Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH ETIKA PROFESI AKUNTAN PUBLIK

( Teori Etika & Hubungannya Dengan Pengambilan Keputusan Yang Etis )

OLEH :

Kelompok 7

Namirah Aisyah A31116013

Dian Aprisiska Seylin A31116019

Kezia Febriyanti Sasiang A31116306

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori Etika dan
Hubungannya Dengan Pengambilan Keputusan Yang Etis”, Bapak Muh. Ashari, SE., M.SA.,
Ak., CA selaku Dosen mata kuliah Etika Profesi Akuntan Publik yang telah memberikan tugas
ini kepada kami.
Sumber referensi dasar dan esensial yang relevan dari buku Etika Bisnis dan Profesi
memang sengaja dipilih dan digunakan untuk memperkuat pembahasan dan membangun
karangka penyajian yang komperehensif, agar mudah dipahami dan dapat memenuhi harapan
pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah etika bisnis dan profesi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran dari pihak
pembaca demi penyempurnaan makalah yang akan datang.

Makassar, 28 Maret 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI………………………..…………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..………………1
A. Latar Belakang……………...………………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah.……………………………………………………………………….…1
C. Tujuan Penulisan...………………………………….………………………………………1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………2
A. Teori Etika………………………………………………………………………….………2

B. Pengambilan Keputusan……………………………………………………………………2

C. Teori Etika & Hubungannya dengan Pengambilan Keputusan Etis……………………….5


BAB III PENUTUP……………………………………………………………………..……21
A. Kesimpulan………………………………………………………………………………..22
B. Saran………………………………………………………………………………………23
C. Daftar Pustaka……………………………………………………………………………..24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap individu dalam organisasi membuat keputusan. Para manajer puncak, sebagai
contoh menetukan tujuan organisasi mereka, produk atau jasa apa yang akan di produksi,
bagaimana sebaiknya mengorganisasikan dan mengkoordinasikan unit kegiatan dan
sebagainya, termasuk manajer tingkat menengah atau bawah tergantung pada kewenangannya
masing-masing.
Kualitas keputusan manajerial merupakan ukuran dari efektivitas manejer. Proses
pengambilan keputusan adalah bagaimana perilaku dan pola komunikasi manusia sebagai
individu dan sebagai anggota kelompok dalam struktur organisasi. Salah satu pentingnya
adalah pengambilan keputusan.
Tidak ada pembahasan pengambilan keputusan akan lengkap tanpa dimasukkannya
etika, karena pertimbangan etis seharusnya merupakan suatu kriteria yang penting dalam
pengambilan keputusan organisasional.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang menjadi teori etika dan hubungannya dalam pengambilan
keputusan?
2. Bagaimana pengambilan keputusan yang beretika?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui teori yang digunakan untuk mengambil keputusan yang
beretika
2. Untuk mengetahui pengambilan keputusan yang beretika

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Etika
Teori merupakan tulang punggung suatu ilmu. Atau dengan kata lain, teori adalah
pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah
disiplin keilmuan. Sedangkan Etika sendiri berasal dari kata Yunani ethos (dalam bentuk
tunggal) yang berarti : kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Bentuk
jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat istiadat. Menurut Brooks (2007), etika adalah
cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah perilaku ini benar atau
apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan untuk
menghindari permasalahan – permasalahan di dunia nyata.

Teori etika muncul antara lain karena adanya perbedaan perspektif dan penafsiran tentang
apa yang menjadi tujuan akhir hidup umat manusia. Di samping itu, sifat teori dalam ilmu etika
masih lebih banyak untuk menjelaskan sesuatu, belum sampai pada tahap untuk meramalkan,
apalagi untuk mengontrol suatu tindakan atau perilaku.

B. Pengambilan Keputusan
Seorang pemimpin dalam mengambil keputusan dihadapkan pada dilema etika dan moral.
Keputusan yang diambil pemimpin tentunya akan menghasilkan dampak bagi orang lain.
Idealnya, seorang pemimpin mempunyai integritas yang menjunjung tinggi nilai moral dan
etika. Sehingga, keputusan yang diambilnya adalah mengacu tidak hanya pada kepentingannya
sendiri, melainkan juga kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya. Misalnya seperti
kasus Enron, tentunya pengambilan keputusan dilakukan tanpa mengacu pada nilai-nilai etika
dan moral. Oleh karena itu, hasilnya adalah kehancuran. Maka, ada baiknya sebelum Anda
mengambil keputusan mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini:
1. Autonomy
Isu ini berkaitan dengan apakah keputusan Anda melakukan eksploitasi terhadap orang lain
dan mempengaruhi kebebasan mereka? Setiap keputusan yang Anda ambil tentunya akan
mempengaruhi banyak orang. Oleh karena itu, Anda perlu mempertimbangkan faktor ini ke
dalam setiap proses pengambilan keputusan Anda. Misalnya keputusan untuk merekrut pekerja
dengan biaya murah. Seringkali perusahaan mengeksploitasi buruh dengan biaya semurah
mungkin padahal sesungguhnya upah tersebut tidak layak untuk hidup.
2
2. Non-malfeasance
Apakah keputusan Anda akan mencederai pihak lain? Di kepemerintahan, nyaris setiap
peraturan tentunya akan menguntungkan bagi satu pihak sementara itu mencederai bagi pihak
lain. Begitu pula halnya dengan keputusan bisnis pada umumnya, dimana tentunya
menguntungkan bagi beberapa pihak namun tidak bagi pihak lain. Misalnya kasus yang
belakangan menghangat yaitu pemerintah dengan UU ITE (Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik) yang baru disahkan dan ditentang oleh banyak pihak. Salah satunya
implikasi dari UU tersebut adalah pemblokiran situs porno. Meskipun usaha pemerintah baik,
namun banyak pihak yang menentangnya.

3. Beneficence
Apakah keputusan yang Anda ambil benar-benar membawa manfaat? Manfaat yang Anda
ambil melalui keputusan harus dapat menjadi solusi bagi masalah dan merupakan solusi terbaik
yang bisa diambil.

4. Justice
Proses pengambilan keputusan mempertimbangkan faktor keadilan, dan termasuk
implementasinya. Di dunia ini memang sulit untuk menciptakan keadilan yang sempurnam
namun tentunya kita selalu berusaha untuk menciptakan keadilan yang ideal dimana
memperlakukan tiap orang dengan sejajar. Misalnya dalam keputusan reward, Astra
Internasional mempunyai 2 filosofi dasar. Pertama adalah fair secara internal, dimana setiap
orang dengan dengan golongan yang sama dan prestasi yang sama maka pendapatannya juga
sama. Keputusan ini mencerminkan keadilan di dalam perusahaan itu sendiri. Sementara itu,
filosofi lainnya adalah kompetitif secara eksternal, atau gaji yang bersaing dalam industri.

