Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ETIKA BISNIS DAN PROFESI AKUNTAN

TEORI KEAGENAN
Dosen Pengampu: Wa Ode Irma Sari, S.Ak., M.S.A.

Disusun Oleh:
Kelompok 6
Fadilla Eka Putri Wijaya (20102129)
Khusnul Khotimah (20102343)
Maya Yunia Dewi (20102356)
Meisa Mulyanti (20102262)
Muhammad Aldi Priyandika (20102188)

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS ASIA MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan
kamisemua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Etika Bisnis
dan Teori Akuntan yang berjudul “Teori Keagenan (AgencyTheory)” dapat selesai seperti waktu
yang telah kami rencanakan.

Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihakyang telah
memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tak ada gading yang tak retak, untuk itu kami pun menyadari bahwa makalah yang telah kami
susun dan kami kemas masih memiliki banyak kelemahan serta kekurangan-kekurangan baik
dari segi teknis maupun non-teknis.

Untuk itu penulis membuka pintu yang selebar-lebarnya kepada semua pihak agar dapat
memberikan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan
mendatang. Apabila di dalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak berkenan di hati
pembaca mohon dimaafkan.

Malang, 10 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
2.1 Perspektif Ekonomi.................................................................................................. 3
2.2 Moral Hazard ........................................................................................................... 4
2.3 Adverse Selection..................................................................................................... 6
2.4 Perspektif Bisnis ...................................................................................................... 8
2.5 Perspektif Organisasi ............................................................................................... 10
2.6 Perspektif Manajemen ............................................................................................. 11
2.7 Perspektif Kontrak ................................................................................................... 11
2.8 Perspektif Regulasi .................................................................................................. 13
2.9 Perspektif Etika ........................................................................................................ 13
2.10 Teori Kepengurusan ............................................................................................... 15
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 17
3.2 Saran ........................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini kebutuhan akan informasi akuntansi terus berkembang. Tidak hanya
dibutuhkan oleh pihak internal, seperti manajer, tetapi juga oleh pihak eksternal, seperti
investor, kreditur, dan pemerintah. Informasi yang mereka butuhkan tentunya bukan
merupakan informasi yang asal-asalan, tetapi informasi yang menunjukkan kondisi
sebenarnya dari suatu perusahaan yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Hal ini
menyebabkan timbulnya usaha-usaha untuk merumuskan teori-teori akuntansi yang lebih
fleksibel dan relevan dengan perkembangan zaman dan pola pikir masyarakat yang terus
meningkat, serta mengembangkan disiplin akuntansi sehingga menjadi lebih bermanfaat
bagi perusahaan dan masyarakat. Usaha ini dilakukan salah satunya dengan mengadakan
penelitianpenelitian.
Penelitian di bidang akuntansi ini terus-menerus dilakukan oleh para peneliti akuntansi
dan telah memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan Teori Akuntansi
pada khususnya dan profesi akuntansi pada umumnya. Salah satu bidang akuntansi yang
diteliti adalah Teori Keagenan (Agency Theory). Teori ini merupakan salah satu teori yang
muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari
perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia
dalam model ekonomi.
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders)
sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang
dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham karena
mereka dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggung jawabkan semua
pekerjaannya kepada pemegang saham. Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak
dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan
suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan
yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama
untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara
yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan
mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh

1
manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang
berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer
merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan
dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen
melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud Perspektif Ekonomi?
2. Apa yang dimaksud Moral Hazard?
3. Apa yang dimaksud Adverse Selection?
4. Apa yang dimaksud Perspektif Bisnis?
5. Apa yang dimaksud Perspektif Organisasi?
6. Apa yang dimaksud Perspektif Manajemen?
7. Apa yang dimaksud Perspektif Kontrak?
8. Apa yang dimaksud Perspektif Regulasi?
9. Apa yang dimaksud Perspektif Etika?
10. Apa yang dimaksud Teori Kepengurusan?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Perspektif Ekonomi
2. Untuk mengetahui Moral Hazard
3. Untuk mengetahui Adverse Selection
4. Untuk mengetahui Perspektif Bisnis
5. Untuk mengetahui Perspektif Organisasi
6. Untuk mengetahui Perspektif Manajemen
7. Untuk mengetahui Perspektif Kontrak
8. Untuk mengetahui Perspektif Regulasi
9. Untuk mengetahui Perspektif Etika
10. Untuk mengetahui Teori Kepengurusan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Perspektif Ekonomi


