Mengetahui dan memahamai kasus terkait konflik kepentingan antara profesi
dan bisnis serta upaya penangganannya
c) Dapat menganalisis kasus terkait konflik kepentingan antara profesi dan bisnis
serta mengetahui dan upaya penangganannya
2. Manfaat Penelitian :
a) Manfaat teoritis, secara teoritis makalah ini diharapkan mampu memberikan
pengetahuan serta pemahaman kepada para pembaca.
b) Manfaat praktis, para akademisi dapat menerapkan pengetahuan akan konsep
konflik kepentingan, kasus atau permasalahan serta penangganannya antara
prosfesi dan bisnis

3
F. Review Studi Terdahulu

Dalam penelitian penulis telah menelaah beberapa studi kajian terdahulu yang
dinilai cukup relevan dengan objek penelitian dalam proposal ini. Berikut tinjauan
umum terkait konflik antara etika dan bisnis:

1. Jurnal Ilmiah karya Anita Septiani Rosana2 yang berjudul ―Konflik Kepentingan
di Media televisi Indonesia‖ yang diterbitkan pada Februari 2011 oleh Gema
Eksos e-jurnal.unisfat.ac.id. Jurnal ini membahas konflik kepentingan yang lebih
spesifik yaitu dterkait konflik kepentingan yang terjadi dalam media televisi
Indonesia.
2. Jurnal Ilmiah karya Erni Suryandari dan Rangga Eka Priyanto3 yang berjudul
―Pengaruh Risiko Litigasi dan Tingkat Kesulitas Keuangan Perusahaan terhadap
Hubungan antara Konflik Kepentingan dan Konsep Akuntansi‖ yang diterbitkan
pada Juli 2021 dalam Jurnal Akuntansi dan Investasi. Jurnal ini membahas konflik
kepentingan dengan membandingkan dengan konsep lain yang dalam hal ini
dengan konsep akuntansi.

Sedangkan makalah penelitian ini disusun dan membahas terkait hal yang lebih
umum terkait konflik antara profesi dan kepentingan bisnis (conflict of interest) yang
terjadi di Indonesia.

G. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis serta
penyajian data secara sistematis dan objektif, untuk memecahkan masalah atau
menguji hipotesis. Menurut Prof. M.E Winarno, metode penelitian adalah sebuah
kegiatan ilmiah yang dilakukan menggunakan teknik yang cermat dan sistematis.
Adapun metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Teknik Penelitian
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
studi kepustakaan (Library Research) dengan menggunakan literarur kepustakaan,
berupa buku-buku, jurnal-jurnal, internet serta peraturan perundang-undangan dan

2
Rosana, A. S. KONFLIK KEPENTINGAN DI MEDIA TELEVISI INDONESIA, Gema Eksos, 6(02),, 2011, h.
127-143.
3
Suryandari, E., & Priyanto, R. E. Pengaruh risiko litigasi dan tingkat kesulitan keuangan perusahaan
terhadap hubungan antara konflik kepentingan dan konservatisme akuntansi. Journal of Accounting and
Investment, Vol. 12, No.(2), h. 161-174.

4
studi terhadap putusan dengan mengidentifikasi secara sistematis terhadap
dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan tema, objek,
dan masalah dalam suatu penelitian.4
2. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif
yang bertujuan untuk menemukan sesuatu aturan hukum, prinsip, atau doktrin
untuk memecahkan masalah hukum saat ini. Dalam penelitian ini penulis
menelaah teori serta doktrin terkait conflict of interest atau Teori Kepentingan
dalam mengkaji permasalahan antara etika profesi dengan kepentingan bisnis.
3. Sumber Data
Adapun sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini berupa bahan
hukum primer dan sekunder, sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan yang utama, sebagai bahan
hukum yang bersifat autoritatif, yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas.
Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan dan segala
dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum.
b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan dokumen atau bahan hukum yang


memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku,
artikel, jurnal, hasil penelitian, dan lain sebagainya yang memiliki relevansi
terhadap permasalahan yang akan dibahas.

4. Analisis Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis data kualitatif yaitu
yuridis-normatif. Penelitian yuridis-normatif merupakan metode penelitian hukum
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder belaka. 5

4
Jaenal Aripin, dkk, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2010), h. 17
5
Soekanto dan Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1994).

5
H. Rancangan Sistematika Penulisan
Agar makalah ini tersusun secara sistematis, maka makalah ini tersusun atas
tiga tahap, yaitu pendahuluan, isi dan penutup. Dari ketiga tahap tersebut terdapat
bab-bab dan di dalam bab terdapat sub bab. Sistemetikanya secara rinci adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
review studi terdahulu dan rancangan sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI KONFLIK
KEPENTINGAN ANTARA PROFESI DAN BISINIS
Bab ini terdiri dari kerangka teori dan kerangka konseptual;. Di mana dalam
kerangka teori dipaparkan tiga teori yang berkaitan dengan judul yaitu teori konflik,
teori konflik kepentingan (Conflict Of Interest) dan Teori Agensi (Agency Theory).
Dan dalam kerangaka konseptual terdiri dari konsep profesi, konsep bisnis dan
regulasi di Indonesia yang mengatur konflik kepentingan.
BAB III PERMASALAHAN KONFLIK KEPENTINGAN ANTARA
PROFESI DAN BISNIS
Bab ini terdiri dari factor dan sumber konfik kepentingan, permasalahan
konflik kepentingan yang terjadi serta kasus konflik kepentingan profesi dan kasus
konflik kepentingan bisnis.
BAB IV ANALISIS KONFILK KEPENTINGAN ANTARA PROFESI
DAN BISNIS SERTA PENAGGANANNYA
Bab ini tediri dari Analisis mengenai konflik kepentingan profesi dan
penaggannya, analisis konflik kepentingan bisnis dan penagganannya dan hubungan
konflik kepentingan dan Good Governance.
BAB V PENUTUP
Bab ini terdiri dari pokok hasil dari makalah ini yang dituangkan dalam bentuk
kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan permasalahan yang terdapat pada
makalah ini.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI KONFILK KEPENTINGAN ANTARA


PROFESI DAN BISNIS

A. Kerangka Teori
Kerangka teori digunakan sebagai alat utama untuk menganalisis suatu
masalah secara tertulis atau dikenal sebagai pisau analisis. Ada beberapa
karakterisktik yang bisa digunakan sebagai kerangka teori yaitu : (a) teori-teori buku,
(b) asas-asas hukum, (c) doktrin hukum, (d) ulasan pakar hukum berdasarkan
pembinaan pembidangan kekhususannya.6
1. Teori Konflik
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia konflik diartikan dengan
pertentangan, percekcokan. Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan
pendapat antara orangorang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi.7
Menurut pengertian hukum, konflik adalah perbedaan pendapat, perselisihan
paham, sengketa antara dua pihak tentang hak dan kewajiban pada saat dan
keadaan yang sama. Secara umum konflik atau perselisihan paham, sengketa
diartikan dengan pendapat yang berlainan antara dua pihak mengenai masalah
tertentu pada saat dan keadaan yang sama. Berdasarkan uraian di atas konflik
mengandung arti benturan, seperti perbedaan pendapat, persaingan dan
pertentangan antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok,
maupun individu dan kelompok dengan pemerintah.
Benturan tersebut mengakibatkan kedua belah pihak yang terlibat konflik
merasa terhalangi dalam proses pencapaian tujuan. Teori konflik muncul sebagai
kritik terhadap paham positivisme dalam ilmu sosiologi. Paham positivisme
memandang perkembangan dan perubahan sosial sebagai suatu hal yang statis dan
linier. Paham tersebut dianggap tidak sesuai dengan kondisi masyarakat, karena
hanya didasarkan pada fakta-fakta ilmiah dan data empiris tanpa memperhatikan
kondisi sosial yang dinamis. Beberapa tokoh yang mempelopori teori konflik
antara lain: Karl Marx, Max Weber, dan George Simmel, kemudian dikembangkan
lagi oleh Ralf Dahrendorf dan Lewis Coser. Uraian lengkapnya sebagai berikut:
a) Karl Marx

6
Soertjono Sukanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali Press, 1984), h. 123.
7
Winardi, Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), (Bandung :Mandar Maju,1994), h. 1.

7
Dalam teori Marx, konflik adalah kekuatan yang berjalan. Pandangan
Marx tentang konflik tidak bisa dipisahkan dengan pandangannya tentang
masyarakat yang lebih dikenal dengan Postulat Marx yaitu sebagai
berikut:8Pertentangan kelas bukan berasal dari perbedaan pendapat, atau dari
perbedaan sumber pendapatan, Pertentangan kelas merupakam kekuatan yang
menggerakkan perubahan sosial. Bagi Karl Marx, masyarakat bukan sebuah
bentuk organisasi sosial yang statis. Ciri dominan masyarakat adalah perubahan
struktur sosial secara terus-menerus. Pertentangan yang terjadi merupakan
produk sistematis dari struktur masyarakat yang ada.
b) George Simmel
Pendapat Simmel tentang teori konflik adalah kerja sama dan konflik
diantara individu dan kelompok sosial tidak hanya bersifat sendiri-sendiri tetapi
berhubungan erat. Konflik tidak dapat membagi manusia secara rapi menjadi
beberapa kelompok dengan kepentingan yang berbeda, tetapi menyatukan
masyarakat melalui persilangan konflik yang di dalamnya berdiri bersama
dalam satu rasa yang saling berlawanan.
c) Lewis Coser
Pemikirannya bahwa konflik berfungsi positif ketika bisa dikelola dan
diekspresikan sewajarnya. Ia membedakan dua tipe dasar konflik, yaitu: : (1)
Konflik realistis, yaitu sumber konflik konkret atau bersifat material; dan (2)
Konflik nonrealistis, yaitu konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan
persaingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan.
Selain itu, Coser juga memberi perhatian pada konflik internal dan eksternal.
Konflik eksternal mampu menciptakan dan memperkuat identitas kelompok
melalui batasan-batasan diantara kelompok. Sedangkan konflik internal
merupakan konflik yang berada di dalam kelompok dan melibatkan anggota
kelompok itu sendiri.9
d) Max Weber
Menurut Weber konflik tidak hanya disebabkan oleh satu faktor
diantara faktor yang lain, tetapi konflik muncul dari berbagai faktor yang

8
Muryanti, Damar Dwi Nugroho, dan Rokhiman, Teori Konflik dan Konflik Agraria di Pedesaan, (Bantul :
Kreasi Wacana, 2013), h. 9-10.
9
Muryanti, Damar Dwi Nugroho, dan Rokhiman, Teori Konflik dan Konflik Agraria di Pedesaan, (Bantul :
Kreasi Wacana, 2013), h. 15-17.

8
multidimensi, pluralitas kelompok yang berbeda, kepentingan dan perspektif
dalam membangun dunia. Teori konflik menurut Weber terkait dengan
permasalahan kelas dan organisasi. Weber mengenalkan tiga dimensi stratifikasi
yang dikenal dengan istilah kelas, status, dan partai
e) Ralf Dahrendorf
Ralf Dahrendorf menyatakan bahwa konflik antara kelompokkelompok
terkoordinasi yang mewakili peran-peran organisasi yang dikarakteri oleh
hubungan kekuasaan dan bukan analisis perjuangan kelas. Dahrendorf
membedakan golongan yang terlibat konflik menjadi 2 tipe; kelompok semu
(quasi group) dan kelompok kepentingan (interest group). Kelompok semua
ialah pemegang kekuasaan sedangkan . Kelompok kepentingan terbentuk dari
kelompok semu yang lebih luas, yang mempunyai struktur, organisasi, program,
tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan ini merupakan sumber
terjadinya konflik di masyarakat.
Berdasarkan uraian pendapat lima tokoh mengenai konflik, dapat disimpulkan
bahwa konflik selalu ada dalam struktur sosial. Faktor-faktor penyebab terjadinya
konflik beragam, mulai dari pertentangan kelas sosial; antara pemilik modal dan
pekerja,struktur kekuasaan; antara penguasa dan masyarakat, maupun
permasalahan kelas dan organisasi. Simmel juga menyatakan bahwa konflik dapat
diakhiri dengan menghilangkan dasar-dasar 23 konflik, kemenangan pihak yang
satu dan kekalahan pihak yang lain, kompromi, dan perdamaian yang dilakukan
melalui peran pihak ketiga yang bersifat netral.10
2. Teori Konflik Kepentingan (Conflict of Interest)
Definisi konflik kepentingan (conflict of interest) mengacu pada a situation
that has the potential to undermine the impartiality of a person because of the
possibility of a clash between the person’s self-interest and professional interest or
public interest.
Duncan Williamson mengartikan konflik kepentingan sebagai ―suatu situasi
dalam mana seseorang, seperti petugas publik, seorang pegawai, atau seorang
profesional, memiliki kepentingan privat atau pribadi dengan mempengaruhi
tujuan dan pelaksanaan dari tugas-tugas kantornya atau organisasinya‖.

10
Khilya Khusnia, Resolusi Konflik Pembangunan Pabrik Semen Di Kecamatan Gunem Kabupaten Rembang.
(Skripsi : Undip, 2018), h. 15-23.