5. Fidelity
Fidelity berkaitan dengan kesesuaian keputusan dengan definisi peran yang kita mainkan.
Seringkali ini melibatkan ‘looking at the bigger picture’ atau melihat secara keseluruhan dan
memahami peran Anda dengan baik. Misalnya keputusan Chairman Federal Reserve, Ben S.
Bernanke untuk menyelamatkan Bear Stearns dengan cara menyokong dana bagi akuisisi
JPMorgan terhadap Bear Stearns senilai $30 miliar dan dipertanyakan oleh banyak pihak.

3
Namun, Bernanke berpendapat bahwa ia melakukannya demi mencegah kekacauan finansial
yang akan dialami pasar jika Bear Stearns benar-benar bangkrut.
Ada beberapa ciri-ciri dalam pengambilan keputusan yang etis:
1) Pertimbangan tentang apa yang benar dan apa yang salah.
2) Sering menyangkut pilihan yang sukar.
3) Tidak mungkin dielakkan.
4) Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman, tabiat dan lingkungan sosial.

● Kriteria Pengambilan Keputusan Yang Etis


Pengambilan keputusan semata-mata bukan karena kepentingan pribadi dari seorang si
pengambil keputusannnya. Beberapa hal kriteria dalam pengambilan keputusan yang etis
diantaranya adalah:
1. Pendekatan bermanfaat (utilitarian approach), yang dudukung oleh filsafat abad
kesembilan belas ,pendekatan bermanfaat itu sendiri adalah konsep tentang etika bahwa
prilaku moral menghasilkan kebaikan terbesar bagi jumlah terbesar.
2. Pendekatan individualisme adalah konsep tentang etika bahwa suatu tindakan dianggap
pantas ketika tindakan tersebut mengusung kepentingan terbaik jangka panjang seorang
indivudu.
3. Konsep tentang etika bahwa keputusan yang dengan sangat baik menjaga hak-hak yang
harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
1) Hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut
secara sadar dan tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan.
2) Hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan di
luar pekerjaanya.
3) Hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan diri dari memberikan perintah
yang melanggar moral dan norma agamanya.
4) Hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara benar mengkritik etika atau
legalitas tindakan yang dilakukan orang lain.
5) Hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan
berhak atas perlakuan yang adil.
6) Hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan
ancaman terhadap kesehatan dan keamananya.

4
C. Teori Etika & Hubungannya dengan Pengambilan Keputusan etis
Sebuah keputusan atau tindakan dianggap etis atau “benar” jika sesuai dengan standar
tertentu. Para filsuf telah mempelajari standar mana yang penting selama berabad-abad, dan
para ahli etika bisnis baru saja membangun hal ini dalam pekerjannya. Kedua kelompok telah
mengungkapkan bahwa tidak cukup hanya satu standar saja untuk memastikan keputusan etis.
Akibatnya, kerangka kerja pengambilan keputusan etis (ethical decision making-EDM)
mengusulkan bahwa keputusan atau tindakan akan dibandingkan dengan empat standar
penilaian yang komprehensif dari peilaku etis.

Berikut adalah dasar pertimbangan kerangka kerja pengambilan keputusan etis (EDM) menilai
etikalitas keputusan atau tindakan yang dibuat :
1) Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya;
2) Hak dan kewajiban yang terkena dampak;
3) Kesetaraan yang dilibatkan;
4) Motivasi atau kebijakan yang diharapkan (harapan untuk karakter, kebajikan)
Teori / pendekatan filosofis yang digunakan:
1) Kensekuensialisme, utilitarianisme, teologi
2) Deontologi (hak dan kewajiban)
3) Imperatif kategoris Kant, keadilan yang tidak memihak
4) Kebajikan

Pada teori pertama sampai ketiga, ditelaah dengan memfokuskan pada dampak dari
keputusan terhadap pemegang saham dan pemangku kepentingan, sebuah pendekatan yang
dikenal sebagai analisis dampak pemangku kepentingan. Pada teori keempat, motivasi
pembuat keputusan, merupakan pendekatan yang dikenal sebagai etika kebajikan. Dalam etika
kebajikan diberikan wawasan yang memungkinkan akan membantu ketika mengkaji masalah-
masalah tata kelola saat ini dan masa depan, sebagai bagian dari latihan manajemen risiko yang
seharusnya. Keempat pertimbangan di atas harus diperiksa secara menyeluruh dan nilai-nilai
etika yang tepat harus diterapkan dalam keputusan dan pelaksanaannya sehingga keputusan
atau tindakan dapat dipertahankan secara etis.

5
1. Pendekatan Filosofis - Sebuah Ikhtisar: Konsekuensialisme (Utilitarianisme,
Deontologi, dan Etika Kebajikan
Skandal Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom mendorong untuk meningkatkan
pendidikan etika dan EDM, sehingga diperlukan untuk mengenali tiga pendekatan filosofis
untuk pengambilan keputusan etis: konsekuensialisme (utilitarianisme), deontologi, dam etika
kebajikan. Masing – masing dari tiga pendekatan memberikan kontribusi yang berbeda-beda
dalam menghasilkan pendekatan yang berguna dan dapat dipertahankan untuk pengambilan
keputusan etis dalam bisnis atau kehidupan pribadi. Namun, karena beberapa prinsip dan teori
filosofis bertentangan dengan aspek lain dan tampak bertentangan dengan praktik bisnis yang
dapat diterima, khususnya dalam beberapa budaya di seluruh dunia akan lebih baik jika
menggunakan pertimbangan yang dilihat dari berbagai sudut pandang ( pertimbangan ) yang
ditunjukkan oleh pihak ketiga pendekatan filsafat untuk menentukan etikalitas suatu tindakan,
dan panduan pilihan yang harus dibuat.

1) Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teologi


Konsekuensialisme bertujuan untuk memaksimalkan hasil akhir dari sebuah keputusan.
Bagi mereka, kebenaran dari suatu perbuatan bergantung pada konsekuensinya. Pendekatan
konsekuensialisme mengharuskan pelajar untuk menganalisis keputusan dalam hal kerugian
dan manfaatnya bagi pemangku kepentingan dan untuk mencapai sebuah keputusan yang
menghasilkan kebaikan dalam jumlah besar. Konsekuensialisme berpendapat bahwa sebuah
perbuatan benar secara moral jika dan hanya jika tindakan tersebut mampu memaksimalkan
kebaikan bersih. Dengan kata lain, tindakan dan sebuah keputusan akan menjadi etis jika
konsekuensi positif lebih besar daripada konsekuensi negatifnya.