Awal dari teori keagenan dikembangkan dalam ilmu ekonomi, seperti Kenneth
Arrow pada 1971 dalam "Essays in the theory of risk biring" dan Robert Wilson pada
1968 dalam "On the theory of syndicates". Literatur ini menjelaskan tentang masalah
pembagian resiko yang muncul jika pihak-pihak yang melakukan kerja sama
mempunyai sikap yang berbeda terhadapnya. Teori keagenan memperluas perspektif
pembagian resiko ke dalam masalah keagenan, yaitu jika pihak-pihak yang bekerja
sama mempyunai tujuan yang berbeda dan terdapat pembagian kerja (Divisoin of
labor) di antara mereka.
Titik berat teori keagenan adalah menentukan kontrak yang paling optimal guna
mengatur hubungan antara prinsipiel dan agen.lebih spesifik lagi, teori itu mencoba
untuk memecahkan masalah prinsipiel-agen melalui penyusunan kontrak. Berikut ini
berbagai proposisi yang dihasilkan dari pengembangan teori ini (Einsenhardt 1989:60-
63):
1. Pada kontrak yang didasarkan atas hasil (outcome based contract), agen cenderung
berperilaku sesuai dengan kepentingan prinsipiel.
2. Jika prinsipiel memiliki informasi guna mengawasi perilaku agen,agen cenderung
untuk berperilaku sesuai dengan kepentingan prinsipiel.
3. System informasi (information system) berkorelasi positif terhadap kontrak
berdasarkan perilaku.
4. Ketidakpastian mengenai hasil (outcome uncertaintly) berkorelasi secara positif
terhadap kontrak berdasarkan perilaku.
5. Keengganan agen dalam menanggung resiko (risk aversion) berkorelasi secara
positif terhadap kontrak berdasarkan perilaku.
6. Keengganan prinsipiel dalam menanggung resiko (risk aversion) berkorelasi
secara negatif terhadap kontrak berdasarkan perilaku.
7. Perbedaan kepentingan antara prinsipiel dan agen berkorelasi secara negatif
terhadap kontrak berdasarkan prilaku.

3
2.2. Moral Hazard
Moral hazard adalah suatu tindakan yang sering terjadi di dalam suatu
perusahaan. Penggunaan awal istilah ini sendiri mengandung konotasi negatif, yang
menyiratkan adanya penipuan (fraud) atau perilaku tak bermoral. Moral hazard adalah
suatu risiko bahwa suatu pihak kemudian belum menandatangani kontrak dengan
itikad baik atau telah memberikan informasi yang menyesatkan terkait aset, kewajiban,
ataupun mengenai kapasitas kreditnya. Kotowitz dalam The New Palgrave Dictionary
of Economics kemudian menyebutkan bahwa moral hazard merupakan tindakan agen
dalam maksimisasi utilitasnya dengan sebelumnya mengorbankan yang lain serta
dalam situasi di mana mereka tak menanggung semua konsekuensi ataupun tidak
menikmati secara penuh manfaat dari tindakan tersebut.
Moral hazard sendiri kerap dipergunakan dalam istilah bisnis asuransi. Moral
hazard berupa kemungkinan pemegang asuransi dengan sengaja melakukan tindakan-
tindakan yang dapat merugikan terhadap barang yang diasuransikannya dengan
harapan akan mendapatkan klaim penggantian dari perusahaan asuransi. Kata moral
hazard sendiri kemudian kerap dipergunakan dalam perspektif perbankan yang
merujuk kepada perilaku pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder).

A. Sejarah Moral Hazard


Istilah moral hazard sendiri berasal dari abad ke-17 dan secara luas digunakan
oleh perusahaan asuransi Inggris di akhir abad ke-19 oleh Dembe dan Boden.
Konsep moral hazard adalah subjek penelitian baru oleh para ekonom pada 1960-
an dan kemudian menyiratkan perilaku tidak bermoral atau penipuan.
Ekonom menggunakan istilah moral hazard untuk menggambarkan
ketidakefisienan yang dapat terjadi ketika risiko dipindahkan atau tidak dapat
sepenuhnya dievaluasi, daripada deskripsi tentang etika atau moral dari pihak yang
terlibat. Hingga saat ini, moral hazard seringkali diidentikan dengan suatu perilaku
berupa kecurangan yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Kecurangan itu
cenderung mengarah pada bidang ekonomi, seperti asuransi, perbankan, dan
sejenisnya.

