Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT

TEORI ETIKA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERETIKA

Disusun oleh:
Elsah
01044822225003

Dosen Pengajar :
Dr. E. Yusnaini, S.E., M.Si., Ak., CA

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas Rahmat dan karunia
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Teori Etika
Dan Pengambilan Keputusan Beretika” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah
Pengantar Manajemen. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan
pengetahuan atau menambah wawasan yang luas terkait judul makalah bagi para
pembaca maupun bagi penyusun. Penyusun berterima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi pengetahuannya sehingga membantu penulis dalam
menyusun makalah ini. Penulis menyadari akan segala kekurangan dan
ketidaksempurnaan, baik dari segi penulisan maupun dari cara penyajian. Oleh
karena itu penulis menerima saran dan kritik dari pembaca.

Palembang, Agustus 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1 Teori Etika..........................................................................................................3

2.1.1 Egoisme......................................................................................................3

2.1.2 Utilitarianisme............................................................................................3

2.1.3 Deontologi..................................................................................................5

2.1.4 Teori Keadilan............................................................................................6

2.1.5 Virtue Ethics...............................................................................................6

2.2 Pengambilan Keputusan Beretika.......................................................................7

2.2.1 Kerangka Pengambilan Keputusan.............................................................9

2.2.2 Stakeholder Impact Analysis.......................................................................9

2.3 Kasus Ford Pinto..............................................................................................10

2.3.1 Analisis Kasus..........................................................................................12

BAB III KESIMPULAN......................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap individu dalam organisasi membuat keputusan. Para manajer
puncak, sebagai contoh menetukan tujuan organisasi mereka, produk atau jasa apa
yang akan di produksi, bagaimana sebaiknya mengorganisasikan dan
mengkoordinasikan unit kegiatan dan sebagainya, termasuk manajer tingkat
menengah atau bawah tergantung pada kewenangannya masing-masing. Kualitas
keputusan manjerial merupakan ukuran dari effektivitas manajer. Proses
pengambilan keputusan adalah bagaimana perilaku dan pola komunikasi manusia
sebagai individu dan sebagai anggota kelompok dalam struktur organisasi. Salah
satu pentingnya adalah pengambilan keputusan.
Ketika prinsip-prinsip atau peraturan tertentu yang terkandung dalam kode
etik tidak sepenuhnya berlaku untuk masalah tertentu yang dihadapi oleh seorang
akuntan profesional, para pembuat keputusan dapat berpedoman pada prinsip-
prinsip umum untuk sampai pada keputusan etis yang dapat dipertahankan.
Banyak perusahaan yang telah memenuhi standart etika berbisnis, baik dari dalam
diri perusahaan tersebut, maupun kepada masyarakat luas termasuk konsumen
mereka. Berbagai prinsip-prinsip etika juga telah diterapkan dengan baik, dengan
berbagai pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi
perusahaan tersebut, sehingga dapat menciptakan suatu bisnis yang bermanfaat
bagi keseluruhan.
Namun, tentu saja, tidak semua perusahaan berhasil memegang etika berbisnis
dengan baik. Beberapa faktor yang seharusnya tidak mereka lakukan masih saja
ada, hingga merugikan beberapa pihak. Beberapa cara pengambilan keputusan
yang etis masih kurang diterapkan, bahkan ada yang tidak menghiraukan sama
sekali. Maka dari itu, Penulis mencoba menjabarkannya dalam makalah ini, berupa
pembahasan tentang prinsip, pendekatan, pengambilan keputusan yang etis sesuai
etika bisnis, sehingga akan lebih membuka wawasan kita tentang bisnis yang baik,
hingga dapat bermanfaat kepada masyarakat luas.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penulisan makalah ini, sebagai berikut:
1. Apa saja prinsip-prinsip etika?
2. Bagaimana cara pengambilan keputusan yang bertika?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Etika Profesi dan Tata Kelola
Korporat.
2. Untuk menambah wawasan tentang materi pembelajaran khususnya
mengenai teori etika dan pengambilan keputusan beretika.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Etika


2.1.1 Egoisme
Menurut Brooks dan Dunn (2012) membedakan antara memetingkan diri
sendiri dengan egois. Egois adalah melakukan tindakan yang memberikan manfaat
bagi diri sendiri dengan tidak memerdulikan apakah tindakan tersebut merugikan
pihak lain atau tidak. Sedangkan mementingkan diri sendiri adalah melakukan
tindakan yang memberi manfaat bagi diri sendiri dengan tidak merugikan pihak
lain.
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan
egoisme, yaitu egoisme psikologis dan egoisme etis. Egoisme psikologis adalah
suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh
kepentingan berkutat diri. Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh
kepentingan diri sendiri. Yang membedakan tindakan berkutat diri (egoisme
psikologis) dengan tindakan untuk kepentingan diri (egoisme etis) adalah pada
akibatnya terhadap orang lain. Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri
mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan
mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.

