Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

CORPORATE GOVERNANCE
“Protection Of Stakeholders Interest, Corporate Social Responsibility,
Stakeholder’s Roles And Responsibility”

DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. Rita Anugerah, SE., MAFIS., Ak., CA

KELOMPOK 3 :

Fakhri (2010242018)
Suryana Amni (2010241676)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.

“Puji syukur penyusun hadiahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan rahmat – Nya lah penulis dapat menyelesaikan Makalah yang

berjudul “Protection Of Stakeholders Interest, Corporate Social Responsibility,

Stakeholder’s Roles And Responsibility”. Makalah ini disusun sebagai pemenuhan

tugas mata kuliah Corporate Governance

Adapun mungkin kesalahan teknis penulisan maupun materi, mengingat

akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak

sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan Makalah ini.

Sesungguhnya tiadalah yang sempurna, melainkan Allah Ta’ala semata.

Dalam penulisan Makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan

makalah ini, khususnya kepada Ibu Dosen Prof. Dr. Rita Anugerah, SE., MAFIS.,

Ak., CA yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat

bagi penulis dan pembaca. Aamiin ya rabbal ‘alamin.

Pekanbaru, Oktober 2021

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

I.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 2

I.3 Tujuan Penulisan ................................................................................. 3

I.4 Manfaat Penulisan ............................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 4

2.1 Teori Tentang Corporate Governance ................................................. 4

2.2 Prinsip No. 4 G20/OECD.................................................................... 5

2.3 Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Terkait Perlindungan

Pemangku Kepentingan ................................................................... 7

2.4 Corporate Social Responsibility ...................................................... 15

2.5 Stakeholder’s Roles and Responsibility ........................................... 21

2.6 Kasus Asia Pulp and Paper Co. Ltd ................................................. 26

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 34

3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 34

3.2 Saran ................................................................................................ 35

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk karyawan,
pelanggan, kreditor, pemasok, dan masyarakat, dengan penuh perhatian dan terlibat,
memainkan peran penting dalam tata kelola perusahaan. Tujuan utama tata kelola
perusahaan adalah menyediakan mekanisme yang tepat untuk memastikan
penciptaan nilai pemegang saham sekaligus melindungi kepentingan pemangku
kepentingan lainnya. Fungsi pemantauan tata kelola perusahaan dapat dicapai
melalui partisipasi langsung investor dalam bisnis dan urusan keuangan perusahaan
atau melalui perantara seperti analis sekuritas, investor institusi, dan bankir
investasi. Investor institusional dianggap sebagai pemantau penting perusahaan
publik, tata kelola perusahaan mereka, dan pengungkapan keuangan mereka karena
mereka memiliki lebih dari setengah dari semua surat berharga publik AS. Dana
pensiun publik besar (PPF) juga diharapkan untuk secara aktif terlibat dalam
pemantauan perusahaan publik karena mereka memegang sekitar 10 persen dari
total pasar ekuitas AS. Bab ini menyajikan peran penting yang dapat dimainkan
oleh investor dan pemangku kepentingan lainnya dalam meningkatkan efektivitas
tata kelola perusahaan.
Keberlanjutan atau sustainability perusahaan tidak akan dapat terjaga apabila
tidak mempertimbangkan kepentingan pemangku kepentingan apabila tidak
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan perusahaan. Dalam menjalankan
kegiatan operasional sehari-hari, perusahaan akan berhubungan dengan banyak
pihak, mulai dari karyawan, pemasok, pembuat regulasi, konsumen, dan
sebagainya. Seluruh pihak tersebut, baik yang memiliki hubungan langsung maupun
tidak, merupakan pemangku kepentingan perusahaan yang harus diperhatikan
kesejahteraannya.
Praktik Good Corporate Governance (GCG) berhubungan erat dengan
kesejahteraan pemangku kepentingan. Terdapat beberapa peraturan dan jurnal yang
telah membahas pemangku kepentingan dan kaitannya dengan bisnis perusahaan.
Salah satu pemangku kepentinganyang menjadi fokus utama saat ini adalah
whistleblower. Sistem whistleblowing merupakan salah satu bentuk dari penerapan

1
Good Corporate Governancekarena bertindak sebagai pendukung dari kontrol
internal perusahaan.
Efektivitas implementasi dan pengawasan dari praktik GCG sangat
bergantung pada pelaporan atas tindakan ilegal atau tidak etis yang disampaikan
whistleblower, biasanya berasal dari internal perusahaan. Prinsip ke-4 dari OECD
Principles of Corporate Governance menjelaskan bahwa pemegang kepentingan
harus dapat secara bebas mengkomunikasikan adanya tindakan ilegal/tidak etis di
dalam perusahaan kepada board tanpa konsekuensi kehilangan hak-haknya. Karena
itu, perlindungan atas whistleblower sangat penting bagi praktik Good Corporate
Governance.
Dalam rangka mengembangkan penerapan tata kelola yang baik di industri
Pasar Modal dan sekaligus mendukung target yang telah ditetapkandi atas, maka
perbaikan tata kelola terus dilakukan termasuk di industry Pasar Modal. Sebagai
acuan praktik sistem tata kelola yang baik KomiteNasional menagacu pada prinsip
yang diterbitkan oleh Organisation for Economic Cooperation and Development
(OECD) yang merupakan salahsatu lembaga yang memegang peranan penting
dalam pengembangan Good Governance baik untuk pemerintah maupun dunia
usaha. Pertama kali OECD mengeluarkan prinsip-prinsip Corporate Governance
pada Mei 1999 dan telah direvisi pada bulan Desember 2004. Prinsip-prinsip
tersebut menjadi acuan dalam pengkajian baik kandungan teoritis maupun
prakteknya khususnya di Pasar Modal.

1.2 Rumusah Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalah
dalam makalah ini antara lain:
a. Apa yang dimaksud dengan Good Corporate Governance?
b. Bagaimana Prinsip 4 OECD ?
c. Apa saja peraturan Perundang-undangan di Indonesia Terkait Perlindungan
Pemangku Kepentingan ?
d. Apa yang dimaksud dengan Corporate Social Responsibility ?
e. Bagaimana peran dan tanggung jawab Stakeholders ?
f. Bagaimana pembahasan kasus Asia Pulp and Paper Co. Ltd ?

2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan dalam
makalah ini antara lain:
a. Untuk memahami tentang Good Governance
b. Untuk mengetahui dan memahami tentang prinsip 4 OECD
c. Untuk mengetahui tentang peraturan perundang-undangan terkait perlindungan
pemangku kepentingan
d. Untuk mengetahui dan memahami corporate social responsibility
e. Untuk mengetahui tentang peran dan tanggungjawab pemangku kepentingan
f. Untuk memahami tentang kasus Asia Pulp and Paper Co. Ltd
1.4 Manfaat Penulisan Makalah
Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut :
a. Sebagai sumber referensi untuk menambah pengetahuan pembaca
b. Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Corporate Governance

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Good Governance
Istilah Corporate Governance dapat didefinisikan dari berbagai disiplin ilmu
(Turnbull, 2000) misalnya hukum, phiskologi, ekonomi, manajemen, keuangan,
akuntansi, filsafat bahkan dalam disiplin ilmu agama. Oleh karena itu seringkali
kita melihat beberapa pakar mendenifisikan Corporate Governance secara eksplisit
berbeda.
Achmad Syakhroza (2002) mendefinisikan Corporate Governance secara
lebih gamblang, mudah dan jelas dimana ia mengatakan bahwa: “corporate
governance adalah suatu sistim yang dipakai “Board” untuk mengarahkan dan
mengendalikan serta mengawasi (directing, controlling, and supervising)
pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis, dan produktif
(E3P) dengan prinsip-prinsip transparan, accountable, responsible, independent,
dan fairness – TARIF - dalam rangka mencapai tujuan organisasi Dalam
makalahnya, Syakhroza mengatakan secara tegas bahwa Corporate Governance
terdiri dari 6 (enam) elemen yaitu:
1. Fokus kepada Board.
2. Hukum dan Peraturan sebagai alat untuk mengarahkan dan mengendalikan.
3. Pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis, dan
produktif (E3P).
4. Transparan, accountable, responsible, independent, dan fairness (TARIF).
5. Tujuan organisasi.
6. Strategic control.

Definisi Corporate Governance sesuai dengan Surat Keputusan Menteri


BUMN No Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan praktik
GCG pada BUMN adalah : “Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ
BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan nilai-nilai etika”.