Utilitarianisme klasik terkait dengan utilitas secara keseluruhan mencakup keseluruhan


varian, oleh karena itu hanya dari manfaat parsial dalam pengambilan keputusan etis dalam
konteks sebuah bisnis, profesional, atau organisasi. Konsekuensialisme, bagaimanapun juga,
mengacu pada subbagian dari varian yang didefiniskan untuk menghindari pengukuran yang
salah atau permasalahan lain, atau dalam rangka membuat proses menjadi lebih relevan dengan
tindakan, keputusan, atau konteks yang terlibat. Oleh karena fokus konsekuensialisme dan
utilitarianisme berfokus pada hasil atau “akhir” dari suatu tindakan, teori-teori tersebut sering
dianggap sebagai teleologis.

6
2) Deontologi
Deontologi berbeda dari konsekuensialisme, dalam artian bahwa deontologi berfokus pada
kewajiban atau tugas memotivasi keputusan atau tindakan, bukan pada konsekuensi dari
tindakan. Teori etika deontologi mengambil posisi bahwa kebenaran bergantung pada rasa
hormat yang ditunjukan dalam tugas, serta hak dan kewajiban yang dicerminkan oleh tugas-
tugas tersebut. Akibatnya, suatu pendekatan deontologis mengangkat isu-isu yang berkaitan
dengan tugas, hak, serta pertimbangan keadilan dengan menggunakan standar moral, prinsip,
dan aturan-aturan sebagai panduan untuk membuat keputusan etis yang terbaik.

Penggunaan pendekatan yang sama juga dapat menghasilkan rasa hormat terhadap hak
asasi manusia dan perlakuannya yang adil bagi semua. Hal ini dapat dicapai dengan
mengadopsi posisi bahwa seseorang harus memenuhi kewajiban atau tugas yang menghormati
moral atau hak asasi manusia dan hukum atau kontrak. Lebih jauh lagi, hal tersebut juga dapat
dicapai jika para individu bertindak dengan kepentingan pribadi yang terkendali daripada
kepentingan pribadi semata. Di bawah kepentingan pribadi yang terkendali, kepentingan
individu juga diperhitungkan dalam keputusan dimana kepentingan tersebut tidak dapat
diabaikan atau dikesampingkan. Individu dianggap sebagai akhir daripada sebagai sarana
untuk mencapai akhir atau tujuan.

Penalaran deontologis sebagian besar didasarkan pada pemikiran Immanuel Kant (1964).
Ia berargumen bahwa seseorang yang rasional membuat keputusan mengenai apa yang baik
untuk dilakukan, akan mempertimbangakan tindakan apa yang akan baik untuk dilakukan oleh
semua anggota masyarakat. Tindakan semacam itu akan meningkatkan kesejahteraan
pengambil keputusan dan juga masyarakat.

Kant mulai mencari prinsip utama yang akan menjadi panduan untuk semua tindakan yang
diambil, suatu keharusan yang harus ditaati setiap orang tanpa pengecualian, oleh karena itu
dianggap umum dan mutlak. Misalnya, seseorang sedang mempertimbangkan apakah akan
berbohong atau jujur. Kant akan berpendapat bahwa berbohong bukan merupakan kebiasaan
yang baik karena orang lain yang mengikuti aturan yang sama akan berbohong kepada Anda-
suatu kemungkinan yang tidak Anda inginkan. Bagaimanapun juga, kejujuran memenuhi
syarat sebagai kebiasaan yang baik. Demikian pula, tidak memihak juga memenuhi syarat
dibandingkan dengan pilih kasih.

7
Konsep dari perlakuan yang setara dan tidak memihak merupakan dasar bagi
pengembangan konsep keadilan distributif, retributif, atau kompensasi. John Rawls
mengembangkan seperangkat prinsip-prinsip keadilan yang melibatkan harapan untuk
kebebasan pribadi yang sama, memaksimalkan manfaat hingga keuntungan yang terkecil, dan
pemberian kesempatan yang adil. Pendekatan John Rawls memanfaatkan konsep”tabir
ketidakpeduliaan” untuk menyimulasikan kondisi ketidakpastian agar memungkinkan
pengambil keputusan mengevaluasi dampak dari tindakan terbaik tanpa tahu apakah mereka
akan menjadi orang yang diuntungkan atau dirugikan dengan adanya keputusan tersebut.

Sayangnya, utilitarianisme dan konsekuensialisme berfokus pada utilitas dan bisa


mengakibatkan pada keputusan atau tindakan mengabaikan, meremehkan, atau membatasi
keadilan atau kejujuran suatu keputusan, dan rasa hormat terhadap tugas yang diberikan dan
hak-hak yang diharapkan oleh mereka yang terlibat. Namun, menggabungkan pendekatan
konsekualis dan analisis deontologis khususnya perlakuan yang setara akan membuatnya
waspada terhadap situasi di mana keinginan yang oleh beberapa pihak dianggap bermanfaat
akan menjadi pembenaran penggunaan tindakan yang ilegal atau tidak etis (cara) untuk
mencapai tujuan akhir tersebut. Sebagai contoh, sebuah analisis deontologis bisa menghindari
ancaman kesehatan pekerja dan/atau masyarakat dalam rangka meminimalkan biaya
pembuangan limbah berbahaya. Dari perspektif para filsuf, serta perspektif dari investor,
pekerja dan pemangku kepentingan lain yang menderita karena terjadinya skandal keuangan
baru-baru ini, mengejar kepentingan diri sendiri dan keuntungan jangka pendek yang tidak
terkendali telah menyebabkan terjadinya tindakan ilegal dan tindakan tidak etis yang patut
disayangkan.

Bagi masyarakat, melindungi hak individu atas kehidupan dan kesehatan biasanya lebih
penting daripada memaksimalkan manfaat bersih bagi semua. Namun, terkadang seperti di
masa-masa perang atau keadaan darurat yang mengerikan, pilihan yang dibenarkan oleh
analisis konsekuensial dianggap istimewa secara etis untuk dipilih daripada pilihan yang
dibenarkan oleh pertimbangan deontologis.

3) Etika Kebajikan
Konsekuensialisme menekankan konsekuensi dari sebuah tindakan, dan deontologi
menggunakan tugas, hak, dan prinsip-prinsip sebagai panduan untuk memperbaiki prilaku
moral sedangkan etika kebajikan berkaitan dengan aspek yang memotivasi karakter moral yang

8
ditunjukkan oleh para pengambil keputusan. Etika kebajikan berfokus pada karakter atau
integritas moral para pelaku dan melihat pada moral masyarakat, seperti masyarakat
profesional, untuk membantu mengidentifikasi isu-isu etis dan panduan tindakan etis. Dalam
etika kebajikan, berkaitan dengan aspek yang memotivasi karakter moral yang ditunjukkan
oleh para pengambil keputusan. Tanggung jawab dalam etika kebajikan memiliki dua
dimensi: actus reus (tindakan yang salah) dan mens rea (pikiran yang salah).

