Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya sistem diciptakan untuk menangani sesuatu yang


berulangkali atau secara rutin terjadi. Sistem akuntansi sangat erat hubungannya
dengan organisasi atau perusahaan termasuk lembaga untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Dalam sistem akuntansi, manajemen harus bisa merancang dan
melaksanakan sistem akuntansi yang baik untuk menangani kegiatan pokok
perusahaan.
Sistem akuntansi perusahaan dapat dikatakan berjalan baik apabila tujuan
sistemnya tercapai, misalnya perusahaan dapat menyampaikan informasi yang
dibutuhkan manajemen dan pihak lain secara tepat dan cepat tanpa ada hambatan
apapun. Perusahaan juga berupaya menjaga dan mengamankan kekayaan yang
dimiliki perusahaan dengan baik supaya tujuan sistem akutansinya dapat tercapai.
Prosedur menurut Mulyadi (2008:5) adalah suatu urutan kegiatan
klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih
yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan
yang terjadi berulang-ulang. Sehingga prosdur merupakan satu hal yang sangat
pnting untuk dimiliki suatu perusahaan agar kegiatan pokok perusahaan tersebut
dapat berjalan dengan baik dan terstruktur.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang dibentuk
berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan baik di sektor perbankan,
pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank seperti Asuransi, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor
Perbankan sebagaimana dimaksud dalam UU No.21 Tahun 2011 Pasal 6 huruf a,
OJK mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengawasi mengenai

1
kelembagaan bank, kesehatan bank, dan aspek kehati-hatian bank. Adapun
perbankan yang diawasi OJK terdiri dari Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat
dan Bank Syariah.
Bank Perkreditan Rakyat merupakan salah satu pelaku dalam pasar
keuangan mikro yang berperan penting bagi masyarakat Indonesia dalam
melayani Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan masyarakat setempat, serta
berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi daerah atau dengan kata lain BPR
berkontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian di Indonesia.
Berikut ini tabel jumlah BPR yang ada di Indonesia :

Tabel 1.1
Jumlah BPR di Indonesia
TAHUN JUMLAH BPR
2013 1.635
2014 1.643
2015 1.644
2016 1.641
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia (SPI) publikasi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Pada tahun 2015 ke tahun 2016 terjadi penurunan sebanyak tiga BPR di
Indonesia. BPR tersebut diantaranya BPR Cita Makmur Lestari di Banten, BPR
Carano Nagari di Sumatera Barat, dan BPRS Al-Hidayah di Jawa Timur.
Penutupan ketiga BPR tersebut dikarenakan BPR-BPR yang bersangkutan
diketahui sudah berada dalam kondisi bank yang tidak dapat disehatkan setelah
dilakukannya pengawasan yang dilakukan oleh OJK.
Disamping itu, jumlah BPR di Indonesia jauh lebih banyak daripada
jumlah Bank Umum dan BPR mempunyai lokasi yang pada umumnya jauh dari
pusat kota. Hal tersebut menyebabkan tingkat kecurangan BPR jauh lebih besar
sehingga perlu diadakannya pengawasan yang baik terhadap BPR baik itu
pengawasan secara tidak langsung maupun secara langsung.
Lebih lanjut, dalam rangka pengembangan BPR, terdapat aspek
pengawasan khusus terhadap BPR itu sendiri yang dilakukan oleh Otoritas Jasa

2
Keuangan, karena OJK sebagai Otoritas Pengawas Jasa Keuangan juga memiliki
andil dalam hal tersebut dengan melakukan pengawasan yang efektif.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, tim penulis tertarik untuk
mengangkat laporan yang berjudul “Tinjauan Sistem Pengawasan Bank
Perkreditan Rakyat yang Dilakukan oleh Kantor Regional 7 Otoritas Jasa
Keuangan Sumatera Bagian Selatan”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang dapat dirumuskan
yaitu bagaimana sistem pengawasan BPR yang dilakukan oleh Kantor Regional 7
Otoritas Jasa Keuangan Sumbagsel ?

1.3 Batasan Masalah


Dalam penulisan laporan kerja praktek ini, penulis hanya akan membahas
mengenai prosedur pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Regional 7 Otoritas
Jasa Keuangan Sumbagsel terhadap Bank Perkreditan Rakyat (BPR) khususnya
pengawasan secara langsung (On Site) dan pengawasan secara tidak langsung(Off
Site) serta BPR dalam pengawasan khusus (BPR DPK).

1.4 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, ada pun tujuan dari penulisan ini
yakni untuk mengetahui sistem pengawasan BPR yang dilakukan oleh Kantor
Regional 7 Otoritas Jasa Keuangan Sumbagsel.

1.5 Manfaat Penulisan


Hasil penulian ini diharapkan dapat memberi manfaat, yaitu:

1.5.1 Bagi Penulis

Dapat menambah pengalaman dalam melakukan praktek kerja di Kantor


Regional 7 Otoritas Jasa Keuangan Sumbagsel, serta menambah
pengetahuan dalam prosedur pengawasan yang dilakukan OJK terutama
terhadap BPR.

3
1.5.2 Bagi Lembaga

Untuk menambah referensi bacaan bagi pembaca, khususnya bagi


Mahasiswa akuntansi Politeknik Negeri Sriwijaya guna menambah
pengetahuan mengenai praktek kerja di Kantor Regional 7 Otoritas Jasa
Keuangan Palembang sekaligus sebagai bahan referensi untuk menyusun
laporan selanjutnya.

4
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Singkat Otoritas Jasa Keuangan

Sejarah terbentuknya OJK yang bermula dari UU No. 34 Tahun 2004


dimana BI diberi amanat untuk membentuk suatu lembaga pengawas jasa
keuangan independen paling lambat hingga akhir tahun 2010. Undang-undang
yang menandai lahirnya OJK ialah UU No. 21 Tahun 2011 yang berisi mengenai
ketentuan lebih detil mengenai OJK, beberapa di antaranya ialah visi, misi, tugas,
serta kewenangan OJK. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa fungsi OJK adalah
dapat menyelenggarakan pengaturan dan pengawasan terintegrasi pada kegiatan di
sektor jasa keuangan.

OJK sendiri merupakan peleburan dari dua institusi besar di Indonesia,


yakni Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia. Sehingga staf OJK saat ini lebih
didominasi oleh staf dari dua institusi tersebut yang ditugaskan. Berdasarkan
fungsi dan tugasnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan Otoritas yang mengatur,
mengawasi dan melindungi.

Disampaikan pula industri keuangan yang diawasi dan diatur OJK antara
lain industri perbankan, industri pasar modal serta IKNB (Industri Keuangan Non
Bank) yang berupa perusahaan asuransi, dana pensiun, leasing, serta pegadaian.

OJK memiliki kantor perwakilan yang berlokasi di beberapa wilayah


Indonesia dengan cakupan regional masing-masing. Salah satu kantor perwakilan
OJK berada di wilayah Sumatera Bagian Selatan tepatnya di Palembang.
Sebelumnya, Kantor OJK di Palembang, merupakan kantor OJK yang berada
dalam Kantor Regional Sumatera. Namun, sejak tanggal 1 Januari 2016,
berdasarkan PDK No.1/PDK No.2/2016 Kantor Otoritas Jasa Keuangan Sumsel
(KOJK Sumsel) berubah menjadi Kantor Regional 7 Sumbagsel (KR 7
Sumbagsel) yang membawahi koordinasi KOJK Jambi, Lampung, Bengkulu, dan
Bangka Belitung. Kantor Regional 7 Otoritas Jasa Keuangan Sumbagsel
beralamat di Jalan Residen H. Abdul Rozaq No.99 Kota Palembang sejak tanggal

5
1 Juni 2016 yang sebelumnya berlokasi di Gedung Bank Indonesia Lantai 3 dan 4,
Jalan Jendral Sudirman No.201 Kota Palembang.

2.2 Lambang OJK


Gambar 2.1
Lambang OJK

Kata OJK pada lambang merupakan singkatan dari Otoritas Jasa


Keuangan. Pada lambang OJK terdapat bendera merah putih yang merupakan
bendera Indonesia mengingat OJK merupakan salah satu lembaga negara yang
ada di Indonesia.

2.3 Visi dan Misi Otoritas Jasa Keuangan


2.3.1 Visi OJK
Menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya,
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu
mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional
yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.

2.3.2 Misi OJK


1. Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
2. Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil; dan
3. Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

6
2.4 Tujuan Otoritas Jasa Keuangan
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor
jasa keuangan :
1. Terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel;
2. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, dan
3. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

2.5 Fungsi, Tugas dan Wewenang OJK


2.5.1 Fungsi OJK
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan.

2.5.2 Tugas OJK


Gambar 2.1
Tugas OJK

OJK melaksanakan tugas pengaturan dan


pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di
sektor:

Perbankan IKNB Pasar Modal

1. Bank Umum 1. Perasuransian


2. BPR 2. Dana Pensiun
3. Lembaga Pembiayaan
4. Lembaga Jasa
Konvensional Keuangan Lainnya
dan Syariah

7
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan syariah
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan dan
undang-undang mengenai perbankan syariah.