4
2.2 Prinsip 4 OECD

Prinsip OECD IV (keempat) membahas mengenai Peranan Stakeholders dalam


Corporate Governance (CG). Secara umum, prinsip ini menyatakan bahwa: “Kerangka
corporate governance harus mengakui hak stakeholders yang dicakup oleh perundang-
undangan atau perjanjian (mutual agreements) dan mendukung secara aktif kerjasama
antara perusahaan dan stakeholders dalam menciptakan kesejahteraan, lapangan
pekerjaan, dan pertumbuhan yang bekesinambungan (sustainibilitas) dari kondisi
keuangan perusahaan yang dapat diandalkan”.
Pernyataan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: para pemangku
kepentingan (stakeholder) seperti investor, karyawan, kreditur dan pemasok
memiliki sumber daya yang dibutuhkan oleh perusahaan. Sumber daya yang dimiliki
oleh stakeholder tersebut harus dialokasikan secara efektif untuk meningkatkan
efisiensi dan kompetisi perusahaan dalam jangka panjang.
Selanjutnya, secara lebih rinci prinsip yang terkait dengan Peranan
Stakeholders dalam Corporate Governance (CG) terbagi atas 6 (enam) sub prinsip
antara lain:
1. ”Hak-hak pemangku kepentingan (stakeholders) yang dicakup dalam perundang-
undangan atau perjanjian (mutual agreements) harus dihormati”
Di semua negara anggota OECD, prinsip yang memuat mengenai hak-hak
stakeholders dicakup dalam perundang-undangan seperti Undang-Undang
Ketenagakerjaan, Undang-Undang Usaha, UndangUndang Komersial dan
Insolvensi (kesulitan likuiditas dalam jangka panjang) atau perjanjian-perjanjian
lain. Dalam hal hak-hak stakeholder tidak dicakup dalam perundang-undangan di
atas, maka perusahaan-perusahaan akan memuat tambahan mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan komitmen perusahaan terhadap stakeholder dan reputasinya
khususnya terkait dengan kepentingan perusahaan dalam arti luas.
2. “Jika kepentingan stakeholder dilindungi oleh undang-undang, maka stakeholders
seharusnya memiliki kesempatan untuk menuntut (redress) secara efektif atas hak-
hak yang dilanggar”.
Subprinsip ini menyatakan bahwa kerangka dan proses hukum yang berlaku

5
harus transparan dan tidak menghalangi stakeholder dalam mengkomunikasikan
dan memperoleh hak untuk menuntut (redress) apabila terjadi pelanggaran
terhadap hak-hak mereka. Dengan katalain subprinsip kedua ini merupakan hak
perlindungan terhadap stakeholder apabila, hak-hak stakeholder yang dicakup
dalam subprinsip pertama tidak dapat berjalan dengan baik.
3. “Mekanisme peningkatan kinerja bagi partisipasi karyawan harus diperkenankan
untuk berkembang”.
Implementasi tingkat partisipasi karyawan dalam corporate governance
sangat bervariasi, hal ini tergantung dari perundangundangan danpraktik yang ada
disuatu negara dan juga kebijakan perusahaan. Walaupun memiliki kemungkinan
implementasi yang berbeda baik disetiap negara ataupun perusahaan, subprinsip
ini akan memberikan manfaat bagi perusahaan baik secara langsung maupun tidak
langsung yaitu dengan adanya komitmen kesiapan karyawan dalam
menginvestasikan skill yang dimilikinya dalam perusahaan. Contoh mekanisme
peningkatan kinerja perusahaan melalui partisipasi karyawan adalah:
a. Perwakilan karyawan dalam Dewan Komisaris,
b. Keterlibatan Serikat Pekerja dalam mempertimbangkan suatu keputusan
penting,
c. Employee Stock Option Plan (ESOP), dan
d. Pension Plan.
4. “Jika Pemangku Kepentingan (stakeholders) berpartisipasi dalam proses CG,
maka stakeholder harus memiliki akses atas informasi yang relevan, memadai dan
dapat diandalkan secara tepat waktu dan berkala”.
5. “Stakeholders termasuk didalamnya individu karyawan dan serikat karyawan,
seharusnya dapat secara bebas mengkomunikasikan kepedulian mereka terhadap
praktik ilegal atau tidak etis kepada Dekom, dan tindakan tersebut seharusnya
tidak merpengaruhi hakhak mereka”.
6. ”Kerangka CG harus dilengkapi dengan kerangka insolvency yang efisien dan
efektif serta penegakan hukum (enforcement) yang efektif atas hak-hak kreditur”.
Sub prinsip ini berkaitan dengan hak-hak kreditur. Di negara-negara yang
termasuk emerging market seperti Indonesia, kreditur merupakan stakeholder
utama. Besarnya kredit yang diberikan oleh kreditur tersebut sangat tergantung

6
pada hak-hak kreditur dan bagaimana enforcement dari hak-hak tersebut. Secara
umum, perusahaan yang beroperasi di negara dengan rating GCG yang baik akan
memperoleh dana yang lebih besar dan jangka waktu kredit yang lebih
menguntungkan dibandingkan dengan perusahaan yang beroperasi pada
Negara dengan rating GCG yang kurang baik. Selanjutnya, salah satu hak kreditur
adalah mendapatkan perlidungan khususnya pada saat suatu perusahaan (debitur)
mengalami kesulitan keuangan yang berakibat kepada kemampuannya dalam
memenuhi kewajiban keuangannya (insolvensi).

2.3 Peraturan Perundangan Undangan di Indonesia Terkait degan Perlindungan


Pemangku Kepentingan
Kesejahteraan pemangku kepentingan (stakeholders) menjadi salah satu
faktor yang menentukan sustainability suatu perusahaan, sehingga menjadi fokus
dalam tata kelola perusahaan. Contohnya adalah melaksanakan program Corporate
Social Responsibility (CSR)sebagai bukti kepedulian dan tanggungjawab
perusahaan, lebih dari sekedar mencari laba. Oleh karena itu, peraturan yang
melindungi kepentingan para stakeholders penting dimiliki oleh suatu negara,
termasuk Indonesia. Dalam makalah ini akan dijabarkan beberapa peraturan yang
ada di Indonesia terkait perlindungan kepentingan pemangku kepentingan , antara
lain:
a. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU No. 5 Tahun
1990)
b. Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999)
c. Perlindungan Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003)
d. Perlindungan kepada Penanam Modal (Investor)
e. Perlindungan terhadap Kompetitor
f. Perlindungan terhadap Kreditur (UU No. 42 Tahun 1999)
g. Perlindungan terhadap Whistleblowers

1. Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya


Dalam Undang- Undang nomor 5 Tahun 1990, ditekankan mengenai
pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dalam

7
ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Dengan dikeluarkannya undang-
undang tersebut diharapkan bahwa upaya ini dapat berguna bagi peningkatan
kesejateraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Konservasi sumber
daya alam yang dimaksud dibagi menjadi tiga yaitu: perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya.
Pada dasarnya, setiap pemegang hak atas tanah dan hak pengusahaan di
perairan, termasuk perusahaan, harus menjaga kelangsungan fungsi
perlindungan wilayah tersebut. Sementara kenyataannya, banyak perusahaan
yang tidak mengindahkan peraturan ini dan bahkan melakukan tindakan yang
berisiko merusak SDA hayati dan ekosistemnya. Di dalam UU No.5 Tahun
1990 dijelaskan prosedur penyidikan oleh aparat negara terhadap pelanggaran
konservasi sumber daya alam.
Undang-undang tersebut telah mencakup berbagai hal yang harus
dilakukan perusahaan. Namun dalam praktiknya, pelanggaran terhadapnya
tidak dijatuhi hukuman berat sehingga akhirnya perusahaan semakin semena-
mena dan sumber daya alam Indonesia semakin tergerus. Sebagai contoh
sebuah perusahaan yang ada di Morowali Sulawesi Tengah yang bergerak
dalam bidang pertambangan. Perusahaan ini melakukan penebangan hutan dan
membiarkan hutan gundul sehingga menyebabkan banjir.

2. Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen di Indonesia telah diatur dalam UU No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Menurut Pasal 1 UU No. 8
Tahun 1999, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen, mereka pun bisa menggugat atau
menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku
usaha.Menurut pasal 3 UU No. 8 Tahun 1999, tujuan dari perlindungan
konsumen adalah untuk:

8
1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri,
2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dariekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan
danmenuntut hak-haknya sebagai konsumen,
4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum, keterbukaan informasi serta akses untuk memperoleh
informasi,
5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha, sehingga tumbuh sikap jujur dan
bertanggungjawab dalam penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas,
dan
6) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan konsumen
Setiap konsumen sebagai orang yang mengonsumsi barang dan jasa
yang diproduksi oleh pelaku usaha memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Pengetahuan tentang hak dan kewajiban konsumen sangat penting agar dapat
bertindak sebagai konsumen yang cerdas dan paham akan pemenuhan hak dan
kewahibannya. Tujuannya adalah jika terjadi tindakan yang tidak adil terhadap
dirinya, konsumen dapat bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak dan
kewajibannya tersebut.
Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 pun telah menjabarkan hak-hak
konsumen yang di antaranya terdiri dari:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi
barang/jasa
b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang/jasa
d. Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

9
sengketa perlindungan konsumen secara patut
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskrimainatif
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi,ganti rugi, atau penggantian, jika
barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Menurut pasal 5 UU No. 8 Tahun 1999, kewajiban Konsumen menurut
terdiri dari :
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan,
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa,
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secarapatut

3. Perlindungan Ketenagakerjaan
Pengertian tenaga kerja berdasarkan pasal 1 ayat 2 UU No. 13 tahun
2003 tentang ketenagakerjaan adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan
barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Sedangkan pengertian pekerja atau buruh terdapat di pasal 1 ayat 3 UU No.13
tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, menjelaskan bahwa pekerja atau buruh
adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
Undang- undang tentang perlindungan terhadap tenaga kerja
dimaksudkan untuk menjamin hak- hak dasar pekerja dan menjamin
diberikannya kesempatan dan perlakuan yang sama untuk setiap tenaga kerja.
Tenaga kerja memiliki peranan penting dalam proses pembangunan suatu
negara. Oleh karena itu, diperlukan undang-undang yang jelas untuk

10
meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan,
serta untuk meningkatkan perlindungan tenaga kerja.Peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang ketenagakerjaan pada dasarnya di atur dalam
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam UU No.13 Tahun 20013, secara lebih jelas mengatur tentang
perlindungan pekerja/buruh yang termasuk di dalamnya tentang perlindungan
atas hak-hak dasar pekerja/buruh untuk berunding dengan pengusaha,
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan khusus bagi
pekerja/buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat, serta perlindungan
tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga kerja. Secara prinsip,
perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1) Perlindungan Sosial
Perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, dan
kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi. Kesehatan
kerja bertujuan untuk melindungi atau menjaga pekerja/buruh dari kejadian
atau keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan dan kesusilaannya
dalam hal pekerja/buruh melakukan pekerjaannya. Peraturan tersebut
tercantum dalam Bab X UU No 13 Tahun 2003.
2) Perlindungan Teknis
Perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja.
Keselamatan kerja ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada pekerja,
tetapi kepada pengusaha dan pemerintah. Hingga saat ini, peraturan perundang-
undangan tentang keselamatan kerja diatur dalam UU No 1 Tahun 1970
tentang keselamatan kerja.
 Bagi pekerja, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan
menimbulkan suasana kerja yang aman, sehingga pekerja dapat
memusatkan perhatian pda pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa
khawatir bila suatu saat mengalami kecelakaan kerja. Salah satu contohnya
adalah prosedur pakaian dan kewajiban menggunakan helm di dalam
pabrik manufaktur Toyota.
 Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam
perusahaannya akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat

11
mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan sosial. Salah satu
contohnya adalah prosedur menyebrang jalan di kawasan PT. Toyota
Motor Manufacturing Indonesia yang dipublikasikan melalui standing
banner yang dipasang di setiap lantai kantor.
 Bagi pemerintah dan masyarakat, dengan ditaatinya peraturan keselamatan
kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi
barangdan jasa pelaku usaha.
3) Perlindungan Ekonomis
Perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk
bila tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya. Penyelenggara
program jaminan sosial, seperti BPJS yang ada saat ini, merupakan salah satu
tangung jawab negara untuk memberikan perlindungan sosial-ekonomi
kepada masyarakat. Sesuai dengan Undang-undang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja, No, 3 Tahun 1992 Pasal 10, jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai
pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan
sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

4. Perlindungan Terhadap Investor


Undang- undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanam Modal, setiap
penanam modal memiliki hak untuk mendapat : (1) Kepastian hak, hukum, dan
perlindungan; (2) Informasi terbuka mengenai usaha yang dijalankan; (3)Hak
pelayanan; dan(4) Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan.
Salah satu masalah yang terjadi pada investor adalah ketika investor
tidak bisa mendapatkan deposito ketika jatuh tempo. Dalam hal ini, Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) yang akan membayar tabungan investor tersebut.
Atas penjaminan ini, bank-bank diwajibkan membayar premi yang ditentukan
LPS. Demikian juga seseorang yang telah menjual saham di bursa sudah
mempunyai kepastian untuk mendapatkan dana pada periode T+3 yang

12
dibayarkan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). LPS dan KPEI
memiliki aturan yang dibuat berdasarkan undang-undang.
Sering juga dijumpai konsumen mendapatkan barang yang dibeli tidak
sesuai dengan aslinya. Oleh karena itu, investor yang bertransaksi di pasar
modal juga perlu dilindungi dari kepalsuan produk keuangan yang
ditransaksikan. Regulasi yang dibuat adalah membuat produk yang
ditransaksikan tersebut tidak beredar seperti barang konsumsi, tetapi tercatat
dalam sebuah kustodian, dalam hal ini PT Kustodian Sentral Efek Indonesia
(KSEI). KSEI juga menjamin barang yang dijual secara pasti ada dan secara
pasti tersimpan sebagai milik pembeli setelah transaksi berlangsung.

5. Perlindungan Terhadap Kompetitor


Pemerintah mengesahkan Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat untuk
menciptakan persaingan yang sehat dalam praktik bisnis di Indonesia dan
sebagai upaya perlindungan terhadap para kompetitor yang bersaing dalam
dunia bisnis. Isi UU tersebut antara lain mengatur perjanjian-perjanjian pelaku
usaha yang dilarang, meliputi praktik oligopoli, penetapan harga, pembagian
wilayah pemasaran, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal,
perjanjian tertutup dan perjanjian dengan pihak luar negeri. Selain itu, tindakan
atau kegiatan pelaku usaha yang dilarang meliputi praktik monopoli,
monopsoni, penguasaan pasar, dan persekongkolan. Selain mengatur jenis-jenis
perjanjian dan praktik yang dilarang, UU tersebut juga menetapkan
pembentukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU memiliki
wewenang untuk mengawasi pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 tersebut,
melakukan penilaian perjanjian antarpelaku usaha, memberi saran dan
pertimbangan kepada pemerintah, menerima laporan, serta memutus dan
menjatuhkan sanksi administrasi.

6. Perlindungan Terhadap Kreditur


Salah satu cara untuk melindungi kepentingan kreditor (sebagai
penerima fidusia, di mana fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu

13
benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda)
adalah dengan memberikan ketentuan yang pasti akan Kreditur. Diaturnya data
yang lengkap yang harus termuat dalam jaminan Fidusia (Pasal 6 UUJF),
secara tidak langsung memberikan pegangan yang kuat bagi kreditur sebagai
penerima fidusia, khususnya tagihan mana yang dijamin dan besamya nilai
jaminan, yang menentukan seberapa besar tagihan kreditur preferen.
Maksud atau tujuan dari perjanjian jaminan fidusia dari segi
perlindungan hukum bagi kreditur adalah memberikan hak istimewa atau hak
didahulukan baginya guna pelunasan hutang-hutang

7. Peraturan Perundang-undangan Mengenai Whistleblower


Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung no. 4 Tahun 2011, Mahkamah
Agung menerjemahkan istilah whistleblower sebagai pelapor tindak pidana
yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan bagian dari
pelaku kejahatan yang dilakukannya, atau bisa disebut sebagai seorang saksi.
Perlindungan terhadap whistleblower merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan karena biasanya seorang whistleblower menanggung risiko yang
cukup besar atas perbuatannya mengungkap sebuah praktik kecurangan dalam
sebuah instansi. Perlindungan maksimal bagi whistleblower oleh seluruh pihak
yang terkait, baik pemerintah sebagai regulator maupun perusahaan atau
organisasi sebagai instansi merupakan salah satu indikator penerapan prinsip
tatakelola yang baik karena hal tersebut semakin meningkatkan transparansi
dalam organisasi atau instansi tersebut.
Hingga saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang secara
khusus mengatur mengenai whistleblower di Indonesia. Namun beberapa
ketentuan mengenai perlindungan saksi, termasuk didalamnya whistleblower,
diatur dalam UU no. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
yang kemudian diikuti dengan Surat Edaran Mahkamah Agung no. 4 Tahun
2011 tentang Perlakuan terhadap Pelapor Tindak Pidana (whistleblower) dan
Saksi Pelaku yang Bekerja Sama (justice collaborator).
Selain itu pada UU no. 13 tahun 2006, diatur pula pembentukan sebuah