2.1.2 Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata
Inggris utility yang berarti bermanfaat (Bertens, 2000). Menurut teori ini, suatu
tindakan dapat dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin
anggota masyarakat, atau dengan istilah yang sangat terkenal “the greatest
happiness of the greatest numbers”. Perbedaan paham utilitarianisme dengan
paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis
melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme

3
melihat dari sudut kepentingan orang banyak (kepentingan bersama, kepentingan
masyarakat).(IAI, 2015)
Beberapa pandangan yang mendukung teori ini, menyatakan bahwa daya
tarik pendekatan utilitarian terutama didasarkan pada nilai-nilai positif dari etika
ini, yaitu rasionalitas, kebebasan, dan universalitas. Pertama, prinsip moral dari
etika utilitarianisme yang didasarkan pada kriteria yang rasional, memungkinkan
dasar yang jelas dan langsung untuk formulasi maupun menguji kebijakan atau
tindakan. Dalam hal ini utilitarian tidak meminta kita untuk menerima aturan,
kebijakan, atau prinsip tanpa alasan. Tetapi, meminta kita untuk menguji nilainya
secara rasional terhadap standar manfaat. Kedua, utilitarianisme mengasumsikan
kebebasan setiap orang dalam berperilaku dan bertindak. Kebebasan yang
dimaksud dalam hal ini kebebasan memilih alternative tindakan yang dirasa
memberikan manfaat sesuai dengan konsep the greatest happiness of the greatest
number. Setiap orang bebas dalam berperilaku dan bertindak sesuai dengan
pemikirannya sendiri, yang dilandasi dengan dasar kriteria yang rasional – dalam
hal ini standar manfaat. Keistimewaan yang ketiga adalah universalitasnya. Etika
utilitarianisme mengutamakan manfaat atau akibat dari suatu tindakan bagi banyak
orang, dan kriteria ini dapat diterima dimana saja dan kapan saja.
Terlepas dari daya tariknya, teori utilitarianisme juga mempunyai
kelemahan, antara lain:
a. Manfaat merupakan konsep yang kompleks sehingga penggunaannya sering
menimbulkan kesulitan. Masalah konsep manfaat ini dapat mencakup
persepsi dari manfaat itu sendiri yang berbeda-beda bagi tiap orang dan
tidak semua manfaat yang dinilai dapat dikuantifikasi yang berujung pada
persoalan pengukuran manfaat itu sendiri.
b. Utilitarianisme tidak mempertimbangkan nilai suatu tindakan itu sendiri,
dan hanya memperhatikan akibat dari tindakan itu. Dalam hal ini
utilitarianisme dianggap tidak memfokuskan pemberian nilai moral dari
suatu tindakan, melainkan hanya terfokus aspek nilai konsekuensi yang
ditimbulkan dari tindakan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa

4
utilitarianisme tidak mempertimbangkan motivasi seseorang melakukan
suatu tindakan.
c. Kesulitan untuk menentukan prioritas dari kriteria etika utilitarianisme itu
sendiri, apakah lebih mementingkan perolehan manfaat terbanyak bagi
sejumlah orang atau jumlah terbanyak dari orang-orang yang memperoleh
manfaat itu walaupun manfaatnya lebih kecil.
d. Utilitarianisme hanya menguntungkan mayoritas. Dalam hal ini suatu
tindakan dapat dibenarkan secara moral sejauh tindakan tersebut
menguntungkan sebagian besar orang, walaupun mungkin merugikan
sekelompok minoritas. Dengan demikian, utilitarianisme dapat dikatakan
membenarkan ketidakadilan, yaitu bagi kelompok yang tidak memperoleh
manfaat.