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal


Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran
Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan
dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan Efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
mengenai pasar modal.

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun,


Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
- Perasuransian adalah usaha perasuransian yang bergerak di sektor
usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan
menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi
asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat
pemakai jasa asuransi terhadap timbulnya kerugian karena suatu
peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya
seseorang, usaha reasuransi, dan usaha penunjang usaha asuransi
yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian
asuransi dan jasa aktuaria, sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang mengenai usaha perasuransian.

- Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan


menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai dana
pensiun.

8
- Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang
modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan mengenai lembaga pembiayaan.

- Lembaga Jasa Keuangan Lainnya adalah pergadaian, lembaga


penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan
pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat
wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun,
dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan mengenai pergadaian, penjaminan, lembaga
pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder
perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib,
serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh
OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2.5.3 Wewenang OJK


Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor
Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai
wewenang:
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang
meliputi:
1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank,
anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan
sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank,
serta pencabutan izin usaha bank; dan

2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana,


produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

9
1. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan
modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio
pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;

2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;

3. Sistem informasi debitur;

4. Pengujian kredit (credit testing); dan

5. Standar akuntansi bank;

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank,


meliputi:

1. Manajemen risiko;

2. Tata kelola bank;

3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan

4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan

5. Pemeriksaan bank.

2.6 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas OJK

2.6.1 Struktur Organisasi OJK KR 7 Sumbagsel


Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 7 Sumatera Bagian Selatan ( KR
7 Sumbagsel ) memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) sebanyak 53 orang.
Dengan 25 orang pegawai tetap, 4 pegawai kontrak, 9 tenaga kerja outsourcing
dan 15 tenaga pendukung operasional logistic. Struktur organisasi Otoritas Jasa
Keuangan KR 7 Sumbagsel dapat dilihat pada Lampiran 13.

2.6.2 Uraian Tugas OJK KR 7 Sumbagsel

Sesuai dengan tugas dan fungsi OJK wide yaitu mengatur, mengawasi dan
melindungi, yang dalam hal ini fungsi pengaturan hanya dilakukan oleh kantor
pusat. Tugas dan fungsi Kantor Regional (KR) adalah:

1. Melaksanakan pengawasan terhadap BU/BUS, 27 BPR/BPRS (25 BPR


dan 2 BPRS) dan 1 (satu) PT BPD yang brkantor pusat di wilayah kerja

10
Kantor Regional 7 Sumatera Bagian Selatan (KR 7 Sumbagsel) baik
secara off-site melalui analisis terhadap laporan berkala dan insidentil yang
disampaikan bank secara on-line dan off-line, maupun kegiatan
pemeriksaan (on-site) dengan mendatangi langsung on the spot (OTS)
melalui pendekatan pengawasan sesuai ketetuan yang berlaku.

2. Melaksanakan pengawasan terhadap Industri Keuangan Non-Bank


(IKNB), Manajer Investigasi dan Perusahaan Efek Pasar Modal yang
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Regional 7 Sumatera Bagian
Selatan (KR 7 Sumbagsel), baik secara off-site melalui analisis terhadap
laporan berkala dan insidentil, maupun kegiatan pemeriksaan (on-site)
dengan pendekatan pengawasan sesuai ketetuan yang berlaku.

3. Melaksanakan fungsi Edukasi dan Perlindungan Konsumen (EPK) di


wilayah kerja Kantor Regional 7 Sumatera Bagian Selatan (KR 7
Sumbagsel).

4. Melaksanakan proses penilaian Fit and Proper Test, memberikan ijin


operaional dan rekomendasi berkaitan dengan aspek kelembagaan LJK
sektor perbankan, pasar modal, dan IKNB yang menjadi aspek
pengawasannya.

5. Meaksanakan koordinasi pengawasan LJK sektor perbankan, pasar modal,


dan IKNB terhadap KOJK di bawah koordinasinya.

6. Mengelola administrasi anggaran dan logistik, administrasi sumber daya


manusia dan kesekretariatan serta administrasi manajemen kinerja satuan
kerja.

Tugas Kantor Regional 7 Sematera Bagian Selatan (KR 7 Sumbagsel)


dilimpahkan kepada 2 deputi direktur (saat ini jabatan deputi direktur manajemen
strategis, EPK, dan kemitraan pemerintah daerah masih dirangkap oleh deputi
direktur pengawasan LJK), yaitu:

1. Deputi Direktur LJK

11
a. Melakukan pembinaan, pengawasan langsung dan tidak langsung,
menyediakan informasi tentang kondisi dan permasalahan,
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dan menyelesaikan
proses pencabutan izin usaha dan tidak lanjutnya terhadap LJK
yang menjadi obyek pengawasannya.

b. Memberikan masukan tentang efektifitas kebijaksanaan LJK di


wilayah kerjanya.

c. Memberikan bantuan atas pembinaan dan pengawasan kantor-


kantor LJK yang mempunyai kantor pusat di luar wilayah kerja
(non dedicated).

d. Melakukan peran aktif dalam menciptakan perkembangan yang


sehat dari LJK dalam wilayah kerja (dedicated dan non dedicated).

e. Membantu pelaksanaan tugas pengaasan spesialisasi teknologi


informasi.

f. Melakukan evaluasi kesesuaian antara komposisi bagian


pengawasan dengan bebas tugasnya.

2. Deputi Direktur Manajemen Strategis, EPK, dan Kemitraan Pemerintah


Daerah

a. Melakukan pendekatan atas keterlambatan dan kesalahan laporan.

b. Melaksanakan fungsi EPK di wilayah kerja.

c. Melaksanakan fungsi kemitraan terhadap pemerintah daerah dalam


rangka pengembangan ekonomi dan keuangan daerah.

d. Menjalankan fungsi sebagai Liaison Officer KOJK di bawah


koordinasinya.

e. Melaksanakan fungsi kehumasan OJK di wilayah kerja Kantor


Regional 7 Sumatera Bagian Selatan.

12
f. Melaksanakan urusan administrasi (organisasi, SDM, anggaran,
keuangan, kelogistikan, kesekretariatan) dan manajemen Kinerja
Satuan Kerja.

2.7 Budaya Kerja Kantor Regional 7 Sumatera Bagian Selatan (KR 7


Sumbagsel)

Kantor Regional Sumatera Bagian Selatan memiliki 4 (empat) budaya


kerja sebagai berikut:

1. Bukit Siguntang (Budayakan Kegiatan Sharing Informasi Guna Tambah


Pengetahuan)

Bukit Siguntang merupakan program kerja dari OJK Cerdas. Bukit


Siguntang memiliki beberapa kegiatan yaitu sharing informasi, membuat
mini library, dan penilaian. Sharing informasi merupakan kegiatan
berbagai pengetahuan yang didapatkan oleh insan OJK dari hasil
sosialisasi maupun yang didapat dari sumber lain. Kegiatan ini diadakan
sekali dalam dua minggu dengan melibatkan seluruh insan OJK KR 7
Sumbagsel. Membuat mini library bertujuan menambah wawasan insan
OJK KR 7 Sumbagsel.

2. Benteng Kuto Besak (Bersihkan Tempat Kerja, Lingkungan Kenakan


Busana Standar OJK, Bersalaman Sapa Khas OJK)

Benteng Kuto sebagai bagian dari program OJK. Ramah terdiri dari tiga
kegiatan utama, yaitu membersihkan dan merapikan dokumen di meja
kerja masing-masing minial sekali dalam dua minggu, mengenakan busana
kerja yang rapi dan sesuai standard OJK dan mengucapkan standar salam
OJK dan bersikap ramah kepada semua stokeholder.

3. Ampera (Ayo Memberikan Pelayanan Prima dengan Rasa Ikhlas)

Ampera berfokus pada monotoring terhadap target KR 7 dalam


menyediakan pelayanan, diantaranya 75% LHP selesai dalam waktu 8
hari, 80% hasil Fit and Proper Test selesai dalam waktu 24 hari, 90%
perizinan bank umum (KCP, KF, KK) selesai dalam waktu 16 hari, dan

13
75% walk-in customer memberikan penilaian minimal 5 dari skala 1-6
melalui kuesioner customer feedback. Ampera merupakan program kerja
OJK Gesit.