9
Kedua definisi ini dapat menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan
konflik kepentingan. Terdapat dua hal mengapa konflik kepentingan
dipermasalahkan dan menjadi sebuah tindakan yang tidak etis, yaitu:
I. Mempengaruhi kepentingan publik atau kantor untuk kepentingan
keuangan pribadi.
II. Mempengaruhi pengambilan keputusan yang bertujuan untuk meluluskan
kepentingan pribadinya.
Definisi konflik kepentingan bervariasi akan tetapi secara umum mengacu
pada keadaan di mana kepentingan pribadi (private interests) berbenturan dengan
tugas dan tanggung jawab resmi (formal duties/responsibilities).11 Secara garis
besar, pengertian conflict of interest dalam beberapa jurnal memiliki pengertian
yang hampir sama. Beberapa pengertian menurut para ahli, antara lain:
1) Council of Europe (2000) mengatakan pengertian conflict of interest atau
konflik kepentingan adalah potensi yang jika tidak dikelola secara transparan
dan akuntabel akan mendorong pejabat publik mengambil keputusan yang
tidak berdasar pada kepentingan public
2) Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)
mengatakan bahwa pengertian conflict of interest atau konflik kepentingan
adalah konflik kepentingan yang melibatkan konflik antara tugas publik dan
kepentingan pribadi pejabat publik, di mana pejabat itu berkapasitas dalam
kepentingan pribadi yang dapat mempengaruhi kinerja tugas resmi dan
tanggung jawab mereka
3) Atmadja dan Saputra (2016), mengatakan bahwa konflik kepentingan terjadi
jika seseorang dalam mengambil keputusan penjualan, keputusan hukum,
keputusan keuangan, keputusan pembelian, atau keputusan operasional dan
keputusan kebijakan dalam bentuk dan nama apapun tidak memihak kepada
nilai kejujuran, keadilan, dan kebenaran.12
Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian dari para ahli, maka dapat
diketahui bahwa conflict of interest atau konflik kepentingan adalah suatu situasi
dimana seseorang atau organisasi melibatkan kepentingan pribadinya untuk

11
Komisi Pemberantasan Korupsi, Pengelolaam Konflik Kepentingan,(Jakarta: PT.PPA Consultants, 2006), h.
5-6.
12
Atmadja, A. T., & Saputra, K. A. K. (2016). Analysis of Some Factors Affecting the Needs of External Audit
Institusion of Rural Village (Studies on Rural Credits Institutions Throughout Buleleng). European Journal of
Social Sciences, Vol. 51, No. 1, h. 116-132.

10
menyelesaikan kepentingan lainnya tanpa memikirkan nilai kejujuran dan keadilan.
Dalam konteks organisasi, konflik kepentingan biasanya tidak memihak kepada
kepentingan dan tujuan organisasi dengan mengabaikan kode etik. Biasanya hal ini
muncul apabila seseorang memiliki jabatan atau posisi yang sangat penting pada
suatu perusahaan, yang kemudian menggunakan posisinya itu untuk memecahkan
masalah yang tidak adil bagi karyawan-karyawan di perusahaan tersebut.
Konflik kepentingan ini akan terjadi apabila terdapat tiga prasyarat, yaitu
adanya pihak pemerintah atau pihak swasta, adanya wewenang atau otoritas yang
dimiliki, dan adanya keputusan atau tindakan yang dilakukan. Maka,konflik
kepentingan akan muncul ketika seseorang dapat menyalahgunakan jabatannya
untuk keuntungan pribadi atau korporasi.13 Jika ditinjau dari sisi hukum konflik
kepentingan diartikan sebagai suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang
memerlukan kepercayaan, seperti pengacara, politikus, eksekutif atau direktur
suatu perusahaan, memiliki kepentingan profesional dan pribadi yang
bersinggungan. Persinggungan kepentingan ini dapat menyulitkan orang tersebut
untuk menjalankan tugasnya. Suatu konflik kepentingan dapat timbul bahkan jika
hal tersebut tidak menimbulkan tindakan yang tidak etis atau tidak pantas.
Suatu konflik kepentingan dapat mengurangi kepercayaan terhadap seseorang
atau suatu profesi.14 Tercampurnya kepentingan pribadi dan kepentingan publik
merupakan akar timbulnya konflik kepentingan. Dampak besar dari praktik konflik
kepentingan yaitu penyalahgunaan kekuasaan hingga melupakan tugas utama
pejabat publik yaitu untuk melayani kebutuhan masyarakat. 15Meskipun dalam
pengendalian konflik kepentingan sudah diatur dalam rambu-rambu hukum dan
etika, namun di dalam lembaga pemerintahan, legislatif, yudikatif, institusi profesi,
dan kegiatan bisnis konflik kepentingan masih sering terjadi. 16
Tujuannya, untuk mencari keuntungan pribadi melalui kewenangan dan
pembuatan kebijakan yang berpihak kepada pribadi atau yang berkepentingan.
Konflik kepentingan merupakan salah satu faktor penyebab korupsi. Hal ini bisa
terjadi karena kerja sama antara Penyelenggara Negara dalam kegiatan pengadaan

13
Beni Kurnia Illahi, Internalisasi Nilai Antikorupsi Melalui Pencegahan dan Pengendalian Benturan
Kepentingan Di Perguruan Tinggi, Jurnal Supremasi Hukum, Vol. 28, Non. 2, Agustus 2019, h. 139.
14
Pemberantasan Korupsi, Konflik Kepentingan, (Jakarta :KPK RI, 2009), h. 2.
15
Lembaga Administrasi negara RI, Etika Publik, (Jakarta: LAN, 2015), h. 27.
16
Marzuki, Suparman (2017-08-06). "Konflik Kepentingan | ICW". antikorupsi.org. Diakses pada
tanggal 5/06/2022.

11
barang dan jasa. Selain itu, seorang penyelenggara negara yang memiliki rangkap
jabatan juga bisa menyebabkan konflik kepentingan. Dampak lainnya yang
ditimbulkan oleh konflik kepentingan yaitu terhadap pengambilan keputusan yang
tidak objektif.17
3. Teori Agensi (Agency Theory)
Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul
ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk
memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan
keputusan kepada agent tersebut.18 Sedangkan Hendriksen dan Michael
menyatakan agen menutup kontrak untuk melakukan tugas-tugas tertentu bagi
prinsipal dan prinsipal menutup kontrak untuk memberi imbalan kepada agen.
Analoginya seperti antara pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan.
Perusahaan dipandang sebagai sekumpulan kontrak antara manajer perusahaan dan
pemegang saham. Prinsipal atau pemilik perusahaan menyerahkan pengelolaan
perusahaan terhadap pihak manajemen.
Manajer sebagai pihak yang diberi wewenang atas kegiatan perusahaan dan
berkewajiban menyediakan laporan keuangan akan cenderung untuk melaporkan
sesuatu yang memaksimalkan utilitasnya dan mengorbankan kepentingan
pemegang saham. Sebagai pengelola perusahaan, manajer akan lebih banyak
mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dibandingkan pemilik
(pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi
perusahaan 8 kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung atas pengelolaan
perusahaan namun informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai
dengan kondisi perusahaan sebenarnya sehingga hal ini memacu terjadinya konflik
keagenan. Dalam kondisi yang demikian ini dikenal sebagai informasi yang tidak
simetrisatau asimetri informasi (information asymmetr).
Teori keagenan menyatakan bahwa perusahaan merupakan hubungan kontrak
yang legal antara pemegang saham (principal) dengan manajemen (agent). Dalam
hubungan ini sering kali timbul konflik karena adanya perbedaan kepentingan.
Dalam mengkaitkan antara struktur kepemilikan dengan kinerja bank, terdapat satu

17
KPPN (2021-04-13). "Mengenal Konflik Kepentingan, Upaya Penting Cegah Tindakan
Korupsi". djpbn.kemenkeu.go.id. Diakses tanggal 25-06-2022.
18
Jensen, M dan W.H. Meckling. Theory Of The Firm: Magerial Behavior, Agency Cost And Ownership
Structure. Journal Of Financial Economics 3., 1976, h. 305.

12
hal yang tidak dapat dipisahkan dari pencapaian sasaran organisasi bank serta
kinerjanya, yaitu manajemen atau pengurus bank. Pencapaian tujuan dan kinerja
bank tidak terlepas dari kinerja manajemen itu sendiri. Agency relationship
didefinisikan sebagai kontrak dimana satu atau lebih orang (disebut owners atau
pemegang saham atau pemilik) menunjuk seorang lainnya (disebut agen atau
pengurus/manajemen) untuk melakukan beberapa pekerjaan atas nama pemilik.
Pekerjaan tersebut termasuk pendelegasian wewenang untuk mengambil
keputusan. Dalam hal ini manajemen diharapkan oleh pemilik untuk mampu
mengoptimalkan sumber daya yang ada di bank tersebut secara maksimal. Bila
kedua pihak memaksimalkan perannya (utility maximizers), cukup beralasan
apabila manajemen tidak akan selalu bertindak untuk kepentingan pemilik. Untuk
membatasi atau mengurangi kemungkinan tersebut, pemilik dapat menetapkan
insentif yang sesuai bagi manajemen, yaitu dengan mengeluarkan biaya monitoring
dalam bentuk gaji. Dengan adanya monitoring cost tersebut manajemen akan
senantiasa memaksimalkan kesejahteraan pemilik, walaupun keputusan manajemen
dalam praktek akan berbeda dengan keinginan pemilik.19
B. Konsep Profesi
1. Pengertian dan Urgensi Etika Profesi
Istiliah etik atau etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang
berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.20Menurut Martin, etika
didefinisikan sebagai ―the discpline which can act as theperformance index or
reference for our control system‖. Dengan demikian etika akan memberikan
semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia
didalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus
dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam
bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan
prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa
difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macamtindakan yangsecara
logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik.21

19
Jensen, Michael C., & Meckling, William H., (1976) Theory Of the Firm: Managerial Behavior, agency costs
and ownership structure. Http://hunpress.harvard.edu/catalog/JENTHF.html, di akses 25/06/2022 pukul 16:20.
20
Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta : Rajawali Pers, 1980), h. 13.
21
Grees Selly, PROFESI ADVOKAT SEBAGN OFFICIUM IVOBILE (Ide Model Pendidikan Profesi
Advokat yang Mengkombinasi Kecerdasan Emosional dan Intelektual Sebagai Bagian dari Penegak
Hukum), Jurnal Lex Librum, Vol. 3, No. 2, Juni 2017, h. 508.

13
Secara etimologi etika adalah ajaran tentang baik-buruk, yang diterima
umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya. Etika bisa
disamakan artinya dengan moral (mores dalam bahasa Latin), akhlak atau
kesusilaan, berkaitan masalah nilai, etika pada pokoknnya membicarakan
masalah-masalah predikat nilai susila atau tindak susila baik dan buruk. Dalam
hal ini, etika termasuk dalam kawasan nilai, sedangkan nilai etika itu sendiri
berkaitan dengan baik-buruk perbuatan manusia.22 Meninjau dari istilah
profesi dan profesional mempunyai beberapa arti. Dalam percakapan sehari‐
hari, perkataan profesi diartikan sebagai pekerjaan (tetap) untuk memperoleh
nafkah (Belanda: baan, Inggris: job atauoccupation), yang legal maupun yang
tidak. Jadi, profesi diartikan sebagai setiap pekerjaan untuk memperoleh uang.
Dalam arti yang lebih teknis, profesi diartikan sebagai setiap kegiatan tetap
tertentu untuk memperoleh nafkah yang dilaksanakan secara berkeahlian yang
berkaitan dengan cara berkarya dan hasil karya yang bermutu tinggi dengan
menerima bayaran yang tinggi.23
Keahlian tersebut diperoleh melalui proses pengalaman, belajar pada
lembaga pendidikan (tinggi) tertentu, latihan secara intensif, atau kombinasi
dari semuanya itu. Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari
sikap hidup dalam menjalani kehidupan sebagai pengemban profesi. Hanya
pengemban profesi yang bersangkutan sendiri yang dapat atau yang paling
mengetahui tentang apakah perilakunya dalam mengemban profesi memenuhi
tuntutan etika profesinya atau tidak. Karena tidak memiliki kompetensi
teknikal, maka orang awam tidak dapat menilai hal itu. Ini berarti, kepatuhan
pada etika profesi akan sangat tergantung pada akhlak pengemban profesi
yang bersangkutan.
Di samping itu, pengembanan profesi sering dihadapkan pada situasi
yang menimbulkan masalah yang pelik untuk menentukan perilaku apa yang
memenuhi tuntutan etika profesi. Sedangkan perilaku dalam pengembanan
profesi dapat membawa akibat (negatif) yang jauh terhadap para pencari

22
Richard Paul dan Linda Elder, The Miniature Guide to Understanding the Foundations of Ethical
Reasoning, (United States: Foundation for Critical Thinking Free Press, 2006), h. 14.
23
MF Rahman Hakim, Etika dan Pergulatan Manusia, (Surabaya: Visipres, 2010) , h. 1.

14
keadilan.24 Kenyataan yang dikemukakan tadi menunjukkan bahwa kalangan
pengemban profesi itu sendiri membutuhkan adanya pedoman obyektif yang
lebih konkret bagi perilaku profesionalnya. Oleh karena itu, dari dalam
lingkungan para pengemban profesi itu sendiri dimunculkan seperangkat
kaidah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban
profesi.
Perangkat kaidah itulah yang disebut kode etik profesi(kode etik), yang
dapat tertulis maupun tidak tertulis. Pada masa kini, kode etik itu pada
umumnya berbentuk tertulis yang ditetapkan secara formal oleh organisasi
profesi yang bersangkutan. Pada dasarnya, kode etik itu bertujuan untuk di
satu pihak menjaga martabat profesi yang bersangkutan, dan di lain pihak
untuk melindungi para pencari keadilan (masyarakat) dari penyalahgunaan
keahlian dan/atau otoritas profesional. Pada dasarnya kode etik termasuk
kelompok kaidah moral positif.
Dengan demikian berdasarkan pembahasan di atas etika adalah refleksi
dari apa yang disebut dengan ―self control‖, karena segala sesuatunya dibuat
danditerapkan dari dan untuk kepenringan kelompok sosial (profesi) itu
sendiri. Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang
berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan
pelatihan yang berkualitas danberstandar tinggi yang dalam menerapkan
semua keahlian dan kemahirannya yang tinggiitu hanya dapat dikontrol dan
dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri.
Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat ―built-in mechanism‖
berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga
martabat serta kehormatan profesi dan di sisi lain melindungi masyarakat dari
segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan kehlian. Oleh karena itu
dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional
tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat
mereka ingin memberikan jasakeahlian profesi kepada masyarakat yang
memerlukannya.