14
lembaga bernama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang
bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan
pada Saksi dan Korban. Lembaga ini diharapkan dapat menjadi wadah dan
tonggak perlindungan saksi dan korban dari berbagai ancaman yang mereka
terima akibat perbuatan mereka. Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung no. 4
Tahun 2011, MA menghimbau kepada para hakim untuk memberikan
perlindungan hukum bagi para pelapor tindak pidana (whistleblower) sehingga
mereka tidak dapat dituntut baik dalam pidana maupun perdata atas laporan,
kesaksian yang sedang, akan, atau telah diberikannya. Bagi pelapor tindak
pidana yang juga berstatus sebagai tersangka, MA menghimbau para hakim
untuk mempertimbangkan adanya pemberian keringanan pidana terhadap pihak
tersebut, walaupun tidak dapat dibebaskan sepenuhnya dari tuntutan pidana
yang diberikan. Apabila pelapor tindak pidana (whistleblower) dilaporkan juga
oleh pihak terlapor, maka penanganan perkara atas laporan yang disampaikan
oleh pelapor tindak pidana didahulukan dibandingkan laporan yang
disampaikan pihak terlapor. Selain dituangkan dalam UU no. 13 tahun 2006
dan SEMA no. 4 tahun 2011, beberapa institusi pemerintahan seperti
Kementerian Hukum dan HAM RI, Jaksa Agung, Polri, KPK RI, Kejaksaan
RI, dan LPSK mengeluarkan peraturan bersama yang mengatur Perlindungan
Bagi Pelapor, Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama untuk setiap
kasus whistleblower yang terjadi atau ditangani oleh instansi-instansi tersebut.
Saat ini memang belum ada peraturan yang khusus mengatur mengenai
whistleblower di Indonesia. Peraturan perundang-undangan yang telah
dikeluarkan Republik Indonesia hanya mengatur perlindungan terhadap saksi
secara umum dan memasukkan whistleblower sebagai salah satu bagian dari
saksi, sementara peraturan lain yang membahas whistleblower secara lebih
eksplisit belum memiliki kekuatan hukum yang baik, karena peraturan-
peraturan tersebut umumnya masih berupa Surat Edaran atau peraturan
bersama yang dikeluarkan beberapa instansi pemerintahan.

2.4 Corporate Social Responsibility


Bowem 1953 mendefinisikan CSR sebagai kewajiban pengusaha untuk

15
merumuskan kebijakan, membuat keputusan, atau mengikuti garis tindakan yang
diinginkan dalam hal tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Definisi tersebut kemudian
diperbarui oleh Davis (1960) yang menyatakan bahwa: keputusan dan tindakan
bisnis diambil dengan alasan, atau setidaknya sebagian, melampaui kepentingan
ekonomi atau teknis langsung perusahaan.
Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan atau dunia
bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan
dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitik beratkan
pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan.
Dengan demikian CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya
untuk menigkatkan keuntungan perusahaan secara finansial melainkan pula untuk
pembangunan sosial-ekonomi kawasan, secara holistik, melembaga dan
berkelanjutan.
Dengan CSR perusahaan diharapkan dapat meningkatkan perhatian terhadap
lingkungan, kondisi tempat kerja, hubungan perusahaan masyarakat, investasi
sosial perusahaan, dan citra perusahaan di mata publik menjadi baik, meningkatkan
kinerja keuangan perusahaan dan akses kapital. Dalam aktifitasnya setiap
perusahaan akan beinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Akibat dari interaksi itu
menuntut adanya timbal balik antara perusahaan dan lingkungan sosialnya yang
berimplikasi pada timbulnya dampak-dampak sosial atas kegiatan operasi
perusahaan pada lingkungannya. Sepanjang perusahaan menggunakan sumber daya
manusia dan komunitas yang ada, maka perusahaan memiliki tanggung jawab
untuk menghasilkan profit dan mengembalikan sebagian profit tersebut bagi
masyarakat.

1. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


Menurut Hackston dan Milne, tangggung jawab sosial perusahaan sering
disebut juga sebagai corporate social responsibility atau social disclosure,
corporate social reporting, social reporting merupakan proses
pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi
organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap

16
masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut memperluas tanggung jawab
organisasi dalam hal ini perusahaan, di luar peran tradisionalnya untuk
menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang
saham. Perluasan tersebut dibuat dengan asumsi bahwa perusahaan mempunyai
tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang
saham.
Perusahaan akan mengungkapkan suatu informasi jika informasi tesebut
dapat meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan dapat menggunakan informasi
tanggung jawab sosial sebagai keunggulan kompetitif perusahaan. Perusahaan
yang memiliki kinerja lingkungan dan sosial yang baik akan direspon positif
oleh investor melalui peningkatan harga saham. Apabila perusahaan memiliki
kinerja lingkungan dan sosial yang buruk maka akan muncul keraguan dari
investor sehingga direspon negatif melalui penurunan harga saham.
Tingkat pengungkapan informasi tanggungjawab sosial perusahaan (CSR)
pada perusahaan-perusahaan yang diteliti dinilai melalui luas pengungkapan
yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Untuk mengukur CSR disclosure
digunakan indeks pengungkapan sosial atau CSR index yang merupakan luas
pengungkapan relative setiap perusahaan sampel atas pengungkapan sosial yang
dilakukannya.
Indikator pengungkapan tanggung jawab sosial menurut GRI ( Global
Reporting Initiative ) terdiri dari tiga indikator, yaitu indikator kinerja ekonomi,
kinerja lingkungan dan kinerja sosial. Aspek kinerja ekonomi meliputi aspek
kinerja ekonomi, aspek kehadiran pasar dan aspek dampak tidak langsung.
Dalam indikator kinerja lingkungan, terdapat aspek material, energi, air,
biodiversitas, emisi, efluen dan limbah, aspek produk dan jasa, aspek kepatuhan,
aspek transportasi dan aspek keseluruhan. Indikator sosial berhubungan dengan
ketenagakerjaan, hak asasi manusia, masyarakat dan tanggung jawab produk.
Dalam hal ketenagakerjaan, aspek yang dinilai yaitu pekerjaan, tenaga
kerja/hubungan manajemen, kesehatan dan keselamatan jabatan, pelatihan dan
pendidikan, keberagaman dan kesempatan setara. Aspek dalam hak asasi
manusia meliputi aspek praktek investasi dan pengadaan, aspek nondiskriminasi,
aspek kebebasan berserikat, berunding dan berkumpul bersama, aspek pekerja

17
anak, aspek kerja paksa dan kerja wajib, aspek praktik/tindakan pengamanan dan
aspek hak penduduk asli. Sedangkan masyarakat terdiri dari aspek komunitas,
korupsi, kebijakan publik, kelakuan tidak bersaing dan aspek kepatuhan. Dalam
hal tanggung jawab produk, aspek yang dinilai yaitu aspek kesehatan dan
keamanan pelanggan, aspek pemasangan label bagi produk dan jasa, aspek
komunikasi pemasaran, aspek keleluasaan pribadi pelanggan dan aspek
kepatuhan.