4. Pulo Kemaro (Kumpul Ontime Ketika Mau Berolahraga)

Pulo Kemaro sebagai bagian dari program OJK sehat terdiri dari 3
kegiatan utama yaitu Sehat Jasmani malalui senam bersama sekali dalam
seminggu yang diadakan setiap hari jumat. Sehar rohani malalui kegiatan
siraman rohani dengan mengundang pemuka agama yang diadakan sekali
dalamm 2 (dua) bulan. Sehat pikiran melalui kegiatan hiburan ataupun
kegiatan meditasi yang diadakan sekali dalam 2 (dua) bulan. Penilaian
masing-masing kgiatan dilihat dari kehadiran (minimal 60% dari jumlah
seluruh insan OJK KR 7 Sumbagsel).

2.8 Penerapan Pengawasan BPR di Kantor Regional 7 Sumbagsel


Pada saat ini, susunan organisasi dalam pengawasan BPR di Kantor
Regional 7 Sumatera Bagian Selatan adalah sebagai berikut :
Kepala Bagian : Bpk. Basri
Kepala Subbagian : Ibu Marlesa
Anggota : 1. Bpk. Kreshna
2. Bpk. Cep
3. Vina Juliastine
4. Tyas Erliza

2.9 Pengalihan Fungsi Perbankan dari BI ke OJK


2.9.1 Latar Belakang Pengalihan Fungsi Pengaturan dan Pengawasan
Perbankan
Untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh
secara berkelanjutan dan stabil diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel
serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen

14
dan masyarakat, sehingga diperlukan OJK yang memiliki fungsi, tugas,
dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan secara terpadu, independen dan akuntabel.
Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal,
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya beralih dari Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan - Kementerian Keuangan ke OJK. Sejak 31 Desember
2013 fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan
jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari BI ke OJK.
Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan,
aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan
dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK.
Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential merupakan
tugas dan wewenang BI. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan
macroprudential, OJK berkoordinasi dengan BI untuk melakukan
himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan.

2.9.2 Keputusan Bersama BI dan OJK


Kerjasama dan koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas BI dan
OJK guna mewujudkan sistem keuangan yang stabil dan
berkesinambungan tertuang dalam keputusan bersama tanggal 18 Oktober
2013 dengan prinsip dasar bersifat kolaboratif, meningkatkan efisiensi dan
efektifitas, menghindari duplikasi, melengkapi pengaturan sektor
keuangan, dan memastikan kelancaran pelaksanaan tugas BI dan OJK.
Ruang lingkup bentuk kerjasama dan koordinasi dalam rangka
mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang BI dan OJK yang sejalan
dengan UU BI dan UU OJK, meliputi:
1. Bekerjasama dan koordinasi dalam pelaksanaan tugas sesuai
kewenangan masing-masing;
2. Pertukaran informasi Lembaga Jasa Keuangan serta pengelolaan

15
sistem pelaporan bank dan perusahaan pembiayaan oleh BI dan OJK;
3. Penggunaan kekayaan dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan
BI oleh OJK; dan
4. Pengelolaan pejabat dan pegawai BI yang dialihkan atau dipekerjakan
pada OJK.

2.9.3 Pengawasan Terintegrasi


Perkembangan sektor keuangan yang terintegrasi menuntut OJK
untuk melakukan pengawasan secara terintegrasi dengan tujuan
meningkatkan efektivitas pengawasan atas lembaga jasa keuangan secara
terintegrasi antar sub sektor keuangan. Pelaksanaan pengawasan
terintegrasi diharapkan dapat menurunkan potensi risiko sistemik
kelompok jasa keuangan, mengurangi potensi moral hazard,
mengoptimalkan perlindungan konsumen jasa keuangan dan mewujudkan
stabilitas sistem keuangan. OJK mencanangkan 8 program strategis:
1. Integrasi pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan,
2. Peningkatan kapasitas pengaturan dan pengawasan,
3. Penguatan ketahanan dan kinerja sistem keuangan,
4. Peningkatan stabilitas sistem keuangan,
5. Peningkatan budaya tata kelola dan manajemen risiko di lembaga
keuangan,
6. Pembentukan perlindungan konsumen keuangan yang terintegrasi
serta melaksanakan edukasi dan sosialisasi yang massif dan
komprehensif,
7. Peningkatan profesionalisme sumber daya manusia, dan
8. Peningkatan tata kelola internal dan quality assurance. Selain
kedelapan program strategis tersebut, ada 3 kegiatan strategis lainnya
yang juga menjadi garapan ojk yaitu kerjasama domestik dan
internasional, persiapan pengalihan fungsi pengawasan dan
pengaturan perbankan ke ojk dan kegiatan yang dilaksanakan oleh
dewan komisioner ex-officio

16
2.10 Pengaturan dan Pengawasan Bank
Menurut Booklet Perbankan Tahun 2016 Edisi 3 OJK memberikan dan
mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, menetapkan
peraturan, melaksanakan pengawasan bank serta mengenakan sanksi terhadap
bank.
2.10.1 Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank
Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi
perbankan Indonesia agar tercipta sistem perbankan yang sehat secara
menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan
masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi
perekonomian nasional.

2.10.2 Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank


1. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan
untuk menetapkan tata cara perizinan dan pendirian suatu bank,
meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian
izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian
persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin
kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu;
2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu untuk
menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan
perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat guna
memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat;
3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu :
Pengawasan bank secara langsung (on-site supervision) terdiri dari
pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus dengan tujuan untuk
mendapatkan gambaran keadaan keuangan bank dan untuk memantau
tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku, serta untuk
mengetahui apakah terdapat praktik-praktik tidak sehat yang
membahayakan kelangsungan usaha bank;

17
Pengawasan tidak langsung (off-site supervision) yaitu pengawasan
melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan
bank, laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya.
4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction),
yaitu untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak
memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan
agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat;
5. Kewenangan untuk melakukan penyidikan (right to investigate)
Sesuai dengan UU, OJK mempunyai kewenangan untuk melakukan
penyidikan di sektor jasa keuangan, termasuk perbankan. Penyidikan
dilakukan oleh penyidik kepolisian Negara RI dan pejabat Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan OJK. Hasil penyidikan disampaikan
kepada Jaksa untuk dilakukan penuntutan.

2.10.3 Sistem Pengawasan Bank


Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini OJK melaksanakan
sistem pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan yaitu:
1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based
Supervision/CBS), yaitu pemantauan kepatuhan bank terhadap
ketentuan-ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan
bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah
beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip
kehati-hatian. Pengawasan terhadap pemenuhan aspek kepatuhan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan
Pengawasan Bank berdasarkan Risiko;
2. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision/ RBS), yaitu
pengawasan bank yang menggunakan strategi dan metodologi
berdasarkan risiko yang memungkinkan pengawas bank dapat
mendeteksi risiko yang signifikan secara dini dan mengambil tindakan
pengawasan yang sesuai dan tepat waktu.

18
Pengawasan/pemeriksaan bank berdasarkan risiko dilakukan terhadap
jenis-jenis risiko sebagai berikut :
Tabel 2.1
Jenis-jenis Risiko Bank
Jenis-Jenis Risiko Bank

Risiko Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek


Hukum yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan
adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-
undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan
seperti tidak dipenuhi syarat sah-nya kontrak dan
peningkatan agunan yang tidak sempurna.

Risiko Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi


Reputasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau
persepsi negatif terhadap bank.

Risiko Risiko yang antara lain disebabkan penetapan dan


Strategi pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan
keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurangnya
responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.

Risiko Risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak


Kepatuhan melaksanakan peraturan perundang-undangan dan
ketentuan lain yang berlaku

2.10.4 Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank


Penetapan status pengawasan bank terdiri dari:
a. Pengawasan normal;
b. Pengawasan intensif; dan
c. Pengawasan khusus.

19
Tabel 2.2
Pengawasan Intensif dan Pengawasan Khusus
Pengawasan Intensif Pengawasan Khusus
Kriteria
Bank ditempatkan dalam pengawasan OJK menetapkan Bank dalam
intensif (BDPI) apabila dinilai pengawasan khusus (BDPK) apabila
memiliki potensi kesulitan yang BDPI atau bank dalam pengawasan
membahayakan kelangsungan usaha normal, dinilai mengalami kesulitan
jika memenuhi satu atau lebih kriteria yang membahayakan kelangsungan
sebagai berikut: usahanya, yaitu apabila memenuhi
a. KPMM ≥ 8% namun kurang dari satu atau lebih kriteria sebagai berikut:
rasio KPMM sesuai profil risiko a. Rasio KPMM < 8%
Bank yang wajib dipenuhi oleh b. Rasio GWM dalam rupiah kurang
Bank. dari 5% dan berdasarkan penilaian
b. Rasio modal inti (Tier 1) kurang OJK
dari persentase terntentu yang  Bank mengalami permasalahan
ditetapkan oleh OJK. likuidasi mendasar; atau
c. Rasio GWM dalam Rupiah ≥ 5%  Bank mengalami perkembangan
namun kurang dari rasio yang yang memburuk dalam waktu
ditetapkan untuk GWM rupiah singkat
yang wajib di penuhi oleh Bank,
dan berdasarkan penilaian OJK,
Bank memiliki permasalahan
likuiditas mendasar.
d. Rasio kredit bermasalah (Non
Performing Loan) secara netto
lebih dari 5% dari total kredit.
e. Tingkat kesehatan bank dengan
peringkat komposit 4 atau 5.
f. Tingkat kesehatan bank dengan
peringkat komposit 3 dan GCG

20
dengan peringakat.