2.1.3 Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban.
Paham deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada
kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi atau akibat dari tindakan
tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjadi pertimbangan untuk
menilai etis atau tidaknya suatu tindakan.
Immanuel Kant (1724-1804) merupakan tokoh utama dalam teori
deontologi ini. Bagi Kant, suatu kebaikan yang tidak terbantahkan adalah niat
baik, niat untuk mengikuti apapun yang menjadi alasan untuk melakukan tindakan
tersebut tanpa mempedulikan konsekuensi dari tindakan tersebut terhadap diri
sendiri. Menurut Kant seluruh konsep moral diturunkan lebih berasal dari
pemikiran daripada dari pengalaman. Niat baik terwujud jika tindakan dilakukan
semata-mata untuk melaksanakan tugas dan kewajiban, dimana di dalam tugas dan
kewajiban terdapat kesadaran dan ketaatan terhadap hukum dan aturan.

5
2.1.4 Teori Keadilan
Prinsip keadilan juga sangat diperlukan dalam etika bisnis. Ini artinya
dalam prakteknya, setiap orang yang melakukan bisnis memiliki hak untuk
mendapatkan perlakuan yang sama yang artinya tidak akan ada pihak yang
dirugikan. Para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan
bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara
perseorangan ataupun secara kelompok. Aristoteles (384-322 SM) sebagai orang
pertama yang beragumentasi bahwa kesamaan harus diperlukan secara sama
sedangkan ketidaksamaan harus diperlukan secara tidak sama sesuai dengan
proporsi perbedaan yang terjadi. Anggapan bahwa semua orang sama tidak selalu
benar. Terdapat dua hal yang terkait dengan perbedaan antara masing-masing
orang. Pertama adalah pembuktian bahwa ada ketidaksamaaan antara masing-
masing orang. Untuk itu, perlu digunakan kriteria-kriteria yang relevan sesuai
dengan kebutuhan situasi. Kedua adalah bagaimana melakukan distributive justice,
melakukan alokasi yang adil berdasarkan ketidaksamaan.

2.1.5 Virtue Ethics


Virtue Ethics berasal dari pemikiran Aristoteles yang mencoba membuat
konsep mengenai kehidupan yang baik. Menurutnya, tujuan kehidupan adalah
kebahagiaan. Kebahagiaan versi Aristoteles adalah kegiatan jiwa, bukan kegiatan
fisik sebagaimana konsep kebahagiaan hedonisme, kita akan mencapai
kebahagiaan dengan kehidupan yang penuh kebajikan, kehidupan yang mengikuti
alasan. Virtue adalah karakter jiwa yang terwujud dalam tindakan-tindakan
sukarela (yaitu tindakan yang dipilih secara sadar dan sengaja). Kita akan menjadi
orang baik jika secara teratur melakukan tindakan kebajikan. Tapi selain itu,
menurut Aristoteles dibutuhkan pula pendidikan etika untuk mengetahui tindakan-
tindakan yang baik.

6
Virtue Ethics berfokus kepada karakter moral dari pengambil keputusan,
bukan konsekuensi dari keputusan (utilitarianisme) atau motivasi dari pengambil
keputusan (deontologi). Teori ini mengambil pendekatan yang lebih holistik untuk
memahami perilaku beretika dari manusia. Teori ini menerima bahwa banyak
aspek dari kepribadiaaan kita. Setiap dari kita memiliki keragaman karakter yang
berkembang sejalan dengan kematangan emosional dan etika. Setelah terbentuk,
ciri-ciri karakter akan stabil. Keunggulan dari Virtue Ethics adalah teori ini
mengambil pandangan yang lebih luas dalam memahami pengambil keputusan
yang memiliki beragam ciri-ciri karakter.

