Anda di halaman 1dari 48

TUGAS MAKALAH

“ETIKA PROFESI AKUNTANSI”


Dosen Pembimbing : Arini, SE.,M.Ak.,Ak.,CA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4

1. Anja Anggara (1962201095)


2. Elfrida Sinaga (1962201054)
3. Erika Pertiwi Tampubolon (1962201079)
4. Kristina Ameliana (1962201062)
5. Ma Asan. L (1962201128)
6. Nissa Fitriani Rahma (1962201012)
7. Novita Nurhayati Situmorang (1962201068)
8. Rayhani Yulminanda (1962201063)
9. Yayuk Winarsih (1962201029)

AKUNTANSI 4.1
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
Nikmat-Nya kepada kita semua, nikmat ilmu yang diberikan Tuhan kepada kita, sehingga kita
bisa menyelesaikan tugas makalah kita yang berjudul “ Etika Profesi Akuntansi”.

Makalah yang berjudul “Etika Profesi Akuntansi” ini dibuat agar kita dapat mempelajari
mengenai Etika Profesi Akuntansi di Indonesia. Makalah ini juga dibuat dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi Akuntansi.

Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada Ibu Arini, SE.,M.Ak.,Ak.,CA sebagai
dosen pembimbing mata kuliah Etika Profesi Akuntansi yang telah memberikan ilmunya kepada
kami semua.

Demikian makalah ini kami buat, mohon kritik dan saran yang konstruktif apabila di
dalam makalah yang kami buat belum sempurna.

Pekanbaru, 03 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Tujuan Penulisan 3

1.4. Manfaat Penulisan 4

BAB II PEMBAHASAN 5

2.1 Benturan Kepentingan 5


2.2 Etika Dalam Tempat Kerja 13
2.3 Aktivitas Bisnis 16
2.4 Akuntabilitas Sosial 17
2.5 Manajemen Krisis 20
2.6 Analisa Kasus 27

BAB III PENUTUP 41

3.1 Kesimpulan 41
3.2 Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 45

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Isu adalah masalah pokok yang berkembang di masyarakat atau suatu lingkungan yang
belum tentu benar, serta membutuhkan pembuktian. Isu adalah topic yang menarik untuk
didiskusikan dan sesuatu yang memungkinkan orang untuk mengemukakan pendapat yang
bervariasi. Isu muncul dikarenakan adanya perbedaan nilai. Etik merupakan bagian dari
filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalm menghargai suatu tindakan,
apakah benar atau salah dan apakah pernyataan itu baik atau buruk. Moral adalah keyakinan
individu bahwa sesuatu adalah mutlak baik, atau buruk walaupun situasi berbeda. Teori
moral mencoba menformulasikan suatu prosedur dan mekanisme untuk pemecahan masalah
etik. Issue moral (etik) adalah topik yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam
kehidupan sehari – hari, begitu juga dal dunia bisnis dan profesi.
Fungsi bisnis dan profesi tercipta oleh ekspektasi publik terhadap bisnis dan profesi itu
sendiri. Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan ekspektasi bahwa bisnis menyediakan
kebutuhan pemegang saham dan masyarakat sekitar. Selain itu, banyak orang yang memiliki
kepentingan terhadap suatu bisnis termasuk aktivitas operasinya dan dampaknya. Sebaliknya,
suatu bisnis tidak akan dapat mencapai tujuan strategis jangka panjang jika tidak didukung
oleh pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders), seperti pemegang saham, karyawan,
pelanggan, kreditor, pemasok, pemerintah, komunitas lokal dan aktivis. Oleh karena itu,
dukungan stakeholders dalam suatu bisnis menjadi sangat penting.
Dukungan stakeholders bergantung pada kredibilitas bisnis dan profesi yang terlibat di
dalamnya, seperti komitmen perusahaan terhadap kepentingan stakeholders, reputasi
perusahaan dan profesi, serta keunggulan kompetitif perusahaan. Sedangkan komitmen dan
reputasi perusahaan terhadap kepentingan stakeholdersdapat dilihat pada etika bisnis
perusahaan tersebut dan profesi yang terlibat di dalamnya, termasuk profesi akuntansi. Hal
ini menjadikan etika bisnis dan profesi menjadi penting.

1
Profesi akuntansi merupakan profesi yang erat kaitannya dengan dunia bisnis. Akuntan
internal bertugas menyediakan laporan finansial internal sebagai dasar pengambilan
keputusan ekonomi oleh manajer. Sedangkan akuntan eksternal bertugas melindungi
kepentingan stakeholders dengan memastikan bahwa laporan keuangan eksternal yang
disajikan manajer sebagai pertanggungjawabannya kepada stakeholderstelah disajikan secara
wajar. Peran profesi akuntansi sangat krusial dalam dunia bisnis sebab laporan yang
dihasilkan oleh para akuntan menjadi dasar pengambilan keputusan ekonomi oleh
stakeholders. Oleh karena itu, nilai profesi akuntansi sangat berkaitan erat dengan ekspektasi
publik terhadap kredibilitas kerja akuntan itu sendiri.
Skandal Enron yang melibatkan profesional akuntansi dan eksekutif perusahaan
besarmerupakan mega skandal yang berdampak besar terhadap kondisi perekonomian
Amerika Serikat pada masa itu dan juga turut berdampak pada memburuknya citra profesi
akuntansi di mata publik dunia hingga sekarang. Hal ini merupakan salah satu alasan
mengapa di masa sekarang pengajaran terhadap etika bisnis dan profesi perlu diadakansejak
dini kepada para calon profesional. Selain itu, tuntutan zaman yang semakin dinamis
menuntut para pelaku bisnis dan profesional akuntansi untuk peka terhadap isu-isu etika yang
penting dalam dunia bisnis dan profesi akuntan agar tidak terjerumus ke dalam perilaku dan
tindakan yang tidak etis yang merugikan banyak pihak. Isu-isu etika yang penting saat ini
adalah mengenai konflik kepentingan, etika di tempat kerja akibat perbedaan budaya,
masalah akuntabilitas sosial, dan manajemen krisis bagi organisasi yang terkena dampak dari
tindakan yang tidak etis.
Laporan keuangan merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses pengambilan
keputusan bagi pihak-pihak berkepentingan. Untuk itu suatu laporan keuangan harus
mencerminkan posisi keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku dan ditetapkan.
Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan seperti pemilik perusahaan,
manajemen (sebagai pengelola usaha), investor dankreditur (sebagai penyedia dana) dan lain-
lain mempunyai kepentingan yang berbeda atas laporan keuangan. Perbedaan kepentingan
(conflict of interest) ini menimbulkan adanya kemungkinan penyajian posisi keuangan yang
menyimpang dari prinsip akuntansi yang diterima umum, demi membela kepentingan pihak-
pihak tertentu. Hal ini menyebabkan laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajemen

2
perlu diperiksa /diaudit oleh akuntan publik yang independent, untuk mendapat kepercayaan
atas laporan keuangan tersebut.
Adanya jasa pemeriksaan (audit) diharapkan dapat menjembatani kepentingan-
kepentingan yang berbeda tersebut, dengan memberikan pendapatnya terhadap laporan
keuangan manajemen. Kualitas (mutu) pekerjaan akuntan public diukur dari kepatuhannya
terhadap norma pemeriksaan akuntan dan kode etik. Jika akuntansi merupakan bagian
penting dari proses kontrak dan kos agensi serta bervariasi sesuai dengan jenis kontrak yang
berbeda-beda, maka prosedur akuntansi berpengaruh terhadap nilai perusahaan dan
kompensasi manajer. Berdasarkan teori agensi yang mengasumsikan bahwa manusia itu
selalu self-interest maka kehadiran pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada
hubungan antara prinsipal dan agen, dalam hal ini adalah auditor independen. Teori keagenan
menyatakan bahwa konflik kepentingan antara agen dan prinsipal membutuhkan adanya
kehadiran pihak ketiga yang independen untuk menengahi konflik diantara kedua pihak
tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana benturan kepentingan menjadi isu etika dalam bisnis dan profesi akuntansi?
2. Bagaimana etika di tempat kerja menjadi isu etika dalam bisnis dan profesi akuntansi?
3. Bagaimana aktivitas bisnis internasional dan aktivitas bisnis masalah budaya menjadi isu
etika dalam bisnis dan profesi akuntansi?
4. Bagaimana akuntabilitas sosial menjadi isu etika dalam bisnis dan profesi akuntansi?
5. Bagaimana manajemen krisis menjadi isu etika dalam dunia bisnis dan profesi akuntansi?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana isu benturan kepentingan menjadi isu
penting di dalam dunia bisnis dan profesi akuntansi.

3
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana isu etika di tempat kerja menjadi isu
penting di dalam dunia bisnis dan profesi akuntansi.
3. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana isu aktivitas bisnis internasional dan
aktivitas bisnis masalah budaya menjadi isu penting di dalam dunia bisnis dan profesi
akuntansi.
4. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana isu akuntabilitas sosial menjadi isu penting
di dalam dunia bisnis dan profesi akuntansi.
5. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana isu manajemen krisis menjadi isu penting
di dalam dunia bisnis dan profesi akuntansi.

1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini bermanfaat untuk mengetahui tentang profesi akuntansi yang
menyangkut tentang kewajiban dan apa saja yang harus dilakukan oleh seorang akuntan yang
profesional. Dengan memiliki kewajiban yang tersendiri dan khusus membuat seorang
akuntan harus memiliki kualitas yang tinggi dan tanggung jawab yang besar sehingga
profesionalitas dapat terwujud dalam pekerjaan tersebut. Mengetahui bagaimana menjadi
akuntansi yang baik dan bertanggung jawab juga merupakan manfaat dari penulisan makalah
ini, karena seorang akuntan memiliki tanggung jawab yang besar terutama terhadap klien,
publik dan lain sebagainya.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Benturan Kepentingan (Conflict of Interests)

Menurut Hartman dan Desjardins (2012), benturan kepentingan adalah terjadi ketika
seseorang memegang sebuah posisi di mana ia diberikan kepercayaan untuk membuat
penilaian atas nama pihak lain, namun kepentingan atau kewajiban pribadinya bertentangan
(berkonflik) dengan kepentingan atau kewajiban pihak lainnya itu. Benturan kepentingan
juga timbul ketika kewajiban etis seseorang dalam tugasnya berbenturan dengan kepentingan
pribadi. Benturan kepentingan mempengaruhi kepentingan publik atau perusahaan, yaitu
pengabaian kepentingan publik demi kepentingan pribadi baik finansial maupun
nonfinansial. Selain itu, konflik kepentingan mempengaruhi pengambilan keputusan yang
bertujuan meluluskan kepentingan pribadinya. Berdasarkan definisi-definisi tersebut,
benturan kepentingan merupakan masalah penting karena bagian dari tindakan yang tidak
etis.
Benturan kepentingan adalah suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang
memerlukan kepercayaan, seperti akuntan, pengacara, eksekutif atau direktur suatu
perusahaan yang mana memiliki kepentingan profesional dan pribadi yang bersinggungan.
Persinggungan kepentingan ini dapat menyulitkan orang tersebut untuk menjalankan
tugasnya. Suatu benturan kepentingan dapat mengurangi kepercayaan terhadap seseorang
atau bahkan terhadap suatu profesi. Dalam pengertiannya, benturan kepentingan tidak
semata-mata suatu konflik antara kepentingan yang berlawanan, meskipun sebenarnya hal ini
terkait juga. Semua situasi konflik kepentingan adalah kecurigaan dari segi moral.
Oleh karena itu, sangat penting bagi karyawan, manajer, direksi, dan profesional seperti
akuntan baik internal maupun eksternal untuk peka terhadap situasi yang sudah atau akan
menimbulkan konflik kepentingan.
Benturan kepentingan masih bersifat potensial ketika jika dan hanya jika pengambil
keputusan belum berada dalam situasi di mana dia harus membuat pertimbangan. Konflik
kepentingan benar-benar terjadi ketika jika dan hanya jika pengambil keputusan sudah
berada pada situasi di mana dia harus membuat pertimbangan. Terkadang konflik