Jangka Waktu
OJK menetapkan BDPI paling lama OJK menetapkan BDPK paling lama 3
satu tahun sejak tanggal surat bulan sejak tanggal surat
pemberitahuan OJK pemberitahuan OJK.
OJK dapat memperpanjang jangka
waktu pengawasan intensif paling
banyak satu kali dan paling lama satu
tahun hanya untuk BDPI yang
memenuhi kriteria.
a. Kredit bermasalah ( Non
Performing Loan) secara netto
lebih dari 5% dari total kredit dan
penyelesaiannya bersifat kompleks.
b. Tingkat kesehatan Bank dengan
peringkat komposit 4 atau 5, dan
atau
c. Tingkat kesehatan bank dengan
peringkat komposit 3 dan GCG
dengan peringkat 4.
d. Khusus untuk kriteria b dan c,
perpanjangan jangka waktu BDPI
disertai pula dengan peningkatan
tindakan pengawasan.
Langkah-langkah Pengawasan
Memerintahkan Bank untuk 1. BDPK wajib melakukan
melakukan mandotory supervisory penambahan modal untuk
actions antara lain : memenuhi KPMM dan/atau
a. Menghapusbukukan kredit yang kewajiban pemenuhan GWM
tergolong macet dan sesuai dengan ketentuan yang

21
memperhitungkan kerugian Bank berlaku.
dengan modal bank. 2. Selain tindakan-tindakan
b. Membatasi pembayaran remunerasi pengawasan pada saat BDPI, dalam
atau bentuk lainnya yang rangka pengawasan khusu, OJK
dipersamakan dengan itu kepada berwenang :
anggota dewan komisaris dan/atau a. Melarang bank menjual atau
direksi Bank, atau imbalan kepada menurunkan jumlah aset tanpa
pihak terkait. persetujuan OJK kecuali untuk
c. Tidak melakukan pembayaran SBI, SBI Syariah, giro pada BI,
pinjaman subordinasi. tagihan antar bank, SBN
d. Tidak melakukan atau menunda dan/atau SBSN.
distribusi modal. b. Melarang bank mengubah
e. Memperkuat modal bank termasuk kepemilikan bagi:
melalui setoran modal. 1) Pemegang saham yang
f. Tidak melakukan transaksi tertentu memiliki saham bank
dengan pihak terkait dan/atau pihak sebesar 10% atau lebih
lain yang ditetapkan OJK. dan/atau
g. Membatasi pelaksanaan rencana 2) PSP termasuk pihak-pihak
penerbitan produk dan/atau yang melakukan
pelaksanaan aktivitas baru. pengendalian terhadap bank
h. Tidak melakukan atau membatasi dalam struktur kelompok
pertumbuhan aset, pernyertaan usaha bank, kecuali telah
dan/atau penyediaan dana baru. memperoleh persetujuan
i. Menjual sebagian atau seluruh OJK dan/atau
harta dan/atau kewajiban bank c. Memerintahkan bank untuk
kepada bank atau pihak lain. melaporkan setiap perubahan
j. Tidak melakukan ekspansi jaringan kepemilikan saham bank
kantor. kurang dari 10%.
k. Tidak melakukan kegiatan usaha
tertentu.
l. Menutup jaringan kantor Bank.

22
m. Tidak melakukan transaksi antar
bank.
n. Melakukan merger atau konsolidasi
dengan bank lain.
o. Mengganti Dewan Komisaris
dan/atau Direksi bank
p. Menyerahkan pengelolaan seluruh
atau sebagian kegiatan bank
kepada pihak lain dan/atau
q. Menjual bank kepada pembeli yang
bersedia mengambil alih seluruh
kewajiban modal.
BDPI wajib: OJK membekukan kegiatan usaha
a. Menyampaikan rencana tindak tertentu BDPK paling lama satu bulan
sesuai permasalahan yang dalam periode pengawasan khusus
dihadapi. apabila:
b. Menyampaikan realisasi rencana a. OJK menilai kondisi bank semakin
tindak. memburuk dan/atau
c. Menyampaikan daftar pihak terkait b. Terjadi pelanggaran ketentuan
secara lengkap dan/atau perbankan yang dilakukan oleh
d. Melakukan tindakan lainnya Direksi, Dewan Komisaris dan/atau
dan/atau melaporkan hal-hal PSP.
tertentu yang ditetapkan oleh OJK.
Dalam hal bank ditetapkan sebagai
BDPI karena permasalahan
permodalan, ban dan/atau pemegang
saham bank juga wajib menyampaikan
rencana perbaikan permodalan (capital
restoration plan) guna mengatasi
permasalahan permodalan bank.
Bank ditetapkan tidak lagi berada OJK mengumumkan BDPK yang

23
dalam pengawasan intensif apabila dibekukan kegiatan usaha tertentu
kondisi bank membaik dan sudah tidak beserta alasan dan tindakan perbaikan
memenuhi kriteria memiliki potensi yang wajib dilakukan dan/ atau
kesulitan yang membahayakan larangan yang diperitahkan OJK pada
kelangsungan usaha. dua surat kabar harian yang
mempunyai peredaran luas dan pada
homepages OJK. Sebaliknya, dalam
rangka keseimbangan informasi
kepada publik, maka apabila kondisi
Bank membaik dan tidak terkategori
sebagai Bank dalam pengawasan
khusus, maka OJK juga akan
mengumumkan.
OJK memberitahukan secara tertulis Bank yang dibekukan kegiatan usaha
kepada bank yang ditetapkan tidak lagi tertentunya, wajib memberitahukan
berada dalam pengawasan intensif kepada seluruh jaringan kantornya
kegiatan usaha tertentu yang
dibekukan

2.10.5 Bank yang Tidak Dapat Disehatkan


BDPK ditetapkan sebagai bank yang tidak dapat disehatkan apabila:
1. Jangka waktu pengawasan khusus belum terlampaui namun kondisi
bank menurun sehingga:
a. rasio KPMM ≤ 4% dan dinilai tidak dapat ditingkatkan menjadi 8%
dan/atau
b. rasio GWM dalam rupiah ≤ 0% dan dinilai tidak dapat diselesaikan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku; atau
2. Jangka waktu pengawasan khusus terlampaui dan:
a. rasio KPMM Bank < 8%; dan/atau
b. rasio GWM dalam rupiah < 5%.

24
2.10.6 Tindak Lanjut Penanganan Terhadap BPR Dalam Status Pengawasan
Khusus
OJK menetapkan BPR dalam status pengawasan khusus (BPR DPK)
apabila memenuhi 1 (satu) atau lebih kriteria sebagai berikut:
a. Rasio KPMM < 4%;
b. Cash Ratio (CR) rata-rata selama 6 bulan terakhir < 3%

OJK memberitahukan mengenai penetapan BPR dalam status pengawasan


khusus kepada BPR yang bersangkutan. Selain itu OJK juga memberitahukan
kepada LPS mengenai BPR yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus
disertai keterangan mengenai kondisi BPR yang bersangkutan.

Dalam rangka pengawasan khusus OJK dapat memerintahkan BPR


dan/atau pemegang saham BPR untuk melakukan tindakan antara lain:
a. Menambah modal;
b. Menghapusbukukan kredit yang tergolong macet dan
memperhitungkan kerugian BPR dengan modalnya;
c. Mengganti anggota direksi dan/atau dewan komisaris BPR;
d. Melakukan merger atau konsolidasi dengan BPR lain;
e. Menjual BPR kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh
kewajiban BPR;
f. Menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan BPR kepada
pihak lain;
g. Menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban BPR kepada
pihak lain; dan/atau
h. Menghentikan kegiatan usaha tertentu dalam waktu yang ditetapkan
oleh OJK .

BPR DPK yang memiliki rasio KPMM ≤ 0% dan/atau CR rata-rata selama


6 bulan terakhir ≤ 1% dilarang melakukan kegiatan penghimpunan dan
penyaluran dana. Apabila pada saat penetapan DPK, BPR memenuhi kriteria
KPMM dan CAR sebagaimana tersebut, maka larangan melakukan penghimpunan

25
dan penyaluran dana tersebut berlaku sejak BPR ditetapkan DPK.
Jangka waktu pengawasan khusus ditetapkan paling lama 180 hari sejak
tanggal penetapan BPR dalam status pengawasan khusus dari OJK. Jangka waktu
tersebut dapat diperpanjang 1 kali dengan jangka waktu paling lama 180 hari
sejak berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus apabila memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
OJK menetapkan BPR dikeluarkan dari status pengawasan khusus apabila
memenuhi kriteria:
a. Rasio KPMM paling kurang sebesar 4%, dan
b. CR rata-rata selama 6 bulan terakhir paling kurang sebesar 3%.