Kebajikan adalah karakter yang membuat orang bertindak etis dan membuat orang
tersebut menjadi manusia yang bermoral. Bagi Aristoteles, kebajikan memperbolehkan
seseorang untuk membuat keputusan yang wajar. Kebijaksanaan adalah kunci kebajikan dalam
menentukan pilihan yang tepat di antara pilihan-pilihan yang ekstrem. Tiga kebajikan penting
atau kebajikan kardinal lainnya adalah keberanian, kesederhanan, dan keadilan. Watak lain
yang sering disebut sebagai kebajikan meliputi : kejujuran, integritas kepentingan pribadi yang
terkendali, belas kasih, kesetaraan, ketidakberpihakan, kemurahan hati, kerendahan hati, dan
kesederhanaan. Kebajikan harus selalu ditanamkan sepanjang waktu, sehingga mereka
menjadi tertanam/melekat dan bisa menjadi referensi yang konsisten. Hal ini bukan hanya
sesuatu yang dapat anda tunjukkan, tetapi sesuatu yang biasanya atau selalu di tunjukkan.

Untuk ahli etika kebajikan, memiliki kebajikan adalah persoalan derajat. Sebagai
contoh, bersikap jujur dapat diartikan bahwa seseorang harus mengatakan kebenaran. Akan
tetapi, kejujuran seseorang dapat dianggap lebih kuat atau berada pada tatanan yang lebih tinggi
jika ia hanya berurusan dengan orang atau hal-hal yang jujur, bekerja untuk perusahaan yang
jujur, memiliki teman-teman yang jujur, membesarkan anak-anaknya untuk menjadi jujur, dan
seterusnya. Demikian pula, alasan seseorang bertindak bajik itu penting. Sebagai contoh, suatu
tindakan jujur yang dilakukan untuk mendapatkan hasil akhir yang serakah dianggap kurang
bajik daripada tindakan yang diambil karena diyakini hal tersebut merupakan hal yang benar
yang harus dilakukan untuk memperbaiki masyarakat dan/ atau untuk mengalihkan tugas
kepada orang atau organisasi lain. Masalah selanjutnya dalam pencapaian tertinggi mutu
kebajikan adalah kurangnya kearifan moral atau praktis, seperti yang terlihat dalam beberapa
tindakan murah hati yang berlebihan, atau belas kasihan atau keberanian yang terlalu banyak
yang kadang bisa berbahaya.

9
Meskipun kurangnya alasan “tepat” untuk tindakan bajik tampak akademis, namun
tanpa alasan yang demikian pengusaha atau profesional cenderung bertindak untuk
keserakahan kepentingan pribadi, daripada kepentingan pribadi modern yang terkendali, dan
cenderung untuk melakukan tindakan dan/atau perbuatan yang tidak etis. Tindakan-tindakan
tersebut mengandung risiko yang lebih tinggi terhadap penipuan akhir atau mal-praktik, kecuali
itu sesuai dengan tujuan mereka sendiri. Sebaliknya, kebajikan yang berlebihan dapat
mengakibatkan tindakan emosional oleh eksekutif atau karyawan sebelum mereka mencari dan
menerima informasi yang lengkap, atau dalam mengambil risiko yang terlalu banyak, atau
merugikan orang lain tanpa sengaja.

Ada beberapa keraguan tentang kekuatan etika kebajikan sebagai pendekatan untuk
(ethical decision making-EDM). Sebagai contoh, etika kebajikan berkaitan dengan proses
pengambilan keputusan yang menggabungkan kepekaan moral, persepsi, imajinasi, penilaian,
dan beberapa mengklaim bahwa hal ini tidak mengarah ke prinsip-prinsip (ethical decision
making-EDM) yang mudah digunakan.

Kritik lainnya yang relevan, termasuk bahwa :

a. Penafsiran dari apa yang dibenarkan atau yang benar.


b. Persepsi seseorang interpretasi kebajikan adalah hal yang sensitif terhadap budaya.
c. Seperti juga tentang apa yang benar pada tingkat tertentu dipengaruhi oleh ego atau
kepentingan pribadi.

4) Keadilan dan Kewajaran-Memeriksa Saldo


Filsuf inggris, David Hume (1711-1776) berpendapat bahwa kebutuhan akan keadilan
terjadi karena dua alasan yaitu orang tidak selalu bermanfaat dan terdapat sumber daya yang
langka. Hume percaya bahwa masyarakat terbentuk melalui kepentingan orang pribadi. Oleh
karena kita tidak mandiri, kita perlu bekerja sama dengan orang lain untuk kelangsungan hidup
dan kesehjateraan bersama. Namun demikian, mengingat adanya keterbatasan sumber daya dan
fakta bahwa beberapa orang bisa mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain, perlu
ada mekanisme untuk pembagian manfaat dan beban masyarakat adil. Keadilan adalah
mekanismenya. Makna keadilan adalah untuk memberikan atau mengalokasikan manfaat dan
beban berdasarkan alasan rasional.

10
Ada dua aspek keadilan yaitu keadilan prosedural (proses menentukan alokasi) dan
keadilan distributif (alokasi yang sebenarnya). Keadilan prosedural berfokus pada bagaimana
keadilan diberikan. Aspek utama dari sistem hukum yang adil adalah bahwa prosedurnya adil
dan transparan. Hal ini berarti bahwa setiap orang diperlakukan sama di depan hukum dan
bahwa aturan-aturan yang memihak diterapkan secara sama. Informasi yang digunakan untuk
menilai berbagai klaim harus relevan, dapat dipercaya, dan diperoleh secara sah. Baik penilaian
informasi yang digunakan untuk alokasi, dan kemampuan untuk banding bergantung pada
transparansi dari proses. Hal ini merupakan karakteristik blind justice (keadilan yang tidak
pandang bulu), dimana semua diperlakukan secara adil di hadapan hukum.

Dalam keadilan distributif terdapat 3 kriteria utama untuk menentukan distribusi yang adil:
kebutuhan, kesetaraan aritmatika, dan prestasi. Keadilan distributif berbasis kebutuhan tidaklah
umum dalam lingkungan bisnis. Namun, hal itu menjadi logis untuk proses sebuah anggaran
perusahaan yang harus didasarkan pada alokasi wajar sumber daya langka agar tidak ada resiko
penghambat motivasi (demotivasi) dari para eksekutif dan karyawan pada disenfranchised unit.
Metode distributive berdasarkan kesetaraan artimatika yaitu memastikan bahwa semua orang
mendapatkan bagian yang sama karena distribusi yang tidak merata dianggap tidak adil. Dalam
lingkungan bisnis, prinsip kesetaraan aritmatika dapat dianggap dilanggar ketika sebuah
perusahaan memiliki dua kelas saham yang mempunyai hak yang sama dengan dividen, tetapi
suara hak yang tidak sama, sehingga terjadi ketidaksetaraan hak untuk mengendalikan hak
aliran kas dua kelas saham berbeda. Metode lain distributif adalah berdasarkan prestasi. Hal
ini berarti bahwa apabila salah satu individu berkontribusi lebih banyak terhadap proyek, maka
individu tersebut harus menerima sebagian besar manfaat dari proyek tersebut. Pemegang
saham yang memiliki lebih banyak saham berhak untuk menerima lebih banyak dividen dalam
proporsi yang lebih besar sesuai kepemilikan sahamnya.