5
kepentingan dikatakan terjadi pada situasi di mana konflik kepentingan tidak ada tetapi
karena kesenjangan informasi antar pihak yang satu dan lainnya mengakibatkan pengambil
keputusan diduga melakukan kesalahan.
Benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan
kepentingan ekonomis pribadi Direktur, Komisaris atau pemegang saham utama di suatu
perusahaan. Benturan kepentingan ini dapat dikategorikan menjadi 8 jenis situasi sebagai
berikut :

1. Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan atau berkeinginan mengambil
andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
Contoh:                                                                                                                              
Seorang karyawan disebuah perusahaan memliki usaha dibidang penyedian bahan
baku, dan kemudian karyawan tersebut berusaha menggantikan aktifitas pemasok lain
dengan memasukkan pasokan bahan baku dari usaha yang dia miliki tersebut ke
perusahaan tempat dia bekerja.
2. Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
Contoh:                                                                                                                             
Ketika seorang karyawan mendapatkan tugas keluar kota dari perusahaan tempat dia
berkerja dia memanfaatkan sebagian dari waktu tersebut untuk sekalian berlibur
dengan anggota keluarganya.
3. Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada
hubungan keluarga ( family ) dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal
tersebut.
Contoh:                                                                                                                               
    Seorang karyawan di suatu perusahaan memasukkan anggota keluarganya untuk
dapat menempati suatu posisi di perusahaan tersebut tanpa harus melewati tahapan
recruitment seperti para pencari kerja lainnya.
4. Segala posisi dimana karyawan dan pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh
(control) terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih
ada hubungan keluarga.

6
Contoh:                                                                                                                               
     Seorang manajer memberikan evaluasi hasil kerja yang baik terhadap anggota
keluarganya yang bekerja di perusahaan itu juga, padahal kinerja dari anggota
keluarganya itu tidak sesuai dengan hasil laporan yang dilaporkan oleh manajer
tersebut.
5. Segala penggunaan pribadi maupun berbagai informasi rahasia perusahaan demi suatu
kepentingan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang atau produk
milik perusahaan yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
Contoh:                                                                                                                               
    Seorang karyawan disuatu perusahaan memberikan atau membocorkan rahasia
perusahaan kepada temannya yang berkerja disuatu perusahaan yang bergerak
dibidang usaha yang sama.
6. Segala penjualan atau pembelian perusahaan yang menguntungkan pribadi.
Contoh:                                                                                                                                  
Perusahaan membeli kendaraan untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan,
tetapi salah satu karyawan diperusahaan tersebut menggunakan kendaraan tersebut
untuk berekreasi ke suatu tempat.
7. Segala penerimaan dari keuntungan seseorang atau organisasi atau pihak ketiga yang
berhubungan dengan perusahaan.
Contoh:                                                                                                                               
    Perusahaan menjual salah satu asetnya kepada perusahaan lain dengan harga yang
telah dimanipulasi sehingga perusahaan memperoleh keuntungan yang besar.
8. Segala aktivitas yang berkaitan dengan insider trading atas perusahaan yang telah go
public yang merugikan pihak lain.
Contoh:
Seorang karyawan dalam memberikan informasi kepada manajer investasinya tentang
efek yang diperdagangkan yang dimana informasi tersebut tidak disediakan oleh
emiten, dan orang dalam tersebut melakukan transaksi atas efek perusahaan tersebut.
Semua situasi benturan kepentingan adalah kecurigaan dari segi moral, namun beberapa
diantaranya lebih serius daripada yang lain. Terdapat tiga cara untuk membedakan benturan
kepentingan, antara lain:

7
1. Benturan kepentingan aktual dan potensial

Aktual di sini apabila kepentinan pribadi menyebabkan seseorang bertindak


bertentangan denan pihak lain yang seharusnya dipenuhi opeh orang tersebut.
Potensial apabila terdapat kemungkinan bahwa seseorang akan tidak mampu
memenuhi kewajiban untuk berttindak memenuhi kepentingan pihak lain, sekalipun
orang tersebut belum melakukannya.

2. Benturan kepentingan pribadi dan non-pribadi

Jika seorang akuntan yang kepentingan pribadinya berbenturan dengan


kepentingan klien disebut benturan kepentingan pribadi, sedangkan saat seorang
akuntan memberikan jasanya,  maka disbut benturan kepentingan non-pribadi

3. Benturan kepentingan individu dan organisasi

Dalam hubungan keagenan, lazimnya adalah seorang yang bertindak demi


kepentingan prinsipal. Prinsipal ini bisa individu atau organisasi. Akan tetapi,
organisasi juga dapat bertindak sebagai agen dan karenanya jua bisa merupakan pihak
yang kepentingannya berbenturan.

Bentuk-bentuk dari Benturan Kepentingan yaitu;

1) Pertimbangan yang biasa

Benturan ini biasanya berupa pertimbangan akuntan yang mementingkan


kepentingan pribadinya sehingga mengabaikan kepentingan klien.

2) Kompetisi langsung

Ini dapat berupa benturan dalam pekerjaan seorang pegawai dengan


perusahaannya di mana sama-sama memiliki kepentingan

3) Penyalahgunaan kedudukan/posisi

Biasanya dengan kedudukan benturan yang terjadi berupa nepotisme atau


mengedepankan keluarga dengan jabatannya daripada seseorang yang mungkin lebih
ahli yang bukan keluarganya.

8
4) Pelanggaran kerahasiaan

Pelanggaran ini biasanya untuk mendapatkan kepentingan pribadinya dengan


mengungkapkan rahasia yang merugikan pihak lain.

Benturan yang terjadi pada Akuntan profesional yaitu kepentingan atau hubungan
yang membuat pertimbangan-pertimbangan seorang akuntan dapat goyah, sehingga
seorang akuntan harus tetap menjag integritas, objektivitas dan independensi nya
terhadap setiap kepentinan dan hubungan.

Jenis-jenis benturan kepentingan bagi akuntan profesional:

1. Kepentingan pribadi seorang akuntan berbenturan dengan kepentingan stakeholder


atau orang lain.
2. Kepentingan pribadi akuntan dan beberapa stakeholder berenturan dengan stakeholder
lainnya.
3. Kepentingan satu klien diutamakan daripada kepentingan klien lainnya.
4. Kepentingan satu atau beberapa stakeholder berbenturan dengan satu atau beberapa
stakeholder lainnya.

Akuntan Profesional di Bisnis mungkin menghadapi benturan kepentingan ketika


melakukan kegiatan profesionalnya. Benturan kepentingan dapat memunculkan ancaman
terhadap prinsip objektivitas dan prinsip dasar etika yang lain. Ancaman tersebut dapat
muncul ketika:
a. Akuntan profesional melakukan suatu kegiatan profesional terkait dengan
permasalahan tertentu bagi dua pihak atau lebih yang memiliki kepentingan yang
berbenturan; atau
b. Kepentingan Akuntan Profesional atas suatu permasalahan tertentu berbenturan
dengan berkepentingan pihak yang menerima jasa dari Akuntan Profesional yang
bersangkutan. Pihak yang mungkin terlibat dalam benturan kepentingan mencakup
organisasi tempatnya bekerja, pemasok, pelanggan, pemberi pinjaman, pemegang
saham, atau pihak lain. Akuntan Profesional tidak membiarkan benturan kepentingan
mengurangi pertimbangan profesional atau bisnis.
Adapun contoh situasi yang dapat memunculkan benturan kepentingan termasuk:

9
a) Berposisi sebagai manajemen di dua organisasi dan memperoleh informasi
rahasia dari satu organisasi yang dapat digunakan untuk menguntungkan
ataumerugikan organisasi yang lain.
b) Melakukan kegiatan profesional untuk dua pihak dalam suatu persekutuan untuk
membantu mereka secara terpisah dalam proses pembubaran persekutuan.
c) Menyusun informasi keuangan bagi anggota manajemen tertentu dari entitas
tempatnya bekerja yang sedang berupaya untuk melakukan pembelian atas entitas
tersebut (management buyout).
d) Bertanggung jawab memilih pemasok bagi organisasi tempatnya bekerja ketikat
erdapat anggota keluarga batih dari Akuntan Profesional yang akan memperoleh
keuntungan keuangan dari transaksi tersebut.
e) Berposisi sebagai penanggung jawab tata kelola organisasi tempatnya bekerja
yang berwenang untuk memberikan persetujuan investasi, yang salah satu pilihan
investasinya akan meningkatkan nilai portfolio investasi pribadi Akuntan
Profesional atau anggota keluarga batih.
Salah satu contoh adanya konflik kepentingan adalah kasus manajemen laba Enron yang
melibatkan manajer, pemegang saham dan auditor. Semua pihak yang terlibat bertindak atas
kepentingan pribadi mereka sendiri. Pemegang saham hanya tertarik kepada hasil keuangan
yang bertambah terhadap investasi mereka di dalam perusahaan. Sedangkan para manajer
berkepentingan terhadap kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam
hubungan tersebut. Akibat perbedaan kepentingan ini adalah masing-masing pihak berusaha
memperbesar keuntungan pribadi masing-masing. Pemegang saham menginginkan
pengembalian yang sebesar-besarnya, yaitu dicerminkan dengan kenaikan porsi dividen dari
tiap saham yang dimilikinya. Manajer menginginkan kepentingannya diakomodir yaitu
pemberian kompensasi, bonus, dan insentif lainnya yang memadai dan sebesar-besarnya atas
kinerjanya. Akibatnya, manajer berada pada situasi konflik kepentingan dan terjadilah
penyalahgunaan tanggung jawab dengan cara memanipulasi angka laba pada laporan
keuangan eksternal sehingga seolah-olah kinerja perusahaan baik demi kepentingan finansial
pribadi.
Konflik kepentingan pada kasus mega skandal Enron tidak hanya terjadi antara manajer
dan pemegang saham, tetapi juga melibatkan kantor akuntan publik ternama saat itu, yaitu

10
KAP Arthur Andersen. David Duncan merupakan kepala akuntan profesional yang
dipekerjakan Arthur Andersen, walaupun ia dibayar dan ditugaskan untuk bekerja di Enron.
Situasi ini dapat menciptakan konflik kepentingan yang nyata antara tanggung jawab akuntan
sebagai profesional dan kepentingan pribadinya secara finansial. Selain itu, akuntan
profesional juga memiliki tanggung jawab profesional kepada masyarakat. Akan tetapi
mereka bekerja untuk klien yang kepentingannya tidak selalu terpenuhi dengan
pengungkapan informasi yang menyeluruh, akurat dan independen. Sedangkan mereka
dibayar oleh tim manajemen yang memiliki kepentingan yang bertentangan dengan
kepentingan pemegang saham. Dengan demikian, konflik yang nyata dan rumit dapat terjadi
antara tugas profesional dan kepentingan pribadi profesional itu sendiri yang mana jika para
profesional tidak mampu menahan diri maka dampak buruk yang diterima tidak hanya
kepada diri pribadi profesional tersebut melainkan kepada citra profesi secara menyeluruh
seperti yang dilakukan oleh KAP Arthur Andersen.
Terkuaknya kasus mega skandal Enron dan KAP Arthur Andersen berdampak sangat
buruk terhadap citra profesi akuntansi secara keseluruhan hingga saat ini. Oleh karena itu,
Kevin Bahr dalam Hartsman dan Desjardins (2012) mengidentifikasi beberapa penyebab
konflik kepentingan dalam profesi akuntan, khususnya akuntan publik:
1. Hubungan keuangan antara kantor akuntan publik dengan klien auditnya.
2. Konflik di antara jasa-jasa yang ditawarkan oleh kantor akuntan publik yaitu jasa
konsultasi manajemen yang mempengaruhi independensi dari opini perusahaan akibat
adanya fee tambahan.
3. Kurangnya independensi dan keahlian dari komite audit.
4. Peraturan yang dibuat sendiri oleh organisasi profesi akuntan.
5. Kurang aktifnya pemegang saham dalam mengawasi dewan direksi dan manajemen.
6. Keserakahan jangka pendek eksekutif yang bertentangan dengan kemakmuran
pemegang saham jangka panjang.
7. Adanya skema kompensasi eksekutif.
8. Skema kompensasi untuk analis sekuritas yang menimbulkan konflik kepentingan
potensial bagi analis tersebut.
Hal seperti contoh kasus di atas harus dihindari baik oleh eksekutif dan juga profesi
akuntan agar semua proses pengambilan keputusan publik dilakukan secara profesional dan