Selama jangka waktu status pengawasan khusus, OJK sewaktu-waktu


dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan
keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPR, dalam hal BPR yang
ditetapkan dalam status pengawasan khusus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. BPR memiliki rasio KPMM ≤ 0% dan/atau CR rata-rata selama 6
bulan terakhir 1%; dan
b. Berdasarkan penilaian OJK, BPR tidak mampu meningkatkan rasio
KPMM menjadi paling kurang 4% dan CR rata-rata selama 6 bulan
terakhir paling kurang 3%.

Pada saat berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus, OJK


memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan
menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPR yang memenuhi kriteria:
a. Rasio KPMM kurang dari 4%, dan/atau
b. CR rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari 3%.

Dalam hal LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan


terhadap BPR, OJK mencabut izin usaha BPR yang bersangkutan setelah
memperoleh pemberitahuan dari LPS.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

26
3.1 Pengertian Prosedur
Pengertian prosedur menurut Mulyadi (2010:5) adalah suatu urutan
kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu
departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara
seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.
Menurut Zaki Baridwan (2010:3) prosedur merupakan suatu
urutan-urutan pekerjaan klerikal biasanya melibatkan beberapa orang
dalam suatu kegiatan atau lebih disusun untuk menjamin adanya perlakuan
yang seragam terhadap transaksi yang sering terjadi.
Berdasarkan pendapat diatas, prosedur merupakan suatu urutan
klerikal yang melibatkan beberapa orang dalam suatu bagian atau lebih
dengan tujuan untuk penyeragaman transaksi perusahaan.

3.2 Pengertian Bank


Menurut UU No 21 Tahun 2011 Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Menurut Ismail (2012:12) bank merupakan lembaga keuangan
yang fungsi utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat,
menyalurkan dana kepada masyarakat, dan juga memberikan pelayanan
dalam bentuk jasa-jasa perbankan.
Berdasarkan pendapat diatas, bank adalah lembaga keuangan yang
berfungsi menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

3.2.1 Fungsi Utama Bank

27
Menurut Ismail (2012:12) bank memiliki tiga fungsi utama. Ketiga
fungsi utama ini dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1
Fungsi Utama Bank

BANK

Penghimpun Dana Penyaluran Dana Pelayanan Jasa

a. Penghimpun Dana
Bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Bank
dapat menghimpun secara langsung dari masyarakat dan masyarakat dapat
menempatkan dananya kapanpun dan juga dapat menarik dananya kapan
pun, sesuai dengan jenis simpanan yang dimilikinya.
b. Penyaluran Dana
Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank sebagian besar dalam bentuk
kredit/pinjaman. Aras kredit/pinjaman yang diberikan oleh bank kepada
debitur, bank akan memperoleh balas jasa berupa bunga untuk Bank
Konvensional dan/atau bagi hasil dan balas jasa lain bagi Bank Syariah.
c. Pelayanan Jasa
Pelayanan Jasa bank dapat dibagi menjadi dua yaitu jasa bank dalam
negeri dan jasa bank luar negeri. Jasa bank dalam negeri merupakan jenis
pelayanan jasa yang diberikan oleh bank terkait dengan transaksi-transaksi
antar bank dalam negeri. Jasa bank luar negeri merupakan jenis pelayanan
jasa yang diberikan oleh bank terkait dengan transaksi-transaksi dengan
bank koresponden.
3.2.2 Jenis-Jenis Bank
Berikut ini jenis-jenis bank yang ada di Indonesia :
1. Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum

28
Konvensional (BUK) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR);
2. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Prinsip
Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

3.3 Pengertian Perbankan


Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan
demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama
perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-
hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah
peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai
penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter
dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan
yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan
Dendawijaya (2008 : 25) mendefinisikan bahwa bank adalah suatu
badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan
(financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang
berkelebihan dana (idle fund/surplus unit) kepada pihak yang
membutuhkan dana atau kekurangan dana (deficit unit) pada waktu
yang ditentukan.
Sedangkan menurut Suyatno, dkk. (2007 : 1) bahwa bank adalah
suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa,
seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan
terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda
berharga, membiayai usaha perusahaan- perusahaan dan lain-lain.

29
Berdasarkan UU No.21 Tahun 2011 Pasal 1 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan syariah
sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan
dan undang-undang mengenai perbankan syariah.
Berdasarkan pendapat diatas, perbankan merupakan segala sesuatu
tentang bank yang mencakup kelembagaan dan kegiatan usaha yang
berguna untuk membantu perdagangan dan pembangunan nasional.

3.4 Pengertian Pengawasan


Secara umum, Kata “Pengawasan” berasal dari kata “awas” berarti
“penjagaan”. Menurut Muchsan dalam Siswanto Sunarno (2005 : 97),
Istilah pengawasan dikenal dalam ilmu manajemen dengan ilmu
administrasi yaitu sebagai salah satu unsur dalam kegiatan pengelolaan.
George R Terry berpendapat bahwa istilah “control” sebagaimana dikutip
Muchsan, artinya : “control is to determine what is accomplished, evaluate
it, and apply corrective measures,if needed to ensure result in keeping with
the plan“ (Pengawasan adalah menentukan apa yang telah dicapai,
mengevaluasi dan menerapkan tindakan korektif, jika perlu memastikan
sesuai dengan rencana).
Menurut Muchsan (2007 : 38) pengawasan adalah kegiatan untuk
menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto, sedangkan tujuan
pengawasan hanya terbatas pada pencocokkan apakah kegiatan yang
dilaksanakan telah sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Berdasarkan pendapat diatas, pengawasan adalah kegiatan untuk
menilai dan mengevaluasi suatu objek yang terjadi atau yang telah dicapai
untuk mengetahui apakah objek tersebut telah sesuai dengan tolak ukur
yang telah ditetapan sebelumnya, dalam hal ini yang menjadi objek adalah

30
bank perkreditan rakyat dan yang menjadi tolak ukurnya adalah undang-
undang mengenai pengawasan perbankan.

3.5 Bank Perkreditan Rakyat


3.5.1 Pengertian Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat merupakan salah satu pendukung
perkembangan perekonomian Indonesia, terutama untuk kegiatan usaha
mikro, kecil dan menengah. Peranan Bank Perkreditan Rakyat dalam
pemberian kredit bagi usaha mikro, kecil dan menengah dapat membantu
menciptakan lapangan pekerjaan, pemerataan pendapatan, dan pemerataan
kesempatan berusaha di Indonesia.
Berdasarkan POJK No.13/POJK.03/2015 BPR adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
No.10 Tahun 1998.
Menurut UU No. 10 pasal 1 ayat 2 tahun 1998 tentang perbankan,
menyebutkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas
pembayaran. Kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat ditujukan untuk
melayani usaha kecil dan masyarakat didaerah.Bank Perkreditan Rakyat
berbentuk hukum Perseorangan Terbatas, Perusahaan Daerah atau
koperasi.
Berdasarkan pendapat diatas, Bank Perkreditan Rakyat adalah bank
yang memiliki kegiatan usaha terbatas dengan transaksi yang sederhana,
meliputi penghimpunan dana dalam bentuk tabungan, deposito berjangka
dan penyaluran kredit. Keterbatasan ini diberikan kepada Bank Perkreditan
Rakyat terkait dengan tujuan pelayanan utama Bank Perkreditan Rakyat
kepada usaha mikro kecil dan menengah serta masyarakat sekitar.

31
3.5.2 Usaha Bank Perkreditan Rakyat
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
b. Memberikan kredit;
c. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank
lain.

3.5.3 Larangan Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat


1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran;
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai
Pedagang Valuta Asing (PVA) dengan izin OJK;
3. Melakukan penyertaan modal;
4. Melakukan usaha perasuransian;
5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha

3.6 Ketentuan - Ketentuan Pokok Perbankan


1. Pendirian Bank
Bank hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan
izin OJK.

2. Bank Perkreditan Rakyat


Modal disetor paling kurang sebesar:
a. Rp5 miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta;
b. Rp2 miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah ibukota provinsi
di pulau Jawa dan Bali dan di wilayah Kabupaten atau
Kotamadya Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi:
c. Rp1 miliar untuk BPR yang didirikan di ibukota provinsi di luar

32
pulau Jawa dan Bali dan di wilayah pulau Jawa dan Bali di luar
wilayah sebagaimana disebut dalam huruf a dan b;
d. Rp500 juta untuk BPR yang didirikan di wilayah lain di luar
wilayah sebagaimana disebut dalam huruf a, b, dan c, dan hanya
dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
 Warga negara Indonesia;
 Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga
negara Indonesia
 Pemerintah Daerah; atau
 Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam angka a),
b) dan c).