B. Cara Mengatasi Moral Hazard


Pada dasarnya, moral hazard bisa diatasi. Berikut ini adalah cara mengatasi
moral hazard:
4
1. Membangun Motivasi ataupun Insentif
Hal ini dapat dilihat dalam asuransi, untuk menghindari bahaya moral
hazard, perusahaan asuransi akan merancang kontrak untuk memberi insentif
agar nasabah mengasuransikan suatu produk. Mereka juga tak akan
mengasuransikan dalam jumlah penuh, di mana terdapat juga proses
pembayaran uang muka pertama dari suatu klaim asuransi. Perusahaan asuransi
juga akan mempersulit proses mendapatkan uang, sehingga pengguna asuransi
akan lebih enggan untuk mengajukan klaim.
2. Menghukum perilaku buruk
Pemerintah dapat memberikan jaminan bank dan menghukum mereka
yang bertanggung jawab dalam membuat keputusan, seperti pada keputusan
pembayaran kinerja dari individu. Itu artinya, untuk dapat menghindari bahaya
moral hazard di pasar tenaga kerja, dilakukan beberapa bentuk evaluasi kinerja
dan tidak ada jaminan pekerjaan seumur hidup. Secara sederhananya,
memberikan hukuman kepada mereka yang berniat melakukan moral hazard.
Dengan begitu, tindakan moral hazard dapat diatasi dengan optimal.

C. Penyebab dan Dampak Moral Hazard


Moral hazard dalam perbankan dapat terjadi karena adanya kelemahan dalam
bidang regulasi serta perundang-undangan, faktor struktur kepemilikan, aspek
penjamin simpanan dan aspek peminjaman kredit, serta disiplin pasar yang
melemah. Oleh sebab itu, regulasi yang baik serta stabil memang seharusnya dapat
dijumpai atau dibuat, bisa diatur dengan baik, tak menimbulkan konsentrasi
kekuatan ekonomi, kemudian mempunyai fleksibilitas guna menumbuhkan
industri perbankan, serta memiliki kemampuan dalam membedakan mana bank
yang sehat serta mana yang tidak. Pendapatan yang rendah: Diyakini bahwa alasan
mengapa individu kemudian akan berpartisipasi dalam moral hazard adalah
dikarenakan kurangnya pendapatan atau sumber daya yang cukup dalam
mengendalikan biaya masa depan. Berikut di bawah ini adalah faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya moral hazard:
1. Kurangnya nilai pribadi ataupun moral
2. Kurangnya nilai pribadi yang menjunjung tinggi kepada kejujuran terkadang
menjadi faktor yang mendorong seseorang melakukan moral hazard.

5
3. Ketidaksesuaian informasi di antara prinsipal dan agen yang kemudian
menimbulkan apa yang biasa disebut juga sebagai konflik kepentingan di mana
masing-masing pihak kemudian berusaha sebaik mungkin untuk
memaksimalkan keuntungan satu sama lain.

D. Dampak dari Moral Hazard


Moral hazard juga mengacu kepada situasi yang kemudian muncul ketika
seorang individu memiliki kesempatan dalam mengambil keuntungan dari berbagai
kesepakatan atau situasi keuangan, dengan mengetahui bahwa semua risiko serta
dampak kemudian akan jatuh pada pihak lain. Hal ini berarti bahwa satu pihak
terbuka pada opsi – dan oleh karenanya menjadi tergoda – untuk mengambil
keuntungan dari pihak lainnya. Pihak kedua sendiri sebagai pihak yang
menanggung semua konsekuensi dari setiap risiko yang kemudian diambil dalam
situasi moral hazard, membiarkan pihak pertama bebas melakukan apapun yang
mereka inginkan, tanpa rasa takut kepada tanggung jawab. Mereka mampu
mengabaikan semua implikasi moral serta bertindak dengan cara yang paling
bermanfaat bagi dirinya. Dampak dari moral hazard diantaranya:
1. Pembengkakan Biaya
Pembengkakan biaya yang tak sesuai dengan anggaran individu yang
menanggung beban risiko akan menghabiskan lebih banyak dibandingkan yang
dianggarkan untuk risiko yang sama karena moral hazard.
2. Konflik Kepentingan serta Kasus Hukum
Moral hazard juga mengakibatkan konflik kepentingan dan kasus
hukum ketika kedua belah pihak kemudian mengetahui berbagai informasi yang
hilang.
3. Memicu Korupsi
Salah satu dampak utama dari moral hazard adalah korupsi. Individu
yang bersedia untuk memaksimalkan keuntungan mereka dari kegiatan yang tak
memerlukan biaya sepeser pun.