11
tidak menimbulkan kerugian termasuk kerugian pribadi secara moral. Oleh karena itu,
konflik kepentingan dan keinginan terselubung menjadi masalah pada dunia bisnis dan
profesi akuntan yang secara etika semestinya tidak dilakukan.
Berikut beberapa upaya perusahaan dan organisasi profesi dalam menghindari terjadinya
konflik kepentingan di dalam dunia bisnis dan profesi, yaitu:
1. Menghindarkan diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan konflik
kepentingan antara kepentingan pribadi dengan perusahaan sehingga konsekuensi
buruk dapat diminimalisir.
2. Memastikan bahwa seluruh karyawan, manajer, dan profesional akuntansi
memperhatikan dan mengetahui situasi-situasi yang berhubungan dengan konflik
kepentingan dan konsekuensi-konsekuensinya melalui penyusunan kode etik dan
pelatihan yang terkait.
3. Menginstruksikan karyawan, manajer dan profesi akuntan untuk menjaga informasi-
informasi perusahaan yang bersifat rahasia.
4. Karyawan, manajer, dan profesi akuntan diminta untuk tidak memiliki bisnis yang
sama dengan perusahaan dan perusahaan menghormati hak setiap karyawan, manajer
dan profesi akuntan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja yang sah dan bebas
dari konflik kepentingan.
5. Mengungkapkan dan melaporkan setiap kegiatan di luar perusahaan kepada atasan.
6. Menghindarkan diri dari memiliki kepentingan baik finansial maupun non finansial
terhadap perusahaan pesaing, termasuk menghindari situasi yang dapat menimbulkan
kesan akan adanya konflik kepentingan.
7. Karyawan, manajer dan profesi akuntan diminta untuk tidak memegang jabatan di
luar perusahaan kecuali telah mendapat persetujuan atasan.

2.2 Etika Dalam Tempat Kerja

Dunia kerja memang menyimpan banyak sisi, secara positif orang memang menaruh
harapan dari dunia kerja yaitu untuk memenuhi keperluan hidupnya. Namun tuntutan

12
pekerjaan pun bila tidak dihadapi dengan baik dapat membawa tekanan bagi pekerja sendiri.
Menyikapi hal tersebut mungkin ada hubungannya dengan fenomena maraknya kegiatan
eksekutif bisnis mendalami nilai-nilai agama. Mereka mengikuti aktivitas keagamaan seperti
tasawuf, kebaktian bersama dan lainnya untuk mengkaji dan mengaplikasikan nilai-nilai
luhur yang selama ini kerap hilang dari dunia kerja.
Etika dalam tempat kerja cukup sulit untuk didefinisikan. Pada umumnya, beretika dalam
tempat kerja yaitu memastikan diri bertindak sesuai dengan prinsip salah-benar yang diterima
umum di tempat kerja. Etika adalah masalah yang berkaitan dengan prosedur pengambilan
keputusan berdasarkan integritas yang mengarahkan keputusan dan pekerjaan seseorang
dalam suatu perusahaan. Etika dalam tempat kerja biasanya meliputi kewajiban moral,
kejujuran, tidak melakukan kecurangan, bekerja dengan baik, dan tidak menyalahgunakan
tanggung jawab. Berikut beberapa etika yang berlaku di tempat kerja pada umumnya, antara
lain:
Kemerosotan nilai dalam dunia kerja juga diakui oleh ahli filsafat Franz Magnis Suseno,
bahwa etika dalam tempat kerja mulai tergeser oleh kepentingan pencapaian keuntungan
secepat-cepatnya. Etika sudah tidak ada lagi dan kegiatanekonomi hanya dimaknakan
sebagai usaha mencari uang dengan cepat. Akibatnya, perusahaan memberlakukan karyawan
dengan buruk dan tidak menghormati setiap pribadi. Etika dalam profesionalisme bisnis. Ada
dua hal yang terkandung dalam etika bisnis yaitu kepercayaan dan tanggung jawab.
Kepercayaan diterjemahkan kepada bagaimana mengembalikan kejujuran dalam dunia kerja
dan menolak stigma lama bahwa kepintaran berbisnis diukur dari kelihaian
memperdayasaingan. Sedangkan tanggung jawab diarahkan atas mutu output sehingga insan
bisnis jangan puas hanya terhadap kualitas kerja yang asal-asalan.
Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah
untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin
mengancam tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang dari tujuan-tujuan
tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam cara-cara yang jika melanggar
hukum dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk “kejahatan kerah putih”. Adapun beberapa
praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam
suatu perusahaan, misalnya:
1. Etika Terhadap Saingan

13
Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis terhadap saingan dengan
menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang bermutu atau juga terjadi produk
saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar, sehingga menimbulkan citra negatifdari
pihak konsumen.
2. Etika Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas etika yang mengatur
hubungan atasan dan bawahan. Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak bawahan,
Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan memperoleh penghargaan.
3. Etika dalam hubungan dengan public
Hubungan dengan publik harus di jaga sebaik mungkin, agar selalu terpelihara
hubungan harmonis. Hubungan dengan public ini menyangkut pemeliharaan ekologi,
lingkungan hidup.

Etika bisnis sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis, serta
untuk memberi citra positif pada perusahaan tempat Anda bekerja. Meski ada sekelompok
orang yang lebih mementingkan ketrampilan teknis dan kecerdasan, namun sekarang makin
banyak perusahaan yang lebih memilih karyawan yang mampu bertata krama dengan
sejawat, terlebih pada klien. Seperti kata John Rockefeller (industriawan terkemuka Amerika
di era-1870-an, pendiri cikal bakal Exxon Mobile), “Kamampuan bertata krama terhadap
orang lain akan saya nilai lebih tinggi daripada kemampuan-kemampuan lain”.
Sikap baik menurut suatu tata krama bukan berarti bersikap sebagai seorang yang tahu
segalanya atau mengoreksi kesalahan orang lain. namun suatu usaha untuk menghormati
pihak lain dan memperlakukan mereka dengan sopan dan baik.
Banyak etika yang berlaku di tempat kerja, namun ada beberapa yang perlu anda cermati:
1. Menghormati budaya kerja perusahaan anda.
Bila budaya kerja perusahaan tempat Anda bekerja bersifat santai dan kasual, jangan
mengenakan suits mahal dari butik perancang italia. Hal ini disamping akan membuat
anda ‘berbeda’ juga dimungkinkan menimbulkan kecemburuan sosial dari rekan-rekan
sejawat Anda. Jadi bagian dari mereka.
2. Hormati senior anda dan lakukan sebagaimana mestinya tanpa bersikap berlebihan.
Banyak perusahaan punya tingkat hierarki sendiri, pelajari dan sesuaikan sikap anda
pada tiap tingkatan. Misal: Jangan anggap bos seperti teman bermain atau bercanda.

14
3. Hormati privacy orang lain.
Meski Anda bekerja dengan banyak orang, Anda harus tahu secara pasti batas-batas
pribadi mereka Jangan sok akrab dengan melakukan pendekatan yang tidak perlu.

4. Hormati cara pandang orang lain.


Selesaikan pertentangan yang terjadi dengan luwes. Kenali perbedaan pendapat
tentang agama, politik, moral serta gaya hidup masing-masing orang, tapi jangan
paksakan apa yang menjadi keyakinan Anda.
5. Tangani beban kerja anda
Tanpa perlu melimpahkannya pada orang lain. Stres memang tidak dapat dihindari,
namun saat mengalaminya anda harus menyalurkannya pada hal yang lebih positif, tanpa
perlu marah atau membentak rekan kerja anda.
6. Bersikap sopan pada semua orang di kantor.
Bahkan jika posisi anda sudah lumayan tinggi sekalipun, bukan berarti anda dapat
memerintah bawahan dengan sewenang-wenang. Karena semua orang berhak dihormati
dan didengar pendapatnya.
7. Tidak semena-mena menggunakan fasilitas kantor
Perlu anda ketahui bahwa peralatan kantor disediakan untuk memudahkan kerja
banyak pihak, jadi rawatlah baik-baik semua fasilitas yang anda pakai. Dan hindari
penggunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Misalnya, menggunakan mobil
dinas untuk keperluan-keperluan kantor dsb.

Hal diatas tadi hanyalah sebagian etika dalam tempat kerja yang harus dijunjung ketika
bekerja. Sesungguhnya etika dalam tempat kerja itu disesuaikan dengan budaya asal tempat
kerja, tata krama  atau norma yang berlaku di daerah tempat kerja, dan lain sebagainya yang
lebih spesifik. Secara umum, ada dua hal yang terkandung dalam etika bisnis yaitu
kepercayaan dan tanggung jawab. Kepercayaan adalah bagaimana mempertahankan
kejujuran dalam dunia kerja. Sedangkan tanggung jawab adalah ukuran hasil kerja seseorang.

Tanggung jawab moral utama karyawan dan manajer adalah untuk bekerja demi
pencapaian tujuan perusahaan dan menghindari aktivitas-aktivitas yang mungkin mengancam
tujuan tersebut. Karyawan, manajer, dan profesi akuntan tentunya dengan mudah

15
membedakan antara tindakan yang benar dan salah. Akan tetapi, adanya “area abu-abu”
membuat etika menjadi isu yang signifikan. Oleh karena itu, karyawan, manajer dan profesi
akuntan sangat perlu memahami etika dalam tempat kerja sehingga tidak terjebak dalam
“area abu-abu” yang merugikan banyak pihak.

2.3 Aktivitas Bisnis Internasional – Masalah Budaya

Bagaimana cara dan perilaku manusia melakukan sesuatu serta bagaimana suatu
kelompok individu membentuk kebiasaan. Kepemimpinan berperan sebagai motor yang
harus mampu mencetuskan dan menularkan kebiasaaan produktif di lingkungan organisasi.
Maka dengan demikian, masalah budaya perusahaan bukanlah hanya apa yang akan
dikerjakan sekolompok individu melainkan juga bagaimana cara dan tingkah laku mereka
pada saat mengerjakan pekerjaan tersebut.
Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan.
Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini.
Para pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran
situasinya dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering
mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu.
Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya).
Jadi ketika perusahaan berskala Internasional yang sudah pasti memiliki banyak
karyawan membuat suatu kebijakan yang kemudian nantinya dilaksanakan oleh
karyawannya, semakin lama waktu berjalan maka kebiasaan tersebut menjadi suatu budaya
di perusahaan tersebut, maka dari itu seharusnya sebuah peusahaan memikirkan matang-
matang mengenai kebijakan yang akan diberlakukan agar tidak menimbulkan budaya yang
tidak baik bagi perusahaan tersebut.
Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini.
Para pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran
situasinya dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering
mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu.
Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya). Semua karena

16
percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin. Maka timbul paradigma,
mengubah budaya perusahaan itu sendiri.
Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku
etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing
tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula
mendorong terciptanya prilaku yang tidak etis.