3. Kepemilikan Bank Pengkreditan Rakyat


Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan BPR
dilarang berasal :
a. Dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun
dari bank dan/atau pihak lain di Indonesia; dan/atau
b. Dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundring);

Khusus untuk BPR sumber dana dapat berasal dari Anggaran


Pendapatan Belanja Daerah. Pihak-pihak yang dapat menjadi pemilik
bank wajib memenuhi syarat:
a. Memiliki akhlak dan moral yang baik, antara lain ditunjukkan
dengan sikap mematuhi ketentuan yang berlaku, termasuk tidak
pernah dihukum karena terbukti melakukan Tindak Pidana
tertentu dalam waktu 20 tahun terakhir sebelum dicalonkan;
b. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-
undangan yang berlaku bagi BUK; dan peraturan perbankan
syariah bagi BUS;
c. Memiliki komitmen terhadap pengembangan operasional bank
yang sehat (bagi BUK); dan memiliki komitmen yang tinggi

33
terhadap pengembangan bank syariah yang sehat dan tangguh;
d. Tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus FPT (bagi BUK); dan
e. Memiliki komitmen untuk tidak melakukan dan/ atau mengulangi
perbuatan dan/atau tindakan tertentu, bagi calon Dewan
Komisaris atau calon anggota Direksi yang pernah memiliki
predikat Tidak Lulus dalam FPT dan telah menjalani sanksi yang
ditetapkan oleh OJK.
f. Perubahan pemilik bank tunduk kepada tata cara perubahan
pemilik bank yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

3.7 Flowchart Sistem Pengawasan BPR


Menurut Mulyadi (2010:57) flowchart adalah bagan yang
menggambarkan aliran dokumen dalam suatu sistem informasi.
Menurut Al-Bahra bin ladjamudin mengatakan bahwa: “Flowchart
adalah bagan-bagan yang mempunyai arus yang menggambarkan langkah-
langkah penyelesaian suatu masalah. Flowchart merupakan cara penyajian
dari suatu algoritma.”
Dari dua definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
flowchart adalah suatu simbol yang digunakan untuk menggambarkan
suatu arus data yang berhubungan dengan suatu sistem transaksi akuntansi.
Menurut Jogiyanto (2010) terdapat lima macam bagan alir, yaitu
sebagai berikut :
1. Bagan Alir Sistem ( Systems Flowchart )
Merupakan bagan yang menunjukkan arus pekerjaan secara
keseluruhan. Bagan ini menjelaskan urutan-urutan dari prosedur-
prosedur yang ada di dalam sistem.
2. Bagan Alir Dokumen ( Document Flowchart )
Bagan alir dokumen atau disebut juga bagan alir formulir (form
flowchart) atau paperwork flowchart merupakan bagan alir yang
menunjukkan arus dari laporan dan formulir termasuk tembusan-

34
tembusannya. Bagan alir dokumen ini menggunakan simbol-simbol
yang sama dengan yang digunakan di dalam bagan alir sistem.
3. Bagan Alir Skematik ( Schematic Flowchart )
Merupakan bagan alir yang mirip dengan bagan alir sistem,
yaitu untuk menggambarkan prosedur didalam sistem. Perbedaanya
adalah, bagan alir skematik selain menggunakan simbol-simbol bagan
alir sistem juga menggunakan gambar-gambar komputer dan peralatan
lainnya yang digunakan. Maksud penggunaan gambar-gambar ini
adalah untuk memudahkan komunikasi kepada orang yang kurang
pahan dengan simbol-simbol bagan alir. Penggunaan gambar-gambar
ini memudahkan untuk dipahami, tetapi sulit dan lama
menggambarnya.
4. Bagan Alir Program ( Program Flowchart )
Merupakan bagan yang menjelaskan secara rinci langkah-
langkah dari proses program. Bagan alir program dapat terdiri dari dua
macam, yaitu Bagan Alir Logika Program (Program Logic Flowchart)
dan Bagan Alir Program Komputer terinci (Detailed Computer
Program Flowchart).
5. Bagan Alir Proses ( Process Flowchart )
Merupakan bagan alir yang banyak digunakan di teknik industri.
Bagan alir ini juga berguna bagi analis sistem untuk menggambarkan
proses dalam suatu prosedur. Bagan alir proses selain dapat
menunjukkan kegiatan dan simpanan yang digunakan dalam suatu
prosedur, dapat juga menunjukkan jarak kegiatan yang satu dengan
yang lainnya serta waktu yang diperlukan oleh suatu kegiatan.

Menurut Mulyadi (2008:60) simbol dari bagan alir (flowchart) adalah


sebagai berikut ini :

35
Tabel 3.1
Simbol Flowchart
No Gambar Nama Keterangan
Mulai /
Menunjukkan awal dan akhir
berakhir
1 suatu sistem akuntansi
( Terminal )
Menunjukkan dokumen sebagai
Dokumen
2 yang digunakan untuk merekam
(Document)
data terjadinya suatu transaksi
Operasi Merupakan proses yang
3
Manual dikerjakan secara manual

Garis Aliran Menunjukkan arus data antar


4
(Flow Line) simbol/proses

Menunjukkan pilihan yang akan


dikerjakan atau keputusan yang
5 Decision
harus dibuat dalam proses
pengolahan data
Connector
6 Digunakan untuk penghubung
(On-page
dalam satu halaman
connector)
Connector (of
Digunakan untuk penghubung
7 page
berbeda halaman
connector)
On-line Digunakan untuk
8 computer menggambarkan pengolahan
process data
Digunakan untuk menambahkan
Keterangan,
keterangan untuk memperjelas
9 komentar
pesan yang disampaikan dalam
bagan alir

36
Digunakan untuk menyimpan
data sebagai arsip secara manual

A
dan sementara, jika “A” berarti
Off line
10 disimpan menurut abjad, “N”
storage
berarti disimpan menurut nomor
dan jika “T” berarti disimpan
menurut kronologis atau tanggal

Off line Digunakan untuk menyimpan


11
T storage data sebagai arsip secara manual

Keputusan Digunakan untuk


Ya menggambarkan keputusan yang
12
harus dibuat dalam proses
Tidak
pengolahan data

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat

37
BPR dan BPRS di wilayah kerja KR 7 OJK Sumbagsel (Provinsi Sumsel
dan Provinsi Bangka Belitung) berjumlah 27 BPR dengan klasifikasi 25 BPR
Konvensional dan 2 BPRS. Berikut ini merupakan daftar BPR di Sumatera
Selatan yang terdaftar di OJK :
Tabel 4.1
BPR dan BPRS di wilayah kerja KR 7 OJK Sumbagsel
(Prov.Sumsel dan Prov.Babel)
NO NAMA BPR
1 PT BPR Anugrah Swakerta
2 PT BPR Ukabima Lestari
3 PT BPR Mitra Central Dana
4 PT BPR Sukasada
5 PT BPR Cinta Manis Agroloka
6 PT BPR Agritans Batumarta
7 PT BPR Rarat Ganda
8 PT BPR Musi Artha Lestari
9 PT BPR Tri Gunung Selatan
10 PT BPR Multidana Mandiri
11 PT BPR Tiur Ganda
12 PT BPR Tahap Ganda
13 PT BPR Prabumegah Kencana
14 PT BPR Sindang Binaharta
15 PT BPR Musi Artha Surya
16 PT BPR Sumatera Selatan
17 PT BPR Prima Dana Abadi
18 PT BPR Puskopat
19 PT BPR Ukabima Grazia
20 PT BPR Utomo Manunggal Sejahtera Sumsel
21 PT BPR Catur Mas
22 PT BPR Kapital Mandiri
23 PT BPR Bintang Dana Persada
24 PT BPR Pendanaan Sarana Rakyat
25 PT BPR Sentral Mitra Sejahtera
26 PT BPRS Al Falah
27 PT BPRS Bangka Belitung

4.2 Prosedur Pengawasan BPR di KR 7 OJK Sumbagsel

38
Prosedur pengawasan BPR yang dilakukan KR 7 OJK Sumbagsel dibagi
menjadi dua kategori pengawasan yakni Pengawasan Onsite dan Pengawasan
Offsite.