24
Siti Marwiyah, Penegakan Kode Etik Profesi di Era Malapraktik Profesi Hukum, (Bangkalan
Madura: UTM Press, 2015) , h. 3.

15
Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi
yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan
pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-
nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi
respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite
profesional ini. Jika kita mengaitkan dengan alasan pentingnya kode etik
profesi disebabkan oleh ebberapa hal, sekurang-kurangnya ada empat alasan:
1) Tidak ada kesatuan tatanan normatif sehingga kita berhadapan dengan
banyak pandangan moral yang sering saling bertentangan. Dalam
situasi demikian kita sering bingung, tatanan norma dan pandangan
moral mana yang harus diikuti. Untuk mencapai suatu pendirian dalam
pergolakan pandangan-pandangan moral tersebut diperlukannya etika
2) Etika diperlukan untuk membantu kita agar tidak kehilangan orientasi
dalam situasi transformasi ekonomi, sosial, intelektual dan budaya
tradisional ke modern dan dapat menangkap makna hakiki dari
perubahan nilai-nilai serta mampu mengambil sikap yang dapat
dipertanggungjawabkan
3) Etika dapat menghadapi ideologi baru secara kritis dan objektif serta
untuk membentuk penilaian sendiri agar kita tidak mudah menerima
atau menolak nilai-nilai baru
4) Etika diperlukan oleh kaum agama untuk menyelaraskan kepercayaan
yang dianut dengan keinginan turut berpartisipasi dalam dimensi
kehidupan masyarakat.25

Fungsi utama etika adalah membimbing manusia dalam mencari


orientasi secara kritis dalam menghadapi berbagai macam moralitas.
Orientasi ini muncul terutama pada waktu terjadi konflik moralitas dan
manusia harus menentukan pilihan keputusan berdasarkan moralitas yang
dipilihnya.26 Selanjutnya ada tiga alasan mengapa kode etik profesi penting
yaitu:

1. Kode etik melindungi profesi dari pemerintah

25
Hunainah, Etika Profesi, (Bandung : Rziqi Press, 2016), h. 4.
26
Suparman Usman, Filsafat Hukum, (Jakarta: Laksita Indonesia, 2015), h. 113.

16
2. Kode etik mengontrol ketidak sepakatan internal dan pertengkaran
sehingga memelihara kestabilan dalam profesi
3. Kode etik melindungi praktisi dari publik, terutama untuk pengaduan
malpraktik.27

Dengan adanya kode etik, kepercayaan masyarakat akan diperkuat


karena setiap klien atau pencari keadilan merasa ada kepastian bahwa
kepentingannya terjamin. Profesional hukum memberikan pengayoman
dan rasa keadilan. Akibatnya selain masyarakat mengetahui adanya
hukum dan dapat memanfaatkan hukum, merekapun merasa hukum
adalah miliknya karena mereka merasa diayomi oleh hukum. Hukum pun
mendapatkan pengakuan dan legitimasi dari masyarakat. Dengan
demikian kesadaran hukum dan kepatuhan pada hukum akan eksis dalam
masyarakat. Kode etik hukum ini harus selalu direfleksi kembali sehingga
sewaktu-waktu bisa dinilai dan jika perlu direvisi atau disesuaikan dengan
kondisi yang sedang berlangsung.

2. Prinsip-Prinsip Etika Profesi


Menurut Darmastuti, terdapat tiga prinsip yang harus dipegang dalam etika
profesi, yaitu:28
1) Tanggung jawab. Tanggung jawab yang dimaksud disini adalah tanggung
jawab pelaksanaan (by function) dan tanggung jawab dampak (by
profession).
2) Kebebasan. Kebebasan yang dimaksud dalam konteks ini adalah
kebebasan untuk mengembangkan profesi tersebut dalam batas-batas aturan
yang berlaku dalam sebuah profesi.
3) Keadilan. Keadilan merupakan prinsip yang diinginkan dari setiap profesi.
Adil berarti tidak memihak manapun dan siapapun. Dengan kata lain,
prinsip keadilan ini ingin membangun satu kondisi yang tidak memihak
manapun yang memungkinkan untuk ditunggangi pihak-pihak yang
berkepentingan.
Sedangkan menurut Suraida, terdapat beberapa prinsip etika profesi yang
harus dijalankan oleh seorang profesional, yaitu:29

27
Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik hakim, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 47.
28
Rini Darmastuti, Etika PR dan E-PR, ( Yogyakarta: Gava Media, 2007), h. 23.

17
1) Tanggung Jawab Profesional. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya
sebagai profesional, anggota harus melaksanakan pertimbangan profesional
dan moral dalam seluruh keluarga.
2) Kepentingan Publik. Anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak
dalam suatu cara yang akan melayani kepentingan publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen pada profesionalisme.
3) Integritas. Untuk mempertahankan dan memperluas keyakinan publik,
anggota harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesional dengan
perasaan integritas tinggi.
4) Objektifitas. Anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari
konflik penugasan dalam pelaksanaan tanggung jawab profesional.
5) Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional. Agar dapat memberikan
layanan yang berkualitas, profesional harus memiliki dan mempertahankan
kompetensi dan ketekunan.
6) Kerahasiaan. Profesional harus mampu menjaga kerahasiaan atas
informasi yang diperolehnya dalam melakukan tugas, walaupun
keseluruhan proses mungkin harus dilakukan secara terbuka dan
transparansi.
7) Perilaku Profesional. Profesional harus melakukan tugas sesuai dengan
yang berlaku, yang meliputi standar teknis dan profesional yang relevan.
8) Standar Teknis. Harus melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar
teknis dan standar profesional yang telah ditetapkan.30
3. Dasar Legitimasi Profesi
Legitimasi adalah penerimaan dan pengakuan hak moral oleh masyarakat
kepada pemimpin untuk mengatur, membuat dan melaksanakan keputusan politik.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Legitimasi merupakan
keterangan yang mengesahkan atau membenarkan bahwa pemegang keterangan
adalah benar-benar orang yang dimaksud (Pengesahan). Disisi lain legitimasi
diartikan sebagai sebuah teori sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi
29
Suraida, Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Resiko Audit Terhadap
Skeptisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian Opini Akuntan publik, Jurnal
Sosiohumaniora, Vol. 7, No. 3. 2005, h. 17.
30
Muchlisin Riadi, Pengertian dan Prinsip Etika Profesi,
https://www.kajianpustaka.com/2019/02/pengertian-dan-prinsip-etika-profesi.html, Diakses
pada 15/5/2022.

18
pada keberpihakan terhadap masyarakat, pemerintah, individu dan kelompok
masyarakat. Berdasarkan konsep legitimasi, kita dapat membedakan antara konsep
kekuasaan, kewenangan, dan legitimasi.
Legitimasi juga dapat diartikan sebuah kondisi yang menunjukkan bahwa
pemerintah pelaksana kekuasaan telah sesuai dengan prosedur yang berlakupada
masyarakat umum dan sesuai dengan nilai-nilai politik atau moralyang sepatutnya.
Legitimasi biasanya akan terkait dengan masalah hukum dan penerpan undang-
undang yang dibuat berdasarkan putusan dalam peradilan, di mana hal ini kan
dijadikan sebagai ukuran bagaimna keputusan tersebut dapat diterima dan diakui
kesahihannya di dalam masyarakat luas. Dan mengenai legitimasi profesi hukum
ialqahpengakuan hukum dimata masyarakat serta merupakan bagian dari suatu
tindakan perbuatan hukum yang berlaku dan juga perundang-undangan yang sah.
Di mana hal ini mencakup peraturan hukum formal, hukum etnis, hukum adat
istiadat, maupun hukum kemasyarakatan yang terdapat dalam masyarakat itu
sendiri dan diakui secara sah, sehingga legitimasi dianggap sangat peting di dalam
kehidupan masyarakat yang luas.
Adapun istilah kekuasaan didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan sumber-sumber yang dapat mempengaruhi segala bentuk tindakan
seorang professional, kewenangan adalah hak moral untuk menggunakan sumber-
sumber untuk membuat dan melaksanakan suatu keputusan (hak memerintah).
Sedangkan legitimasi adalah penerimaan dan pengakuan hak-hak moral tersebut
dalam masyarakat.31 Legitimasi profesi merupakan pengakuan suatu bentuk profesi
dimata masyarakat sehingga seluruh tindakan perbuatan yang dilakukan oleh
seorang professional dinyatakan sah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kode etik profesi dapat menjadi pedoman perilaku bagi para professional dan
juga sebagai instrumen sosial perlindungan bagi anggota profesi tersebut.
Pekerjaan yang diemban profesi dilakukan atas dasar perjanjian kontrak kerja, hal
ini berarti bahwa perjanjian memberikan legitimasi bagi pekerjaan. Perjanjian ini
menjadi dasar untuk menggugat jika terjadi pelanggaran hukum. Sedangkan, kode
etik profesi merupakan standar moral untuk melakukan pekerjaan tersebut. Kode
etik profesi ini bersifat eksklusif dan memiliki daya proteksi bagi anggota profesi,
sebagai pengakuan terhadap martabat pekerjaan yang diemban. Meski demikian,
31
Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992),
h. 92.

19
tidak berarti bahwa asosiasi profesi, melepaskan anggotanya dari tuntutan hukum.
Dalam The rule of law, terkandung The rule of etik, demikian juga sebaliknya.32
Dalam suatu bidang profesi, sebagai contohnya jika adalah salah seorang yang
baru akan masuk menjadi seorang pegawai disuatu perusahaan. Diawal ketika baru
diterima untuk memegang suatu posisi dalam perusahaan, dia akan diberikan
kontrak kerja selama menjadi pegawai di perusahaan tersebut. Kontrak kerja
sekaligus perjanjian itulah yang menjadi dasar legitimasi profesi yang akan
mengikat orang tersebut selama bekerja. Sedangkan kode etik yang diterapkan
dalam perusahaan merupakan norma acuan yang berupa aturan yang mengatur dan
membatasi perilaku maupun tindakan setiap pekerja dalam perusahaan tersebut.
Sederhananya, kode etik ini bagian dari syarat terpenuhinya legitimasi profesi
seseorang. Apabila ia melanggar aturan yang telah diatur kode etik sebagaimana
yang tercantum dalam surat perjanjian juga maka, pelakunya dapat digugat karena
telah melanggar hukum.
C. Konsep Bisnis
1. Pengertian dan Urgensi Etika Bisnis
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada
konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Di dalam melakukan
bisnis, kita wajib untuk memperhatikan etika agar di pandang sebagai bisnis yang
baik. Bisnis beretika adalah bisnis yang mengindahkan serangkaian nilai-nilai
luhur yang bersumber dari hati nurani, empati, dan norma. Bisnis bisa disebut etis
apabila dalam mengelola bisnisnya pengusaha selalu menggunakan nuraninya.
Menurut Hughes dan Kapoor dalam Alma ― Bisnis adalah suatu kegiatan
individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa
guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.‖ 33
Etika bisnis secara sederhana adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan
bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu,
perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana
kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak
tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat. Lingkup
area bisnis menurut Urwick dan Hunt berkaitan dengan kegiatan produksi,

32
Yovita Arie Mangesti, Konstruksi Kode etik Profesi Dalam Bingkai Nilai Keindonesiaan,
VOCATIO: Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi dan Sekretari, 2020, h. 16.
33
Ismail Nawawi, Etika Bisnis Islam , (Jakarta: VIV Press, 2012), h. 17.

20
34
konsumsi dan ditribusi. Sedangkan menurut Gulick, Luther, and Lyndall
Urwick berkaitan dengan kegiatan produksi, konsumsi dan ditribusi dan profit
atau laba yang merupakan dari tujuan akhir dari korporasi.35
Dari kedua pendapat tersebut bahwa bisnis berkaitan dengan tiga hal pokok,
yaitu: (1) Produksi adalah kegiatan yang menciptakan, mengolah, mengupayakan
pelayanan, menghasilkan barang dan jasa, (2) Konsumsi adalah kegiatan
menggunakan, memakai, dan menghabiskan barang dan jasa (3) Distribusi adalah
kegiatan menyalurkan barang hasil produksi dari tempat penghasil barang
(produsen) ke tempat pemakai barang (konsumen), (4) profit merupakan hasil
dari kegiatan konsumsi. Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh
hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar
minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan
wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.
Pendapat lain menurut Von der Embse dan R.A. Wagley memberikan tiga
pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu36 :
a) Utilitarian Approach: setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya.
Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara
yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan
cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
b) Individual Rights Approach: Setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya
memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah
laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi
benturan dengan hak orang lain.
c) Justice Approach: para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang
sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan
baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

Urgensi Etika dalam Bisnis terkait dengan seberapa penting etika dalam
bisnis, maka dapat dijelaskan di sini bahwa, etika tidak kalah penting untuk bisa
mendorong manusia yang beprofesi sebagai pelaku usaha/pebisnis dan
sejenisnya, agar menjalankan usaha yang dikembangkannya dengan cara-cara
yang baik (tidak melanggar norma serta aturan yang ada) baik bagi lingkungan

34
Urwick dan Hun, Total Quality Manajemen, (Yogyakarta: Andy, 2003), h. 185.
35
Gulick, Luther, and Lyndall Urwick, Papers on the Science of Administration. Routledge (California: Brooks/
Cple Publishing Company a Pacific Grove, 2002),180
36
Von der Embse dan R.A. Wagley, Advance Managemen Journal, 1994, h. 4.