2.3. Adverse Selection


Adverse Selection atau Seleksi yang merugikan merupakan bagaimana
pemilihan keputusan yang akan diambil berdasarkan informasi yang lemah. Sehingga,
banyak pembeli yang menghindari penipuan menolak untuk melakukan transaksi
6
dalam pasar seperti ini, atau menolak mengeluarkan uang besar dalam transaksi
tersebut.
Adverse Selection terjadi ketika salah satu pihak dalam suatu transaksi memiliki
informasi yang lebih akurat dibandingkan dengan pihak lain. Pihak lain, dengan
informasi yang kurang akurat, biasanya dirugikan karena pihak yang memiliki lebih
banyak informasi akan mendapatkan lebih banyak keuntungan dari transaksi
tersebut.Ketidakseimbangan informasi menyebabkan inefisiensi dalam harga yang
dibebankan pada barang atau jasa tertentu. Skenario seperti itu dapat terjadi di sektor
asuransi, pasar modal , dan bahkan di pasar biasa. Contoh:
1. Adverse Selection dalam Asuransi Jiwa
Untuk mengilustrasikan konsep seleksi yang merugikan, kita dapat mengambil
contoh dari dua calon pemegang polis yang ingin mengambil polis asuransi jiwa
dengan Perusahaan ABC. Orang pertama menderita diabetes dan tidak berolahraga,
sedangkan orang kedua tidak memiliki penyakit yang diketahui dan merupakan
penggemar kebugaran yang berolahraga beberapa kali setiap minggu.
Penderita diabetes memiliki harapan hidup yang lebih pendek dibandingkan
dengan orang yang sehat, dan kegagalan untuk berolahraga secara teratur
meningkatkan risikonya. Kecuali perusahaan asuransi memiliki informasi tentang
status kesehatan kedua calon pemegang polis, perusahaan akan dirugikan dan akan
memperlakukan kedua individu tersebut sebagai pemegang polis biasa. Selama
proses onboarding untuk pemegang polis baru, perusahaan asuransi akan meminta
pemegang polis untuk mengisi formulir pendaftaran. Perusahaan mewajibkan klien
potensial untuk jujur dan mengungkapkan semua informasi yang relevan, termasuk
kondisi kesehatan yang mereka derita. Karena penderita diabetes sadar bahwa
mengungkapkan kondisinya akan menarik premi yang tinggi, dia mungkin
menyembunyikan informasi tersebut untuk mendapatkan perawatan yang sama
dengan klien lain yang tidak memiliki kondisi kesehatan.
Menyembunyikan informasi vital seperti itu mengarah pada seleksi yang
merugikan. Perusahaan asuransi akan dirugikan karena akan membuat perjanjian
dengan pasien diabetes tanpa mengetahui kondisi kesehatan yang dimiliki
pemegang polis.
2. Adverse Selection antara Pembeli dan Penjual
Adverse Selection dapat terjadi ketika pembeli bermaksud membeli produk atau
layanan dari penjual, tetapi penjual memiliki lebih banyak informasi tentang
7
produk tersebut. Situasi seperti itu menempatkan pembeli pada posisi yang kurang
menguntungkan karena mereka mengadakan perjanjian dengan penjual yang
mungkin tidak bersedia mengungkapkan semua informasi tentang produk yang
dijual.Misalnya, ketika pembeli sedang mencari mobil bekas untuk dibeli, dan
penjual menawarkan untuk menjual mobil dengan cacat tersembunyi, pembeli akan
dirugikan kecuali penjual memberi tahu pembeli tentang cacat tersebut. Seleksi
yang merugikan terjadi ketika pembeli membeli mobil tanpa penjual
mengungkapkan cacat yang dimiliki kendaraan tersebut.
3. Adverse Selection di Pasar Modal
Di pasar modal, beberapa sekuritas lebih rentan terhadap seleksi yang
merugikan daripada yang lain. Misalnya, perusahaan dengan pertumbuhan tinggi
dapat menawarkan ekuitas kepada investor di pasar modal dengan harga tinggi.
Dengan asumsi bahwa manajer di pasar modal memiliki informasi orang dalam
tentang perusahaan yang tidak diketahui oleh investor luar, hal itu membuat
investor melakukan seleksi yang merugikan.Misalnya, manajer mungkin
mengetahui penilaian internal atas nilai perusahaan saat ini yang menunjukkan
bahwa harga penawaran perusahaan melebihi penilaian pribadi perusahaan.
Investor akan dirugikan karena mereka akan membeli saham perusahaan tanpa
mengetahui bahwa perusahaan tersebut dinilai terlalu tinggi. Jika manajer memberi
tahu investor tentang penilaian perusahaan yang berlebihan dan investor
melanjutkan untuk membeli saham, tidak akan ada lagi keadaan seleksi yang
merugikan.

2.4. Perspektif Bisnis


Selaku kegiatan ekonomis, bisnis selalu sudah dipraktekkan sepanjang sejarah.
Selaku profesi, bisnis merupakan sesuatu yang baru karena sekarang tersedia pelatihan,
pendidikan, dan penelitian khusus untuk memperoleh keterampilan di bidang itu.
Kesanggupan alami saja tidak lagi mencukupi untuk memimpin sebuah perusahaan
modern. Sejak beberapa dekade terakhir ini, berangsur-angsur mulai diakui pula
pentingnya etika dalam bisnis dan karena itu serentak juga dalam pendidikan untuk
profesi dalam bisnis dibandingkan dengan segala usaha dan program yang diadakan
untuk meningkatkan kemampuan manajemen dalam bisnis, perhatian bagi etika dalam
bisnis masih sangat terbatas. Tetapi yang penting adalah bahwa peranan etika mulai
diakui dan diperhatikan.