2.2 Pengambilan Keputusan Beretika


Para individu dalam organisasi membuat keputusan (decision), artinya
mereka membuat pilihan-pilihan dari dua alternative atau lebih. Sebagai contoh,
manajer puncak bertugas menentukan tujuan-tujuan organisasi, produk atau jasa
yang ditawarkan, cara terbaik untuk membiayai berbagai operasi, produk atau jasa
yang menempatkan pabrik manufaktur yang baru. Manajer tingkat menengah dan
bawah menentukan jadwal produksi, menyeleksi karyawan baru, dan merumuskan
bagaimana meningkatkan bayaran karyawan. Karyawan nonmanajerial juga
membuat keputusan yang mempengaruhi pekerjaan dan organisasi tempat mereka
bekerja.
Semakin banyak organisasi memberikan karyawan nonmanajerial otoritas
pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan, maka pengambilan
keputusan individual merupakan satu bagian penting dari perilaku organisasi.
Pengambilan keputusan mengandung arti pemilihan altematif terbaik dari
sejumlah Alternatif yang tersedia. Teori-teori pengambilan keputusan bersangkut
paut dengan masalah bagaimana pilihan-pilihan semacam itu dibuat.
Pengambilan keputusan yang dilakukan biasanya memiliki beberapa tujuan
, seperti tujuan yang bersifat tunggal (hanya satu masalah dan tidak berkaitan
dengan masalah lain) dan tujuan yang bersifat ganda (masalah saling berkaitan,

7
dapat bersifat kontradiktif ataupun tidak kontradiktif). Adapun faktor-faktor yang
harus dipertimbangkan dalam pengembilan keputusan adalah:
1. Hal-hal yang berwujud maupun tidak berwujud, yang emosional maupun
rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan;
2. Setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai
tujuan organisasi;
3. Setiap keputusan janganlah berorientasi pada kepentingan pribadi,
perhatikan kepentingan orang lain;
4. Jarang sekali ada 1 pilihan yang memuaskan;
5. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental. Dari tindakan mental
ini kemudian harus diubah menjadi tindakan fisik;
6. Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup
lama;
7. Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil
yang baik;
8. Setiap keputusan hendaknya dikembangkan, agar dapat diketahui apakah
keputusan yang diambil itu betul dan
9. Setiap keputusan itu merupakan tindakan permulaan dari serangkaian
kegiatan berikutnya.

Pada dasarnya pengambilan keputusan adalah suatu akibat adanya reaksi


atas sebuah masalah (problem), yang artinya ada ketidaksesuian antara perkara
saat ini dan keadaan yang diinginkan, yang membutuhkan pertimbangan untuk
membuat beberapa tindakan alternative. Namun, berpaling dari hal ini keputusan
yang dibuat haruslah keputusan yang baik, rasional, dan mengandung nilai-nilai
etis dalam batasan-batasan tertentu. Oleh karena itu haruslah ada kerangka kerja
pengambilan keputusan yang etis atau ethical decision making (EDM) Framework.

8
2.2.1 Kerangka Pengambilan Keputusan
Sebagai respons terhadap keputusan yang dapat dipertahankan secara etis,
kerangka ini menyertakan persyaratan tradisional untuk profitabilitas dan legalitas.
Serta persyaratan yang dapat ditampilkan filosofis secara penting dan baru-baru ini
dituntut oleh pemangku kepentingan. Hal ini dirancang untuk meningkatkan
pertimbangan etis dengan menyediakan:
1. Pengetahuan dalam identifikasi dan menganalisis isu-isu penting yang
harus dipertimbangkan dan pertanyaan atau tantangan yang harus
diungkap;
2. Pendekatan untuk menggabungkan dan menerapkan keputusan-faktor yang
relevan ke dalam tindakan praktis.
Kerangka kerja pengambilan keputusan etis (EDM) menilai etiskalitas
keputusan atau tindakan yang dibuat dengan melihat:
a. konsekuensi atau diciptakan offness baik dalam hal manfaat atau biaya;
b. hak dan kewajiban yang terkena dampak;
c. keadilan yang terlibat;
d. motivasi atau kebajikan yang diharapkan

2.2.2 Stakeholder Impact Analysis


Stakeholder impact analysis merupakan penerapan teori utilitarianisme
dalam keputusan bisnis. Kelebihan dari stakeholder impact analysis ini adalah
memberikan kerangka analisis mengenai pihak-pihak yang kemungkinan terkena
pengaruh dari keputusan yang diambil. Tahapan dalam stakeholder impact
analysis adalah sebagai berikut:
1. Analisis kepentingan dari masing-masing pemangku kepentingan
2. Hitung dampak yang dapat dikuantifikasi
a. Laba