21
kerja maupun masyarakat secara umum.37 Di sini pengusaha atau para pemilik
modal dituntut tidak sekedar harus mempunyai komitmen untuk menjalankan
bisnisnya sesuai dengan aturan main yang ada, akan tetapi mempunyai
tanggungjawab moral dan sosial terhadap lingkungan kerja dan sekitarnya. Lebih
tepatnya, usaha yang dikembangkan pelaku usaha dalam bidang apapun tidak
serta merta hanya memikirkan keuntungan semata, melainkan bisa membawa
nilai manfaat bagi pekerja dan masyarakat.

Menurut Dalimunthe dalam Kertajaya menciptakan etika bisnis perlu


memperhatikan beberapa hal antara lain yaitu pengendalian diri, pengembangan
tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang
sehat, menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab sosial, menerapkan
konsep pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K (katabelece,
kongkalikong, koneksi,kolusi, dan komisi) mampu mengatakan yang benar itu
benar, dan lain sebagainya.38 Dalam kaitan ini, etika bisnis sangat diperlukan
dalam menerapkan dan menciptakan iklim usaha yang kompetitif, dinamis, dan
harmonis. Iklim usaha yang kompetitif tidak hanya berlandaskan kepada asumsi
terhadap peningkatan produksi sebanyak-banyaknya (more supply) dengan
menerapkan harga barang dan jasa semurah-murahnya (lower price).

Namun demikian, bagaimana pelaku usaha bisa menjalankan usahanya


berlandaskan pada nilai-nilai moral yang menekankan kepada pentingnya
memahami dampak dari setiap aktivitas yang dijalankannya terhadap pekerja dan
lingkungannya. Penting dicatat bahwa dalam dunia usaha, aspek moral acapkali
dikesampingkan sebab mayoritas pelaku ekonomi (pebisnis) selalu mengacu
kepada tujuan ekonomi yang umumnya adalah berlandaskan kepada bagaimana
mereka mampu memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Jika kondisi ini
terus dibiarkan, maka pada gilirannya menyebabkan banyak sekali pengusaha
mengabaikan kepentingan-kepentingan pekerja serta masyarakat luas, sebab
paradigma yang dipakai adalah bagaimana dengan usaha yang dijalankannya
tersebut, mereka bisa meraup keuntungan yang sebesar- besarnya, tanpa
memikirkan hak-hak pekerja, serta dampak yang ditimbulkan dari usahanya bagi
masyarakat secara menyeluruh.

Konsep inilah yang pada akhirnya menimbulkan banyaknya praktik-


praktik yang melanggar etika dalam bisnis seperti kolusi, korupsi dan nepotisme,
perburuan rente, penindasan terhadap pekerja oleh majikan atau pemilik modal,
upah buruh yang rendah dan sejenisnya. Bisnis yang dijalankan dengan cara
seperti ini tampak jelas semakin jauh dari rasa keadilan terutama bagi pekerja.
Praktik-praktik semacam ini jelas mengganggu jalannya proses produksi,
merusak kompetisi, dan lain-lain sebab tidak hanya relasi antara pengusaha dan

37
Ismail Nawawi, Etika Bisnis Islam , (Jakarta, VIV Press, 2013), h. 171
38
Kerjaya, Hermawan dan Muhammad Syakir Sula,Marketing Syari’ah, (Bandung: Mizan Pustaka, 2006),
h.200.

22
pekerja yang kemudian menemukan masalah atau kendala, tetapi juga timbulnya
kerusakan lingkungan karena adanya ketidakseimbangan dalam berusaha. Dalam
konteks ini, etika berperan sebagai pengendali bagi pelaku usaha dan pekerja
untuk senantiasa menjaga hak dan kewajibannya sesuai dengan rambu-rambu
yang telah disepakati sebagai sebuah konsensus bersama.

2. Prinsip Etika Bisnis


Dalam etika bisnis terdapat beberapa prinsip yang mendasarinya yaitu:39
a) Prinsip otonomi, adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan.
Untuk bertindak secara otonom, diandaikan ada kebebasan untuk
mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan yang menurutnya
terbaik itu. Kebebasan adalah unsur hakiki dari prinsip otonomi ini. Dalam
etika, Kebebasan adalah prasyarat utama untuk bertindak secara etis, karena
tindakan etis adalah tindakan yang bersumber dari kemauan baik serta
kesadaran pribadi. Hanya karena seseorang mempunyai kebebasan, ia bisa di
tuntut untuk bertindak secara etis.
Dengan otonomi, pelaku bisnis dan karyawan dalam perusahaan
manapun tidak lagi diperlakukan sebagai sekadar tenaga yang dieksploitasi
sesuai kebutuhan bisnis dan demi kepentingan bisnis. Dengan kata lain,
dengan otonomi para pelaku bisnis benar – benar menjadi subyek moral yang
bertindak secara bebas dan bertanggung jawab atas tindakannya. Ini berarti
sebagai subyek moral tidak lagi sekedar bertindak dan berbisnis seenaknya
dengan merugikan hak dan kepentingan pihak lain. Otonomi juga
memungkinkan inovasi, mendorong kreativitas, meningkatkan produktivitas,
yang semuanya akan sangat berguna bagi bisnis modern yang terus berubah
dalam persaingan yang ketat. Dengan prinsip otonomi, tanggung jawab moral
juga tertuju kepada semua pihak terkait yang berkepentingan.
b) Prinsip kejujuran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan
secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau
tidak didasarkan atas kejujuran.
Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.
Kejujuran ini sangat penting artinya bagi masing – masing pihak dan sangat

39
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm. 74

23
menentukan relasi dan kelangsungan bisnis masing-masing pihak selanjutnya.
Karena seandainya salah satu pihak berlaku curang dalam memenuhi syarat-
syarat perjanjian tersebut, selanjutnya tidak mungkin lagi pihak yang dicurangi
itu mau menjalin relasi bisnis dengan pihak yang curang tadi.
Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan
harga yang sebanding. Dalam pasar yang terbuka dengan barang dan jasa yang
beragam dan berlimpah ditawarkan kedalam pasar, dengan mudah konsumen
berpaling dari satu produk ke produk yang lain. Maka cara- cara bombastis,
tipu menipu, bukan lagi cara bisnis yang baik dan berhasil. Kejujuran adalah
prinsip yang justru sangat penting dan relevan untuk kegiatan bisnis yang baik
dan tahan lama.
Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
Kejujuran dalam perusahaan adalah inti dan kekuatan perusahaan itu.
Perusahaan itu akan hancur kalau suaana kerja penuh dengan akal-akalan dan
tipu-menipu. Kalau karyawan diperlakukan secara baik dan manusiawi,
diperlakukan sebagai manusia yang punya hak-hak tertentu, kalau sudah
terbina sikap saling menghargai sebagai manusia antara satu dan yang lainnya,
ini pada gilirannya akan terungkap keluar dalam relasi dengan perusahaan lain
atau relasi dengan konsumen. Selama kejujuran tidak terbina dalam
perusahaan, relasi keluar pun sulit dijalin atas dasar kejujuran.
c) Prinsip keadilan.
Menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan
aturan yang adil, serta dapat dipertanggung jawabkan. Keadilan menuntut agar
setiap orang dalam kegiatan bisnis perlu di perlakukan sesuai dengan haknya
masing-masing dan agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan
kepentingannya.
d) Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle).
Menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga
menguntungkan semua pihak. Kalau prinsip keadilan menuntut agar tidak
boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya, prinsip saling
menguntungkan secara positif menuntut hal yang sama, yaitu agar semua
pihak berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain. Prinsip ini
terutama. mengakomodasi hakikat dan tujuan bisnis. Karena anda ingin

24
untung dan saya pun ingin untung, maka sebaliknya kita menjalankan bisnis
dengan saling menguntungkan.
Oleh karena itu dalam bisnis yang kompetitif, prinsip ini menuntut
agar persaingan bisnis haruslah melahirkan win-win situation. Prinsip
integritas moral. Dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis
atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama
baik pimpinan atau orang-orangnya maupun perusahaannya. Dengan kata lain
prinsip ini merupakan tuntutan dan dorongan dari dalam diri pelaku dan
perusahaan untuk menjadi yang terbaik dan dibanggakan. Dan itu tercermin
dalam seluruh perilaku bisnisnya dengan siapa saja, baik keluar maupun
kedalam perusahaan.
3. Regulasi Di Indonesia Yang Mengatur Konflik Kepentingan
Pengaturan mengenai konflik kepentingan terdapat di Undang-Undang Nomor
31 tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, pada pasal 12i, menyebutkan adanya larangan konflik
kepentingan namun hanya dalam sektor pengadaan barang dan jasa. Adapun aturan
lain yang mengatur penanganan konflik kepentingan lainnya terdapat dalam
Peraturan Menteri (Permen) yakni dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi pada tahun 2012. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2014 tentang Administratif Pemerintahan, yaitu dari Pasal 42 hingga 44 yang juga
menjelaskan mengenai konflik kepentingan. Penjelasannya, mulai dari apa yang
dimaksud konflik kepentingan, siapa pelakunya, adanya pelarangan pengambilan
keputusan diberbagai situasi konflik kepentingan, sumber-sumber konflik
kepentingan, dan hak masyarakat untuk melaporkan kasus konflik kepentingan dan
batas waktu penanganannya.
Pada tahun 2009, KPK membuat buku panduan konflik kepentingan untuk
mengisi kurangnya literatur yang membahas isu tersebut. Pada tahun 2012,
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mensahkan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
37 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Penanganan Benturan Kepentingan.
Peraturan ini dilatarbelakangi oleh Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang

25
40
Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012. Secara substansi,
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tersebut
sebagian besar mengadopsi gagasan dari buku panduan KPK tahun 2009.
Beberapa Kementerian/Lembaga dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
kemudian membuat peraturan serupa seperti; Peraturan Kepala Lembaga Administrasi
Negara Nomor 45 Tahun 2014, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 73 Tahun 2015, dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 15 Tahun 2015, SK
Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Nomor 004/00
N14/SK/II/2014, dan lain-lain. Di tingkat legislatif, operasional penanganan isu
konflik kepentingan tercantum di di Pasal 6 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia No 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR. KPK selain membuat
buku panduan mengenai konflik kepentingan, juga membuat Sistem Pengendalian
Gratifikasi (SPG).
Program ini untuk mendukung perwujudan good governance. Diharapkan,
program SPG dapat dijadikan alat untuk mendeteksi kerawanan korupsi dan potensi
konflik kepentingan.41Dari uraian diatas, dapat ditarik benang merah bahwa konflik
kepentingan telah disadari sebagai sumber utama yang mendorong perilaku koruptif,
tetapi sayangnya, peraturan untuk mengatur dan mengendalikan konflik kepentingan
masih kurang diadopsi oleh Pemerintah dan swasta.

40
lampiran Inpres Nomor 17 Tahun 2011, Kementerian PANRB membuat peraturan mengenai Konflik
Kepentingan bagi pejabat dilingkungan birokrasi dengan sasaran berkurangnya praktek penyalahgunaan
kewenangan pejabat dalam proses penyusunan kebijakan
41
Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan KPK: Menolak Surut”, (Jakarta: KPK, 2016), h. 17-18.

26
BAB III

PERMASALAHAN KONFILK KEPENTINGAN ANTARA PROFESI DAN BISNIS

A. Faktor dan Sumber Konflik Kepentingan


Konflik kepentingan tidaklah muncul secara tiba-tiba, terdapat beberapa factor yang
menyebabkannya. Adapun hal-hal yang menjadi faktornya ialah sebagai berikut:
1) Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Konflik kepentingan seringkali munculnya dilema dimana individu berada dalam
kondisi sulit. Dimana dalam waktu yang bersamaan muncul dua kepentingan
kepentingan pribadi (termasuk kepentingan golongan) dan kepentingan yang lebih
besar. Sebagai contoh seorang Konsultan PR yang bekerja disebuah perusahaan yang
bermasalah sedangkan dilain pihak memiliki istri/suami bekerja pada tempat yang
berseberangan (Kepolisian, pengacara atau media). Kondisi ini dapat menimbulkan
konflik kepentingan yang pelik.
2) Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi
yang berbeda
Perbedaan latarbelakang yang mencolok seringkali dapat menimbulkan sebuah
konflik kepentingan. Sebagai contoh seorang yang memiliki latar belakang budaya
Jawa yang kental bekerja dalam sebuah organisasi multinasional. Latar belakang
budaya ini dapat menimbulkan konflik kepentingan dalam diri orang tersebut dalam
pekerjaannya. Perbedaan budaya ini dapat sering berbenturan.
3) Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok
Perbedaan kepentingan ini sangat jelas dapat menimbulkan konflik. Perbedaan
kepentingan ini dapat menyulitkan individu dalam bekerja, apalagi bila individu
tersebut berada pada tataran pemangku jabatan.
4) Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan nilai yang terlalu cepat seringkali menimbulkan ketidaksiapan dalam
menjalankannya. Pada dasarnya seorang individu lebih suka berada dalam zona
nyaman, ketika nilai berubah terlalu cepat menyebabkan ketidaknyamanan.
Ketidaknyamanan ini menimbulkan konflik dalam diri individu-individu tersebut
apalagi jika individu tidak siap.