8
A. Bisnis Bermoral
Bisnis berdasarkan hukum mutlak perlu dilakukan dalam masyarakat modern.
Bisnis memerlukan aturan aturan main sesuai dengan perkembangan peradaban
bisnis dalam system sosial, peradaban konsumen. Peraturan bisnis berdasarkan
moralitas perlu disesuaikan dengan system sosial kemasyarakatan yang
berkembang dalam sebuah wilayah.
B. Alasan Bisnis Harus Berlaku Etis
Bertanya mengapa bisnis harus berlaku etis, sebetulnya sama dengan bertanya
mengapa manusia pada umumnya harus berlaku etis. Bisnis di sini hanya
merupakan suatu bidang khusus dari kondisi manusia secara umum. Beberapa
dasar aktifitas bisnis perlu mempertimbangkan faktor ajaran religion, kepentingan
sosial dan perilaku pebisnis yang bernilai utama.
C. Tuhan Maha Kuasa
Semakin baik praktek bisnis yang dilakukan maka semakin banyak masyarakat
yang meningkat kesejahteraannya karena berbisnis. Agama mengatakan bahwa
sesudah kehidupan jasmani ini manusia akan hidup terus dalam dunia baka, di
mana Tuhan sebagai Hakim Maha Agung akan menghukum kejahatan yang pernah
dilakukan dan mengganjar kebaikannya.
D. Kontrak Sosial
Segala sesuatu yang dilakukan oleh seorang pebisnis akan selalu berhubungan
dengan tingkat kesejahteraan masyarakat, maka pebisnis dalam interaksi bisnisnya
memiliki kontrak sosial dengan masyarakat tempat dimana ia berbisnis untuk selalu
menciptakan kesejahteraan dalam kegiatan bisnisnya. Pandangan ini melihat
perilaku manusia dalam perspektif sosial. Setiap kegiatan dilakukan bersamasama
dalam masyarakat, menuntut adanya norma-norma dan nilai-nilai moral. Dengan
demikian kehidupan kemasyarakatan senantiasa menjadi lebih sejahtera.
E. Keutamaan
Pebisnis sebagai manusia memiliki nilai mulia dan utama bila melaksanakan
bisnisnya secara bermoral. Keutamaan sebagai ukuran untuk melakukan bisnis
terbaik, merupakan penyempurnaan tertinggi kodrat manusia. Manusia yang
berlaku etis adalah baik, baik secara menyeluruh materil dan spirituil. Pebisnis
harus melakukan sesuatu kebaikan, karena hal itu baik. Pebisnis harus
berintegritas. Dalam bekerja, pebisnis boleh mencari keuntungan. Perusahaan
merupakan organisasi sebagai alat untuk memperoleh keuntungan. Namun pebisnis
9
atau perusahaan dikatakan tidak berintegritas, jika kegiatan mereka mengumpulkan
kekayaan tanpa pertimbangan moral.
2.5. Perspektif Organisasi
Organisasi terdiri dari kelompok orang secara sadar membuat perikatan formal
bersistem hubungan antara atasan dan bawahan yg bertujuan bekerja sama mencapai
tujuan kesejahteraan ekonomi bersama sama. Unsur organisasi antara lain:
1. Sekelompok manusia.
2. Perikatan formal, sadar, sukarela.
3. Terdapat hierarki kewenangan sederhana dan kompleks tergantung ukuran
organisasi.
4. Organisasi dibentuk sebagai alat pencapaian tujuan.
5. Kegiatan pencapaian tujuan dilaksanakan secara kerja sama.
Organisasi merupakan sebuah satuan kerja struktural yang memiliki karakter antara
lain:
1. Organisasi memiliki struktur bertingkat kewenangan berbeda.
2. Tingkat kewenangan dalam organisasi ditujukan untuk membedakan wewenang
dan tanggung jawab jabatan dalam organisasi sehingga terhindar tumpang tindih
kewenangan dan bisa mempermudah koordinasi pelaksanaan pekerjaan dan
ketercapaian efisiensi,efektivitas, dan produktivitas maksimal.
3. Organisasi membagi tugas dan wewenang dengan jelas. Satuan kerja diciptakan
untuk melaksanakan tugas yang berbeda tingkatannya, namun meskipun berbeda
tugas tetap dilaksanakan secara bersinergy.
4. Organisasi memiliki sistem. Meskipun terbagi dalam banyak bagian didalam
struktur organisasi, namun cara pelaksanaan tugasnya tetap bersinergy dan
pelaksanaan system maupun subsistem dilakukan untuk kepentingan bersama.
5. Organisasi bekerja secara tersistem, kontinyu, dan bertanggung jawab.
6. Organisasi bersistem terbuka. Disuatu saat organisasi dimungkinkan untuk
dilakukan perubahan sruktur dan system untuk mengantisipasi perubahan zaman
secara internal dan eksternal.
7. Organisasi merupakan kelompok manusia. Organisasi harus bersifat manusiawi,
tolong menolong, saling hormat, sopan santun, bekerjasama, berkembang secara
ilmiah, logis dan moral