9
b. Dampak yang tidak tercakup dalam laba namun dapat diukur
langsung. Biasanya ini adalah biaya eksternalitas, misalnya
biaya kerusakan lingkungan akibat tidak dilakukan pengolahan
limbah. Atau biaya kemacetan lalu lintas dengan bertambahnya
jumlah kendaraan.
c. Dampak yang tidak tercakup dalam laba dan tidak dapat diukur
langsung. Misalnya biaya pengobatan dari penyakit yang
mungkin terjadi akibat polusi yang dilakukan perusahaan. Atau
biaya sosial akibat pengurangan pegawai.
d. Hitung net present value dari selisih present value dari benefit
dikurangi present value dari biaya akibat tindakan yang sedang
dipertimbangkan akan dilakukan.
e. Hitung risk benefit analysis
f. Identifikasi pemangku kepentingan yang berpotensi terkena
pengaruh dari keputusan dan buat peringkat.
3. Lakukan penilaian terhadap dampak yang tidak dapat dikuantifikasi:
a) Keadilan dan kesetaraan antar pemangku kepentingan
b) Hak-hak dari pengaruh kepentingan

2.3 Kasus Ford Pinto


Kasus Ford pinto bermula dari kesengajaan perusahaan mendesain mobil
seperti itu dengan maksud mendapat keuntungan yang besar. Dari kelalaian
perusahaan, banyak terjadi kecelakaan yang menyebabkan beberapa orang
meninggal. Sistem keselamatan terlihat tidak ada sama sekali. Hal ini tidak
disebutkan di seluruh artikel. Seperti Lee Iacocca, salah seorang General Motors di
Ford, yang sering katakan, adalah "Keselamatan tidak menjual". Desain produk ini
memang cacat. Seorang insinyur Ford, yang tidak ingin namanya disebutkan,
berkomentar: "Perusahaan ini dijalankan oleh salesman, bukan insinyur, maka
prioritas adalah styling, bukan keselamatan."

10
Dalam kasus Ford Pinto ini, desainer dan pihak Ford secara keseluruhan
tidak memikirkan dampak berbahaya yang bisa terjadi. Desain dari mobil Ford
Pinto tidak memikirkan aspek keamanan dan keselamatan bahkan nyawa
seseorang. Padahal mobil ini diproduksi secara massal. Pada bulan Mei 1972
kecelakaan pun terjadi, Lily Gray sedang bepergian dengan anak berumur 13
tahun Richard Grimshaw dan mengalami kecelakaan diserempek mobil lain dalam
kecepatan 30mil/jam. Dampaknya menyulut api di Pinto yang menewaskan Lily
Gray dan meninggalkan Richard Grimshaw dengan luka bakar akibat ledakan
mobil Ford Pinto.
Beberapa orang merasa isu yang diangkat dalam kasus-kasus Ford Pinto
adalah contoh dari dalam saku perusahaan yang mengabaikan keselamatan
konsumen dan lebih memilih mengejar keuntungan. Beberapa pihak lain merasa
mereka adalah contoh kasus yang terhindarkan dari liputan media. Terlepas dari
semua pendapat itu, kasus Ford Pinto adalah salah satu dari banyak masalah
hukum dan etika yang kompleks. Kritikan dan hujatan pun berdatangan, namun
ternyata pihak Ford memilih untuk tidak mengganti desain dari mobilnya dan lebih
memilih menghadapi tuntutan di pengadilan. Pada tanggal 9 Juni 1978 pihak Ford
menarik 1,5 juta Pintos.
Penarikan kembali terlambat untuk menyelamatkan reputasi Ford. Jutaan
dolar dalam gugatan telah diajukan dan kalah melawan si penggugat, termasuk
persidangan terbesar cedera pribadi yang pernah terjadi (di california dengan biaya
ganti rugi $126 juta). Dan dalam kasus tahun 1979 Negara tenggara dari Indiana v.
Ford Motor Co, Ford telah terkenal menjadi perusahaan AS pertama yang pernah
didakwa atau dituntut atas tuduhan pembunuhan kriminal (atas kasus tewasnya
tiga gadis remaja dalam Pinto akibat tabrakan belakang). Meskipun Ford
dibebaskan atas tuduhan pembunuhan sembrono Maret 1980, reputasi Pinto turun
drastis dan menimbulkan malapetaka; Ford menghentikan produksi mobil lima
bulan setelah sidang.