27
Dengan demikan jika kita ingin menghindari konflik, atau menguranginya, maka kita
harus mengetahui sumber koflik kepentingan. Banyak orang terjerat konflik loyalitas tanpa
menyadari adanya pelanggaran nilai etis didalamnya. Padahal kehidupa ini penuh dengan
jebakan dilema loyalitas, dan jikapun kita bisa mengetahui perangkap tersebut dalam banyak
kasus kita tidak berdaya untuk menghindarinya. Diantara sumber konflik kepentingan yang
utama adalah:

a) Hubungan yang menimbulkan konflik (Conflicting Relationships)


Contohnya adalah ketika sebuah perusahaan menangani klien dari perusahaan
perminyakan, namun pada saat yang sama ia juga memiliki klien dari organisasi
pelestarian lingkungan. Tentu hal ini akan menimbulkan konflik kepentingan.
b) Pemberian dan Hadiah (Gifts and perks)
Contohmya praktsi komunikasi bertanggung jawab terhadap audiensnya, dan
jika ia menerima hadiah, cenderamata dan pemberian lain yang mengandung
kepentingan tersembunyi (vested interests) maka hal tersebut akan memunculkan
keraguan terhadap obyektivitas praktisi komunikasi tersebut. Walaupun pemberian
gratis tersebut berupa hal-hal yang ringan seperti makan siang gratis, namun jika
dilakukan terus-menerus maka hal tersebut akan mengikis independensi profesi. Di
mana publik, munculnya sumber konflik sama berbahaya dibanding konflik itu sendiri.
c) Checkbook Jornalism
Checkbook journalism terjadi ketika media membayar narasumber, sehingga
media yang bersangkutan akan memperoleh hak eksklusif untuk menampilkan
narasumber tersebut. Checkbook journalism menjadi sorotan etis karena terjadi
pertentangan konflik, sebagai akibat adanya kendali dari pihak tertentu (narasumber)
dalam tampilan pesan. Kasus yang sering muncul adalah jurnalis membayar
narasumber palsu untuk memberikan kesaksian terhadap kasus yang lagi booming.
d) Hubungan Personal
Contohnya bahwa sejumlah organisasi/perusahaan menerapkan larangan
adanya kedekatan famili diantara karyawannya. Hal tersebut dikarenakan sangat
berpotensi memunculkan konflik kepentingan namun sangat sulit dihindari hubungan
personal.
e) Partisipasi Publik
Bahwa praktisi komunikasi juga bagian dari publik secara umum. Dengan demikian ada
interaksi antara dirinya dengan masyarakat dimana ia berada.

28
B. Permasalahan Konflik Kepentingan Yang Terjadi
Jika kita meninjau dari segi hukum terhadap konflik kepentingan yang sering trjadi,
terdapat beberapa ranah seperti eksekutif, legislative, yudikatif dan lain-lainnya , di mana
pada bagian-bagian tersebut ada permasalahannya masing-masing, adapun
permasalahannya secara rinci yaitu sebagi berikut:42
a) Eksekutif
Jenis konflik kepentingan yang terjadi dalam lingkungan eksekutif antara lain:
1) Proses pembuatan kebijakan Penyelenggara Negara yang berpihak kepada suatu
pihak akibat pengaruh/hubungan dekat/ketergantungan/ pemberian gratifikasi
2) Proses pengeluaran ijin oleh Penyelenggara Negara kepada suatu pihak yang
mengandung unsur ketidakadilan atau pelanggaran terhadap persyaratan
perijinan ataupun pelanggaran terhadap hukum
3) Proses pengangkatan/mutasi/promosi personil pegawai berdasarkan hubungan
dekat/balas jasa/ rekomendasi/pengaruh dari Penyelenggara Negara
4) Proses pemilihan partner/rekanan kerja pemerintah berdasarkan keputusan
Penyelenggara Negara yang tidak profesional
5) Proses pelayanan publik yang mengarah pada komersialisasi pelayanan
6) Tendensi untuk menggunakan asset dan informasi penting Negara untuk
kepentingan pribadi.
b) Legislatif
Jenis konflik kepentingan yang terjadi dalam lingkungan legislatif antara lain
1) Proses pembuatan peraturan perundangundangan, penganggaran, dan
pembuatan keputusan yang berpihak kepada suatu pihak karena adanya lobby,
pengaruh, hubungan afiliasi dan kepentingan politik suatu golongan
2) Proses pengawasan yang tidak profesional karena adanya hubungan
afiliasi/pengaruh dengan eksekutif
3) Berperan aktif menjadi eksekutif di suatu perusahaan atau masih aktif dalam
profesi tertentu selama menjabat sebagai anggota legislatif
4) Kepemilikan saham perusahaan yang masih beroperasi dan memiliki hubungan
dengan lembaga Negara.

42
Pemberantasan Korupsi, Konflik Kepentingan, (Jakarta :KPK RI, 2009), h. 7-11.

29
c) Yudikatif dan Aparat Penegak Hukum
Jenis konflik kepentingan yang terjadi dalam lingkungan yudikatif dan aparat
penegak hukum antara lain:
1) Situasi yang dapat mempengaruhi proses pemeriksaan dan pengambilan
keputusan di pengadilan
2) Situasi dalam proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pelaksanaan
putusan yang dipengaruhi pihak lain
3) Proses pengangkatan/mutasi/promosi yang tidak fair dan berindikasi adanya
pengaruh pihak lain
4) Rangkap jabatan sebagai eksekutif suatu perusahaan atau membuka jasa profesi
lainnya.
d) BUMN/BHMN/BLU/BUMD
Jenis konflik kepentingan yang terjadi di lingkungan BUMN, BHMN, BLU dan
BUMD antara lain:
1) Proses pembuatan kebijakan Direksi yang berpihak kepada suatu pihak akibat
pengaruh/ hubungan dekat/ketergantungan
2) Proses pengangkatan/mutasi/promosi personil pegawai berdasarkan hubungan
dekat/balas jasa/ rekomendasi/pengaruh dari pejabat terkait
3) Proses pemilihan partner/rekanan kerja perusahaan berdasarkan keputusan
pejabat terkait yang tidak profesional.
e) Pengawas
Jenis konflik kepentingan yang dialami oleh pengawas antara lain:
1) Menjadi bagian dari pihak yang diawasi
2) Menjadi bawahan pihak yang diawasi
3) Proses pengawasan yang tidak profesional karena adanya hubungan
afiliasi/pengaruh dengan pihak lain.
f) Penilai
Jenis konflik kepentingan yang dialami oleh penilai antara lain:
1) Menjadi bagian dari pihak yang memiliki kepentingan atas sesuatu yang dinilai
2) Menjadi bawahan pihak yang dinilai
3) Proses penilaian yang tidak profesional karena adanya hubungan
afiliasi/pengaruh dengan pihak lain.
g) Komisioner
Jenis konflik kepentingan yang dialami oleh Komisioner antara lain:
30
1) Hubungan afiliasi dengan anggota DPR yang memilihnya
2) Kepemilikan saham di perusahaan yang masih beroperasi yang berpotensi
bersinggungan dengan pelaksanaan tugasnya
3) Proses pembuatan kebijakan dan putusan karena adanya kepentingan dengan
penyelenggara negara lainnya
4) Proses pengangkatan/mutasi/promosi personil pegawai berdasarkan hubungan
dekat/balas jasa/ rekomendasi/pengaruh dari pejabat terkait.
C. Kasus Konflik Kepentingan Profesi
Konflik kepentingan secara umum adalah suatu keadaan sewaktu seseorang pada
posisi yang diberi kewenangan dan kekuasaan untuk mencapai tugas dari perusahaan
atau organisasi yang memberi penugasan, sehingga orang tersebut memiliki kepentingan
profesional dan pribadi yang bersinggungan. Persinggungan kepentingan ini dapat
menyulitkan orang tersebut untuk menjalankan tugasnya. Untuk memberikan
pemahaman tentang situasi konflik kepentingan dan penanganannya, berikut ini akan
diuraikan beberapa kasus konflik kepentingan. Tentu saja hal ini hanya merupakan
sebagian kecil saja dari situasi-situasi konflik kepentingan yang seringkali terjadi di
lapangan. Adapun terkait kasus konflik kepentingan profesi dapat di lihat dari beberapa
kasus yang dirincikan dibawah ini yaitu sebagai berikut:43
1. Kasus 1 Tentang Gratifikasi atau Pemberian
Anda adalah seorang pejabat senior di Departemen Perlengkapan yang
mempunyai kewenangan dalam hal pengadaan barang dan jasa sebuah Departemen.
Seorang penyedia barang dan jasa yang sudah biasa melayani peralatan komputer
yang digunakan oleh departemen anda selama dua tahun lamanya, menawarkan
kepada anda sebuah komputer secara cuma-cuma untuk digunakan di rumah Seiring
dengan berjalannya waktu, kontraktor tersebut menjadi teman akrab anda. Dengan
menggunakan komputer pemberian tersebut, anda banyak melakukan pekerjaan yang
ditugaskan oleh departemen di rumah, terutama pada akhir minggu, dan komputer
tersebut berguna pula untuk mengerjakan tugas-tugas anda. Teman kontraktor anda
itu mengatakan bahwa komputer yang diberikan sudah cukup tua sehingga tidak
terlalu berharga. Teman kontraktor anda itu juga menyatakan bahwa anda dapat
menggunakan komputer tersebut selama anda membutuhkannya. Tiga bulan lagi
43
KPK ,Pengelolaan Konflik Kepenetingan. (Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat
Kedeputian Bidang Pencegahan), h. 31-43.

31
kontrak layanan peralatan komputer bagi Departemen perlu diperbaharui dan anda
biasanya menjadi anggota dari kepanitiaan yang akan memutuskan perusahaan mana
yang memenangkan kontrak tersebut.
Kondisi tersebut mengandung konflik kepentingan karena dalam hal ini
Depertemen Perlengkapan anda telah menerima pemberian hadiah (gratifikasi)
berupa komputer dari pihak yang anda ketahui sebagai rekanan dari departemen.
Anda juga tahu bahwa biasanya anda akan menjadi panitia tender yang berhak untuk
menentukan perusahaan mana yang akan dipilih oleh departemen untuk memberikan
layanan pengadaan komputer. Kesan yang muncul adalah anda berusaha mengambil
keuntugan pribadi dari posisi anda saat ini. Di sisi lain, pemberian komputer ini dapat
dilihat sebagai upaya untuk mengurangi independensi pada saat menentukan siapa
pemenang tender karena anda merasa berhutang budi pada kontraktor yang telah
memberikan komputer sehingga mempermudah pengerjaan tugastugas kantor di
rumah. Dalam hal ini Untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan, anda
seharusnya tidak menerima pemberian komputer tersebut dan memelihara integritas
dalam proses pengadaan barang yang dilakukan oleh organisasi.
2. Kasus 2 tentang Penyalahgunaan Asset Jabatan
Anda adalah seorang Manajer di sebuah Departemen. Anda memiliki
hubungan dekat dengan salah satu rekan kerja yang menjabat sebagai Kepala Seksi
yang menangani pengelolaan aset yang dimiliki Departemen tempat anda bekerja.
Kepala Seksi tersebut berwenang dalam menginventarisasi, menjaga, dan
administrasi pelaporan penggunaan aset-aset tersebut. Aset yang dimiliki
Departemen berupa, tanah, gedung kantor, peralatan bergerak seperti mobil dan bus
dinas, dan fasilitas ruangan aula dan kantin. Anda dan rekan kerja anda bekerjasama
dalam memanfaatkan aset Departemen melalui beberapa pemberitahuan tidak resmi
tentang pungutan terhadap penyewaan kantin, lahan parkir, penyewaan aula, dan
penyewaan bus, serta memberikan ruangan kantor yang dipakai, untuk mengelola
transaksi-transaksi tersebut. Pelaporan transaksi tersebut tidak transparan dan
sebagian besar dimanfaatkan oleh anda dan rekan anda. Setiap ada inspeksi dan audit,
anda telah mempersiapkan bentuk penyamaran atas segala transaksi dan
penyalahgunaan aset tersebut.
Permasalahan di atas mengandung konflik kepentingan karena Kewenangan
dan kesempatan yang anda miliki dalam mengelola aset Departemen menimbulkan
potensi konflik kepentingan. Konflik terjadi ketika pemanfaatan aset dapat
32
disalahgunakan melalui penggunaan wewenang penyelenggara negara tersebut.
Konflik kepentingan ini dipicu juga oleh kelemahan sistem yang ada dalam
mendeteksi masalah konflik kepentingan tersebut. Penyalahgunaan aset tersebut
dilakukan oleh beberapa orang yang melakukan kerja sama dan kolusi, sehingga
pemanfaatan aset yang seharusnya untuk kepentingan Departemen dan pelayanan
publik diselewengkan penggunaannya menjadi kepentingan pribadi dan pihak
tertentu. tindakan/tanggapan yang diperlukan dan bagaimana seharusnya yang
dilakukan agar kondisi yang mengandung konflik kepentingan tersebut dapat dikelola
dengan baik yaitu adanya Fungsi pengawasan dan pembentukan integritas SDM
pegawai perlu ditingkatkan dan dioptimalkan. Dalam kode etik pegawai perlu
dicantumkan pelarangan penyalahgunaan asset untuk memperkaya diri sendiri. Untuk
tindakan terhadap pelanggaran diperlukan sanksi yang memberikan efek jera dan
langkah-langkah hukum
3. Kasus 3 tentang Penggunaan Diskresi yang Menyalahgunakan Wewenang
Seorang direktur di sebuah perusahaan Migas diberikan tugas dan
kewenangan untuk memilih perusahaan yang akan ditugaskan untuk melakukan
perawatan gedung. Karena masih adanya kelemahan sistem pemilihan rekanan di
perusahaan, maka direktur tersebut diberikan hak memanfaatkan diskresi
kewenangannya untuk menunjuk perusahaan yang dimaksud. Ternyata anak direktur
tersebut bekerja bekerja di sebuah perusahaan jasa cleaning service dan perawatan
gedung. Karena mengetahui peluang tersebut, anak direktur tersebut meminta kepada
bapaknya untuk menunjuk perusahaan di mana ia bekerja sebagai rekanan perawatan
gedung. Sang anak mengatakan bahwa ia dijanjikan promosi jabatan apabila
perusahannya ditunjuk sebagai rekanan. Dalam pemilihan rekanan perawatan
gedung, direktur perusahaan Migas tersebut tidak memaparkan situasi yang dihadapi
kepada direksi. Hal ini dilakukannya karena ia beranggapan bahwa tindakanya telah
sesuai dengan aturan yang berlaku, dan ia boleh mengambil keputusan apapun terkait
dengan penunjukan rekanan perawatan gedung.
permasalahan di atas mengandung atas mengandung konflik kepentingan
karena Konflik kepentingan timbul karena kewenangan yang dimiliki oleh direktur
perusahaan Migas tersebut bersinggungan dengan kepentingan pribadi yang terkait
dengan keinginan anaknya yang bekerja di perusahaan cleaning service dan
perawatan gedung. Diskresi kewenangan yang dilakukan oleh direktur tersebut dan
tidak diimbangi dengan proses pemaparan di hadapan direksi akan menimbulkan
33
permasalahan dalam pemilihan rekanan perawatan gedung. Adapaun
tindakan/tanggapan yang diperlukan dan bagaimana seharusnya yang dilakukan agar
kondisi yang mengandung konflik kepentingan tersebut dapat dikelola dengan baik
yaitu Direktur perusahaan Migas yang diberi tugas dan kewenangan untuk menunjuk
rekanan perawatan gedung, harus membentuk tim penyeleksi rekanan. Hal tersebut
harus dilakukan untuk menghindarkan diri dari penyalahgunaan diskresi kewenangan
yang dimilikinya. Selain itu semua perusahaan calon rekanan harus melalui proses
seleksi yang sama dan transparan, termasuk perusahaan di mana anak pejabat
tersebut bekerja. Demi transparansi dan menghindarkan terjadinya konflik
kepentingan, maka situasi tersebut harus dilaporkan kepada tim penyeleksi rekanan
dan direksi BUMD. Yang terpenting BUMD yang bersangkutan harus segera
menyusun sistem pemilihan rekanan yang baku dan transparan, sehingga kelemahan
sistem yang dapat menimbulkan terjadinya konflik kepentingan dapat diminimalisir.
D. Kasus Konflik Kepentingan Bisnis
Secara umum, konflik kepentingan dalam bisnis merupakan benturan yang terjadi
antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan bisnis yang dapat membahayakan
operasi, keuntungan atau bahkan rahasia perusahaan. Konflik kepentingan dalam bisnis
biasanya melibatkan 2 pihak, yaitu principal dan agen. Prinsipal disini maksudnya ialah
mereka yang memberikan tanggung jawab, dan agen disini merupakan orang yang
diberikan tanggung jawab dari principal. Namun, konflik kepentingan dalam bisnis tidak
hanya bisa terjadi antara principal dengan agen. Namun, konflik kepentingan juga dapat
terjadi antara principal dengan principal44. Sebuah perbuatan atau tindakan dikatakan
sebagai konflik kepentingan dalam tubuh sebuah bisnis apabila tindakan tersebut
dilakukan oleh sang agen tidak sesuai dengan visi serta misi dari perusahaan, atau
dilaksanakan diluar perintah dari perusahaan dan biasanya perbuatan tersebut melanggar
kode etik, yang akhirnya berdampak buruk bagi perusahaan karena dapat merusak citra
sebuah perusahaan.
Secara normatif, perihal sesuatu dikatakan sebagai konflik kepentingan atau bukan
telah diatur pada Undang-Undang No.30 tahun 2014 Pasal 43 ayat 1 bahwa dapat
dikatakan sebaagai konflik kepentingan apabila dilatarbelakangi oleh :
- Adanya kepentingan pribadi dan atau bisnis