10
2.6. Perspektif Manajemen
Manajemen menyelesaikan masalah - masalah bisnis dalam lingkungan bisnis,
mereka membuat strategi organisasi untuk merespon, dan mereka mengalokasikan
sumberdaya manusia dan keuangan untuk mencapai strategi dan mengkoordinasikan
pekerjaan. Mereka juga harus melatih kepemimpinan yang bertanggung jawab.
A. Pertumbuhan Berkesinambungan
Pertumbuhan bisnis ekonomi dilakukan dan dirasakan oleh pebisnis dan
stakeholdernya secara bersama sama, oleh karenanya pertumbuhannya merupakan
tanggung jawab bersama.
1. Menghadapi konsep tersebut maka pebisnis perlu memahami konsep bahwa:
Karyawan dan manajer adalah bagian dari stakeholder berkewajiban melayani
konsumen dan masyarakat.
2. Pebisnis tidak patut untuk bersikap egois melainkan harus memiliki komitmen
kesejahteraan kepada kelompok stakeholder.
3. Pebisnis harus memiliki komitmen bahwa bisnisnya ditujukan untuk
pertumbuhan bisnis ekonomi berkelanjutan.
4. Pebisnis mampu merencanakan melaksanakan kegiatan bisnisnya dengan
memperhatikan pelestarian lingkungan.
2.7. Perspektif Kontrak
Menurut pandangan kontrak tentang tugas usaha bisnis terhadap konsumen,
hubungan antara perusahaan dengan konsumen pada dasarnya merupakan hubungan
kontraktual, dan kewajiban moral perusahaan pada konsumen adalah seperti yang
diberikan dalam hubungan kontraktual. Pandangan ini menyebutkan bahwa saat
konsumen membeli sebuah produk,konsumen secara sukarela menyetujui “ kontrak
penjualan” dengan perusahaan. Pihak perusahaan secara sukarela dan sadar setuju
untuk memberikan sebuah produk pada konsumen dengan karakteristik tertentu, dan
konsumen juga dengan sukarela dan sadar setuju membayar sejumlah uang pada
perusahaan untuk produk tersebut. Karena telah sukarela menyetujui perjanjian
tersebut, pihak perusahaan berkewajiban memberikan produk sesuai dengan
karakteristik yang dimaksud.
Teori kontrak tentang tugas perusahaan kepada konsumen didasarkan pada
pandangan bahwa kontrak adalah sebuah perjanjian bebas yang mewajibkan pihak-
pihak terkait untuk melaksanakan isi persetujuan. Teori ini memberikan gambaran
bahwa perusahaan memiliki empat kewajiban moral utama:
11
1. Kewajiban dasar untuk mematuhi isi perjanjian penjualan,
2. Kewajiban untuk memahami sifat produk,
3. Menghindari misrepesentasi,
4. Menghindari penggunaan paksaan atau pengaruh.
Dengan bertindak sesuai kewajiban-kewajiban tersebut, perusahaan berarti
menghormati hak konsumen untuk diperlakukan sebagai individu yang bebas dan
sederajat atau dengan kata lain, sesuai dengan hak mereka untuk memperoleh
perlakuan yang mereka setuju untuk dikenakan pada mereka. (Velazquez,2005: 321-
323). Meskipun demikian, teori kontraktual mempunyai kelemahan diantaranya:
1. Teori ini secara tidak realistis mengasumsikan bahwa perusahaan melakukan
perjanjian secara langsung dengan konsumen.
2. Teori ini difokuskan pada fakta bahwa sebuah kontrak sama dengan bermata dua.
Jika konsumen dengan sukarela setuju untuk membeli sebuah produk dengan
kualitas-kualitas tertentu, maka dia bisa setuju untuk membeli sebuah produk tanpa
kualitas-kualitas tersebut. Atau dengan kata lain, kebebasan kontrak
memungkinkan perusahaan dibebaskan dari kewajiban kontrak dengan secara
eksplisit menyangkal bahwa produk yang dijual bisa diandalkan,bisa diperbaiki,
aman dan sebagainya.
Jadi, teori kontrak ini mengimplikasikan bahwa jika konsumen memiliki banyak
kesempatan untuk memeriksa produk, beserta pernyataan penolakan jaminan dan
dengan sukarela menyetujuinya, maka diasumsikan bertanggungjawab atas cacat
atau kerusakan yang disebutkan dalam pernyataan penolakan, serta semua
karusakan yang mungkin terlewati saat memeriksanya. Asumsi penjual dan
pembeli adalah sama dalam perjanjian penjualan. Kedua belah pihak harus
mengetahui apa yang mereka lakukan dan tidak ada yang memaksa. Kenyataanya,
pembeli dan penjual tidak sejajar/ setara seperti yang diasumsikan. Seorang
konsumen yang harus membeli ratusan jenis komoditas tidak bisa berharap
mengetahui segala sesuatu tentang semua produk tersebut seperti produsen yang
khusus memproduksi produk. Konsumen tidak memiliki keahlian ataupun waktu
untuk memperoleh dan memproses informasi untuk dipakai sebagai dasar membuat
keputusan.
2.8. Perspektif Regulasi
Kata regulasi bisnis berasal dari dua kata yaitu regulasi dan bisnis. Regulasi
merupakan sesuatu yang tidak bebas nilai karena didalam proses pembuatannya pasti
12
terdapat tarik menarik yang kuat antara kepentingan public, pemilik modal dan
pemerintah. Sedangkan bisnis merupakan suatu organisasi yang menjual barang atau
jasa kepada konsumen bisnis lainnya yang mendapatkan laba.
Jadi pengertian regulasi bisnis adalah peruses pengaturan dan pemberian
batasan untuk sebuah bisnis. Dari sudut pandang pemerintah, regulasi bisnis adalah
aturan – aturan dan kebijakkan khusus yang diberlakukan untuk memastikan
pertumbuhan bisnis dimasyarakat dapat lebih teratur, terarah dan menuju kearah yang
lebih baik dan saling meguntungkan.
2.9. Perspektif Etika
Sudut Pandang Etika yakni sebuah orientasi profit jangan sampai merugikan
orang lain. Apa yang dapat dilakukan dalam menjalankan sebuah bisnis haruslah
menghormati kepentingan dan juga hak orang lain.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good
conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah
tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta
kelompok yang terkait lainnya karena dunia bisnis yang tidak ada hubungan antara
pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan
internasional. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang
menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan
yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan
siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain ialah:
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan
diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan
dalam bentuk apapun. Inilah etika bisnis yang "etis".
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility).
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan
hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih
kompleks lagi.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang- ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi.
13
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi
informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian
bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat
adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat.
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas,
tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus
terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah
kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu
memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam
menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia
bisnis tersebut.
5. Menghindari sifat (Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi).
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak
akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala
bentuk permainan curang dalam dunia bisnis.
6. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan
pengusaha kebawah.
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya
(trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar
pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang
sudah besar dan mapan.
7. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana
apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut.
Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik
pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan
"kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan
"gugur" satu semi satu.
2.10. Teori Kepengurusan
Brooks and dunn (2012:362-363) menjelaskan teori lain dalam pengelolaan
perusahaan. Teori yang disebut dengan teori kepengurusan (stewardship theory) ini
tidak mengasumsikan adanya benturan kepentingan (comfict of interst) antara
prinsipiel, yang dalam teori ini di sebut investor dan agen yang di sebut pengurus
14
terjadi kongruensi antara tujuan individu dan tujuan organisasi. Menurut teori yang
dikembangkan oleh james H davis, F. David Schoorman, dan lee donaldsun dalam
artikelnya ítoward stewardship theory in management” 1997 ini menganggap bahwa
pengurus tidak harus berprilaku mementingkan diri sendiri.
Prilaku agen yang di asumsikan dalam teori ini adalah keinginan untuk
berkontribusi, memilih sesuatu yang benar, gemar berinovasi, keinginan untuk bekerja
dengan baik dan tertarik untuk kehidupan yang seimbang. Terjadi kesejajaran antara
kepentingan pengurus sebagai agen dan investor sebagai prinsipel. Filosofi
manajemen yang di anut berorientasi pada keterlibatan dan bukannya pengendalian.
Selain itu imbalan yang diinginkan agen lebih bersifat intrinsik daripada ekstrinsik.
Teori kepengurusan tampaknya, mensyaratkan bahwa para agen adalah
manusia-manusia yang menurut MC Grefor (fahmi,2013:183) termasuk dalam tipe y.
Dalam bukunya ia mengategorikan manusia dalam 2 tipe yaitu X dan Y. Manusia tipe
X adalah mereka yang tidak memiliki motivasi, semangat kerja keras, kedisiplinan,
kreativitas, kepemimpinan. Dan lain sebagainya. Sementara itu, manusia tipe Y adalah
mereka yang memiliki sifat-sifat yang berkebalikan dengan manusia tipe X. Karena
tidak semua karyawan adalah manusia tipe Y, pertanyaannya bisakah manusia yang
termasuk dalam tipe X di ubah menjadi tipe Y. jawabanya bisa dengan syarat yang
bersangkutan memiliki semangat dan keinginan yang kuat untuk melakukannya.
Perusahaan dapat menyusun program-program yang tepat guna proses perubahan
tersebut.
Secara normative teori kepengurusan sangat bagus, namun, prilaku yang
dikemukakan adalah prilaku ideal yang di harapkan (das sollen).prilaku-prilaku itu
berbeda dengan sifat dasar manusia yang diasumsikan dalam teori keagenan,yaitu
egois dan oportunitis untuk kelompok budaya tertentu prilaku tersebut barang kali
sudah mendarah daging sejak kecil dan telah terbangun sejak lama. Model life time
empliment misalnya, merupakan contoh yang baik untuk penerapan teori ini. Namun
model ini harus di dukung oleh sikap masyarakat yang berpandangan bahwa pinadah-
pindah pekerjaan adalah suatu celah dan model ini juga harus di dukung oleh sikap
pemilik yang secara sadar berusaha untuk melindungi semua karyawan (termasuk
managemen) dan memperhatikan kesejahteraan mereka.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Agency theory merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan
riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi
keuangan dengan menambhakan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Dalam
Agency theory mengenal adanya Asymetric Information (AI) yaitu informasi yang
tidak seimbang yag disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama
antara principal dan agen. Agency theory mendasarkan hubungan kontrak antara
anggota anggota dalam perusahaan dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama.
Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandate kepada agen untuk bertindak
atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh
prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen berkewajiban untuk bertanggung jawab
apa yang telah diamanati oleh prinsipal kepadanya.
Inti dari Agency theory (Teori Keagenan) adalah pendesainan kontrak yang
tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik
kepentingan. Agency theory memiliki 3 landasan teori yaitu : Asumsi tentang sifat
manusia, Asumsi tentang keorganisasian, Asumsi tentang informasi
Berbagai perspektif dan teori yang berkaitan dengan ekonomi, bisnis,
manajemen, dan regulasi menyatakan bahwa mereka saling terkait dan saling
memengaruhi dalam menjalankan sebuah organisasi atau perusahaan. Perspektif
ekonomi menyediakan landasan untuk memahami prinsip-prinsip dasar ekonomi dan
pengambilan keputusan yang efisien dalam bisnis. Namun, prinsip moral hazard dan
adverse selection juga harus diperhatikan untuk memastikan keadilan dan
keberlangsungan perusahaan. Perspektif bisnis dan organisasi berfokus pada strategi,
struktur, dan budaya organisasi untuk mencapai tujuan bisnis. Perspektif manajemen
mengajarkan bagaimana mengelola sumber daya manusia dan sumber daya lainnya
untuk mencapai tujuan organisasi.
Perspektif kontrak berbicara tentang bagaimana kontrak dapat digunakan untuk
mengelola risiko dan menciptakan insentif bagi para pihak yang terlibat dalam bisnis.
Perspektif regulasi membahas peran pemerintah dalam mengatur pasar dan melindungi
kepentingan publik. Perspektif etika menekankan pentingnya moralitas dalam bisnis