2. Manfaat CSR
a. Manfaat bagi perusahaan
Adapun manfaat CSR bagi perusahaan yaitu : Mempertahankan dan
mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan, Mendapatkan lisensi untuk
beroperasi secara sosial, Mereduksi risiko bisnis perusahaan, Melebarkan akses
sumberdaya bagi perusahaan, Membuka peluang besar yang lebih luas,
Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah, Memperbaiki
hubungan dengan stakeholders, Memperbaiki hubungan dengan regulator,
Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan, dan Peluang mendapatkan
penghargaan.
b. Manfaat CSR bagi Masyarakat
Untuk Indonesia, bisa dibayangkan, pelaksanaan CSR membutuhkan
dukungan pemerintah daerah, kepastian hukum, dan jaminan ketertiban sosial.
Pemerintah dapat mengambil peran penting tanpa harus melakukan regulasi di
tengah situasi hukum dan politik saat ini. Di tengah persoalan kemiskinan dan
keterbelakangan yang dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai
koordinator penanganan krisis melalui CSR (Corporate Social Responsibilty).
Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi fokus,
dengan masukan pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah memfasilitasi,
mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang mau terlibat
dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses interaksi antara
pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar terjadi proses interaksi yang
lebih adil dan menghindarkan proses manipulasi atau pengancaman satu pihak
terhadap yang lain. Intinya manfaat CSR bagi masyarakat yaitu dapat

18
mengembangkan diri dan usahanya sehingga sasaran untuk mencapai
kesejahteraan dapat tercapai. (Oktaviani, 2016: 2)

3. Ruang Lingkup CSR


Ruang lingkup Corporate Sosial Responsibility perusahaan merupakan
pengklasifikasian dari bidang – bidang utama perusahaan perseroan atas
perbuatan sosial untuk memudahkan perusahaan dalam mengetahui item – item
mana saja yang merupakan tanggungjawab sosialnya, klasifikasi tersebut
meliputi:
1) Klasifikasi yang melibatkan masyarakat, mencakup aktivitas yang pada
dasarnya menguntungkan masyarakat seperti pelayanan kesehatan, program
pemberian makanan, serta perencanaan dan perbaikan masyarakat.
2) Klasifikasi sumber daya manusia, mencakup bidang – bidang yang
menguntungkan karyawan seperti program pendidikan dan pelatihan
kebijakan kenaikan pangkat serta tunjangan karyawan
3) Klasifikasi sumber daya fisik dan sumbangan lingkungan Mengenai kualitas
udara dan air serta pengendalian polusi maupun pelestarian lingkungan
hidup.
4) Klasifikasi sumbangan produk dan jasa, memperhatikan pengaruh produk
atau jasa perusahaan terhadap masyarakat dengan memperhitungkan
beberapa pertimbangan seperti kualitas produk, pembungkusan produk,
pengiklanan produk, ketentuan garansi produk dan keamanan produk.

4. Pinsip-prinsip CSR
Implementasi CSR juga didasarkan pada prinsip-prinsip berikut :
1) Prinsip kepatuhan hukum, dalam arti, perusahaan harus memahami dan
mamatuhi semua peraturan, lokal, internasional, yang dinyatakan secara
tertulis dan tidak ditulis, sesuai dengan prosedur tertentu.
2) Kepatuhan terhadap hukum adat internasional. Artinya, ketika menetapkan
kebijakan dan praktik yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial,
perusahaan harus mamatuhi, keputusan, pedoman, peraturan pemerintah,
deklarasi dan atau perjanjian internasional.

19
3) Menghormati stakeholder terkait, dalam arti perusahaan harus mengakui
dan menerima keberagaman stakeholder terkait dan keberagaman
perusahaan- mitra (besar dan kecil) dan unsur-unsur lain, yang dapat
mempengaruhi stakeholder terkait.
4) Prinsip transparansi, artinya, perusahaan harus jelas, akurat, dan
komprehensif dalam menyatakan kebijakan, keputusan, dan kegiatan,
termasuk pengenalan terhadap potensi lingkungan dan masyarakat.
5) Menghormati Hak azasi Manusia, dalam arti, perusahaan harus
melaksanakan kebijakan dan praktik yang akan menghormati hak azasi
manusia yang ada dalam Deklarasi Universal lefts Manusia.

5. Tantangan Terhadap CSR


Upaya penerapan CSR sendiri bukannya tanpa hambatan. Dari kalangan
ekonom sendiri juga muncul reaksi sinis misalnya, mengritik konsep CSR,
dengan argumen bahwa tujuan utama perusahaan pada hakikatnya adalah
memaksimalkan keuntungan (returns) bagi pemilik saham, dengan
mengorbankan hal-hal lain. Ada juga kalangan yang beranggapan, satu-satunya
alasan mengapa perusahaan mau melakukan proyek-proyek yang bersifat sosial
adalah karena memang ada keuntungan komersial di baliknya. Yaitu,
mengangkat reputasi perusahaan di mata publik ataupun pemerintah. Oleh
karena itu, para pelaku bisnis harus menunjukkan dengan bukti nyata bahwa
komitmen mereka untuk melaksanakan CSR bukanlah main-main. Manfaat dari
CSR itu sendiri terhadap pelaku bisnis juga bervariasi, tergantung pada sifat
(nature) perusahaan bersangkutan, dan sulit diukur secara kuantitatif. Meskipun
demikian, ada sejumlah besar literatur yang menunjukkan adanya korelasi antara
kinerja sosial/lingkungan dengan kinerja finansial dari perusahaan.
CSR pada akhirnya akan menguntungkan perusahaan. Tetapi, tentu saja,
perusahaan tidak diharapkan akan memperoleh imbalan finansial jangka pendek,
ketika mereka menerapkan strategi CSR. Karena, memang bukan itu yang
menjadi tujuannya.

20
2.5 Stakeholder’s Roles and Responsibility
Pemangku kepentingan atau stakeholder adalah semua individu, kelompok
masyarakat, atau komunitas yang memiliki hubungan dan kepentingan terhadap
organisasi atau perusahaan. Dalam organisasi atau perusahaan, stakeholder
berperan aktif dan pasif dalam upaya mencapai tujuan organisasi atau perusahaan
tersebut.
Dalam kegiatan bisnis atau perusahaan, fungsi stakeholder adalah sebagai
salah pihak yang mengembangkan bisnis atau perusahaan tersebut. Tipe-tipe
pemangku kepentingan pun beragam, seperti pemegang saham,
karyawan/karyawan/staf, distributor, dan konsumen. Bahkan, ada anggapan
beberapa stakeholder adalah pesaing bagi perusahaan lainnya karena memengaruhi
stabilitas perusahaan lainnya.
1. Teori Stakeholder
Teori stakeholder menjelaskan bahwa perusahaan tidak berdiri sendiri
hanya untuk kepentingan perusahaan , tetapi juga memberi manfaat dan
pemenuhan kebutuhan bagi pihak lain. Kelompok stakeholder ini menjadi
bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam memutuskan berbagai hal
menyangkut pengembangan perusahaan. Misalnya saja, informasi terkait
rencana bisnis ke depan, apakah sebaiknya diinformasikan atau tidak. Jika
diinformasikan, ada potensi diketahui pihak kompetitor dan berisiko ditiru.
Namun, jika tidak diinformasikan, konsumen dalam hal ini masyarakat tidak
akan melihat perusahaan tersebut memiliki rencana ke depan. Dalam hal itu,
pihak perusahaan terbuka (Tbk) atau publik yang diwajibkan
menginformasikan berbagai perencanaan bisnis kepada masyarakat sebagai
pemegang saham.
Teori-teori stakeholder adalah sebagai berikut :
a. Instrumental
Teori ini menyebutkan bahwa salah satu strategi untuk meningkatkan
kinerja perusahaan adalah memperhatikan kepentingan stakeholder.
Semuanya harus menjalin hubungan yang saling menguntungkan. Dengan
adanya hubungan yang baik, pendapatan yang diterima akan terus
meningkat. Inilah salah satu yang membuat hubungan manajer, direksi,

21
dan stakeholder terus diupayakan untuk bisa terjalin dengan baik sesuai
tujuan perusahaan dan demi citra perusahaan.
b. Normatif
Seorang pemimpin perusahaan yang baik tidak hanya memikirkan
keuntungan semata. Ada beberapa hal yang harus mereka pertimbangkan
juga, seperti imbalan atau bonus yang pantas diberikan kepada karyawan
atau pihak lain atas jasanya kepada perusahaan. Begitupun jika terjadi
kerugian dalam perusahaan. Merekalah yang bisa memengaruhi
perusahaan untuk mengalihkan kepentingan ke pihak lain. Dengan kata
lain, pengaruh stakeholder adalah cukup besar terhadap sepak terjang
sebuah perusahaan.
c. Deskriptif
Teori stakeholder yang ini akan memberikan gambaran pengelolaan tugas
seorang manajer untuk kepentingan perusahaan dengan tujuan saling
menguntungkan. Apa pun kondisinya, pihak perusahaan dan manajer
nyatanya saling membutuhkan. Jika ada keberatan pada salah satu pihak,
kerja sama tidak akan berjalan mulus dan kelangsungan perusahaan
menjadi taruhannya. Teori-teori di atas memberikan gambaran tentang
tujuan kehadiran stakeholder. Dalam hal ini, tujuan stakeholder adalah
meningkatkan penciptaan nilai dan meminimalkan risiko kerugian.
Namun, meskipun teori tersebut memperluas perspektif pengelolaan
perusahaan dan lainnya, tetap ada kelemahan. Kelemahannya adalah teori
tersebut hanya berfokus pada cara-cara yang dipakai perusahaan untuk
mengatur pihak pemangku kepentingan.