Apakah sebuah bisnis merupakan multinasional sejati atau hanya menjual kepada
beberapa pasar luar negeri tertentu, terdapat sejumlah faktor yang akan berpengaruh terhadap
operasi internasionalnya. Keberhasilan dalam pasar luar negeri sebagian besar ditentukan
oleh cara-cara bisnis tersebut menanggapi hambatan sosial, ekonomi, hukum, dan politik
dalam perdagangan internasional.

Perbedaan Sosial dan Budaya : Setiap perusahaan yang memiliki rencana menjalankan
bisnis di negara lain harus memahami perbedaan antara masyarakat dan budaya negara
tersebut dengan negara asalnya, beberapa perbedaan tentu saja cukup jelas terlihat. Sebagai
contoh, perusahaan harus memperhitungkan faktor bahasa dalam melakukan penyesuaian
terhadap pengepakan, tanda dan logo.

2.4 Akuntabilitas Sosial

Akuntabilitas adalah istilah umum untuk menjelaskan bagaimana sejumlah organisasi


telah memperlihatkan bahwa mereka sudah memenuhi misi yang mereka emban (Benveniste
dalam Lako, 2010). Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol
terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara
transparan kepada masyarakat (Afriyadi dalam Lako, 2011). Sesungguhnya, konsep tentang
akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan accountability yang
diartikan sebagai “yang dapat dipertanggungjawabkan” atau dalam kata sifat disebut sebagai
accountable. Pengertian accountabilitydanresponsibility seringkali diartikan sama. Padahal
maknanya jelas sangat berbeda yaitu responsibility diartikan sebagai “tanggung jawab.”
Perusahaan dan profesi harus mengakui bahwa walaupun mereka adalah utamanya untuk
shareholders saja tetapi kini mereka harus meningkatkan rangenya menjadi lebih luas kepada

17
stakeholders. Oleh karena itu, pada saat ini telah terjadi pergeseran paradigma yaitu dari
akuntabilitas kepada shareholders menjadi akuntabilitas kepada stakeholders atau
akuntabilitas sosial. Akibatnya perusahaan dan para profesional, khususnya profesi akuntan
harus meningkatkan perhatian dalam pengukuran, lebih dari sekedar laporan keuangan untuk
memuaskan para pemegang saham yang bervariasi, mengetahui seberapa baik teknik
manajemen bekerja dan apa yang harus dilaporkan kepada board committee demi memenuhi
pengungkapan dalam kontrak perjanjian tetapi  juga sebesar apa tanggung jawabnya juga
kepada publik atau masyarakat (sosial).
Akuntabilitas sosial menjadi isu etika karena banyaknya perusahaan yang tidak
memperhatikan tanggung jawabnya kepada sosial (masyarakat) melainkan hanya berorientasi
kepada para shareholder dan keuntungan yang maksmimum. Padahal, dunia bisnis dituntut
menyelaraskan pencapaian kinerja ekonomi (profit) dengan kinerja sosial (people) dan
kinerja lingkungan (planet) atau disebut tripple bottom-line perfomance. Pencapaian itu pada
akhirnya akan menempatkan perusahaan menjadi good corporate citizen dan meraup
keuntungan yang langgeng dan berlimpah (multiplier benefits) serta perusahaan tumbuh dan
berkembang secara berkelanjutan (sustainable business). Oleh karena itu, bisnis hendaknya
melibatkan dan atau memperhitungkan masyarakat sekitar dalam setiap kegiatan bisnisnya
dan tidak mengabaikan mereka.
Tujuan adanya akuntabilitas sosial antara lain adalah:
1. Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi
masyarakat yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan produksi
suatu perusahaan.
2. Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya,
mencakup : financial dan managerial social accounting, social auditing.
3. Untuk menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu hasil
yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu perusahaan.
Ada dua dimensi utama dalam akuntabilitas sosial. Pertama, melaporkan dan
mengungkapkancosts dan benefits dari aktivitas ekonomi perusahaan yang secara langsung
berdampak pada profitabilitas (laba). Costs dan benefits tersebut bisa dihitung dan
dikuantifikasi secara akuntansi.Kedua, melaporkan costs dan benefits dari aktivitas ekonomi

18
perusahaan yang berdampak langsung pada individu, masyarakat dan lingkungan. Benefits
itu sulit dikuantifikasi sehingga pelaporannya harus dilakukan secara kualitatif.
Akuntabilitas sosial menjadi isu penting saat ini dikarenakan kemajuan
perkembangannya cukup lamban. Salah satu alasan utama kemajuan akuntabilitas sosial
menjadi lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran kontribusi dan kerugian. Proses
pengukuran akuntabilitas sosial terdiri dari tiga langkah, yaitu:
1. Menentukan biaya dan manfaat sosial dengan memperhatikan sistem nilai masyarakat
yang mana juga berguna dalam mengidentifikasi kontribusi dan kerugian secara spesifik.
2. Menghitung biaya dan manfaat dari aktivitas yang menimbulkan biaya dan manfaat sosial
yang ditentukan dari kerugian dan kontribusi.
3. Menempatkan nilai moneter pada jumlah akhir.

Untuk maksimalisasi kinerja akuntabilitas sosial harus menjalankan syarat pokok untuk
pelaksanaan akuntabilitas sosial, antara lain:
1. Keberadaan Mekanisme yang Menjembatani Hubungan antara Negara dan Masyarakat
Mekanisme ini mempunyai makna strategis, sebab, pertukaran informasi, dialog dan
negosiasi dapat dilakukan oleh berbagai elemen baik dari negara maupun dari masyarakat
melalui sejumlah mekanisme tersebut. Contoh kongkret dari mekanisme yang
menjembatani hubungan antara negara dan masyarakat adalah keberadaan Dinas
Komunikasi dan Informasi dari setiap Pemerintah Kabupaten dan Kota.
2. Keinginan dan Kapasitas dari Warga Negara dan Aktor-aktor Civil Society yang Kuat
untuk Secara Aktif Terlibat dalam Proses Akuntabilitas Pemerintah
Faktor ini sering kali berbenturan dengan sejumlah persoalan seperti: fakta lemahnya
elemen Civil Society dan adanya pemikiran bahwa warga negara kurang berdaya.
3. Keinginan dan Kapasitas dari Politisi dan Birokrat untuk Mempertimbangkan Masyarakat
Banyak pengalaman yang menunjukkan bahwa kepekaan politisi dan birokrat
terhadap aspirasi masyarakat dapat merubah pola interaksi antara negara dan masyarakat.
Pada titik ini, pola interaksi kedua elemen tersebut dapat semakin disinergikan sehingga
terbentuk sebuah pola interaksi yang bersifat timbal balik antara aktor-aktor yang berasal
dari negara maupun masyarakat.
4. Lingkungan yang Memungkinkan

19
Dalam dunia ekonomi dan budaya, sebuah upaya perwujudan akuntabilitas sosial
akan menjadi sia-sia ketika lingkungan sosial dan ekonomi tidak menyediakan
kesempatan bagi warga negara untuk memperoleh akses partisipasi yang sama di kedua
dunia tersebut.
Tanggung Jawab Sosial Bisnis hidup ditengah-tengah masyarakat, kehidupannya tidak
bisa lepas dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu ada suatu tanggungjawab sosial yang
dipikul oleh bisnis. Banyak kritik dilancarkan oleh masyarakat terhadap bisnis yang kurang
memperhatikan lingkungan.

Banyak timbul perbedaan pendapat mengenai bahwa tanggungjawab bisnis hanya


terbatas sampai menghasilkan barang dan jasa buat konsumen dengan harga yang murah,
atau juga ada yang mengatakan tanggungjawab bisnis adalah jangan mengambil keuntungan
besar, tetapi yang sewajarnya.Dalam dunia bisnis juga semua orang tidak mengharapkan
memperoleh perlakuan tidak jujur dari sesamanya, banyak praktik manipulasi tidak akan
terjadi jika dilandasi dengan moral tinggi.
Moral dan tingkat kejujuran rendah akan menghancurkan tata nilai etika bisnis itu
sendiri, karena masalahnya nilai etika hanya ada di dalam hati nurani seseorang. Etika
mempunyai kendali intern dalam hati, berbeda dengan hukum yang mempunyai unsur
paksaan ekstern. Akan tetapi bagi orang-orang yang berkecimpung dalam bidang bisnis yang
dilandasi oleh rasa keagamaan mendalam akan mengetahui bahwa perilaku jujur akan
memberikan kepuasan tersendiri dalam kehidupannya baik dalam duniawi maupun akhirat.

2.5 Manajemen Krisis

Penanganan Krisis Pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis, perusahaan perlu
membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini terutama adalah mendukung
para karyawan perusahaan selama masa krisis terjadi. Kemudian menentukan dampak dari
krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan
yang baik dengan media untuk mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus
menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil
perusahaan sehubungan dengan krisis yang terjadi.

20
Dalam menghadapi krisis dibutuhkan kepemimpinan yang efektif. Sang pemimpin mesti
mengetahui tujuan dan strategi yang jelas untuk mengatasai krisis. Tentu harus dilandasi
oleh rasa optimisme terhadap penyelesaian krisis. Mintalah dukungan dari semua orang, dan
tunjukkan bahwa perusahaan mampu menghadapi krisis yang terjadi ini dengan baik.
Tenangkan hati mereka. Ajaklah seluruh anggota organisasi untuk terlibat dalam mencari
dan menjalani solusi krisis yang telah disusun bersama.
Adanya isu-isu etika yang bermunculan dalam dunia bisnis dan profesi akuntan
menyebabkan terjadinya krisis pada kedua dunia tersebut. Akibat dari mengabaikan etika
ada beberapa perusahaan dan kantor akuntan publik yang mengalami kemunduran dan
krisis. Beberapa diantara mereka ada yang mampu melewatinya dengan tetap beroperasi
sampai sekarang. Tetapi ada juga yang tidak mampu bertahan dan bahkan gulung tikar,
seperti yang dialami oleh KAP Arthur Andersen. Oleh karena itu, diperlukan persiapan,
pelaksanaan strategis dan taktik atau cara yang dapat mencegah atau mengatasi dampak
masalah-masalah penting dalam perusahaan atau organisasi atau dengan kata lain
manajemen krisis (crisis management).
Manajemen krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang
dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal. Artinya terjadi gangguan
pada proses bisnis ‘normal’ yang menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk
mengoptimalkan fungsi-fungsi yang ada, dan dengan demikian dapat dikategorikan sebagai
krisis.
Manajemen krisis adalah cara berfikir dan bertindak pada saat semuanya menjadi keruh
dan kacau.  Manajemen krisis membutuhkan semua kemampuan dan keterampilan yang
dimiliki, dengan situasi dibawah tekanan dan dengan waktu yang terus mendesak. Dalam
definisi lain, manajemen krisis diartikan sebagai proses dimana suatu organisasi berkaitan
dengan peristiwa besar yang mengancam untuk menyakiti organisasi, pemegang saham atau
masyarakat umum.
Kejadian buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk.
Mulai dari bencana alam seperti Tsunami, musibah teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat
berbahaya) sampai kepada karyawan yang mogok kerja. Segala kejadian buruk dan krisis,
berpotensi menghentikan proses normal bisnis yang telah dan sedang berjalan,