2. Analisis Dampak Pemangku Kepentingan – Perangkat Komprehensif untuk Menilai


Keputusan dan Tindakan
Dampak dari tindakan diukur dalam bentuk keuntungan atau kerugian yang timbul,
karena laba telah menjadi ukuran tingkat kebaikan yang ingin dimaksimalkan oleh pemegang
saham. Pandangan tradisional mengenai akuntabilitas perusahaan telah dimodifikasi, yaitu:

11
1) Asumsi bahwa semua pemegang saham hanya ingin memaksimalkan keuntungan
jangka pendek tampaknya merupakan fokus yang terlalu sempit
2) Hak – hak dan klaim dari mayoritas kelompok bukan pemegang saham, seperti
karyawan, konsumen / klien, pemasok, kreditor, pemerhati lingkungan, masyarakat
lokal, dan pemerintah yang memiliki kepentingan atau interes dalam hasil keputusan
yang pada perusahaan itu sendiri, telah diselaraskan dengan status dalam pengambilan
keputusan perusahaan.

3. Kepentingan Dasar Para Pemangku Kepentingan


Memperhitungkan kepentingan/ interes para pemangku kepentingan saat membuat
keputusan, dengan mempertimbangkan dampak potensial dari keputusan pada setiap
pemangku kepentingan, merupakan perbuatan yang bijaksana jika para eksekutif ingin
mempertahankan dukungan pemangku kepentingan. Namun, keberagaman dari pemangku
kepentingan dan kelompok pemangku kepentingan membuat tugas dalam pengambilan
keputusan menjadi lebih kompleks. Untuk mempermudah proses, maka diperlukan dengan
mengidentifikasi dan mempertimbangkan serangkaian kepentingan para pemangku
kepentingan pada umumnya agar dapat digunakan untuk memfokuskan analisis dan
pengambilan keputusan pada dimensi etika, seperti berikut:
1) Kepentingan mereka harus menjadi lebih baik sebagai akibat dari keputusan yang
diambil.
2) Keputusan akan menghasilkan distribusi yang adil antara manfaat dan beban.
3) Keputusan seharusnya tidak menyinggung salah satu hak setiap pemangku
kepentingan, termasuk hak pengambilan keputusan, dan
4) Perilaku yang dihasilkan harus menunjukkan tugas yang diterima sebaik – baiknya.
Nilai pertama berasal dari konsekuensialisme, nilai kedua, ketiga, dan keempat dari
deontologi dan etika kebajikan.

12
Kepentingan Dasar Para Pemangku Kepentingan
Kesejahteraan Keputusan yang diusulkan akan menghasilkan lebih
banyak keuntungan daripada biaya.
Keadilan Distibusi manfaat dan beban harus seimbang.
Hak Keputusan yang diusulkan tidak boleh melanggar hak
pemangku kepentingan dan pembuat keputusan.
Sifat kebajikan Keputusan yang diusulkan harus menunjukkan seperti
yang diharapkan dan pembuat keputusan

Untuk tingkat tertentu, kepentingan dasar ini harus didukung dengan kenyataan yang
dihadapi oleh pengambil keputusan. Sebagai contoh meskipun sebuah keputusan yang diajukan
harus memaksimalkan perbaikan bagi semua pemangku kepentingan, perdangangan
antarpemangku kepentingan terkadang harus dilakukan. Dengan demikian, munculnya biaya
pengendalian polusi dapat diimbangi dengan bunga dari laba jangka pendek yang berasal dari
interes beberapa pemegang saham dan manajer saat ini. Demikian pula, ada saat-saat dimana
semua pemangku kepentingan akan menemukan keputusan diterima meskipun satu atau lebih
dari mereka, atau kelompok yang mereka wakili, mendapatkan efek yang buruk. Dalam syarat
pengakuan untuk perdanganan dan untuk memahami bahwa keputusan bisa meningkatkan
kekayaan semua pemangku kepentingan sebagai kelompok, bahkan jika beberapa individu
secara pribadi menerima efek yang buruk, kepentingan dasar ini harus dimodifikasi untuk
berfokus pada kekayaan pemangku kepentingan daripada hanya perbaikan mereka. Modifikasi
ini menunjukkan pergeseran dari utilitarianisme menjadi konsekuensialisme.

4. Pengukuran Dampak yang Dapat Diukur


Berikut beberapa dasar dalam melakukan pengukuran dampak yang dapat diukur, yaitu:
1) Laba
Laba merupakan dasar untuk kepentingan pemegang saham dan sangat penting untuk
kelangsungan hidup dan kesehatan perusahaan. Dimasa inflasi, laba merupakan hal yang
penting untuk menggantikan inventori pada harga tinggi yang diperlukan.

13
Untungnya, pengukuran laba dikembangkan dengan baik dan hanya dibutuhkan beberapa
pendapatan tentang penggunaannya dalam pengambilan keputusan etis. Memang benar,
bagaimanapun bahwa keuntungan merupakan ukuran jangka pendek, dan beberapa dampak
penting tidak terungkap dalam penentuan laba.
Dalam hal ini laba memiliki dua jenis kondisi, meliputi:
a. Produk yang Tidak Termasuk dalam Laba : Dapat Langsung Diukur
Ada dampak dari keputusan perusahaan dan kegiatan yang tidak dimasukkan dalam
penentuan laba perusahaan yang menyebabkan dampak. Sebagai contoh, ketika perusahaan
melakukan pencemaran, biaya pembersihan biasanya dikeluarkan oleh individu,
perusahaan, atau kota yang terletak di hilir atau arah angin. Biaya tersebut disebut sebagai
eksternalitas, dan dampaknya dapat diukur langsung oleh biaya pembersihan yang
dilakukan oleh orang lain.

Untuk dampak dari sebuah keputusan, laba atau rugi yang muncul dari transaksi harus
dimodifikasi oleh eksternalitas yang ditimbulkannya. Sering kali, perusahaan yang
mengabaikan eksternalitas akan menyadari bahwa mereka telah meremehkan biaya
sebenarnya dari keputusan saat muncul denda dan biaya pembersihan. Atau muncul
pemberitaan kurang baik.

b. Produk yang Tidak Termasuk dalam Laba : Tidak Dapat Langsung Diukur
Eksternalitas lain muncul ketika biaya tersebut dimasukkan dalam penentuan laba
perusahaan. Tetapi ketika manfaatnya dinikmati oleh orang-orang di luar perusahaan.
Sumbangan atau beasiswa adalah contoh eksternalitas, dan tentunya akan menarik untuk
memasukkan prkiraan manfaat yang terlibat dalam keseluruhan evaluasi keputusan yang
diusulkan.