2. Klasifikasi Stakeholder
Secara umum, stakeholder atau pemangku kepentingan diklasifikasikan
dalam tiga kelompok berdasarkan kekuatan, posisi, dan pengaruhnya. Nantinya
dari klasifikasi ini kita bisa menggolongkan berbagai jenis pemangku
kepentingan. Lebih jelasnya, klasifikasi stakeholder adalah sebagai berikut.
a. Pemangku Kepentingan Utama (Primer)

22
Pemangku kepentingan kategori primer adalah semua yang berhubungan
langsung dengan pengambilan keputusan, kebijakan, program, dan proyek
perusahaan. Mereka yang menjadi penentu utama dalam keputusan
perusahaan adalah:
 Masyarakat dan tokoh masyarakat yang terdampak langsung atas
keputusan, kebijakan, atau proyek yang dibuat perusahaan. Tokoh
masyarakat dianggap sebagai sosok yang mewakili aspirasi publik
untuk disampaikan kepada perwakilan perusahaan.
 Manajer publik adalah lembaga publik yang bertanggung jawab dalam
mengambil keputusan dan mengimplementasikannya.
b. Pemangku Kepentingan Pendukung (Sekunder)
Pemangku kepentingan kategori sekunder adalah semua pihak yang tidak
berkaitan secara langsung dengan hasil keputusan, kebijakan, atau proyek
suatu perusahaan. Namun, mereka berandil dalam menyampaikan
keprihatinan atau kepedulian. Andil mereka ini dinilai sebagai pendapat
atau suara yang dapat memengaruhi keputusan stakeholder utama atau
legalitas pemerintah dalam suatu proyek.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah:
 Lembaga pemerintah dalam wilayah tertentu, tetapi tidak memiliki
tanggung jawab langsung.
 Lembaga pemerintah yang terkait dengan permasalahan tertentu, tetapi
tidak memiliki wewenang langsung dalam mengambil keputusan.
 Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang yang
berhubungan dengan dampak, manfaat, atau rencana terkait.
 Perguruan tinggi, yaitu kelompok akademisi yang berpengaruh dalam
pengambilan keputusan pemerintah.
 Pengusaha atau badan usaha yang terkait dengan keputusan, kebijakan,
atau proyek yang akan dibuat.
c. Pemangku Kepentingan Kunci
Pemangku kepentingan kunci adalah mereka yang berada di unsur-unsur
eksekutif. Contohnya adalah anggota legislatif dan instansi yang memiliki
kewenangan secara legal untuk memutuskan suatu kebijakan, aturan, atau

23
proyek. Yang termasuk dalam kategori ini contohnya adalah pemerintah
kabupaten, DPRD, dan dinas yang membawahi langsung suatu proyek
yang sedang digarap.\Dalam dunia bisnis, stakeholder terbagi dua, yaitu
internal dan eksternal. Kategori internal stakeholder adalah pemegang
saham, manajemen dan para eksekutif, karyawan serta keluarga karyawan.
Sementara kategori eksternal stakeholder adalah konsumen, distributor,
pemasok, bank, pemerintah, kompetitor, komunitas, dan pers.

3. Peran Stakeholder
Peran atau fungsi utama pemangku kepentingan atau stakeholder adalah
membantu membuat suatu kebijakan, aturan, atau proyek agar sesuai dan
tercapai dengan arah pengembangan organisasi atau perusahaan. Dalam
perusahaan, peran mereka berbeda-beda, tetapi semua bertujuan
mengembangkan bisnis perusahaan. Dalam perusahaan, peran tiap-
tiap stakeholder adalah sebagai berikut.
a) Pemegang saham dan pemilik berperan sebagai penyedia modal dalam
perusahaan agar operasional berjalan. Mereka sebagai stakeholder adalah
pengawas yang mengamati kinerja bawahannya.
b) Pegawai yang menjadi faktor penentu kinerja suatu perusahaan. Itu
sebabnya mereka juga menjadi pemangku kepentingan perusahaan.
c) Supplier atau pemasok turut memengaruhi kinerja perusahaan sehingga
mereka juga turut menjadi pemangku kepentingan.
d) Konsumen berperan juga sebagai pemangku kepentingan karena mereka
yang menggunakan produk kita dan menilainya.
e) Bank adalah individu atau perusahaan yang memberikan bantuan modal
untuk operasional perusahaan.
f) Pesaing atau kompetitor turut berperan dalam keputusan, kebijakan, dan
proyek perusahaan. Cek saja perusahaan mobil Toyota dan Honda yang
bersaing ketat di pasar Indonesia.
g) Pemerintah adalah pihak yang juga jadi pemangku kepentingan sebuah
perusahaan. Keputusan yang diambil pemerintah baik pusat maupun daerah

24
turut memengaruhi kebijakan, keputusan, dan proyek yang akan
dilaksanakan suatu perusahaan.
Secara umum, baik langsung maupun tidak langsung,
peran stakeholder adalah pengaruh dalam pergerakan suatu organisasi atau
perusahaan. Tanpa pemangku kepentingan ini, organisasi atau perusahaan tidak
akan terarah untuk mencapai tujuannya.

4. Tanggung Jawab Sosial Stakeholder


Dalam hal menyeimbangkan peran dan hubungan
antara stakeholder, perusahaan harus memiliki tanggung jawab sosial atau yang
biasa dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR). Adapun
beberapa contoh tanggung jawab para pemangku kepentingan
atau stakeholder adalah sebagai berikut.
a. Tanggung Jawab Sosial Kepada Karyawan
Para pemilik perusahaan dapat memiliki tanggung jawab sosial pada
karyawan, seperti memberikan fasilitas yang nyaman dan sesuai bagi
karyawan mereka, memberikan gaji sesuai dengan perjanjian kerja yang
tertulis, dan tidak melakukan diskriminasi dalam hal apa pun pada
karyawan.
b. Tanggung Jawab Sosial Kepada Konsumen
Sekarang ini eranya konsumen adalah mitra sehingga perusahaan harus
bisa menjadi rekan baik bagi para konsumen. Lewat
pendekatan Customers Relation Management (CRM), perusahaan berusaha
memberikan manfaat yang baik dengan menjual produk maupun agar
mereka kembali membeli produk perusahaan.
c. Tanggung Jawab Sosial Kepada Masyarakat
Saat ini seluruh perusahaan harus memiliki program CSR sebagai bentuk
tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Program CRS ini bisa berupa
pemberian bantuan seperti sarana prasarana untuk pendidikan, kesehatan,
infrastruktur, wadah usaha, atau hal lain yang dibutuhkan masyarakat.
Penting buat kamu para pengusaha ataupun calon pengusaha untuk
mengetahui tentang para stakeholder dan bagaimana tanggung jawab

25
sosial kepada para stakeholder agar terbangun kerja sama yang kuat antara
keduanya demi mencapai visi, misi, dan tujuan perusahaan agar maksimal.

2.6 Kasus Asia Pulp and Paper, Widjaja dan Stakeholders serta Tanggung Jawab
Perusahaan
1. Profil Asia Pulp & Paper Co. Ltd
Asia Pulp & Paper Co.Ltd selanjutnya dalam tulisan ini disebut APP
merupakan perusahaan penyuplai kertas terbesar di Asia (tidak termasuk Jepang)
dan termasuk dalam sepuluh besar penyuplai kertas dan bubur kertas terbesar di
dunia. APP memiliki 15 perusahaan produksi dan konversi di Indonesia, 12
perusahaan di China, 4 di Singapura, 2 di Amerika serikat dan masing-masing
satu di Meksiko, India, dan Malaysia. APP memasarkan produknya dilebih dari
120 negara di enam benua. Produk kertas APP terdiri dari berbagai mulai kertas
tulis dan printing, kertaskarbon sampai dengan kertas tissue. APP bermula sejak
tahun 1972 sebagai perusahaan penghasil soda kaustik, lalu beralih menjadi
perusahaan kertas pada tahun1980. Sekarang, Kertas hasil olahan pabriknya
telah digunakan lebih dari 120 negara didunia. APP merupakan anak perusahaan
dari Sinar Mas Group yang bermarkas di Shanghai China. Mulai
mengoperasikan pabrik pengolahan bubur kertas pertamanya pada tahun 1984 di
Provinsi Riau. Pabrik milik APP itu, ialah Indah Kiat Pulp & Paper, adalah
pabrik pengolahan bubur kertas raksasa di Indonesia dengan kapasitas produksi
105.000 tonpertahun. Pada 1994, APP membuka pabrik pengolahan bubur
keduanya di provinsi Jambi. Dengan kapasitas yang sebesar itu, tentu saja
perusahaan ini membutuhkan banyak suplai kayu pohon untuk diolah menjadi
bubur dan kertas. Sampai saat ini APP sudah memiliki luas lahan hutan alam
seluas1.080.000 hektare yang telah atau akan dijadikan bahan baku produksi
kertas dan pulp atau bubur kertas perusahaan.
APP merupakan salah satu anak perusahaan yang berbasis pengelolaan
sumber daya alam t erbesar di dunia yakni Sinar Mas Group yang dimilikioleh
sebuah keluarga Widjaja atau Widjaja Family. APP mengkombinasikan bubur
kayu, kertas dan kapasitas kemasan di Indonesia sebesar 6,9 juta ton,dengan
menggunakan serat dari tanaman dan hutan yang degradasi. Selama bertahun-