21
membutuhkan penanganan yang segera (immediate) dari pihak manajemen. Penanganan
yang segera ini kita kenal sebagai manajemen krisis (crisis management).
Segala kejadian buruk dan krisis berpotensi menghentikan proses normal bisnis yang
telah dan sedang berjalan, sehingga dibutuhkan penanganan yang segera (immediate) dari
pihak manajemen dan organisasi profesi. Penanganan yang segera ini kita kenal sebagai
manajemen krisis (crisis management). Saat ini, manajemen krisis dinobatkan sebagai new
corporate discipline. Manajemen krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah
kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal.
Pendekatan yang dikelola dengan baik sebagai respon terhadap kejadian itu terbukti secara
signifikan sangat membantu meyakinkan para pekerja, pelanggan, mitra, investor, dan
masyarakat luas akan kemampuan organisasi melewati masa krisis.
Saat ini, manajemen krisis dinobatkan sebagai new corporate discipline. Manajemen
krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah
jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal. Pendekatan yang dikelola dengan baik
sebagai respon terhadap kejadian itu terbukti secara signifikan sangat membantu
meyakinkan para pekerja, pelanggan, mitra, investor, dan masyarakat luas akan kemampuan
organisasi melewati masa krisis.  Aspek dalam Penyusunan Rencana Bisnis Setidaknya
terdapat enam aspek yang mesti kita perhatikan jika kita ingin menyusun rencana bisnis
yang lengkap. Yaitu tindakan untuk menghadapi :

1. Situasi darurat (emergency response),


2. Skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster recovery),
3. Skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery),
4. Strategi untuk memulai bisnis kembali (business resumption),
5. Menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency planning), dan
6. Manajemen krisis (crisis management).

Krisis adalah situasi yang merupakan titik balik (turning point) yang dapat membuat baik
atau buruk, jika dipandang dari kacamata bisnis. Krisis adalah proses transformasi di mana
sistem lama tidak dapat lagi dipertahankan. Krisis terjadi akibat nilai-nilai manajer dan/atau

22
para profesional seperti profesi akuntan yang menyimpang, yaitu ketika manajer dan profesi
akuntan mementingkan keuntungan finansial jangka pendek dan mengabaikan nilai-nilai
sosial yang lebih luas. Selain itu, krisis juga terjadi akibat penipuan dan kesalahan
manajemen dan profesi akuntan.

Jika dipandang dari kaca mata bisnis suatu krisis akan menimbulkan hal-hal seperti
berikut :

1. Intensitas permasalahan akan bertambah.


2. Masalah akan dibawah sorotan publik baik melalui media masa, atau informasi dari
mulut ke mulut.
3. Masalah akan menganggu kelancaran bisnis sehari-hari.
4. Masalah menganggu nama baik perusahaan.
5. Masalah dapat merusak sistim kerja dan menggoncangkan perusahaan secara
keseluruhan.
6. Masalah yang dihadapi disamping membuat perusahaan menjadi panik, juga tidak jarang
membuat masyarakat menjadi panik.
7. Masalah akan membuat pemerintah ikut melakukan intervensi.

Disamping masalah yang sangat besar seperti contoh diatas, tidak jarang perusahaan
dilanda oleh masalah yang implikasinya hanya terbatas pada ruang lingkup satu perusahaan
saja. Beberapa contoh krisis yang dihadapi perusahaan adalah :

1. Masalah pencemaran lingkungan oleh pabrik.


2. Masalah unjuk rasa oleh pekerja.
3. Masalah produk yang tidak bisa dipasarkan.
4. Masalah kericuhan dengan pemerintah dalam hal peraturan yang berkaitan dengan izin
usaha.
Krisis merupakan suatu kejadian besar dan tidak terduga yang memiliki potensi untuk
berdampak negatif maupun positif. Kejadian ini bisa saja menghancurkan organisasi dan
karyawan, produk, jasa, kondisi keuangan dan reputasi . Krisis merupakan keadaan yang
tidak stabil dimana perubahan yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang
tidak diharapkan ataupun perubahan yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih

23
baik. Organisasi yang memikirkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari suatu
krisis akan berusaha untuk mempersiapkan diri sebelum krisis tersebut terjadi. Bahkan ada
peluang dimana organisasi dapat mengubah krisis menjadi suatu kesempatan untuk
memperoleh dukungan publik
Sebab Krisis Krisis terjadi apabila ada benturan kepentingan antara organisasi dengan
publiknya. Secara umum dapat dijelaskan bahwa penyebab krisis adalah
1. Sebab Umum:
1) Gangguan kesejahtraan dan rasa aman
2) Tanggung jawab sosial diabaikan
2. Sebab Khusus:
1) Kesalahan pengelola yang mengganggu lapisan bawah
2) Penurunan profit yang tajam
3) Penyelewengan
4) Perubahan permintaan pasar
5) Kegagalan/penarikan produk
6) Regulasi dan deregulasi
7) Kecelakaan atau bencana alam
Suatu krisis menurut pendapat Steven Fink dapat dikategorikan kedalam empat level
perkembangan, yakni:
1. Tahap Prodomal
Krisis pada tahap ini sering dilupakan orang karena perusahaan masih bisa bergerak
dengan lincah. Padahal pada tahap ini, bukan pada tahap krisis sudah kronis (meledak),
krisis sudah mulai muncul. Tahap prodromal sering disebut pula warning stage karena ia
memberi sirene tanda bahaya mengenai simtom-simtom yang harus segera diatasi.
Tahap ini juga merupakan bagian dari turning point. Bila manajemen gagal
mengartikan atau menangkap sinyal ini, krisis akan bergeser ke tahap yang lebih serius:
tahap akut.
Contoh: Kasus rush nasabah bank BCA tahun 1998

2. Tahap Akut
Meski bukan di sini awal mulanya krisis, orang menganggap suatu krisis dimulai dari
sini karena gejala yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas.

24
Dalam banyak hal, krisis yang akut sering disebut sebagai the point of no return. Artinya,
sekali sinyal – sinyal yang muncul pada tahap peringatan (prodromal) tidak digubris, ia
akan masuk ke tahap akut dan tidak bisa kembali lagi. Kerusakan sudah mulai
bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Namun, berapa besar
kerugian lain yang akan muncul amat tergantung dari para aktor yang mengendalikan
krisis.
Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut adalah intensitas
dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak yang menyertai tahap ini.
Kecepatan ditentukan leh jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitas
ditentukan oleh kompleksnya permasalahan.
3. Tahap Kronis
Organisasi masih merasakan dampak dari krisis yang terjadi dan terkadang dampak
ini bisa lebih lama dari krisis itu sendiri. Tahap ini disebut sebagai
tahap recovery atau self analysis. Di dalam perusahaan, tahap ini ditandai dengan
perubahan struktural. Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan langkah-langkah
pembersihan.
Contoh: Kasus tumpahan minyak Kapal Exxon Valdez (1989).

4.Tahap Resolusi (Penyembuhan)


Tahap ini adalah tahap penyembuhan (pulih kembali) dan tahap terakhir dari 4 tahap
krisis. Meski bencana besar dianggap sudah berlalu, tetap perlu berhati-hati, karena riset
dalam kasus-kasus krisis menunjukkan bahwa krisis tidak akan berhenti begitu saja pada
tahap ini. Krisis umumnya berbentuk siklus yang akan membawa kembali pada keadaan
semula (prodromal).
Penanganan Krisis Pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis, perusahaan perlu
membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini terutama adalah mendukung
para karyawan perusahaan selama masa krisis terjadi. Kemudian menentukan dampak dari
krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan
yang baik dengan media untuk mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus
menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil
perusahaan sehubungan dengan krisis yang terjadi.

25
Dalam menghadapi krisis dibutuhkan kepemimpinan yang efektif. Sang pemimpin mesti
mengetahui tujuan dan strategi yang jelas untuk mengatasai krisis. Tentu harus dilandasi
oleh rasa optimisme terhadap penyelesaian krisis. Mintalah dukungan dari semua orang, dan
tunjukkan bahwa perusahaan mampu menghadapi krisis yang terjadi ini dengan baik.
Tenangkan hati mereka. Ajaklah seluruh anggota organisasi untuk terlibat dalam mencari
dan menjalani solusi krisis yang telah disusun bersama.
Jika dipandang dari kaca mata bisnis suatu krisis akan menimbulkan berbagai macam
dampak, yaitu intensitas permasalahan akan bertambah, masalah akan menjadi sorotan
publik, masalah akan mengganggu kelancaran aktivitas perusahaan, masalah dapat merusak
sistem kerja dan masalah akan membuat pemerintah melakukan intervensi. Contoh krisis
yaitu masalah pencemaran lingkungan oleh pabrik, masalah unjuk rasa pekerja, masalah
produk yang tidak bisa dipasarkan dan masalah terkuaknya skandal bisnis dan profesi.
Sebuah pola pikir krisis membutuhkan kemampuan untuk berpikir tentang skenario
terburuk sekaligus menunjukkan solusi yang banyak. Organisasi bisnis dan individu profesi
harus selalu siap dengan rencana respon yang cepat terhadap situasi darurat yang
membutuhkan analisis. Kredibilitas dan reputasi organisasi profesi atau perushaan sangat
dipengaruhi oleh persepsi tanggapan mereka selama situasi krisis. Organisasi dan
komunikasi yang terlibat dalam merespon krisis secara tepat waktu membuat tantangan
dalam bisnis.
Krisis mengalami beberapa tahap perkembangan yaitu masa pra krisis, masa krisis akut,
masa krisis kronis, dan masa resolusi krisis. Pada setiap tahap perkembangan krisis
membutuhkan manajemen krisis yang berbeda. Oleh karena itu, perusahaan dan organisasi
profesi perlu mengidentifikasi perkembangan krisis agar penanganan krisis yang dilakukan
bisa efektif dan efisien.
Agar suatu krisis tidak semakin parah dan berkembang perlu ada upaya tindakan korektif
yang dilakukan manajemen perusahaan. Upaya tindakan korektif itu diantaranya adalah
mengidentifikasi krisis, menganalisis krisis, mengatasi krisis, dan mengevaluasi krisis.
Selama proses manajemen krisis, penting untuk mengidentifikasi jenis krisis sebab krisis
yang berbeda memerlukan penggunaan strategi manajemen krisis yang berbeda pula.

26
Manajemen krisis dan solusi krisis yang seharusnya dilakukan perusahaan dalam
menghadapi krisis, diantaranya adalah pencegahan (preventive), pembatasan dampak krisis
(damage limitation), pemeliharaan kemerosotan citra (maintenance of image erosion),
pemulihan keadaan dan citra (recovery), dan pengamanan dan sistem keselamatan (security
and safety). Setelah tahapan program manajemen krisis tersebut berjalan, tindakan
selanjutnya adalah menetukan tindakan yang tepat yang sesuai dengan tingkat dan jenis
krisis yang dihadapi.

Manajemen krisis berbeda hal dengan krisis manajemen. Manajemen krisis dapat
diartikan sebagai suatu pengelolaan, penanggulangan atau pengendalian krisis hingga
pemulihan citra perusahaan dan profesi (corporate image recovery). Sedangkan krisis
manajemen adalah kegagalan dariperanan manajemen krisis dan persoalannya menjadi sulit
dipulihkan.Oleh karena itu, fungsi dari adanya manajemen krisis adalah menciptakan
kesadaran publik akan pentingnya etika dalam dunia bisnis dan profesi, mempertahankan
citra perusahaan dan profesi, dan yang paling penting adalah mengembalikan kepercayaan
publik serta memulihkan krisis yang terjadi.