44
Yulaikha Aryanti, Ratna Kusumaningrum ―KONFLIK KEPENTINGAN ANTARA MANAJEMEN DAN
PEMILIK DALAM PERUSAHAAN (UJI AGENCY THEORY)”, Semarang : Universitas Wahid Hasyim
Semarang, AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 1 No. 1, April 2006, hal. 80

34
- Hubungan dengan kerabat atau keluarga
- Hubungan dengan wakil pihak yang terlibat
- Hubungan dengan pihak yang bekerja dan mendapat gaji dari pihak yang terlibat
- Hubungan dengan pihak yang memberikan rekomendasi terhadap pihak yang terlibat
- Hubungan dengan pihak-pihak lain yang dilarang Peraturan Perundang-Undangan

Adapun dampak yang timbul sebagai konsekuensi dari adanya konflik kepentingan
dalam bisnis bisa dikatakan beragam. Dampak internal yang akan timbul bagi perusahaan
ialah hilangnya motivasi kerja para karyawan perusahaan. Sedangkan dari eskternal,
perusahaan bisa mendapatkan reputasi yang buruk sehingga mengurangi kepercyaan
konsumen pada perusahaan. Sedangkan sanksi bagi pelakunya tidak ditentukan secara
baku, tergantung kebijakan masing-masing perusahaan. Namun, sanksi biasanya dapat
berupa sanksi secara administrated, hingga yang paling parah berupa pemecatan. Berikut
beberapa contoh kasus konflik kepentingan terkait bisnis yaitu sebagai berikut:45

1. Bisnis PCR dan Konflik Kepentingan Pejabat Publik


Dalam majalah tempo edisi 1 November 2021 mengungkap dugaan
keterkaitan pejabat publik dengan bisnis polymerase chain reaction atau PCR. Selang
2 minggu pasca dugaan itu diungkap, kontroversi bisnis PCR masih terus ramai
diperbincangkan. Abai terhadap etika publik dan konflik kepentingan. Sedikitnya
terdapat 2 pejabat publik yang diduga memiliki keterkaitan. Mereka adalah Menteri
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri
BUMN Erick Thohir. Sebuah perusahaan yang menjalankan bisnis PCR di lima
cabang di Jakarta dan sekitarnya, yaitu PT Genomik Solidaritas Indonesia, diduga
terkait dengan perusahaan yang terafiliasi dengan Luhut dan Erick. Luhut terafiliasi
melalui PT Toba Sejahtera dan PT Toba Bumi Energi yang masing-masing memiliki
242 lembar saham PT Genomik Solidaritas Indonesia senilai Rp 242 juta. Sementara
Erick terafiliasi melalui Yayasan Adaro, organisasi nirlaba di bawah PT Adaro
Energy Tbk, perusahaan yang dimiliki oleh keluarga besar Erick Thohir.

Bisnis PCR diketahui merupakan bisnis yang menggiurkan di tengah pandemi.


Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan menyebutkan, perputaran

45
KPK ,Pengelolaan Konflik Kepenetingan. (Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat
Kedeputian Bidang Pencegahan), h. 31-43.

35
uang dalam bisnis tersebut sedikitnya mencapai Rp 23 triliun. Total potensi
keuntungan yang didapat lebih dari Rp 10 triliun. Kebijakan penggunaan dan harga
PCR yang dikeluarkan pemerintah juga diduga memiliki keterkaitan dengan
kepentingan bisnis. Koalisi misalnya, menduga penurunan harga merupakan akibat
dari alat tes PCR segera memasuki masa kadaluarsa. Selain itu harga komponen
PCR, beserta alasan menurunkannya dinilai tertutup sehingga menimbulkan
kecurigaan akan adanya kepentingan bisnis. Luhut dan Erick sendiri menampik
mengambil keuntungan dari bisnis PCR. Luhut mengaku pendirian perusahaan
tersebut bertujuan untuk membantu tes PCR agar lebih murah. Ia mengatakan tidak
mendapat keuntungan yang mengalir ke kantong pribadinya maupun perusahaannya,
PT Toba Sejahtra. Erick juga mengatakan hal serupa sembari mengaku telah
melaporkan harta kekayaannya kepada KPK.
Kendati mengaku tidak mengambil keuntungan. Pernyataan serta dugaan
keterkaitan mereka tetap patut untuk dikritisi. Posisi mereka sebagai pejabat publik
serta afiliasi dengan bisnis sekaligus membuat adanya potensi konflik kepentingan.
Hal inilah yang semestinya mereka ungkap ketika pertama kali perusahaan tersebut
didirikan, musabab kebijakan yang mereka keluarkan berpotensi menguntungkan
pihak tertentu. Menjadi hal yang keliru jika mengerucutkan permasalahan tersebut
sebatas pada potensi keuntungan ekonomi. Dengan mengabaikan potensi konflik
kepentingan, para pejabat publik tersebut juga tak berpegang teguh pada prinsip etika
publik.
Etika publik merupakan prinsip yang wajib dipegang oleh seluruh pejabat
publik. Prinsip tersebut menekankan pentingnya pejabat publik berorientasi pada
pelayanan publik dan kepentingan publik. Pejabat publik yang mengabaikan etika
publik dan konflik kepentingan berulangkali terjadi pada masa pemerintahan
Presiden Joko Widodo. Namun tak ada langkah tegas yang dilakukan oleh Presiden.
Abai terhadap prinsip etika publik dan konflik kepentingan adalah pintu korupsi.
Konflik kepentingan dalam penyelenggaraan negara sudah semestinya segera
dihentikan.46
2. Kasus 2 tentang Penggunaan Informasi Rahasia Jabatan/Instansi untuk Kepentingan
Pribadi

46
Indonesia Corruption Watch, Bisnis PCR dan Konflik Kepentingan Pejabat Publik¸
https://antikorupsi.org/id/article/bisnis-pcr-dan-konflik-kepentingan-pejabat-publik, Di akses 27-06-2022,
Pukul 12:17.

36
Institusi tempat anda bekerja melakukan kontrak untuk banyak materi
publikasi yang dicetak setiap bulannya. Tiga perusahaan percetakan sudah
menyelesaikan pekerjaan pencetakan sebelumnya dengan hasil yang baik dan cukup
efisien dari sisi harga. Seorang saudara dekat anda baru saja membeli perusahaan
percetakan. Tugas anda dibagian pengadaan adalah memproses semua tender untuk
kontrak pencetakan. Anda memiliki akses untuk semua informasi rinci perusahaan
peserta tender, terkait hal tersebut saudara anda yang memiliki percetakan meminta
anda untuk mengungkapkan informasi mengenai harga penawaran sehingga ia dapat
memberikan penawaran dengan harga lebih rendah. Institusi anda juga baru
meluncurkan program utama untuk memangkas biaya. Anda tahu bahwa perusahaan
dapat menghemat uang jutaan rupiah dari biaya pencetakan selama setahun jika anda
tidak mengikuti permintaan saudara anda.
Permasalahan di atas mengandung konflik kepentingan karena Dengan adanya
hubungan keluarga antara petugas bagian pengadaan dan pemilik dari perusahaan
yang mengikuti tender pencetakan dapat menjadi potensi timbulnya konflik
kepentingan. Lebih lanjut terdapat pengungkapan informasi yang sifatnya rahasia
kepada salah satu perusahaan peserta tender menjadikan ini praktik konflik
kepentingan. Dalam situasi ini anda tidak dapat menentukan apakah telah terjadi
pemborosan pengeluaran institusi, karena anda tentu memperoleh keuntungan secara
personal, juga melalui kepentingan keluarga.
Tanggapan yang diperlukan dan bagaimana seharusnya yang dilakukan agar
kondisi yang mengandung tersebut dapat dikelola dengan baik Untuk menghindari
terjadinya konflik kepentingan, anda sebagai petugas bagian pengadaan seharusnya
mengungkapkan bahwa anda memiliki saudara yang memiliki perusahaan percetakan
dan ikut dalam tender, sehingga anda tidak berhak untuk menjadi panitia tender dan
Anda tidak boleh memberitahukan kepada saudara anda tentang informasi harga dari
para peserta tender. Nepotisme dan penyalahgunaan posisi jabatan (dalam bentuk
pencurian informasi yang sensitif secara komersial dan memberikannya kepada
Kompetitor bisnis untuk keuntungan pribadi) dalam kasus ini akan menjadi suatu
tindakan korupsi, walaupun dengan diuntungkannya institusi dari biaya yang dapat
dihemat. Untuk itu, lembaga harus membuat kode etik agar setiap pejabat dan
pegawai memegang semua rahasia jabatan dan instansi

37
3. Kasus 3 tentang Perangkapan Jabatan di Beberapa/Instansi/Perusahaan yang
Memiliki Hubungan Langsung atau Tidak Langsung, Sejenis atau Tidak Sejenis
Anda merupakan salah satu Direksi di perusahaan farmasi yang bernama
―Sehat‖. Anda juga memiliki bisnis di bidang distribusi obat-obatan. Di perusahaan
ini Anda menjabat sebagai komisaris. Perusahaan distribusi obat-obatan ini sering
menjadi peserta tender distribusi produk di perusahaan ―sehat‖ di mana Anda
menjabat sebagai Direksi. permasalahan di atas mengandung konflik kepentingan di
mana dalam kasus ini Anda memiliki rangkap jabatan yaitu sebagai direksi
perusahaan ―Sehat‖ dan sebagai komisaris di perusahaan rekanan yang saling
berhubungan. Konflik yang mungkin timbul dalam kasus ini adalah dalam proses
penentuan peserta tender yang terpilih, karena Anda sama-sama berpengaruh dalam
pengambilan keputusan di kedua perusahaan tersebut. Tindakan/tanggapan yang
diperlukan dan bagaimana seharusnya yang dilakukan agar kondisi yang
mengandung konflik kepentingan tersebut dapat dikelola dengan baik adalah dalam
kasus ini terlihat bahwa rangkap jabatan harus dihindari karena berpotensi
menimbulkan konflik kepentingan, kesalahpahaman dan image yang tidak bagus.
Sehingga Anda harus memutuskan untuk melepas salah satu jabatan yang anda
miliki. Kejelasan mengenai pelarangan rangkap jabatan ini harus diperjelas dalam
kode etik perusahaan.