4.2.1 Pengawasan Off-Site


Pengawasan Off-Site terhadap BPR adalah pengawasan yang dilakukan
dengan melakukan penelitian dan evaluasi terhadap laporan berkala yang
disampaikan BPR baik secara online maupun offline dengan sistematika sebagai
berikut:
a. Sistem pelaporan online yaitu laporan berkala yang dikirim BPR secara
online kepada OJK melalui sistem pelaporan BI untuk meningkatkan
efektivitas pelaporan serta efisiensi. Saat ini BPR menyampaikan 4
jenis laporan berkala secara online yaitu, Laporan Bulanan, Laporan
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), Laporan Debitur (SID)
dan Laporan Keuangan Publikasi BPR.
b. Sistem pengolahan data, yang dikembangkan bertujuan untuk
menghilangkan pengulangan input data sehingga meminimalisasi
human error dan inkonsistensi data. Data laporan berkala BPR yang
diterima OJK melalui sistem pelaporan kemudian diolah untuk
kepentingan pengawasan.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan OJK dalam mengawasi BPR


secara Off-Site adalah sebagai berikut:
a. BPR akan memasukkan seluruh transaksi yang terjadi selama satu bulan
ke sistem BPR yang kemudian akan mengolah transaksi menjadi
Laporan Bulanan, yang kemudian laporan tersebut akan diimpor ke
program SIMWAS (Sistem Pengawas).
b. Setiap bulan pengawas akan mengolah dan memproses Laporan
Bulanan yang dikirim oleh BPR untuk mendapatkan nilai TKS (Tingkat
Kesehatan Bank). TKS merupakan hasil pengolahan SIMWAS berupa
rasio CAMEL , yang digunakan oleh pengawas untuk mengetahui

39
Capital, Asset Quality, Management, Earning, dan Liquidity serta nilai
EWS (Early Warning System). EWS merupakan sistem untuk
mengetahui perubahan yang signifikan baik peningkatan maupun
penurunan pada bagian tertentu di laporan keuangan BPR yang
tujuannya mengetahui Risk, Profitability and Growth, Risk Taking
Capacity, Competition, Idle Assets, dan Operating Cost.
c. Hasil TKS dan EWS akan digunakan pengawas sebagai acuan
pembuatan AWP (Audit Working Plan), dimana AWP adalah
perencanaan pemeriksaan yang akan dilakukan oleh pengawas, yang
berisikan
 Perkembangan Data Keuangan
 Penilaian Kinerja BPR
 Fokus Pemeriksaan yang akan dilakukan oleh pengawas.

4.2.2 Pengawasan On-Site


Pengawasan On-Site terhadap BPR adalah pengawasan yang dilakukan
OJK yang terdiri dari pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus yang
tujuaannya untuk mendapatkan gambaran keadaan keuangan BPR dan untuk
memantau tingkat kepatuhan BPR terhadap peraturan yang berlaku serta untuk
mengetahui praktik-praktik tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha
BPR.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan OJK dalam mengawasi BPR
secara On-Site adalah sebagai berikut:
a. Minimal satu tahun sekali dilakukan oleh pengawas berdasarkan AWP
yang dibuat.
b. Pengawas akan membuat surat introduksi yang ditanda tangani oleh
pimpinan sebagai surat tugas untuk melakukan pemeriksaan.
c. Pengawas melakukan pemeriksaan umum di BPR lalu membuat
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)

40
d. Apabila dari hasil pemeriksaan umum ditemukan adanya permasalahan
yang masih memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, maka pengawas
dapat melanjutkan pada pemeriksaan khusus.

4.3 Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK)


BDPK merupakan penetapan bank dalam pengawasan khusus yang
dilakukan oleh OJK berdasarkan hasil pengawasan off-site ataupun pengawasan
on-site terhadap BPR yang dinilai mengalami kesulitan permodalan dan likuiditas
yang akan membahayakan kelangsungan usaha BPR.

4.3.1 Penetapan BDPK


Penetapan BPR dalam status pengawasan khusus (BPR DPK) apabila
memenuhi 1 (satu) atau lebih kriteria sebagai berikut:
a. Rasio KPMM (permodalan) < 4%;
b. Cash Ratio (CR) rata-rata selama 6 bulan terakhir < 3%
Apabila BPR sudah ditetapkan sebagai BPR DPK, maka OJK akan
memberitahukan secara tertulis kepada BPR yang bersangkutan, dan melarang
BPR untuk melakukan penghimpunan dan penggalangan dana sejak BPR
ditetapkan DPK. Selain itu OJK juga memberitahukan kepada LPS mengenai
BPR yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus disertai keterangan
mengenai kondisi BPR yang bersangkutan.
Jangka waktu pengawasan khusus ditetapkan paling lama 180 hari (6
bulan) sejak tanggal penetapan BPR dalam status pengawasan khusus dari OJK.
Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang 1 kali dengan jangka waktu paling lama
180 hari sejak berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus apabila memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.

4.3.2 Penyelesaian BDPK

41
Untuk keluar dari DPK, OJK dapat memerintahkan BPR dan/atau
pemegang saham BPR untuk melakukan tindakan antara lain:
a. Menambah modal;
b. Menghapusbukukan kredit yang tergolong macet dan memperhitungkan
kerugian BPR dengan modalnya;
c. Mengganti anggota direksi dan/atau dewan komisaris BPR;
d. Melakukan merger atau konsolidasi dengan BPR lain;
e. Menjual BPR kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh
kewajiban BPR;
f. Menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan BPR kepada
pihak lain;
g. Menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban BPR kepada
pihak lain;

Selain itu juga, langkah-langkah yang dilakukan OJK dalam mengawasi


BPR DPK yaitu:
a. Setelah dilakukan pengawasan khusus selama enam bulan, pengawas akan
memantau kondisi akhir BPR. Jika kondisi BPR membaik, maka pengawas
akan menetapkan bahwa BPR dapat melanjutkan kegiatannya. Jika kondisi
BPR tidak membaik, maka pengawas akan meminta LPS (Lembaga
Penjamin Simpanan) memberikan keputusan untuk menyelamatkan atau
tidak menyelamatkan BPR.
b. LPS akan menganalisis laporan dari pengawas untuk membuat Surat
Keputusan (SK) yang akan disampaikan pada pengawas.
c. Pengawas menerima Surat Keputusan dari LPS. Jika LPS akan
menyelamatkan BPR, maka pengawas akan menetapkan bahwa BPR dapat
melanjutkan kegiatannya serta membuat Surat Pemberitahuan. Jika LPS
tidak akan menyelamatkan BPR, maka pengawas akan mencabut izin
usaha BPR serta membuat surat pemberitahuan ke BPR.

42
4.4 Fungsi-Fungsi yang Terkait dengan Prosedur Pengawasan yang
Dilakukan OJK terhadap BPR

Berikut merupakan fungsi-fungsi yang terkait dengan prosedur


pengawasan yang dilakukan OJK terhadap BPR :

1. OJK (Pengawas BPR)


Dalam prosedur pengawasan, bagian ini merupakan bagian yang bertugas
untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan
oleh BPR sesuai dengan pembagian kabupaten masing-masing.

2. BPR
Dalam prosedur pengawasan, bagian ini merupakan bagian yang menjadi
objek pengawasan oleh OJK, yang akan diteliti laporan keuangannya
dengan menggunakan metode CAMEL yang menghasilkan rasio yang
akan menggambarkan kondisi sehat atau tidak sehatnya dari BPR yang
bersangkutan.

3. LPS (Lembaga Penjamin Simpanan)


Dalam prosedur pengawasan, bagian ini bertugas untuk melihat dan
menganalisa Laporan OJK untuk memutuskan untuk menyelamatkan atau
tidak menyelamatkan BPR yang berada dalam pengawasan khusus dengan
kriteria yang telah ditetapkan.

4.5 Dokumen yang Digunakan dalam Prosedur Pengawasan yang


Dilakukan OJK terhadap BPR
Adapun dokumen yang digunakan dalam prosedur pengawasan yang
dilakukan OJK terhadap BPR yaitu :
1. Lapbul
Lapbul merupakan dokumen sumber yang berisikan informasi keuangan
dari BPR yang bersangkutan yang dijadikan dasar dalam perhitungan
CAMEL.

43
2. TKS (Tingkat Kesehatan Bank)
TKS merupakan dokumen output yang dihitung secara otomatis oleh
sistem pengawasan (SIMWAS) yang menghasilkan rasio yang
menunjukkan keadaan BPR secara kuantitatif yang menghasilkan
kesimpulan sehat atau tidak sehat. (Dokumen Terlampir)

3. HAE (Hasil Analisa EWS)


HAE merupakan dokumen output yang dihitung secara otomatis oleh EWS
(Early Warning System) yang menghasilkan rasio perhitungan CAMEL yang
dihitung secara terperinci. (Dokumen Terlampir)

4. AWP (Audit Working Plan)


AWP merupakan dokumen yang berisikan kesimpulan hasil analisa TKS
dan HAE yang kemudian akan digunakan pengawas untuk melakukan
pengawasan baik Off-Site maupun On-Site mengenai kondisi BPR, dugaan
sementara jika kondisi BPR ternyata tidak sehat serta solusi yang dapat
diambil untuk memperbaiki kondisi tersebut. (Dokumen Terlampir)

5. SI (Surat Introduksi)
SI merupakan surat yang dibuat oleh pengawas dan selanjutnya akan
ditandatangani oleh pimpinan OJK. Surat ini digunakan pengawas untuk
melakukan pengawasan On-Site, berfungsi sebagai surat tugas. (Dokumen
Terlampir)

6. LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan)


LHP merupakan laporan yang dibuat oleh pengawas setelah melakukan
pengawasan secara On-Site, laporan ini berisi rincian kondisi akhir bank
dan hanya akan menjadi dokumen intern OJK.