Meskipun tidak mungkin untuk mengukur eksternalitas tersebut secara langsung, ada
kemungkinan untuk mengukur dampak tidak langsung dengan menggunakan alternatif
pengganti atau bayangan cermin. Pada kasus beasiswa, pengganti keuntungan dapat berupa
peningkatan laba yang diperoleh oleh penerima.

Keakuratan estimasi bergantung pada kemiripan ukuran dengan bayangan cermin. Ada
kemungkinan, bagaimanapun, bahwa perkiraan yang ada akan mengecilkan dampak yang
terlibat dalam contoh sebelumnya, tidak ada perkiraan yang dibuat untuk keuntungan
intelektual dari pendidikan yang dibiayai oleh beasiswa.

14
Meskipun demikian, jauh lebih baik jika membuat estimasiyang akurat secara umu,
daripada membuat keputusan atas dasar tindakan langsung yang diukur dengan tepat hanya
sebagian kecil dari dampak keputusan yang diusulkan.

2) Membawa Masa Depan ke Masa Kini


Sering kali, eksekutif yang telah belajar keras untuk tetap berfokus pada keuntungan jangka
pendek akan menolak gagasan untuk memasukkan eksternalitas dalam analisis mereka.
Bagaimanapun, apa yang dianjurkan disini bukan berarti mereka meninggalkan keuntungan
jangka pendek sebagai ukuran, tetapi mereka juga mempertimbangkan dampak bahwa
esternalitas saat ini memiliki kesempatan besar dalam memperngaruhi perusahaan baru di masa
depan.

3) Menangani Ketidakpastian Hasil


Dalam melakukan analisis dari adanya ketidakpastian hasil dapat didasarkan pada
perkiraan terbaik, dalam tiga kemungkinan (paling optimis, pesimis, dan perkiraan terbaik),
atau dalam nilai-nilai yang diharapkan, dimana dikembangkan dari sebuah simulasi komputer.

4) Identifikasi dan Peringkat Pemangku Kepentingan


Dasar dari pendekatan untuk Mengukur Dampak yang Dapat Dihitung dari Keputusan yang
diajukan agar Optimal dihasilkan dari pendekatan yang paling menyeluruh:

a. Hanya Laba atau Rugi


b. Laba atau Rugi disertai eksternalitas (Analisis Biaya – Manfaat / ABM)
c. Laba atau Rugi disertai eksternalitas ditambah probabilitas hasil (Analisis Risiko –
Manfaat / RBA)
d. ABM atau RBA ditambah peringkat pemangku kepentingan

5. Penilaian Dampak yang Tidak Dapat Dikuantifikasikan


1) Keadilan di antara para pemangku kepentingan
Harapan mendapatkan perlakuan yang adil merupakan hak dari setiap individu dan
kelompok, tetapi hal ini perlu diperlakukan secara terpisah mengingat pentingnya pengambilan
keputusan etis. Salah satunya dalam pengambilan keputusan yang tidak diskriminatif, misalnya
menyangkut masalah perekrutan, promosi, dan pembayaran.

15
2) Hak pemangku kepentingan
Sebuah keputusan hanya akan dianggap etis jika dampaknya tidak mengganggu hak para
pemangku kepentingan dan hak dari pembuat keputusan. Nilai ini dapat dilihat dalam kasus
keputusan yang dibuat oleh para eksekutif yang menganut nilai-nilai yang membuat mereka
tersinggung oleh isu pekerja dibawah umur atau rendahnya standar keselamatan kerja dinegara-
negara berkembang. Para eksekutif yang membuta keputusan merupakan pemangku
kepentingan bagi hak mereka sendiri. Sebagai contoh, karyawan dan konsumen dilindungi
undang – undang kesehatan dan keselamatan, sedangkan martabat dan privasi dilindung hukum
umum, dan efek jera menjadi subjek dari sanksi publik.
Berikut Hak Pemangku Kepentingan:
a. Kehidupan;
b. Kesehatan dan keselamatan;
c. Perlakuan Adil;
d. Penggunaan hati nurani;
e. Harga diri dan privasi; dan
f. Kebebasan berbicara.

6. Kekeliruan Umum dalam Pengambilan Keputusan Etis


Menghindari perangkap umum pengambilan keputusan etis sangatlah penting. Pengalaman
menunjukkan bahwa para pengambil keputusan secara berulang-ulang membuat kesalahan
berikut:
1) Menyetujui budaya perusahaan yang tidak etis
Ada banyak contoh dimana budaya perusahaan yang tidak didasarkan pada nilai-nilai etika
telah memengaruhi atau memotivasi eksekutif dan karyawan untuk membuat/mengambil
keputusan yang tidak etis. Seperti budaya yang tidak etis di Enron, WorldCom, Arthur
Andersen, Tyco, Adelphia, dan lainnya memaksa para eksekutif dan karyawan untuk
mengambil keputusan yang salah besar. Dalam banyak kasus, tidak adanya etika
kepemimpinan dapat menjadi penyebabnya. Di lain kasus, perusahaan itu diam atau kurang
jelas tentang nilai-nilai inti mereka, atau ini disalahartikan, untuk memungkinkan diambilnya
tindakan tidak etis dan ilegal.

16
Pada kesempatan lain, sistem penghargaan yang tidak etis memotivasi karyawan untuk
memanipulasi hasil keuangan atau berfokus pada kegiatan yang tidak dalam kepentingan
terbaik organisasi.

2) Salah menafsirkan harapan masyarakat


Banyak eksekutif salah mengira bahwa tindakan tidak etis dapat diterima karena:

a. semua orang melakukannya,


b. jika saya tidak melakukannya, orang lain akan melakukannya, atau
c. saya bebas dari beban tanggung jawab karena atasan memerintahkan saya untuk
melakukannya,
Dalam dunia sekarang ini, pembenaran bagi keputusan yang tidak etis sangat
mencurigakan. Setiap tindakan harus dipikirkan dengan saksama dari sisi standar etika

3) Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan dampak pada pemegang saham
Sering kali, dampak yang paling signifikan (bagi para pemangku kepentingan yang bukan
pemegang saham) dari tindakan yang diusulkan adalah apa yang akan terjadi di masa depan
akan terlebih dahulu menimpa pemangku kepentingan yang bukan pemegang saham. Hanya
setelah kelompok-kelompok ini bereaksi barulah pemegang saham menanggung biaya untuk
kelakuan buruk mereka. Sarana bagi pemikiran yang dangkal ini adalah untuk memastikan
padangan yang tepat untuk melakukan analisis, dan untuk memperhitungkan eksternalitas atas
dasar biaya dampak dari manfaat yang diukur pada awalnya dirasakan oleh sekelompok non
pemengang saham.