38
BAB IV

ANALISIS KONFILK KEPENTINGAN ANTARA PROFESI DAN BISNIS SERTA


PENANGGANANNYA

A. Analisis Konflik Kepentingan Profesi dan Penangganannya


Pengusaha adalah suatu profesi di mana profesi tidak lepas memandang akan
kinerja dan produktivitas. Dalam hal tersebut konflik dapat ditangani dan
diminimalisir sekecil mungkin. Untuk meminimalisir konflik, perusahaan dan HRD
harus memahami contoh konflik yang paling umum terjadi di perusahaan berikut cara
menyelesaikan secepatnya. Berikut adalah contoh konflik perusahaan yang paling
umum:
1) Konflik Kepemimpinan
Para pemimpin seringkali diharapkan untuk turun tangan dan
menyelesaikan konflik, tetapi bagaimana jika para pemimpin itu sendiri yang
menjadi pusat konflik? Hal ini dapat terjadi terutama jika individu yang tidak
berpengalaman dipromosikan dengan cepat ke posisi tersebut dan tidak
diperlengkapi dengan pelatihan. Tekanan lingkungan ditambah dengan
kurangnya pengalaman dan variasi gaya kepemimpinan dapat menimbulkan
konflik. Kasus seperti ini biasanya ditemukan dalam perusahaan berukuran
sedang atau besar. Adapun Penyelesaian :
HRD harus menentukan bagaimana cara untuk memilih individu yang
kompeten untuk mengisi posisi tertentu sesuai kualifikasi yang dibutuhkan.
Proses rekrutmen dan manajemen sumber daya manusia (SDM) sangat
berpengaruh dalam hal ini. Jika sudah terlanjur, komunikasi antara manajer,
karyawan, dan HRD tentang bagaimana cara menengahi dan berkompromi
dengan gaya kepemimpinan mana yang sebaiknya digunakan. Pastikan jenis
gaya kepemimpinan yang digunakan sesuai dengan budaya tempat kerja dan
nilai perusahaan.
2) Konflik Antar Departemen
Divisi pemasaran sedang menunggu feedback dari staf penjualan
tentang apa yang diminta klien. Sementara staf penjualan sibuk dan tidak
memasukkan feedback tepat waktu. Hal ini membuat divisi pemasaran
terhambat dalam membuat laporan. Kemudian, terlambatnya laporan juga
akan menimbulkan masalah dengan divisi keuangan. Contoh konflik ini

39
terdengar familiar? Konflik antar divisi dalam perusahaan sangat sering
terjadi. Masalah ini terkait erat dengan kepemimpinan karena sebuah divisi
tanpa kepemimpinan yang kuat akan mengalami masalah. Penyelesaian:
Pastikan bahwa peran dan tanggung jawab karyawan diklasifikasi
dengan sejelas-jelasnya sebelum memulai pekerjaan sehingga semua orang
mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dan apa yang harus dikerjakan
untuk memenuhi harapan tersebut. Jika karyawan belum mampu bekerja
secara maksimal, maka akan dilakukan evaluasi kinerja untuk mencari tahu
apa yang bisa dilakukan berkaitan dengan kinerja si karyawan.
3) Konflik Kepribadian
Contoh konflik yang berikutnya menyangkut soal kepribadian
manusia. Konflik akibat perbedaan kepribadian di tempat kerja sangat umum
terjadi di antara karyawan apapun posisinya. Konflik semacam ini di tempat
kerja biasanya terjadi karena persepsi yang salah tentang sikap rekan kerja.
Ketika tipe kepribadian yang berbeda bekerja sama, kemungkinan
kesalahpahaman tentang karakter, dan tindakan satu sama lain menjadi tinggi.
Misalnya, seorang karyawan introvert dan tidak terlalu ramah mungkin
tampak sombong di antara anggota tim lainnya. Hal ini dapat menyebabkan
masalah dan menghambat produktivitas tim. Penyelesaian:
Dalam penyelesaian jangka pendek, dibutuhkan orang-orang dengan
keterampilan mediasi yang kuat untuk menyelesaikan konflik kepribadian
tersebut. Mediasi membutuhkan seseorang yang dapat mengambil sikap
independen dan memahami kebutuhan, berempati, dan mengesampingkan
emosi yang terjadi. Sementara untuk langkah jangka panjang, HRD dapat
menetapkan kebijakan dan menyusun buku pedoman karyawan yang
membantu menjelaskan ekspektasi tentang apa yang dapat diterima serta
melatih karyawan dalam keragaman tempat kerja. Dengan demikian, cara
tersebut akan menumbuhkan kecerdasan emosional, toleransi dan pemahaman
terhadap orang lain.
4) Gaya Bekerja
Beberapa orang lebih suka bekerja dalam kelompok sementara yang
lain melakukan pekerjaan terbaik mereka sendirian. Ada orang yang tidak
memerlukan arahan ekstra untuk menyelesaikan tugas, sementara yang lain
menyukai masukan dan arahan eksternal setiap langkahnya. Perbedaan gaya
40
bekerja terkadang membuat individu tidak dapat bekerja dan membuat
keharmonisan dalam tim terganggu. Miskomunikasi akhirnya tidak dapat
dihindari. Penyelesaian:
Pada dasarnya setiap gaya bekerja mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Memahami dan menghormati gaya kerja setiap
anggota tim penting dalam membentuk kerja tim yang sukses. Setiap anggota
tim yang saling terbuka, memahami dan berkompromi bagaimana cara
kerjasama dengan gaya bekerja yang berbeda.47
B. Analisis Konflik Kepentingan Bisnis dan Penangganannya
Konflik menuntut perusahaan untuk secara efektif mengelola kepentingan
pemangku kepentingan. Tidak semua pemangku kepentingan strategis bagi
perusahaan. Dengan demikian, perusahaan harus mengidentifikasi mana yang harus
diprioritaskan. Dengan menempatkan prioritas dan menanganinya secara adil,
perusahaan meminimalkan dampak negatifnya terhadap perusahaan. Kemudian, pada
akhirnya mendukung hubungan baik dengan mereka dan kesuksesan perusahaan
jangka panjang. Adapun Alasan konflik antar pemangku kepentingan dilihat dari
contoh pemangku kepentingan dalam suatu perusahaan adalah pemegang saham,
karyawan, pelanggan, pemasok, kreditur, investor saham, masyarakat lokal, dan
pemerintah. Yang mana merupakan pemangku kepentingan utama? Itu tergantung
pada model bisnis dan industri di mana perusahaan beroperasi. Namun yang pasti,
mereka memiliki kepentingan yang berbeda terhadap perusahaan, misalnya:
 Pemegang saham tertarik dengan dividen. Mereka juga berpotensi
memperoleh capital gain dengan berinvestasi di perusahaan. Mereka ingin
perusahaan terus tumbuh dan menghasilkan lebih banyak keuntungan, secara
positif mempengaruhi dividen yang dibagikan dan keuntungan modal.
 Karyawan dan manajemen tertarik dengan gaji dan tunjangan yang tinggi.
Selain itu, mereka juga tertarik dengan lingkungan kerja yang sehat, jenjang
karir yang menjanjikan, serta program pelatihan dan pengembangan yang
memadai. Mereka mempengaruhi perusahaan dengan kinerja mereka. Dan,
bagi manajemen, keputusan yang mereka buat memiliki dampak yang
signifikan terhadap kesuksesan perusahaan.

47
https://www.linovhr.com/contoh-konflik-perusahaan-dan-penyelesaian/amp/. Diakses pada 26, juni 2022.

41
 Pelanggan memiliki kepentingan dalam produk perusahaan, layanan
pelanggan, dan perlindungan privasi. Mereka ingin perusahaan menawarkan
produk yang berkualitas tetapi murah. Aspek lain adalah etika bisnis, yang
semakin populer dan perhatian akhir-akhir ini. Mereka suka ketika perusahaan
bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan, bukan hanya untuk
keuntungan.
 Pemasok memiliki kepentingan dalam pembelian input oleh perusahaan.
Mereka ingin perusahaan membayar tepat waktu, terus memesan dari mereka,
dan membeli dalam jumlah besar. Mereka tidak suka ketika perusahaan
beralih ke pemasok lain, mengurangi pendapatan mereka.
 Pemerintah berkepentingan agar perusahaan membayar pajak tepat waktu dan
mematuhi peraturan. Pemerintah juga mewajibkan perusahaan untuk
menjalankan bisnis yang bertanggung jawab terhadap lingkungan, menahan
diri dari perilaku anti persaingan, dan menerapkan praktik ketenagakerjaan
yang adil. Ketertarikan lainnya adalah pekerjaan, dan pendapatan yang
diciptakan bisnis dalam perekonomian.
 Kreditur ingin perusahaan membayar pokok dan bunga tepat waktu. Mereka
tidak ingin perusahaan gagal membayar utangnya. Oleh karena itu, mereka
memperhatikan aspek-aspek seperti likuiditas dan solvabilitas perusahaan.
Peringkat kredit adalah indikator lain yang harus dilihat untuk menentukan
tingkat default. Jika kemampuan membayar perusahaan baik, mereka juga
ingin menandatangani kontrak baru untuk pinjaman.
 Masyarakat setempat prihatin dengan lapangan pekerjaan yang diciptakan oleh
perusahaan. Mereka ingin perusahaan merekrut tenaga kerja lokal. Di sisi lain,
mereka juga ingin agar perusahaan menjalankan praktik bisnis yang
bertanggung jawab terhadap lingkungan, tidak menimbulkan eksternalitas
negatif, dan mendukung program masyarakat setempat.
Contoh konflik pemangku kepentingan
 Advertisement
Konflik sering muncul karena pemangku kepentingan memiliki
kepentingan yang berbeda dan seringkali bertentangan. Hal tersebut seringkali
membuat perusahaan menghadapi dilema ketika mengambil keputusan.
Mereka harus memprioritaskan dan membuat pilihan yang mungkin tidak

42
disukai oleh beberapa pemangku kepentingan. Berikut ini kami sajikan
beberapa contohnya.: Upah yang lebih tinggi vs. Dividen yang lebih tinggi.
Para pemegang saham pada umumnya menginginkan keuntungan perusahaan
meningkat karena mempengaruhi deviden dan capital gain. Jadi, mereka
enggan melihat bisnis membayar upah tinggi kepada karyawan.
Dalam menyelesaikan konflik pemangku kepentingan terdapat beberapa solusi
untuk menangani konflik pemangku kepentingan dapat sangat bervariasi antar bisnis.
Untuk mencapai solusi yang optimal, mereka harus melakukan analisis pemangku
kepentingan dengan:
 Membuat daftar siapa pemangku kepentingan mereka
 Identifikasi kepentingan mereka dan nilai daya tawar mereka, dan
 Tentukan seberapa signifikan mereka mempengaruhi perusahaan.
Setelah diidentifikasi, perusahaan membuat prioritas dan menentukan solusi untuk
menghadapinya. Berikut ini adalah contoh solusi untuk menangani konflik pemangku
kepentingan:
 Arbitrase menyelesaikan perselisihan industrial antara manajemen dan
karyawan dengan menghadirkan pihak ketiga yang independen (arbiter) untuk
membuat keputusan yang mengikat kedua belah pihak.
 Skema bagi hasil mendistribusikan sebagian dari keuntungan kepada karyawan
dan manajemen, berpotensi untuk meredakan ketegangan mereka dengan
pemegang saham.
 Skema kepemilikan saham memiliki tujuan yang sama dengan skema bagi
hasil tetapi memungkinkan karyawan dan manajemen untuk memiliki saham
di perusahaan.
 Partisipasi karyawan meningkatkan komunikasi, pengambilan keputusan, dan
sistem motivasi untuk mengurangi potensi konflik antara karyawan dan
manajer.48
C. Hubungan Konflik Kepentingan dan Good Governance
Istilah ―Good Governance” mulai muncul dan populer di Indonesia sekitar
tahun 1990-an. Dalam penyelenggaraan pemerintahan kita, ―Good Governance―
menjadi sangat penting dan strategis, mengingat kemunculannya di saat
penyelenggaraan pemerintahan Indonesia sedang mengalami distorsi terhadap

48
https://cerdasco.com/konflik-pemangku-kepentingan/ di akses pada tangga 26 juni 2022,jam 20:20