16
dan organisasi, dan teori kepemimpinan memberikan pandangan tentang bagaimana
kepemimpinan yang efektif dapat membantu mencapai tujuan organisasi. Dalam rangka
menjalankan sebuah organisasi atau perusahaan yang sukses dan berkelanjutan, semua
perspektif dan teori tersebut harus dipertimbangkan dan diimplementasikan dengan
tepat, dengan memperhatikan kepentingan semua pihak yang terlibat dan mencapai
tujuan bisnis yang jangka panjang.

3.2 Saran
Bagi pelaku bisnis memahami dan menerapkan prinsip dan teori terkait
Perspektif Ekonomi, Moral Hazard, Adverse Selection, Perspektif Bisnis, Perspektif
Organisasi, Perspektif Manajemen, Perspektif Kontrak, Perspektif Regulasi, Perspektif
Etika, dan Teori Kepengurusan sangat penting karena dapat berguna untuk
mengembangkan strategi bisnis yang sukses, melindungi kepentingan bisnis, serta
menjaga integritas dan moralitas yang tinggi dalam semua keputusan dan tindakan yang
diambil. Etika dalam bisnis juga harus diterapkan dan memastikan juga bahwa
keputusan dan tindakan yang diambil selalu menghormati nilai-nilai moral dan
menjunjung tinggi integritas.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/15277018/contoh_makalah_akuntansi_agency_theory

https://www.scribd.com/document/455223724/MAKALAH-Kelompok-3-Teori-
Keagenan

https://www.scribd.com/document/427341508/Makalah-Agency-Theory

18

Anda mungkin juga menyukai