26
tahun, APP telah melakukan ekspansi terus menerus melalui akusisi dan
ekspansi disejumlah besar pabrik pulp dan kertas. APP mempunyai komitmen
untuk kepuasan konsumenyang meningkatkan pangsa pasar penjualan kertas
diseluruh dunia, dan memperluas layanannya dengan membuka kantor cabang
dibanyak negara.
Kasus Asia Pulp and Paper Indonesia, merupakan sebuah kasus yang
memberikan gambaran kita secara besar mengenai tanggung jawab perusahaan
terhadap tidak hanya pada pemilik saham (shareholder) tetapi juga kepada
pemangku kepentingan (stakeholder).Stakeholder terdiri dari individu ataupun
lini bisnis yang terpengaruh dengan kebijakan perusahaan, di dalam hal Asia
Pulp and Paper Indonesia, stakeholder yang paling terpengaruh dengan
keputusan pailit atau gagal bayar terhadap utang sebesar $ 1,4 milyar (1,4
Milyar US Dollar) adalah investor-investor yang membeli bonds atau surat
utang tersebut juga para bank-bank yang meminjamkan uang mereka
(financing). Padahal perusahaan APP mencatat keuntungan terus menerus dari
tahun 1990 hingga masuk tahun 2000-an namun, pada tahun 2001 perusahaan
APP menyatakan gagal bayar atas utang-utang tersebut.
Ketika kita melihat struktur kepemilikan APP atau dalam hal ini keluarga
Widjaja, saham-saham perusahaan tersebut memang beredar secara bebas atau
dalam Bahasa bisnisnya bersifat terbuka, tetapi ini hanya dalam bentuk secara
legalitas, karena pada dasarnya saham itu tetap dimiliki oleh keluarga Widjaja
tersebut. Sebagai contoh Lontar Papyrus yang dimiliki sebesar kurang lebih 20%
oleh Satria Perkasa Agung dan 80% tersebut dimiliki oleh Pindo Deli, dimana
baik Pindo Deli dan Satria Perkasa Agung dimiliki oleh Purinusa Ekaspersada.
Memang, pada dasarnya struktur kepemilikan ini tidak bermasalah dan bahkan
tidak jarang sebuah perusahaan multi lini bisnis memiliki lini bisnis yang
kompleks. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah, dalam laporan keuangan
atau laporan yang diberikan kepada publik, banyak indikasi bahwa di laporan
keuangan tersebut terindikasi ada transfer pricing kebijakan financing atau
pembiayayaan yang tidak sesuai dengan nilai pasar atau kebijakan umum atau
logika sehat. Sebagai contoh di dalam bisnis yang mengurusi bubur kayu
diharuskan membiayai perusahaan yang memotong atau mengolah pohon di

27
sektor hulu nya. Memang, secara materialitas hal ini bernilai kecil dibandingkan
pembiayaan yang diberikan oleh bank tetapi hal ini seharusnya sudah
menunjukkan sebuah tanda bahaya atau red flag.
Ketika kita melihat ini dari masalah luar, kita tidak bisa menyalahkan
kesalahan ini sepenuhnya dengan keluarga Widjaja karena pada dasarnya
investor dapat melihat tanda bahaya bahwa perusahaan APP ini terlilit dalam
utang, tetapi tetap percaya karena berlandaskan rasa percaya pada keluarga
Widjaja, di sini juga stakeholder seharusnya berpikir secara rasional dan tidak
begitu saja memberikan pinjaman.
Bisnis Asia Pulp dan Paper merupakan lini bisnis yang dianggap salah
satu paling sehat dan diuntungkan, menurut investor-investor asing, dengan
kejadian krisis 1998, hal ini karena perusahaan APP membiayai barang-barang
bahan mentah dan pekerja dengan rupiah sementara perusahaan APP
menjualnya dengan kurs dollar. Hal ini diperkuat laporan keuangan yang
memberikan kesan bahwa margin pendapatan mereka yang tinggi karena mereka
berhasil menekan biaya hingga ke titik tertentu. Seharusnya hal ini memberikan
keuntungan tersendiri bagi APP apalagi dengan krisis yang terjadi dalam negeri,
namun yang menjadi kenyataannya adalah APP menyatakan gagal bayar, seperti
yang telah disebutkan di atas, hal ini tidak lain karena biaya yang selama ini
dianggap berhasil ditekan, merupakan permainan akuntansi.
Apa yang dapat diambil dari kasus ini adalah pertama sebagai salah satu
stakeholder apalagi dalam kasus ini adalah peminjam duit, harus diperhatikan
kembali skeptisme profesional bahkan dari pihak perbankan, kita meskipun juga
memiliki asas kepecaryaan bahwa nilai dari perusahaan harus dievaluasi secara
berkala dan evaluasi tersebut menjadikan pertimbangan kita dalam memberikan
pinjaman atau menilai nilai dari sebuah perusahaan. Kita mengetahui bahwa
keluarga Widjaja merupakan salah satu konglomerat terbesar pada saat itu di
Indonesia, dan pada dasarnya mereka dipercaya oleh berbagai publik. Tetapi rasa
kepercayaan saja tidak boleh dijadikan sebagai penilaian untuk perusahaan
tersebut.

2. Kerusakan dan Masalah yang Timbul Akibat Ulah Asia Pulp and Paper

28
Dalam perjalanan sejarahnya, APP tidak pernah lepas dari kontroversi.
Perusahaan ini mendapat berbagai tudingan pelanggaran yang berkaitan dengan
perusakan hutan alam, hilangnya habitat satwa endemik yang terancam punah,
serta munculnya konflik sosial dengan masyarakat lokal dan adat diwilayah
konsesinya. Seperti yang tertera dalam laporan yang dirilis oleh kelompok
pemantau hutan menyatakan bahwa APP bertanggungjawab terhadap telah
hilangnya 2 juta hektar hutan alam termasuk lahan gambut di Riau dan Jambi,
Sumatera, sejak mulai beroperasi pada tahun 1984.
Kelompok ini pun menyatakanbahwa APP telah berulang kali gagal
dalam mencapai target capaiannya untuk memastikan bahwa seluruh kayu yang
mereka produksi berasal dari hutan tanaman industri mereka. Kelompok
pemantau Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF) menyatakan
bahwa 54 persen dari total bahan baku untuk bubur kertas adalah berasal dari
hutan alam. Tidak saja fakta bahwa APP dan perusahaan pemasok kayunya
masih tergantung kepada hutan alam, namun hasil investigasi Greenpeace pad a
tahun 2012 telah membuktikan bahwa APP masih melakukan “penebangan
hutan alam secara serampangan”.
Pelarangan penebangandan perdagangan pohon ramin sendiri telah
diberlakukan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 2001. Fakta-fakta lapangan
menunjukkan bahwa pembukaan hutan oleh APP telah meningkatkan frekuensi
dari munculnya konflik manusia dengan satwa liar. Setidaknya dari tahun 1997-
2009saja telah terjadi 245 konflik antara manusia dengan harimau yang terjadi
di wilayah konsesi APP dan para pemasoknya. Di propinsi Riau sendiri, 147
konflik atau 60% diantaranya kematian bagi 27 manusia, 8 ekor harimau serta
pemindahan dan penangkapan 14 ekor harimau lainnya. Semua konflik berawal
sejak APP beroperasi pada tahun 1997 di wilayah ini.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akhirnya mengambil
tindakan penelusuran kasus pasokan kayu bahan produksi Asia Pulp and Paper
(APP) milik Grup Sinar Mas Hal ini diketahui melalui surat undangan
pertemuan klarifikasi KPPU yang ditujukan kepada salah satu pihak terkait,
yakni lembaga swadaya masyarakat yang mengajukan laporan.