11
2.3.1 Analisis Kasus
Etika profesi merupakan hal yang sangat penting bagi semua profesi
karena etika tersebut berhubungan secara langsung terhadap timbulnya dampak
negatif maupun positif terhadap kesejahteraan banyak orang. Khususnya dalam
dunia keteknikan, seseorang yang berkecimpung dalam dunia teknik dituntut
mempunyai etika dalam profesinya agar dapat bertanggung jawab dengan apa
yang dihasilkan sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi dirinya
sendiri maupun orang lain. Namun apabila etika tersebut tidak dimiliki oleh
pekerja tersebut maka akan menghasilkan dampak yang negative berupa
kehilangan kepercayaan dari orang lain terhadap pekerja tersebut, seperti yang
terjadi pada kasus perusahaan ford dimana terjadi permasalahan mengenai etika
profesi dalam membuat suatu produk yaitu mobil ford pinto.

Sumber: www.google.com

Pada tanggal 10 Agustus 1978, sebuah Ford Pinto ditabrak dari belakang di
jalan raya Indiana. Hantaman tabrakan itu menyebabkan tangki bahan bakar Pinto
pecah, meledak dan terbakar. Hal ini mengakibatkan kematian tiga remaja putri
yang berada di dalam mobil itu. Kejadian ini bukan pertama kalinya Pinto terbakar
akibat tabrakan dari belakang. Dalam tujuh tahun sejak peluncuran Pinto, sudah
ada 50 tuntutan hukum yang berhubungan dengan tabrakan dari belakang.

12
Meskipun demikian, kali ini Ford dituntut di pengadilan criminal akibat
penumpangnya tewas. Hal ini berkaitan dengan desain tali pengikat pada tanki gas
yang menjadikannya peka terhadap kebocoran dan api rendah untuk mengurangi
kecepatan benturan, namun hal tersebut justru menjadi potensi bahaya untuk
penggunanya karena apabila terjadi kecelakaan maka tanki bahan bakar akan
mudah terbakar dan meledak sehingga dapat dikatakan produk yang dihasilkan
memiliki kecacatan. Awal kecacatan tersebut sebenarnya telah diketahui oleh
perusahaan ford, sebelum mobil ford pinto tersebut dipasarkan, namun perusahaan
tersebut lebih memilih untuk membayar biaya ganti rugi kematian dari pada
mendesain ulang tanki bahan bakar, karena dirasa akan membutuhkan biaya yang
lebih besar untuk mendesain ulang tanki bahan bakar dibandingkan dengan
membayar ganti kecelakaan. Biaya ganti rugi atas hasil kecelakaan lebih kecil
daripada membaiki rancangan mobil tersebut sehingga diputuskan oleh pihak ford
untuk tetap memproduksi mobil itu.
Selain itu ford memiliki suatu hak paten atas suatu tanki gas yang
dirancang lebih baik pada waktu itu, tetapi pertimbangan gaya desain dan biaya itu
mengesampingkan perubahan apapun didalam mendesain ulang tanki bensin pinto.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan ford telah melakukan pelanggaran etika
profesi, dimana perusahaan tidak bertanggung jawab atas kesalahan teknis yang
dihasilkan dan kemudian mendatangkan kerugian terhadap konsumenya sehingga
menimbulkan korban, bahkan sampai menyebabkan kematian karena pelanggaran
dari etika profesi yang dilakukan. Hal ini tidak boleh terjadi dalam dunia
perindustrian karena berdampak negatif bagi perusahaan itu sendiri, dimana
perusahaan akan kehilangan kepercayaan dari konsumen sehingga konsumen tidak
lagi berminat terhadap produk-produk lain yang dihasilkan oleh perusahaan yang
berdampak pada menurunnya profit atau keuntungan dari perusahaan tersebut.
Hal ini memberi pelajaran bagi pengusaha-pengusaha yang memproduksi
mobil lainnya. Misalnya saja, seperti Toyota yang segera menarik salah satu
produksi mobilnya karena masalah sistem rem yang ada pada mobil tersebut.
Toyota beranggapan bahwa kepercayaan konsumen kepada mereka sangatlah
penting karena akan mempengaruhi kestabilan produksi perusahaan. Kepercayaan