2.6 Analisa Kasus


1. BPOM Sita Kosmetik Ilegal Mengandung Obat Terlarang
REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO --- Bahan kosmetik yang disita BPOM Semarang
di Purwokerto, Rabu (15/5), diperkirakan mengandung obat terlarang.
Kepala BPOM Semarang, Dra Zulaimah MSi Apt, menyebutkan hasil uji
laboratorium krim kecantikan yang disita dari satu satu rumah produksi di Kompleks
Perumahan Permata hijau tersebut, memang masih belum selesai.
''Tapi dari daftar bahan baku yang sudah disita, kosmetik tersebut kami perkirakan
mengandung berbagai jenis obat-obat keras yang peredarannya sangat kami batasi,'' kata
Zualimah, saat ditelepon dari Purwokerto, Kamis (16/5).
Bahkan baku yang dipergunakan sebagai bahan baku krim tersebut, antara lain berupa
Bahan Kimia Obat (BKO) seperti obat-obatan jenis antibiotik, deksametason, hingga
hidrokuinon. ''Kami belum tahu, apakah obat-obatan BKO tersebut, dimasukkan dalam
krim kosmetik atau tidak, karena masih dilakukan penelitian. Namun untuk bahan kimia

27
hidrokuinon, kami perkirakan menjadi salah satu bahan utama pembuatan kosmetik,''
jelasnya.
Di Indonesia, kata Zulaimah, bahan aktif Hidrokuinon sangat dibatasi
penggunaannya. Bahan aktif tersebut, hanya diizinkan digunakan dalam kadar yang
sangat sedikit, dalam bahan kosmetik pewarna rambut dan cat kuku atau kitek. Untuk
pewarna rambut, maksimal kadar hidrokuinon hanya 0,3 persen sedangkan untuk cat
kuku hanya 0,02 persen. ''Sedangkan untuk krim kulit, sama sekali tidak boleh
digunakan,'' jelasnya.
Ia mengakui, di masa lalu zat aktif hidrokuinin ini memang banyak digunakan untuk
bahan baku krim pemutih atau pencerah hulit. Namun setelah banyak kasus warga yang
mengeluh terjadinya iritasi dan rasa terbakar pada kulit akibat pemakaian zat hidrokuinon
dalam krim pemutih ini, maka penggunaan hidrokuinon dibatasi.
''Pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan pigmen kulit yang terpapar zat ini
menjadi mati. Bahkan, setelah sel pigmen mati, kulit bisa berubah menjadi biru kehitam-
hitaman,'' ujarnya menjelaskan.
Sementara mengenai adanya obat antibiotik dan deksametason yang ikut disita,
Zulaimah menyebutkan masih belum tahu penggunaan obat ini. Obat-obatan tersebut,
mestinya merupakan obat oral atau yang dikonsumsi dengan cara minum. Selain itu,
penggunaannya juga dibatasi karena merupakan golongan obat keras.
''Karena itu, kami masih belum tahu untuk apa obat-obatan itu. Kita masih melakukan
pengujian, apakah obat-obatan tersebut digunakan sebagai campuran krim tersebut atau
tidak,'' katanya.
Petugas BPOM sebelumnya menyita ribuan kemasan krim pemutih kulit di salah satu
rumah di perumahan Permata Hijau yang merupakan komplek perumahan elite di Kota
Purwokerto. Di rumah yang diduga menjadi rumah tempat pembuatan krim kosmetik,
petugas dari BPOM juga menemukan berbagai bahan baku pembuatan krim.
Penggerebekan rumah produksi krim kecantikan itu, dilakukan karena rumah
produksi tersebut belum memiliki izin produksi dari BPOM. Sementara penggunaan
bahan baku kosmetik harus mendapat pengawasan ketat, karena penggunaan bahan baku
yang tidak semestinya bisa membahayakan konsumen.

28
Penggerebekan dilakukan, setelah petugas BPOM mendapat banyak keluhan dari
konsumen yang mengaku kulitnya terasa terbakar dan mengalami iritasi setelah
menggunakan krim yang dibeli dari salon kecantikan. Setelah dilakukan pengusutan,
ternyata krim tersebut diperoleh dari rumah produksi di Purwokerto.
Zulaimah menyebutkan, krim pemutih hasil produksi warga Purwokerto ini, dijual ke
klinik klinik dan salon kecantikan di seluruh wilayah Tanah Air. "Dari hasil catatan
transaksi yang kita peroleh, krim pemutih itu banyak dijual di Semarang, Banyumas,
Bali, Jabodetabek dan terbesar di Jabar hingga Bandung,'' jelasnya.
Ia menyebutkan, pemilik rumah produksi yang berinisial S, sudah dalam pengawasan
petugas BPOM. ''Mulai besok akan kami periksa. Bukan tidak mungkin nantinya akan
ada tersangkalain dalam kasus ini,'' jelasnya. Ditambahkannya, pelanggaran dalam bidang
POM, sesuai UU No 35 tahun 2009 bisa dikenai sanksi pidana maksimal 15 tahun atau
denda Rp 1,5 miliar.
Analisa Kasus:

Tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis dalam
menjalankan good business dan tidak melakukan ‘monkey business’ atau dirty business.
Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang
etis agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai adanya dimensi
etis dalam dunia bisnis.
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk
meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran
moral. Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga
masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di
banyak perusahaan.
Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh para pengusaha kosmetik
berbahaya yaitu pelanggaran terhadap undang-undang kesehatan dan undang-undang
perlidungan konsumen dimana perusahaan tidak memberikan peringatan kepada
konsumen mengenai kandungan yang ada didalam produk mereka yang sangat berbahaya
untuk kesehatan. Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya
dapat dilakukan asalkan tidak merugikan pihak manapun. Seharusnya para produsen
kosmetik lebih mementingkan keselamatan komnsumen diatas kepentingan perusahaan

29
maka tentunya perusahaan itu sendiri akan mendapatkan laba yang lebih besar atas
kepercayaan masyarakat terhadap produk tersebut.
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sanksi. Kalau semua tingkah
laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang
salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan
sanksi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan. Ada tiga sasaran dan ruang
lingkup pokok etika bisnis. Pertama, etika bisnis sebagai etika profesi membahas
berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan
etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan untuk menghimbau para
pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara baik dan etis.
Kedua, menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan
masyarakatluas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan
kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktik bisnis siapapun juga. Pada
tingkat ini, etika bisnis berfungsi menggugah masyarakat bertindak menuntut para pelaku
bisnis untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat
tersebut.
Ketiga, etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan
etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis lebih bersifat makro atau
lebih tepat disebut etika ekonomi. Dalam lingkup makro semacam ini, etika bisnis bicara
soal monopoli, oligopoli, kolusi, dan praktik semacamnya yang akan sangat
mempengaruhi, tidak saja sehat tidaknya suatu ekonomi, melainkan juga baik tidaknya
praktik bisnis dalam sebuah negara.

2. Penggelembungan Nilai (mark up) PT. Kimia Farma Tbk

Penggelembungan nilai (mark up) PT. Kimia Farma Tbk  pada tahun 2001 (Arifin,


2005).  Laba bersih dilaporkan  sebesar Rp 132 miliar lebih, padahal seharusnya hanyalah
sebesar Rp 99,6 miliar. Berdasarkan  hasil  pemeriksaan BAPEPAM, penggelembungan
sebesar Rp 32,7 miliar tersebut berasal dari:

1) overstated atas penjualan pada Unit Industri Bahan Baku sebesar Rp 2,7 miliar,

30
2)  overstated atas persediaan barang pada Unit Logistik Sentral sebesar Rp 23,9 miliar,
dan
3) overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated atas
penjualan sebesar Rp 10,7 miliar pada unit Pedagang Besar Farmasi (PBF).

Arifin (2005) menyatakan bahwa para akuntan adalah salah satu profesi yang terlibat
secara langsung dalam pengelolaan perusahaan (corporate governance). Dalam
hubungannya dengan prinsip good corporate governance (GCG), peran akuntan secara
signifikan terlibat dalam berbagai aktivitas penerapan prinsip-prinsip
GCG. Terbongkarnya kasus–kasus khususnya ilmu akuntansi yang terlibat dalam  praktik
manajemen  laba memberikan kesadaran tentang betapa pentingnya peran dunia
pendidikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang cerdas dan bermoral.
Ungkapan tersebut mengisyaratkan bahwa sikap dan perilaku moral (akuntan)
dapat  terbentuk  melalui proses pendidikan yang terjadi dalam lembaga pendidikan
akuntansi, dimana mahasiswa sebagai input, sedikit banyaknya akan memiliki keterkaitan
dengan akuntan yang dihasilkan sebagai output.
Kasus pelanggaran etika seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai
pengetahuan, pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika
secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999). Oleh
karena itu, terjadinya berbagai kasus sebagaimana disebutkan di atas, seharusnya
memberi kesadaran untuk lebih memperhatikan etika dalam melaksanakan pekerjaan
profesi akuntan.
Pertanyaan–pertanyaan tentang dugaan atas pelanggaran etika profesi akuntan
terhadap kepercayaan publik telah menimbulkan campur tangan pemerintah. Ponemon
dan Gabhart (1993),  memberikan argumen bahwa hilangnya kepercayaan publik dan
meningkatnya campur tangan dari pemerintah pada gilirannya menimbulkan dan
membawa kepada matinya profesi akuntan, dimana masalah etika melekat dalam
lingkungan pekerjaan para akuntan professional (Ponemon dan Gabhart, 1993; Leung dan
Cooper, 1995).
Para akuntan profesional cenderung mengabaikan persoalan moral bilamana
menemukan masalah yang bersifat teknis (Volker,1984; Bebeau, dkk. 1985, dalam

31
Marwanto, 2007), artinya bahwa para akuntan profesional cenderung berperilaku tidak
bermoral apabila dihadapkan dengan suatu persoalan akuntansi. 
Disisi lain, karakter moral berkenaan dengan personaliti, seperti kekuatan ego,
keteguhan ego,  kegigihan,  kekerasan hati,  pemikiran dan kekuatan akan pendirian serta
keberanian yang berguna untuk melakukan tindakan yang benar (Rest, 1986). Seorang
individu yang memiliki kemampuan dalam menentukan apa yang secara moral baik atau
buruk dan benar atau salah, mungkin bisa gagal atau salah dalam berkelakuan secara
moral sebagai hasil dari kegagalan dalam mengidentifikasi persoalan-persoalan
moral(Walker, 2002).  Dalam berkelakuan secara moral seorang individu dipengaruhi
oleh faktor-faktor individu yang dimilikinya.
Jones (1991) telah mengembangkan suatu model isu-kontinjen untuk menguji
pengaruh persepsi intensitas moral dan menghubungkannya dengan ‘model empat
komponen Rest’. Rest (1986) membangun  model kognitif tentang pengambilan
keputusan (empat model komponen) untuk menguji pengembangan proses-proses
pemikiran moral dan perilaku individu (Chan dan Leung, 2006). Rest menyatakan bahwa
untuk bertindak secara moral, seorang individu melakukan empat dasar proses psikologi,
yaitu :
1.    Sensitivitas Moral (Moral Sensitivity)
2.    Pertimbangan Moral (Moral Judgment)
3.    Motivasi Moral (Moral Intentions), dan
4.    Perilaku Moral (Moral Behavior)).