29
Plt Deputi Penegakan Hukum KPPU Ero Sukmajaya menyampaikan
salah satu amanat undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah melakukan penelitian
terhadap dugaan adanya pelanggaran persaingan usaha.
Untuk diketahui, untuk memonitor serta mengantisipasi kebakaran hutan,
hingga saat ini, APP Sinar Mas telah menyiagakan 2.700 personel regu
pemadam kebakaran (RPK) yang sudah tersertifikasi Manggala Agni. Selain itu,
telah dibangun 26 pos pantau, 89 menara api, dan disediakan 1.150 pompa air.
APP Sinar Mas juga menyiapkan 160 truk pemadam kebakaran, 500
kendaraan patroli, 4 unit heli bell 412 dengan kapasitas angkut 1.000 liter air,
dan 3 unit heli superpuma/mil-8 dengan kapasitas angkut 4.000 liter air.
2. Permasalahan dan Kesulitan CSR di Indonesia
Berlandaskan dari aturan Undang-Undang 40 tahun 2007 mengenai
Perseroan Terbatas, serta PP 47/2012 tentang tanggung jawab sosial dari PT
tersebut , juga UU 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dilengkapi dengan
UU 32 tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaaan Lingkungan Hidup. Dapat
kita simpulkan bahwa tidak ada yang menjadi hambatan untuk CSR di
Indonesia. Bahkan Pemerintah menganjurkan kita untuk melakukan apa yang
disebut dengan tanggung jawab sosial. Bahwa tidak ada kesulitan dan
permasalahan di Inndonesia hal ini justru menimbulkan sebuah pertanyaan bagi
para perusahaan. Kenapa tidak mau berbuat lebih dalam hal tanggung jawab
social perusahaan. Pihak pemerintah mungkin bisa diminta untuk lebih
mensosialisasikan tanggung jawab sosial ini supaya tidak hanya perusahaan
terbuka saja, tetapi perusahaan tertutup juga melakukannya.

STAKEHOLDERS ROLES AND RESPONSIBILITIES

NO STAKE HOLDER PERATURAN ISU

30
1 OWNER OECD 4  Koalisi anti mafia
hutan menyoroti
afiliasi hub bisnis
perusahaan dgn
pemasok kayu
(Juni 2018)
2 MANAGER OECD 4  Sertifikasi halal
untuk kertas yg
akan di ekspor ke
negeri timur
tengah
3 EMPLOYEE Perlindungan . Adanya PHK ribuan
Ketenagakerjaan (UU karyawan terkait
No. 13 Tahun2003) persetujuan revisi RKU
OECD 4 hasil pemanfaatan hutan
(Okt 2017)

4 SUPPLIERS OECD 4  Koalisi anti mafia


hutan menyoroti
afiliasi hub bisnis
perusahaan dgn
pemasok kayu
(Juni 2018)
5 SOCIETY Konservasi Sumber  Raih 4
Daya Alam Hayati penghargaan
dan Ekosistemnya lingkungan pada

31
(UU No. 5 Tahun 2016
1990)  Wakafkan 1000
OECD 4 quran ke Riau
 Penyaluran 1 juta
buku tulis (2016)

6 GOVERNMENT Undang- undang  Adanya tuduhan


Nomor 25 Tahun strategi
2007 pengurangan
0ECD 4 pajak dengan cara
penggelapan
informasi pemilik
manffat pertama
rentang 1 tahun
(peraturan
pemerintah
Beneficial Owner
Maret 2018)
7 CREDITORS Perlindungan  Adanya
terhadap Kreditur restrukturisasi
(UU No. 42 Tahun hutang sebesar
1999) US 6,5 miliar
OECD 4 janka waktu
bayar 10 tahun
8 SHAREHOLDERS UU NO 25 TAHUN  Greenpeace putus
2007 hubungan dengan
OECD 4 APP terkait
deforestasi (2018)
9 CUSTOMERS Perlindungan  Pemasok dan ritel
Konsumen (UU No. tolak produk

32
8 Tahun 1999) sinar mas karena
kasus kabut asap
OECD 4 (Okt 2015)

Kesimpulan dari kasus ini terkait penerapan oecd 4 adalah pertama, sebagai
salah satu stakeholder apalagi dalam kasus ini adalah peminjam duit, harus
diperhatikan kembali skeptisme profesional bahkan dari pihak perbankan. Kita
mengetahui bahwa keluarga Widjaja merupakan salah satu konglomerat terbesar
pada saat itu di Indonesia, dan pada dasarnya mereka dipercaya oleh publik.
Tetapi rasa kepercayaan saja tidak boleh dijadikan sebagai penilaian untuk
perusahaan tersebut.
Kedua, tanggung jawab perusahaan kepada stakeholder perlu ditingkatkan
lagi, terutama kepada stakeholder eksternal dalam hal ini adalah masyarakat dan
lingkungan sebab secara tak langsung dapat merasakan dampak dari akibat
operasiperusahaan, tanggung jawab tersebut bisa diberikan dalam bentuk CSR.

33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fungsi pengawasan tata kelola perusahaan adalah tanggung jawab langsung
pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya, dan dapat dicapai melalui
partisipasi langsung investor dalam bisnis dan urusan keuangan perusahaan.
Pemegang saham memainkan peran penting dalam memantau perusahaan publik
untuk memastikan efektivitas tata kelola perusahaan mereka dan hak-hak pemegang
saham.
Dalam mempertahankan eksistensi suatu perusahaan, praktek Good
Corporate Governance bisa menjadi salah satu syarat yang harus
dimplementasikan. Tak hanya perusahaan saja yang bertindak, pemerintah turut
mendukung implementasi praktik GCG melalui peraturan perundang- undangan.
Penerapan program CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep
tata kelola perusahaan yang baik (Good Coporate Governance).
PraktikGood Corporate Governance mengatur bagaimana hubungan
perusahan dengan para stakeholdersdan bagaimana perusahaan melaksanakan
tanggung jawabnya pada tiap stakeholders, baik dari sisi internal maupun sisi
eksternal. Prinsip tatakelola perusahaan yang baik harus dapat mendorong
kerjasama aktif antara perusahaan dengan para stakeholders-nya untuk

34
menciptakan keuntungan bagi kedua belah pihak, menghasilkan lapanganpekerjaan,
dan menjaga keberlangsungan operasi perusahaan. Bagi stakeholderseksternal,
bentuk tanggung jawab yang dapat diberikan perusahaan adalah melalui program
Corporate Social Responsibility (CSR). Melalui program CSR dapat memberikan
timbal balik bagi pihak eksternal yang dipengaruhi oleh operasi perusahaan,
khususnya lingkungan alam dan sosial. Selain itu, melalui CSR perusahaan juga
dapat membangun reputasinya, seperti meningkatkan citra perusahaan maupun
pemegang sahamnya, posisi merek perusahaan, maupun bidang usaha perusahaan.
Prinsip pengaturan dan perlindungan mengenai stakeholders tidak hanya
ditetapkan oleh perusahaan saja, namun perlu ada serangkaian peraturan yang
ditetapkan oleh pemerintah sebagai public governance untuk mendukung corporate
governance yang dijalankan oleh perusahaan. Saat ini di Indonesia, beberapa aturan
mengenai para stakeholders seperti pekerja, konsumen, dan pemegang saham
memang telah ditetapkan, namun negara ini belum secara eksplisit mengatur
mengenai perlindungan terhadap whistleblower yang merupakan unsur penting
demi menjalankan prinsip transparansi pada perusahan.

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis makalah ini masih jauh dari kata
kesempurnaa,kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan
tentang makalah di atas dengan baik dan dari sumbersumber yang lebih banyak yang
dapat dipertanggung jawabkan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Li, N. and A. Toppinen. Corporate responsibility and sustainable competitive


advantage in forest-based industry: Complementary or conflicting goals?. Forest
Policy and Economics 13 (2011): 113-123.

OECD dan Central Bank Governors.Ensuring the Basis for an Effective Corporate
Governance Framework. G20/OECD Corporate Governance(2015):.
Razaee, Zabihollah, 2009, Corporate Governance and Ethic, Jhon Wiley (ZR)

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan


Konsumen.Jakarta: Sekretariat Negara, 1999.

Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang


Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya. Jakarta: Sekretariat
Negara, 1990.

Anda mungkin juga menyukai