13
konsumen terhadap produk yang mereka produksi sangatlah penting, karena
menjadi point dasar dalam penentuan pemasaran produk mereka. Atas dasar
kepercayaan inilah kejayaan dan kemajuan perusahaan dapat berjalan dengan
semakin pesat. Kepercayaan adalah aset dasar bagi sebuah perusahaan untuk
berkembang. Dengan tercapainya kepercayaan yang baik oleh konsumen setia dari
produk yang dibuat oleh perusahaan mereka tentunya akan menjadikan nama baik
perusahaan yang semakin terangkat di mata konsumen.
Kejayaan sebuah perusahaan besar dituntut dari hal-hal yang saling
berkaitan seperti kepercayaan, nama baik perusahaan, produk yang berkualitas dan
tentunya pertahanan perusahaan dalam bersaing dengan kompetitor lain yang
memproduksi produk yang sejenis. Kembali ke awal persoalan yaitu permasalahan
etika profesi yang terjadi pada perusahaan mobil ford yang dikenal dengan
permaslahan ford finto. Jika etika profesi dapat diterapkan dengan baik tentu
permasalahan ini mungkin tidak akan terjadi. Etika profesi dalam melakukan
pekerjaan sangat penting untuk kemaslahatan orang banyak.
Apalagi bagi seorang teknik industri yang notabennya nantinya akan terjun
secara langsung ke dunia industri untuk merancang lalu menciptakan sebuah
produk yang akan digunakan oleh banyak khalayak ramai. Kode etik bagi seorang
pekerja adalah peraturan dasar yang paling mengikat pada pekerja dalam
menjalankan pekerjaanya. Etika juga sangat penting bagi kehidupan sehari-hari,
seseorang dengan etika yang baik pasti memiliki kualitas kehidupan yang baik.
Etika adalah dasar terpenting bagi prilaku setiap manusia. Jika dalam diri manusia
sudah tertanam etika yang baik hal itu tentulah akan mempengaruhi kehidupan
manusia itu di mana pun dia berada sampai ia bekerja dalam pekerjaanya.

14
BAB III

KESIMPULAN

Dari peristwa Ford pinto yang kita pelajari dapat kita ambil sebuah
kesimpulan, bahwa setiap kegiatan produksi haruslah mengikuti etika profesi,
karena apabila kegiatan etika profesi tidak dilakukan dengan baik maka akan
menimbulkan keriguan yang sifatnya membahayakan, bagi masyarakat, khususnya
konsumen pengguna dari hasil produksi mobil Ford pinto, Peristiwa gagal produk
Ford pinto tidak sebenarnya disebabkan oleh beberapa faktor, selain dari faktor
adanya tindakan yang tidak sesuai dengan etika profesi juga ada faktor lain, seperti
pertimbangan teknis dalam hal desain produk, dimana pada waktu itu desain
produk yang dibuat tidaklah sesuai dengan desain safety yang baik, sehingga
mengakibatkan, output produk yang yang tidak layak untuk dipasarkan.
Solusi yang dapat ditawarkan untuk produk Ford pinto tentunya adalah
solusi perbaikan desain, dengan mempertimbangkan etika profesi yang
menjunjung tinggi keselamatan konsumen sehingga tidak ada pihak yang
dirugikan. Seluruh kejadian yang ada sangat erat sekali kaitanya dengan etika
profesi dimana pada saat itu yang didahulukan hanyalah profit, karena teknologi
baru mungkin dilirik (mobil berbahan bakar gas), tanpa memikirkan prosedur
desain yang matang dan juga aman bagi konsumen yang menggunakan,
sebenarnya hal seperti ini tidak hanya menimbulkan kerugian bagi konsumen
namun juga kerugian yang besar dialami pula oleh Ford oleh karena itu sebaik nya
sebuah prosedur keteknikan dijalankan dengan sesuai dengan SOP sehingga tidak
menyababkan kejadian buruk yang dapat menyebabkan hancurnya citra
perusahaan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Brooks, Leonard J. Dan Paul Dunn. 2012. Business and Profesional Ethics. Vol.6
Canada: South-Western Cencage Learning.

Hartman, Laura P. Joe Desjardins. 2008. Etika Bisnis. Jakarta: Penerbit Erlangga

Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Modul Chartered Accountant: Etika Profesi Dan
Tata Kelola Korporat.

Indriani, Alfiah. 2017. https://id.scribd.com/document/358585519/Kelompok-1-


Teori- Etika-Dan-Pengambilan-Keputusan-Beretika. Diakses Pada
Tanggal 3 September 2022

16

Anda mungkin juga menyukai