Jones (1991) mengungkapkan bahwa isu-isu intensitas moral secara signifikan


mempengaruhi proses pembuatan keputusan moral. Penelitian sebelumnya telah menguji
pengaruh komponen dari intensitas moral terhadap sensitivitas moral (Singhapakdi dkk.,
1996; May dan Pauli, 2000), pertimbangan moral (Webber, 1990, 1999; Morris dan
McDonald, 1995; Ketchand dkk., 1999; Shafer dkk., 1999), dan intensi
moral(Singhapakdi dkk., 1996, 1999; Shafer dkk., 1999; May dan Pauli, 2000). Dalam
penelitian-penelitian tersebut, beberapa komponen intensitas moral ditemukan
berpengaruh secara signifikan dalam proses pembuatan keputusan moral dari berbagai
responden. Bagaimanapun, terdapat sedikit penelitian yang melakukan pengujian pada

32
berbagai karakteristik dari isu-isu dan pengaruhnya terhadap proses pembuatan keputusan
moral pada mahasiswa akuntansi.

Analisa Kasus:

Kasus-kasus pelanggaran terhadap etika dalam dunia bisnis yang terjadi di Indonesia
belakangan ini seharusnya mengarahkan kebutuhan bagi lebih banyak penelitian yang
meneliti mengenai pembuatan keputusan etis. Kerasnya isu dalam hal pembuatan
keputusan moral terasa sangat penting dalam menegakkan kembali martabat dan
kehormatan profesi akuntan yang sedang dilanda krisis kepercayaan dari masyarakat luas.
Penelitian pengembangan etika akuntan profesional seharusnya dimulai dengan
penelitian mahasiswa akuntansi di bangku kuliah, dimana mereka ditanamkan perilaku
moral dan nilai-nilai etika profesional akuntan (Jeffrey, 1993).  Menurut Ponemon dan
Glazer (1990), bahwa sosialisasi etika profesi akuntan pada kenyataanya berawal dari
masa kuliah, dimana mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan profesional di masa
datang.

3. Kasus Tylenol Johnson & Johnson

Johnson & Johnson adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dalam pembuatan
dan pemasaran obat-obatan dan alat kesehatan lainnya di banyak negara di dunia.

Pada hari kamis tgl 30 September 1982, laporan mulai diterima oleh kantor pusat
Johnson & Johnson bahwa adanya korban meninggal dunia di Chicago setelah meminum
kapsul obat Extra Strength Tylenol. Tylenol adalah obat rasa nyeri yang di produksi oleh
McNeil Consumer Product Company yang kemudian menjadi bagian anak perusahaan
Johnson & Johnson.Kasus kematian ini menjadi awal penyebab rangkaian crisis
management yang telah dilakukan oleh Johnson & Johnson.

Penyelidikan terhadap kasus kematian itu menyatakan bahwa terkandung sianida di


dalam kemasan Tylenol. Sianida adalah bahan kimia yang digunakan untuk melakukan
test bahan baku di pabrik. Jika dikonsumsi oleh masusia maka akan menyebabakan
kematian mendadak. Awalnya temuan ini dibantah oleh perusahaan akibat salah

33
komunikasi namun keesokan harinya diumumkan langsung kepada media massa. Dugaan
sementara adalah ada sekelompok orang yang membeli Tylenol dalam jumlah besar
kemudian membubuhi sianida kedalamnya lalu menjual kembali Tylenol ke pasar.
Menjelang sore hari, perusahaan meyakini bahwa pembubuhan sianida bukan terjadi di
pabrik Fort Washington, Pennsylvania, namun perusaahn tidak mau menannggung resiko
dan memutuskan untuk menarik kembali peredaran semua 93.000 botol dari batch itu
yang dibubuhi racun. Semua kegiatan promosi Tylenol pun dibatalkan.

Keesokan harinya, pimpinan perusahaan menerima laporan lagi mengenai


terdapatnya korban keenam yang meminum kapsul Tylenol yang diproduksi di Round
Rock, texas. Hal ini tambah meyakinkan pimpinan perusahaan bahwa pembunuhan racun
terjadi di Chicago dan bukan dii pabrik Johnson & Johnson, sebab sangat mustahil untuk
melakukan pembubuhan racun pada dua pabrik pembuat Tylenol sekaligus.

1) Kenapa kasus ini bisa terjadi?

Kasus bermula pada bulan September 1982, di mana tylenol yang merupakan salah
satu produk Johson & Johson terkontaminasi oleh racun sianida dan menyebabkan tujuh
orang meninggal di Chicago. Kasus meninggalnya konsumen tersebut menjadi sorotan
oleh media massa dan masyarakat Amerika Serikat dan diikuti tentang berbagai laporan
dan pemberitaan tentang 250 kematian dan penyakit sebagai akibat mengkonsumsi kapsul
Tylenol.

Jika dikaitkan dengan teori, isu akan muncul ketika ada gap atau kesenjangan antara
harapan publik dengan aktivitas organisasi. Aktivitas organisasi atau dalam kasus ini
adalah perusahaan Johson & Johson tentu diharapkan mampu memberikan manfaat
kesembuhan bagi publik. Akan tetapi obat yang diproduksi oleh Johson & Johson justru
mengakibatkan kematian pada masyarakat di Chicago. Dari sini kemudian isu bahwa
Tylenol terkontaminasi racun sianida sehingga bisa menimbulkan kematian orang yang
mengkonsumsinya.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa kasus yang terjadi pada Johnson & Johnsonini
disebabkan oleh adanya isu tentang adanya racun sianida yang telah tercampur dalam

34
kapsul Tylenol sehingga mengakibatkan kematian pada beberapa orang di Chicago. Isu
ini kemudian membuat perusahaan mendapat banyak pemberitaan negatif dari media dan
menimbulkan kepanikan banyak orang. Pada kondisi inilah perusahaan dapat disebut
mengalami krisis.

2) Jenis dan tahapan isu

Isu eksternal adalah isu yang mencakup peristiwa yang berkembang di luar organisasi
yang berpengaruh langsung atau tidak langsung pada aktivitas organisasi. Isu pada
perusahaan Johnson & Johnsondisebut isu eksternal karena isu terkait racun sianida yang
terkontaminasi dalam produk kapsul Tylenol telah berkembang hingga keluar dan
menyebar kemana-mana sehingga menurunkan reputasi perusahaan di mata publiknya.
Isu eksternal melanda Johnson and Johnson terkait dengan kasus tylenol yang merupakan
deffensive issue yaitu isu-isu yang cenderung memunculkan ancaman terhadap organisasi
(Kriyantono,2012:158). Isu ini muncul karena harapan publik yang tidak terpenuhi
mengenai produk tylenol yang seharusnya menyehatkan konsumennya tapi justru
menyebabkan kematian karena kandungan sianida di daerah Chicago pada bulan
September 1982.

Kasus Tylenol perusahaan Johnson & Johnsonini dapat dikategorikan ke dalam


beberapa tahap isu :

1. Tahap origin (potential stage).

Pada tahap ini, seseorang atau sekelompok orang mengekspresikan perhatiannya


pada isu dan memberikan opini. Pada kasus Tylenol, tahapan pertama ditandai
dengan mulai beredarnya kabar tentang kematian tujuh orang di Chicago yang diduga
karena dalam kapsul Tylenol terdapat racun sianida. Kemudian disusul oleh berbagai
pemberitaan di media tentang 250 kematian dan penyakit sebagai akibat
mengkonsumsi kapsul Tylenol.

2. Tahap mediation dan amplifying (imminent stage/emerging).

35
Pada tahap ini, isu berkembang karena isu-isu tersebut telah mempunyai
dukungan publik, yaitu ada sekelompok orang yang saling mendukung dan
memberikan perhatian pada isu-isu tersebut. Berdasarkan jurnal ini, Wall Street
Journal yang menulis: “perusahaan lebih memilih untuk kehilangan dalam jumlah
yang besar daripada mengambil resiko hingga lebih banyak orang yang terkena”.
Sehingga kemudian muncul gerakan “anti-perusahaan”. Dalam kasus ini tahap
mediasi tidak begitu tampak.

3. Tahap organization (current stage dan critical stage).

Pada tahap ini publik sudah mulai mengorganisasikan diri dan membentuk
jaringan-jaringan. Pada tahap current stage, isu berkembang menjadi lebih populer
karena media massa memberitakannya berulang kali dengan eskalasi tinggi. Tahap ini
terjadi ketika banyak media memberitakan tentang kematian warga Chicago akibat
mengkonsumsi kapsul Tylenol yang mengandung asam sianida. Sehingga
menimbulkan kekhawatiran dari masyarakat setempat. Sedangkan pada tahap critical
stage, terjadi ketika publik mulai terbagi menjadi dua kelompok, setuju dan
menentang. Pada tahap critical stage publik mulai terbagi dalam dua kelompok setuju
dan menentang. Pada tahap ini media massa menaruh perhatian pada Johnson &
Johnson memberikan apresiasi terhadap perusahaan tersebut. Isu ini dapat diubah
oleh Johnson & Johnson menjadi kesempatan membangun citra dan bukan menjadi
penyebab jatuhnya reputasi perusahaan.

Dalam kasus ini Johnson & Johnson menarikan kembali jutaan botol kapsul
Tylenol. Perusahaan menghabiskan setengah juta dollar untuk memberitahu pihak
dokter, rumah sakit dan distributor mengenai bahaya yang mungkin terjadi (Regester
& Larkin,2008). Hal ini membuktikan bahwa Johnson & Johnson bertindak cepat saat
krisis terjadi dan memiliki skenario kemungkinan terburuk dan bertanggung jawab
atas publik mereka.

4. Tahap resolution (dormant stage).

36
Pada tahap ini, pada dasarnya perusahaan dapat mengatasi isu dengan baikkarena
pertanyaan- pertanyaan seputar isu “dapat terjawab”, pemberitaan media mulai
menurun, sehingga isu diasumsikan telah berakhir. Pada kasus Tylenol, tahap ini
terjadi ketika masyarakat Amerika termasuk media massa memuji langkah-langkah
yang diambil Johnson & Johnson itu. Kemudian Johnson & Johnson bangkit kembali
dalam bisnisnya dan melanjutkan untuk meluncurkan produk Tylenol dengan
kemasan baru dan memenangkan Silver Anvil Award dari Public Relations Society of
America untuk penanganan krisis terbaik.

3) Jenis dan tahapan krisis

Jenis krisis yang terjadi pada perusahaan Johnson & Johnsonadalah krisis
malevonce. Menurut Kriyantono (2012:177) krisis malevonce terjadi apabila
seseorang atau sekelompok orang mempunyai keinginan untuk menjatuhkan atau
membahayakan organisasi, seperti sabotase. Jadi, krisis yang dialami oleh perusahaan
Johnson & Johnsonadalah krisis malevonce karena krisis ini diakibatkan oleh ulah
manusia yang entah tidak sengaja atau sengaja telah memasukkan racun sianida pada
saat proses produksi obat Tylenol sehingga menimbulkan dampak yang sangat fatal
yaitu kematian yang menewaskan 7 warga di Chicago yang selanjutnya disusul oleh
250 kematian dan penyakit akibat mengkonsumsi Tylenol. Krisis ini membahayakan
perusahaan tidak hanya dari segi reputasi namun juga secara materi, perusahaan
mengalami kerugian hingga jutaan dolar.

Secara umum krisis berkembang melalui tiga tahap (Coombs, 2010; Devlin. 2007;
Smudde 2001). Tahapan tersebut adalah :

1. Tahap pra krisis (pre-crisis)

Tahap pra krisis terjadi ketika situasi serius mulai muncul dan organisasi
menyadarinya. Pada tahap ini, anggota organisasi baik karyawan maupun
pimpinan manajemen telah mengetahui tanda-tanda akan terjadinya krisis. Pada
kasus Johnson & Johnsontahap pra krisis terjadi ketika ditetemukan racun sianida
dalam produk kapsul Tylenol.