44
7. SP (Surat Pemberitahuan)
SP merupakan surat yang berguna untuk memberitahukan keputusan OJK
kepada BPR, baik untuk memberitahukan BPR masuk dalam pengawasan
khusus, memberitahukan BPR dapat melanjutkan usahanya setelah
mendapat pengawasan khusus ataupun keputusan akhir untuk mencabut
izin usaha BPR bersangkutan. (Dokumen Terlampir)

8. Laporan OJK
Laporan OJK merupakan laporan yang dibuat pengawas dan ditujukan
kepada LPS untuk meminta keputusan agar menyelamatkan atau tidak
menyelamatkan BPR berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh LPS.
(Dokumen Terlampir)

9. SK (Surat Keputusan)
SK merupakan surat yang dibuat oleh LPS yang berisikan keputusan LPS
untuk menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPR yang kemudian
akan dikirimkan kepada OJK. (Dokumen Terlampir)

4.6 Bagan Alir Prosedur Pengawasan yang Dilakukan OJK terhadap


BPR
4.6.1 Pengawasan Off-Site
Adapun langkah-langkah yang dilakukan OJK dalam mengawasi BPR
secara Off Site adalah sebagai berikut:

1. BPR
a. Memasukkan transaksi-transaksi yang terjadi selama satu bulan ke
sistem BPR.
b. Sistem BPR akan mengolah seluruh transaksi menjadi laporan
bulanan yang kemudian akan diimpor ke SIMWAS OJK paling
lambat tanggal 14.

45
2. Pengawas (OJK)
a. Setiap bulan, SIMWAS OJK akan mengolah Lapbul untuk
mendapatkan Tingkat Kesehatan (TKS).
b. Secara bersamaan SIMWAS OJK akan mengimpor data ke Early
Warning System (EWS).
c. Sistem EWS akan mengolah Lapbul untuk mendapatkan hasil
Analisa EWS (HAE).
d. TKS dan HAE akan menjadi dokumen sumber atas pembuatan Audit
Working Plan (AWP).
e. Mengarsip permanen TKS dan HAE berdasarkan tanggal.
f. Menganalisa AWP untuk menentukan kondisi kesehatan bank. Jika
bank dalam kondisi sehat, AWP akan diarsip sementara berdasarkan
tanggal yang kemudian minimal satu tahun sekali diadakan
pengawasan On-Site. Jika bank dalam kondisi tidak sehat selama tiga
bulan berturut-turut, pengawas akan menetapkan bank dalam kondisi
Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) dan meminta bank untuk
melakukan langkah-langkah sesuai dengan ketetapan OJK selama 6
bulan serta mengarsip permanen AWP.

4.6.2 Pengawasan On-Site


Adapun langkah-langkah yang dilakukan OJK dalam mengawasi BPR
secara On Site adalah sebagai berikut:
1. Pengawas
a. Minimal satu tahun sekali, pengawas akan membuka arsip sementara
AWP.
b. Membuat Surat Introduksi (SI) yang ditandatangani pimpinan
sebagai surat tugas untuk melakukan pengawasan On-Site.
c. AWP dan SI dibawa pada saat pengawas datang ke BPR yang akan
diperiksa untuk menganalisis keakuratan TKS berdasarkan
dokumen-dokumen yang terdapat di BPR. Jika tidak terdapat
kesalahan, maka pengawas akan membuat Laporan Hasil

46
Pemeriksaan (LHP) dan menyatakan bahwa bank dalam kondisi
sehat dan dapat melanjutkan kegiatannya. Dilanjutkan dengan
mengarsip permanen LHP, SI, dan AWP berdasarkan tanggal.
d. Jika terdapat kesalahan maka pengawas akan mengoreksi Lapbul dan
menghitung ulang TKS. Kemudian mengarsip permanen SI dan
AWP berdasarkan tanggal.
e. Berdasarkan Lapbul yang telah dikoreksi, pengawas akan
menghitung ulang TKS untuk kemudian dianalisis. Jika bank dalam
kondisi sehat, maka pengawas membuat Laporan Hasil Pemeriksaan
(LHP) dan menetapkan bahwa bank dalam kondisi sehat dan dapat
melanjutkan kegiatannya lalu mengarsip permanen LHP, Lapbul dan
TKS yang telah dikoreksi berdasarkan tanggal.
f. Jika bank dalam kondisi tidak sehat maka pengawas akan
menetapkan Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) dan meminta
bank melakukan langkah sesuai ketetapan OJK selama 6 bulan yang
akan dicantumkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang
dibuat pengawas kemudian mengarsip permanen LHP, Lapbul dan
TKS yang telah dikoreksi berdasarkan tanggal.

4.6.3 Pengawasan BPR DPK


1. Pengawas
a. Setelah dilakukan pengawasan khusus selama 6 bulan, pengawas
akan memantau kondisi akhir bank dengan menggunakan AWP
bulan terakhir. Jika kondisi bank dinyatakan membaik maka
pengawas akan menetapkan bahwa bank dapat melanjutkan
kegiatannya dan mengirimkan Surat Pemberitahuan (SP) ke BPR
yang bersangkutan dan mengarsip permanen AWP berdasarkan
tanggal.
b. Jika kondisi bank tidak membaik, pengawas akan meminta Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) untuk memberikan keputusan akan
menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bank dengan

47
mengirimkan Laporan OJK kepada LPS dan mengarsip permanen
AWP berdasarkan tanggal.
c. Jika pengawas menerima surat keputusan untuk menyelamatkan
bank, maka pengawas akan membuat surat pemberitahuan yang akan
dikirim kepada bank yang bersangkutan agar bank dapat
melanjutkan kegiatannya dan mengarsip surat keputusan. Jika
pengawas menerima surat keputusan untuk tidak menyelamatkan
bank, maka pengawas akan membuat surat pemberitahuan yang akan
dikirim kepada bank yang bersangkutan untuk mencabut izin usaha
bank dan mengarsip surat keputusan.

2. LPS
a. Melihat dan menganalisa Laporan OJK. Jika bank memenuhi kriteria
untuk diselamatkan maka LPS akan membuat surat keputusan untuk
menyelamatkan bank yang kemudian akan dikirimkan kepada OJK.
Jika bank tidak memenuhi kriteria untuk diselamatkan, maka LPS
akan membuat surat keputusan untuk tidak menyelamatkan bank
yang kemudian akan dikirimkan kepada OJK dan mengarsip
permanen Laporan OJK berdasarkan tanggal.

Berdasarkan uraian bagan alir dokumen tersebut, berikut ini disajikan


bagan alir sistem pengawasan yang dilakukan OJK terhadap BPR secara
off-site yang dapat dilihat pada gambar 4.1, bagan alir sistem pengawasan
yang dilakukan OJK terhadap BPR secara on-site yang dapat dilihat
gambar 4.2, dan bagan alir sistem pengawasan yang dilakukan OJK
terhadap BPR DPK yang dapat dilihat gambar 4.3.

48
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
KR 7 OJK Sumbagsel melakukan pengawasan terhadap BPR telah
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam UU No.21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan yakni terdapat dua cara pengawasan bank
yaitu pengawasan secara tidak langsung (off-site supervision) dan
pengawasan bank secara langsung (on-site supervision).
Pengawasan tidak langsung (off-site supervision) yang dilakukan
OJK adalah melakukan penelitian dan evaluasi terhadap laporan berkala
yang disampaikan BPR, laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya.
Pengawasan bank secara langsung (on-site supervision) yang
dilakukan OJK terdiri dari pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus
yang tujuannya untuk mendapatkan gambaran keadaan keuangan BPR dan
untuk memantau tingkat kepatuhan BPR terhadap peraturan yang berlaku,
serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik tidak sehat yang
membahayakan kelangsungan usaha BPR.
Apabila berdasarkan hasil pengawasan baik off-site maupun on-site
ditemukan BPR mengalami kesulitan di bidang permodalan dan likuiditas,
maka BPR tersebut ditetapkan dalam pengawasan khusus atau BPR DPK.

5.2 Saran
Diharapkan OJK dapat mempertahankan dan terus meningkatkan
kinerja dalam mengawasi seluruh lembaga jasa keuangan khususnya BPR,
karena BPR merupakan industri keuangan yang berperan besar dalam
menumbuhkan perekonomian daerah menjadi lebih baik melalui
pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan
masyarakat umum.

49

Anda mungkin juga menyukai