43
efektivitas pelayanan kepada publik, dalam arti bahwa sudah bukan menjadi rahasia
umum apabila berurusan dengan birokrasi pemerintah yang dialami yaitu berbelit-
belit sangat lamban, penuh dengan pungutan liar, pelayanan yang kurang baik dan
lain-lain. Oleh karena itu ―good governance” seperti obat mujarab untuk mengobati
penyakit birokrasi organisasi.
Di dalam sektor swasta maka dikenal GCG yaitu good corporate governance.
Good corporate governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, process,
output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak
yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara
pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan
perusahaan. Good corporate gorvernance dimasukkan untuk mengatur hubungan-
hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi
perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat
diperbaiki dengan segera. Pengertian ini dikutip dari buku Good Corporate
Governance pada badan usaha manufaktur, perbankan dan jasa keuangan lainnya
(2008: 36).
Prinsip-prinsip good corporate governance, menurut Tamim, terdapat enam
hal yang menunjukan bahwa suatu organisasi memenuhi kriteria good governance,
sebagai berikut:
a) Competence artinya bahwa penyelenggaraan organisasi harus dilakukan dengan
mengedepankan profesionalitas dan kompetensi. Untuk itu, setiap pejabat yang
dipilih dan ditunjuk untuk menduduki suatu jabatan harus benar-benar orang yang
memiliki kompetensi dilihat dari semua aspek penilaian, baik dari segi
pendidikan/keahlian, pengalaman, moralitas, dedikasi, maupun aspek-aspek
ainnya
b) Transparency artinya setiap proses pengambilan kebijakan dan pelaksanaan
seluruh fungsi organisasi harus diimplementasikan dengan mengacu pada prinsip
keterbukaan. Kemudahan akses terhadap informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif mengenai penyelenggaraan organisasi.
c) Accountability artinya bahwa setiap tugas dan tanggung jawab di setiap jabatan-
jabatan/fungsi-fungsi harus diselenggarakan dengan cara yang terbaik dengan
pemanfaatan sumber daya yang efisien demi keberhasilan penyelenggaraan
organisasi, karena setiap kebijakan dan tindakan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan kehadapan manajemen maupun dari kacamata hukum.
44
d) Participation artinya bahwa setiap individu dalam organisasi berperan aktif
dalam pelaksanaan kegiatan pada fungsi masing-masing dengan menegakkan
aturan baku yang telah ditetapkan
e) Rule of Law artinya dalam penyelenggaraan kegiatan atau aktifitas harus
disandarkan pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang jelas. Untuk
itu perlu dijamin adanya kepastian dan penegakan hukum yang merupakan
prasyarat keberhasilan dalam penyelenggaraan organisasi
f) Social Justice artinya penyelenggaraan manajemen perusahaan dalam
implementasinya harus menjamin penerapan prinsip kesetaraan dan keadilan bagi
setiap anggota organisasi. Tanpa adanya hal tersebut, anggota organisasi tidak
akan turut mendukung kebijakan dan program manajemen perusahan.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa menjunjung tinggi etika adalah bagian dari
penegakan good corporate governance, sehubungan dengan hal itu maka menghindari
konflik kepentingan dalam setiap tugas otomatis turut serta menjalankan sistem
GCG.49

49
KPK, Penegelolaan Konflik Kepentingan, (Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat
Kedeputian Bidang Pencegahan, 2016), h. 27-29.

45
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara umum Conflict of interest atau konflik kepentingan adalah suatu situasi
dimana seseorang atau organisasi melibatkan kepentingan pribadinya untuk
menyelesaikan kepentingan lainnya tanpa memikirkan nilai kejujuran dan keadilan.
Melihat dari segi hukum konflik kepentingan diartikan sebagai suatu keadaan sewaktu
seseorang pada posisi yang memerlukan kepercayaan, seperti pengacara, politikus,
eksekutif atau direktur suatu perusahaan, memiliki kepentingan profesional dan
pribadi yang bersinggungan.
Terkait kasus atau permasalahan mengenai konflik kepentingan antara profesi
dan bisnis dapat dilihat dalam kasus konflik kepentingan profesi diuraikan beberapa
kasus seperti kasus : 1) Kasus Tentang Gratifikasi atau Pemberian, 2)Kasus tentang
Penggunaan Informasi Rahasia Jabatan/Instansi untuk Kepentingan Pribadi dan 3)
Kasus tentang Perangkapan Jabatan di Beberapa/Instansi/Perusahaan yang Memiliki
Hubungan Langsung atau Tidak Langsung, Sejenis atau Tidak Sejenis. Di mana kasus
konflik kepentingan profesi berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang atau
mengutamakan kepentingan pribadi dari pada kepentingan akan profesi yang
diemban.
Sedangkan terkait kasus konflik kepentingan bisnis dapat dilliart dari beberapa
kasus seperti : 1) Bisnis PCR dan Konflik Kepentingan Pejabat Publik, 2) Kasus
tentang Penggunaan Informasi Rahasia Jabatan/Instansi untuk Kepentingan Pribadi,3)
Kasus tentang Perangkapan Jabatan di Beberapa/Instansi/Perusahaan yang Memiliki
Hubungan Langsung atau Tidak Langsung, Sejenis atau Tidak Sejenis. Di mana kasus
konflik kepenringan bisnis ini berkaitan dengan adanya hub keluarga antara si
pembisnis dengan petugas pengadaan dan pemilik perusahaan yang mengikuti tender,
persaigan tender yang tidak sehat dan tidak focus pada satu bisnis sehingga berpotensi
mengakibatkan penurunan kualitas dan kinerja dalam proyek sebuah bisnis.

46
Dalam menganalisa terkait konflik kepentingan antar profesi, pemakalah
mengidentifikasi beberapa konflik yang paling umum serta penangganannya yaitu
seperti: konflik kepemimpinan, konflik antar dapartemen, konflik kepribadian, gaya
bekerja. Di mana penagganan konflik kepentingan profesi tersebut ialah membangun
budaya terbuka dengan komunikasi, di mana karyawan sebagai orang yang
menjalankan profesi memahami pemicu emosional mereka dan menghargai perasaan
orang lain adalah kunci terjalinnya brainstorming yang sehat untuk menghindarkan
konflik.
Sedangkan dalam analisis pemakalah terkait konflik kepentingan antara bisnis
seperti halnya mengenai upah yang lebih tinggi dan deviden yang lebih tinggi. Di
mana pemegang saham umumnya ingin akan keuntungan perusahaan meningkat
karena mempengaruhi deviden dan capital gain. Jadi mereka enggan melihat bisnis
membayar upah tinggi kepada karyawan, di mana hal itu dapat menjadi konflik
kepentingan. Adapun solusi penanggannya dalam permasalahn bisnis ini ialah dengan
melakukan analisis pemangku kepentingan, di mana setelah diidentifikasi perusahaan
membuat prioritas dan menentukan solusi penagganannya seperti dengan melakukan
arbitrase. Adapun hubungan konflik kepentingan dan Good Governance ialah
Menjunjung tinggi etika yang merupakan bagian dari penegakan good corporate
governance, sehubungan dengan hal itu maka menghindari konflik kepentingan dalam
setiap tugas otomatis turut serta menjalankan sistem dari GCG
B. Saran
Demikian makalah tentang ―Konflik Kepentingan Antara Profesi dan Bisnis‖.
Semoga makalah ini dapat dipahami oleh para pembaca dan juga memberikan
manfaat. Kami menyadari bahwa makalah di atas pasti jauh dari kesempurnaan dan
terdapat beberapa kesalahan. Kami akan memperbaiki makalah ini dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca mengenai pembahasan
makalah kami, sehingga kami dapat membuat karya yang lebih baik dimasa yang
akan datang. Adapun saran yang bisa kami berikan perlu adanya metode penelitian
lebih lanjut akan upaya peningkatan diskusi terhadap Konflik Kepentingan Antara
Profesi dan Bisnis agar memaksimalkan hasil terhadap upaya mengatasi konflik
kepentingan yang terjadi dan memberikan gamabran lebih detail. Semoga makalah ini
dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca

47
DAFTAR PUSTAKA
Aripin, Jainal. Metode Penelitian Hukum. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Atmadja, A.T, Saputra, K.A.K. "Analysis of Some Factors Affecting the Needs of External Audit Institusion of
Rural Village (Studies on Rural Credits Institutions Throughout Buleleng)." Journal of Social Sciences
51, no. 1 (2016).

Cerdas CO, Konflik Pemangku Kepentingan, https://cerdasco.com/konflik-pemangku-kepentingan/ di akses


pada tangga 26 juni 2022,jam 20:20

Darmastuti, Rini. Etika PR dan E-PR. Yogyakarta: 2007, 2007.

E, Suryandi, and Priyanto R. "Pengaruh Litigasi dan Tingkat Kesulitan Keuangan Perusahaan terhadap
hubungan antara konflik kepentingan dan Konservatisme akutansi." Jurnal Of Accounting and
Investment 12, no. 2 (2011).

Gulick Luther, Lyndall Urwick. Paper on the Science of Administration Routledge. California: Brooks, 2002.

Hakim, MF Rahman. Etika dan Pergulatan Manusia. Surabaya: Visipres, 2010.

Hunainah. Etika Profesi. Rizqi Press: Bandung, 2016.

Ilahi, Beni Kurnia. "Internalisasi Nilai Antikorupsi Melalui Pencegahan dan Pengendalian Benturan
Kepentingan Di Perguruan Tinggi." Jurnal Supremasi Hukum 28, no. 2 (Agustus 2019).

Jensen, Michael C., & Meckling, William H., (1976) Theory Of the Firm: Managerial Behavior, agency costs
and ownership structure. Http://hunpress.harvard.edu/catalog/JENTHF.html, di akses 25/06/2022 pukul 16:20.

Keraf, A Sonny. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius, 1998.

Kerjaya, Hermawan, Muhammad Syakir Sula. Marketing Syari'ah. Bandung: Mizan Pustaka, 2006.

Khusnia, Khilya. Skripsi Resolusi Konflik Pembangunan Pabrik Semen Di Kecamatan Gunem Kabupaten
Rembang. Bandung: Undip, 2018.

KPK. Konflik Kepentingan. Jakarta: KPK RI, 2009.

—. Laporan Tahunan KPK: Menolak Surut. Jakarta: KPK, 2016.

—. Pengelolaam Konflik Kepentingan. Jakarta: PT.PPA Consultans, 2006.

—. Pengelolaan Konflik Kepenetingan. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Kedeputian
Bidang Pencegahan, 2016.

KPPN (2021-04-13). "Mengenal Konflik Kepentingan, Upaya Penting Cegah Tindakan


Korupsi". djpbn.kemenkeu.go.id. Diakses tanggal 25-06-2022.\
lampiran Inpres Nomor 17 Tahun 2011, Kementerian PANRB membuat peraturan mengenai Konflik
Kepentingan bagi pejabat dilingkungan birokrasi dengan sasaran berkurangnya praktek penyalahgunaan
kewenangan pejabat dalam proses penyusunan kebijakan

Lino VHR,Contoh Konflik Perusahaan dan Penyelesainnya, https://www.linovhr.com/contoh-konflik-


perusahaan-dan-penyelesaian/amp/. Diakses pada 26, juni 2022.

Mamudji, Soekanto dan. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1994.

Mamudji, Soekanto. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persda, 1994.

Mangesti, Yovita Arie. "Konstruksi Kode etik Profesi Dalam Bingkai Nilai Ke Indonesiaan." Jurnal Ilmiah Ilmu
Administrasi dan Sekretari :Vocatio , 2020.

48
Marwiyah, Siti. Penegakan Kode Etik Profesi di Era Malapraktik Profesi Hukum. Bangkalan Madura: UTM
Press, 2015.

Muryanti, Damar Dwi Nugroho, Rokhiman. Teori Konflik dan Konflik Agraria di Perdesaan. Bantul: Kreasi
Wacana, 2013.

Mustofa, Wildan Suyuthi. Kode Etik Hakim. Jakarta: Kencana, 2013.

Nawawi, Islamil. Etika Bisnis Islam. Jakarta: VIV Press, 2012.

Negara, Lembaga Administrasi. Etika Publik. Jakarta: LAN, 2015.

Priyanto, Suryandari dan. "Pengaruh Risiko Litigasi dan Tingkat Kesulitan Keuangan Perusahaan terhadap
Hubungan antara Konflik Kepentingan dan Konservatisme Akuntansi." Jurnal Akuntasi dan Investasi,
2011: 161-174.

Ratna Kusumaningrum, Yulaikha Aryanti. "KONFLIK KEPENTINGAN ANTARA MANAJEMEN DAN


PEMILIK DALAM PERUSAHAAN (UJI AGENCY THEORY)." Jurnal Akses: Ekonomi dan Bisnis
1, no. 1 (April 2006).

Riadi,Muchlisin. Pengertian dan Prinsip Etika Profesi,


https://www.kajianpustaka.com/2019/02/pengertian-dan-prinsip-etika-
profesi.html, Diakses pada 15/5/2022.

Richard Paul, Linda Elder. The Miniature Guide to Understanding the Foundations of Ethical Reasoning.
United States: Foundation for Critical Thinking Free Press, 2006.

Rosana, A.S. "Konflik Kepentingan Di Media Televisis Indonesia." Jurnal Gema Eksos 6, no. 2 (2011).

Rosana, Anita Septiani. "Konflik Kepentingan di Media Televisi Indonesia." jurnal.unisfat.ac.id, 2011.

Selly, Gress. "PROFESI ADVOKAT SEBAGN OFFICIUM IVOBILE (Ide Model Pendidikan Profesi Advokat
yang Mengkombinasi Kecerdasan Emosional dan Intelektual Sebagai Bagian dari Penegak Hukum."
Jurnal Lex Librum 3, no. 2 (Juni 2017).

Subakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992.

Sukanto, Soertjono. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Rrajawali Press, 1984.

Marzuki, Suparman (2017-08-06). "Konflik Kepentingan | ICW". antikorupsi.org. Diakses pada


tanggal 5/06/2022.

Suraida. "Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Resiko Audit Terhadap Skeptisme Profesional
Auditor dan Ketepatan Pemberian Opini Akuntan Publik." Jurnal Sosiohumaniora 7, no. 3 (2005).

Muhammad Syahrian, ―Conflict of Interest adalah Pengertian, Kategori, Faktor, dan Dampak‖,
https://www.hashmicro.com/id/blog/conflict-of-interest-adalah/ (diakses pada 26 Juni 2022, pukul 21.45).

Urwick, Hun. Total Quality Manajemen. Yogyakarta: Andy , 2003.

Usman, Suparman. Filsafat Hukum. Jakarta: Laksita Indonesia, 2015.

Von deer Embse, R.A. Wagley. "Advance Managemen Journal." 1994.

Winardi. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan). Bandung: Mandar Maju, 1994.

Zubair, Achmad Charris. Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali Press, 1980.

49

Anda mungkin juga menyukai