4) Berfokus hanya pada legalitas


Banyak manajer hanya peduli dengan suatu tindakan yang sah secara hukum. Mereka
berpendapat, jika sah secara hukum, maka tindakan tersebut etis. Sayangnya, banyak
ditemukan perusahaan yang dikenai boikot konsumen, karyawan yang mundur,
meningkatnyaregulasi pemerintah untuk menutup celah, dan denda. Beberapa tidak peduli
karena mereka hanya berniat untuk bekerja di perusahaan ini untuk sementara waktu. Faktanya
adalah undang-undang dan peraturan tidak seperti yang diinginkan masyarakat, tetapi reaksi
bisa datang jauh sebelum undang-undang dan peraturan yang baru dibuat. Salah satu alasannya
adalah bahwa perusahaan mencoba memengaruhi perubahan aturan tersebut.

17
Hanya karena tindakan yang diusulkan sah secara hukum, tidak berarti itu membuatnya
menjadi tindakan yang etis.

5) Batas keberimbangan
Terkadang, pengambil keputusan memiliki sikap bias atau ingin bersikap adil hanya untuk
kelompok yang mereka suka. Sayangnya, mereka tidak memiliki kemampuan untuk
mengendalikan opini publik dan biasanya harus membayar kekeliruan mereka di akhir. Banyak
eksekutif telah mengalah pada organisasi-organisasi aktivis, tetapi juga belajar bahwa jika isu-
isu lingkungan diabaikan maka akan berbahaya bagi mereka. Sebuah kajian penuh tentang
keadilan untuk semua pemangku kepentingan adalah satu-satunya cara untuk memastikan
sebuah keputusan akan menjadi etis.

6) Batas untuk meneliti hak


Bias tidak terbatas pada keadilan saja. Para pembuat keputusan harus meneliti dampak pada
keseluruhan hak semua kelompok pemangku kepentingan. Selain itu, para pembuat keputusan
harus didorong untukmempertimbangkan nilai-nilai mereka sendiri saat membuat keputusan.

7) Konflik kepentingan
Bias yang didasarkan atas prasangka bukan satu-satunyaalasan penilaian keliru dari
tindakan yang diusulkan. Penilaian dapat menutupi kepentingan pribadi yang saling
bertentangan kepentingan pengambil keputusan versus kepentingan terbaik perusahaan, atau
kepentingan kelompok dimana pembuat keputusan bersikap parsial versus kepentingan terbaik
perusahaan keduanya dapat menyebabkan penilaian dan keputusan yang keliru. Kadang-
kadang, karyawan terjebak pada apa yang disebut dengan slippery slope, dimana mereka mulai
dengan keputusan kecil yang bertentangan dengan kepentingan majikan mereka, diikuti oleh
keputusan lain yang tumbuh secara signifikan, dan akan menjadi sangat sulit untuk mengoreksi
atau mengakui keputusan yang mereka buat sebelumnya.

8) Keterkaitan di antara pemangku kepentingan


Sering kali, para pengambil keputusan gagal mengantisipasi apa yang mereka lakukan
untuk satu kelompok akan berkontribusi memicu tindakan orang lain. Sebagai contoh,
pencemaran lingkungan di Negara yang jauh dari perusahaan dapat menyebabkan reaksi
negative dari pelanggan dalam negeri dan pasar modal.

18
9) Kegagalan untuk mengidentifikasi semua kelompok pemangku kepentingan
Kebutuhan untuk mengidentifikasi semua kelompok pemangku kepentingan dan
kepentingan mereka sebelum menilai dampaknya pada masing-masing kelompok merupakan
bukti pribadi. Namun, hal ini merupakan langkah yang sering diambil tanpa pemahaman,
dengan hasl bahwa isu-isu penting menjadi tidak diketahui. Pendekatan yang berguna untuk
membantu masalah ini adalah untuk berspekulasi pada kemungkinan buruk yang mungkin
terjadi dari tindakan yang diusulkan, dan mencoba untuk menilai bagaimana media akan
beraksi. Hal ini sering mengarah pada identifikasi kelompok pemangku kepentingan yang
paling rentan.

10) Kegagalan untuk membuat peringkat kepentingan tertentu dari para pemangku
kepentingan
Kecenderungan yang umum adalah untuk memperlakukan kepentingan seluruh pemangku
kepentingan menjadi sama pentingnya. Namun, mereka yang mendesak biasanya menjadi yang
terpenting. Mengabaikan hal ini benar-benar picik, dan dapat menghasilkan keputusan yang
suboptimal dan tidak etis.

11) Mengacuhkan kekayaan,keadilan, atau hak


Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, keputusan etis yang komprehensif tidak bisa
dilakukan jika salah satu dari ketiga aspek ini ada yang terlupakan. Namun, berulang kali para
pembuat keputusan mengambil jalan pendek dan menderita akibatnya.

12) Kegagalan untuk mempertimbangkan motivasi untuk keputusan


Selama bertahun-tahun, pengusaha dan professional tidak khawatir tentang motivasi untuk
sebuah tindakan, selama konsekuensinya dapat diterima. Sayangnya, banyak pengambil
keputusan kehilangan kebutuhan untuk meningkatkan manfaat bersih secara keseluruhan bagi
semua (atau sebanyak mungkin orang), dan mengambil/membuat keputusan yang dibuat untuk
menguntungkan dirinya, atau hanya beberapa di antaranya, yang bermanfaat dalam jangka
pendek dan merugikan orang lain pada jangka panjang. Keputusan picik ini, yang diambil demi
keputusah pribadi pengambil keputusan, mencerminkan risiko tata kelola yang tinggi bagi
organisasi.

13) Kegagalan untuk mempertimbangkan kebajikan yang diharapkan untuk ditunjukkan.


Anggota dewan, eksekutif, dan akuntan professional diharapkan untuk bertindak dengan
itikad baik dan melaksanakan tugas fidusia bagi orang-orang yang bergantung pada mereka.

19
Mengabaikan kebajikan yang diharapkan dari mereka dapat menyebabkan ketidakjujuran,
kurangnya integritas dalam penyusunan laporan, kegagalan untuk bertindak atas nama
pemangku kepentingan, dan kegagalan untuk menunjukkan keberanian dalam menghadapi
orang lain yang terlibat dalam tindakan tidak etis, atau whistle-blowing saat dibutuhan.
Akuntan professional yang mengabaikan kebajikan yang diharapkan dari mereka cenderung
melupakan bahwa mereka diharapkan untuk melindungi kepentingan umum.

7. Sebuah Kerangka Kerja Komprehensif Pengambilan Keputusan Etis


Pendekatan terbaik EDM akan bergantung pada sifat dari tindakan yang diusulkan atau
dilema etikan dan pemangku kepentingan yang terlibat . Sebagai contoh, sebuah masalah yang
melibatkan dampak jangka pendek dan tidak ada eksternalitas mungkin cocok untuk analisis 5
pertanyaan yang dimodifikasi, Masalah dengan dampak jangka panjang dan ekternalitas ini
mungkin lebih cocok dengan pendekatan standar moral yang dimodifikasi, atau pendekatan
pastin yang dimodifikasi. Masalah signifikansi bagi masyarakat dari pada bagi perusahaan
kemungkinan akan baik jika dianalisis menggunakan pendekatan filosofis, atau pendekatan
standar moral yang dimodifikasi. Pendekatan EDM apaun yang digunakan, pembuat keputusan
harus mepertimbangkan semua isu yang diangkat .

8. Ringkasan Langkah-langkah untuk sebuah Keputusan Etis


Pendekatan dan isu-isu yang telah dijelaskan sebelumnya dapat digunakan secara terpisah
atau dalam kombinasi gabungan untuk membantu dalam mengambil keputusan etis.
Pengalaman menunjukan bahwa dengan menyelesaikan tiga langkah berikut menyediakan
dasar untuk menantang keputusan yang diusulkan.
1) Identifikasi fakta dan semua kolompok pemangku kepentingan serta kepentingan yang
mungkin akan terpengaruhi.
2) Membuat peringkat para pemangku kepentingan serta kepentingan mereka,identifikasi
yang paling penting dan lebih mempertimbangkan mereka dalam analisis.
3) Menilai dampak dari tindakan yang diusulkan pada setiap kepeentingan kelompok
pemangku kepentingan berkenaan dengaan kekayaan mereka,keadilan perlakuan, dan
hak-hak lainnya, termasuk harapan kebajikan ,menggunakan pertanyaan kerangka kerja
yang komperhensif , dan memastikan bahwa perangkap umum yang dibahas nanti tidak
masuk kedalam analisis
20
Akan sangat membantu untuk mengorganisasikan analisis keputusan etis menggunakan tujuh
langkah yang digariskan oleh American Accounting (1993) sebagai berikut:

1) Tentukan fakta – apa, siapa, di mana, kapan, dan bagaimana


2) Menetapkan isu etis
3) Mengidentifikasi prinsip-prinsip utama, aturan, dan nilai-nilai.
4) Tentukan alternatif
5) Bandingkan nilai-nilai dan alternatif, serta melihat apakah muncul keputusan yang
jelas
6) Menilai konsekuensi
7) Membuat keputusan Anda

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Analisis dampak pemangku kepentingan menawarkan cara formal dalam membawa
kebutuhan dari organisasi dan individu konsikuennya (masyarakat) kepada sebuah keputusan.
Perdagangan merupakan hal yang sulit dan dapat memperoleh keuntungan dari kemajuan
teknik semacam itu. Penting untuk tidak melupakan fakta bahwa konsep analisis
dampak pemangku kepentingan yang dibahas dalam makalah ini perlu diterapkan bukan
merupakan teknik tunggal, tetapi (teknik) bersama-samasebagai suatu perangkat. Hanya
dengan begitulah suatu analisis yang komprehensifakan dicapai dan keputusan etis dapat
dibuat. Bergantung pada sifat dari keputusan yang akan dihadapi, dan pemangku kepentingan
yang akan terpengaruhi, analisisyang tepat dapat didasarkan pada konsekuensialisme,
deontologi, dan etika kebajikan sebagai kumpulan, atau salah satu dari 5-pertanyaan yang
dimodifikasi, standarmoral, atau pendekatan Pastin, dengan mempertimbangkan kemungkinan
adanya masalah bersama yang timbul. Setiap pendekatan EDM yang komprehensif harus
menyertakan tidak hanya sebuah pemeriksaan dampak keputusan atau tindakan, tetapi juga
analisis gap dari motivasi kebajikan, dan sifat karakter yang terlihat.
Seorang akuntan profesional dapat menggunakan analisis pemangkukepentingan dalam
membuat keputusan tentang akuntansi, audit, hal-hal praktik, danharus siap untuk
memperisiapkan atau membantu majikan atau klien dalam analisis tersebut seperti yang saat
ini menjadi kasus di area lain. Meskipun banyak eksekutif berorientasi angka dan
akuntan waspada jika terlibat dengan analisi subjektif ―lunak yang menggambarkan analisis
kebijakan dan harapan para pemangku kepentingan,mereka harus ingat bahwa dunia telah
berubah dengan menempatkan nilai yang jauhlebih tinggi pada informasi non-angka. Mereka
harus berhati-hati menempatkan bobot terlalu banyak dalam analisis numerik,jika tidak mereka
jatuh ke dalam perangkap ekonom yang sebagaimana dikatakan Oscar Wilde : “ ketahuilah
harga dari segala sesutu dan nilai dari sesuatu yang sebenarnya tidak bernilai.”
Direksi, eksekutif, dan akuntan juga harus mengerti bahwa teknik-teknik yang dibahas
dalam makalah ini menawarkan pemahaman berarti yang lebih baik dalam hal interaksi di
antara organisasi mereka dan/atau profesi dan potensi pendukung.

22
Penilaian dampak terhadap Pemangku kepentingan bila dikombinasikan dengan peringkat
kemampuan setiap pemangku kepentingan untuk melawan aksi akan mengarah pada
pencapaian sasaran strategis yang lebih baik berdasarkan pemangku kepentingan yang puas.
Operasi yang berhasil dalam jaringan pemangku kepentingan global akan memerlukan
tindakan di masa depan yang tidak hanya sah secara hukum,tetapi juga dapat dipertahankan
secara etis.

B. Saran
Diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun
dapat mengambil keputusan etis praktis yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
menjalankan usaha/bisnisnya, seorang pengusaha haruslah mengambil keputusan yang etis.
Melalui kasus diatas diharapkan pula memberikan kesadaran yang jauh lebih besar dari
masalah-masalah dan tren etika yang sedang berjalan,termasuk konflik kepentingan dan
kontrol kepentingan pribadi. Kita harus mampu melakukan persaingan yang bebas dari segala
bentuk kecurangan dan tidak hanya untuk mencari keuntungan semata dengan menghalalkan
segala cara atau perbuatan setiap haruslah mencerminkan tata kelola dan etika yang ia junjung.
Sebaiknya usahanya memulai sebelum pengetahuan atau pelatihan dasar-dasar yang harus
dipatuhi seperti yang terdapat dalam kode menjadi landasan dasarnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno, dan I Cenik Ardana. Etika Bisnis Dan Profesi: Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya. Edisi Revisi, cetakan keenam, Jakarta: Salemba Empat, 2017.

Leonard J. Brooks dan Paul Dunn. Etika Bisnis & Profesi untuk Direktur, Eksekutif, dan Akuntan
(Bussiness & Professional Ethics for Directors, Executives & Accountants). Edisi 5 Buku 1, Jakarta:
Salemba Empat, 2014.

24

Anda mungkin juga menyukai