37
2. Tahap krisis (acute crisis)

Tahap krisis (acute crisis) terjadi ketika situasi tidak dapat dimanajemen
dengan baik oleh organisasi sehingga situasi tersebut menyebar luas ke luar
organisasi. Pada kasus Johnson & Johnsontahap ini terjadi ketika berita
terkontaminasinya Tylenol dengan racun sianida sudah menyebar ke massa serta
munculnya pemberitaan di media tentang dugaan 250 kematian dan penyakit yang
dialami akibat konsumsi Tylenol.

3. Tahap pascakrisis (post-crisis)

Tahap ini terjadi ketika krisis sudah terakumulasi dan organisasi berupaya
mempertahankan citranya. Pada masa ini organisasi berupaya untuk memperbaiki
segala akibat yang ditimbulkan krisis (recovery). Tahap ini terjadi ketika
perusahaan Johson dan Johson menarik semua produk Tylenol serta
menghentikan produk tersebut dari pasaran kemudian melakukan. Perusahaan
Johnson & Johnsonmenguji delapan juta tablet, ternyata tidak lebih dari 75 tablet
yang terkontaminasi. Pada akhirnya perusahaan bangkit dan dengan berani
meluncurkan kembali produk Tylenol dengan kemasan baru. Bahkan puncak dari
pascakrisis ini, Johnson & Johnsonmemenangkan Silver Anvil Award dari Public
Relations Society of America untuk penanganan krisis. Sehingga perusahaan
akhirnya bisa memulihkan kepercayaan kembali dari masyarakat seperti sedia
kala.

4) Respon yang dilakukan perusahaan

Respon yang dilakukan perusahaan adalah menarik semua produk Tylenol dari
masyarakat. Dalam pelaksanaannya, penarikan tersebut meliputi 32 juta botol kapsul
Tylenol dari seluruh tempat di Amerika. Pelaksanaan penarikan itu juga dilakukan
melalui iklan untuk menukar kapsul dengan tablet baru Tylenol. Ribuan surat
penawaran dikirimkan kepada para penjual obat dengan pernyataan pernyataan yang
sama dikirimkan lewat media massa.

38
Kasus Johnson & Johnson ini berbeda dengan kasus lainnya, karena pelanggaran
dilakukan setelah produk keluar dari pabrik. Namun, Tylenol merupakan produk
Johnson & Johnson sehingga perusahaan terjepit diantara kewajiban baik hukum,
moral atau kedua-duanya dengan obat yang menyandang namanya telah mengambil
korban jiwa manusia dan di pihak lain kerugian keuangan jika Johnson & Johnson
mengambil tindakan penyelamatan jiwa manusia dengan menarik puluhan juta botol
kapsul Tylenol dari peredaran.

Perusahaan juga melakukan perubahan kemasan baru yang menyerap biaya


tambahan sebesar $ 2,4 sen per botol karena lebih canggih dan tidak bisa dibuka
paksa. Biaya Kampanye penarikan stok lama termasuk biaya diskon untuk para dealer
pun cukup besar, sekitar $40 juta. Keseluruhan biaya extra ini akhirnya menjadi $ 140
juta. Tambahan pula, Johnson & Johnson mengahadapi tiga tuntutan hukum,
sehubungan dengan kasus kematian di Chicago, walaupun akhirnya berhasil
memenangkan gugatan karena memang tidak ada kaitan kematian para korban bisa
dibuktikan terjadi akibat kelalaian Johnson & Johnson.

Adapan langkah yang diambil oleh Johnson & Johnson secara ringkas adalah
sebagai berikut,

1. Menarik semua penjualan dan pemasaran Tylenol di Amerika.


2. Melakukan pengujian terhadap delapan juta tablet kapsul Tylenol, namun ternyata
tidak lebih dari 75 tablet yang terkontaminasi.
3. Menghabiskan uang hingga setengah juta dollar untuk perawatan rumah sakit para
korban yang keracunan Tylenol sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan.
4. Meluncurkan serta memasarkan kembali kapsul Tylenol dengan kemasan yang
baru.

5) Analisa Kasus

1. Johnson & Johnson telah menerapkan prinsip “worst case-possible scenario”. Ini
menjadi salah satu kunci keberhasilan Johnson & Johnson dalam menanganani
krisis karena perusahaan menerapkan prinsip skenario terburuk dengan rela

39
mengalami kerugian dalam jumlah yang cukup besar demi menyelamatkan
korban.
2. Johnson & Johnson telah merespon isu dengan cepat karena perusahaan langsung
menarik semua penjualan Tylenol dan segera melakukan ujicoba terhadap delapan
juta kapsul Tylenol terkait dengan kandungan asam sianida ketika kabar tentang
tujuh warga Chicago yang keracunan sianida akibat meminum kapsul Tylenol
muncul di msyarakat.
3. Johnson & Johnson mendahulukan keselamatan publik. Ini terbukti ketika pihak
perusahaan tak segan untuk mengeluarkan jutaan dolar untuk membiayai
perawatan dan pengobatan para korban yang keracunan asam sianida.
4. Johnson & Johnson telah mempunyai rencana komunikasi krisis. Terbukti ketika
kabar tentang tujuh warga Chicago yang keracunan sianida akibat meminum
kapsul Tylenol, perusahaan langsung memberikan pengumuman kepada publik
bahwa perusahaan akan menarik semua penjualan Tylenol. Selain itu pihak
perusahaan juga mendatangi FDA untuk melakukan ujicoba terhadap delapan juta
kapsul Tylenol terkait dengan kandungan asam sianida.Bentuk aliran informasi
berupa pengumuman dan kerjasama dengan beberapa pihak tersebut bisa
dikatakan sebagai upaya komunikasi krisis.
5. Johnson&Johson sudah bijaksana dalam melakukan pendekatan komunikasi
dengan pendekatan hukum. Dalam sudut pandangan hukum, segala kesalahan
pasti harus dipertanggungjawabkan. Pihak perusahaan pun telah bertanggung
jawab dengan membiayai perawatan rumah sakit korban dan melakukan
pengujian benar ataukan tidak bahwa semua produk Tylenol-nya mengandung
asam sianida.

40
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan makalah maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Dukungan stakeholders di dalam dunia bisnis dan profesi akuntan sangat bergantung
kepada komitmen perusahaan dan para profesional akuntansi dalam memastikan dirinya
untuk selalu bertindak etis dalam mencapai tujuan perusahaan dan profesionalnya. Oleh
karena itu, para direktur, eksekutif, dan akuntan perlu peka terhadap isu-isu etika yang
penting di dalam dunia bisnis dan profesi akuntan agar tidak terjebak dalam tindakan-
tindakan tidak etis.
2. Konflik kepentinganyaitu suatu situasi di mana pengambil keputusan memiliki kewajiban
yang berbeda dengan kepentingan pribadinya. Konflik kepentingan menjadi isu penting
di dalam dunia bisnis dan profesi akuntan karena situasi konflik kepentingan merupakan
situasi yang sering dihadapi dan tak bisa dielakkan oleh para direktur, eksekutif dan
akuntan. Pemahaman yang baik terhadap situasi-situasi penyebab terjadinya konflik
kepentingan dapat membantu para direktur, eksekutif dan akuntan terhindar dari perilaku
yang tidak etis.
3. Etika di tempat kerja adalah memastikan diri bertindak sesuai dengan prinsip benar-salah
yang berlaku umum di tempat kerja. Hal ini menjadi isu penting karena prinsip benar-
salah di tempat kerja dipengaruhi oleh budaya organisasi yang berbeda satu sama lain dan
norma yang berlaku di daerah tempat kerja. Oleh karena itu, pemahaman yang baik
terhadap etika di tempat kerja oleh direktur, eksekutif dan akuntan sangat diperlukan
untuk menjaga situasi bisnis dan profesi tetap kondusif demi pencapaiaan tujuan
organisasi.
4. Akuntabilitas sosial hadir sebagai kesadaran para pelaku dunia bisnis dan profesi akuntan
bahwa keuntungan yang terbaik itu adalah bukan keuntungan yang besar dan sesaat tapi
keuntungan yang terus berlanjut (sustainability profit). Oleh karena itu, para direktur,
eksekutif dan profesi akuntan dalam bekerja perlu mempertimbangkan dampak-dampak

41
pekerjaannya terhadap masyarakat atau sering disebut juga dengan tanggung jawab
sosial.
5. Isu-isu etika yang tidak mampu dikelola dengan baik oleh para direktur, eksekutif dan
akuntan dapat berakibat pada terjadinya krisis di dalam dunia bisnis dan profesi akuntan.
Manajemen krisis menjadi isu penting di dalam dunia bisnis dan profesi akuntan
disebabkan oleh banyaknya perusahaan besar dan kantor akuntan publik besar yang
mengalami krisis dan akhirnya bangkrut dikarenakan tidak dilakukannya tindakan
penanggulangan krisis yang cepat dan tepat. Oleh karena itu, para direktur, eksekutif dan
akuntan perlu memahami sejak dini bagaimana proses dan teknik penanggulangan krisis
yang tepat.

3.2 Saran

Berdasarkan simpulan pada makalah ini maka dapat dirumuskan bebarapa saran dan
rekomendasi kepada para pelaku dunia bisnis dan profesi akuntan dan pihak-pihak lain yang
terkait dalam menghadapi isu-isu etika yang penting di dalam dunia bisnis dan profesi
akuntansi sebagai berikut.

1. Profesi akuntan merupakan profesi yang memiliki tanggung jawab besar kepada publik.
Oleh karena itu, para akuntan sangat dituntut untuk senantiasa bertindak etis demi
kepentingan publik. Hadirnya mata kuliah etika bisnis dan profesi akuntan sebagai mata
kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan akuntansi merupakan hal yang sangat baik
dalam rangka meningkatkan sensitivitas para calon akuntan profesional terhadap isu-isu
etika. Dampak pemberian muatan etika akan semakin efektif jika para calon akuntan juga
dibekali dengan penguasaan standar dan teknik akuntans. Maka dari itu, pemberian
muatan etika yang diintegrasikan di dalam setiap mata kuliah akuntansi lainnya seperti
mata kuliah pengantar akuntansi, akuntansi intermediate, akuntansi keuangan lanjutan,
akuntansi manajemen dan akuntansi sektor publik dapat semakin meningkatkan kepekaan
para calon akuntan profesional terhadap isu-isu etika yang penting di dalam dunia bisinis
dan profesi akuntan. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan akuntansi perlu
mengintegrasikan isu-isu etika yang relevan secara nyata di dalam setiap mata kuliah inti
akuntansi.

42
2. Perilaku etis seseorang dipengaruhi oleh aspek individual dan lingkungan. Maka dari itu,
dunia pendidikan akuntansi memiliki pengaruh terhadap perilaku etis para calon akuntan
profesional. Berdasarkan beberapa hasil penelitian ditemukan bahwa aspek individual
seperti kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
mempengaruhi perilaku etis seseorang. Selama ini di dunia pendidikan hanya fokus pada
pengembangan kecerdasan intelektual yang berakibat pada perilaku etis mahasiswa hanya
didasarkan pada rasionalitas saja yang mana cenderung menekankan pada hal-hal yang
menguntungkan pribadi dan mengabaikan kepentingan publik. Oleh karena itu,
pengembangan kecerdasan intelektual di dalam dunia pendidikan dan profesi akuntan
juga perlu diselaraskan dengan pengembengan kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual, seperti mengadakan pelatihan ESQ bagi mahasiswa dan akuntan dalam rangka
membentuk calon-calon akuntan dan akuntan profesional yang memiliki sikap etis yang
tinggi.
3. Kode etik sebagai pedoman beretika dibuat untuk menghasilkan kinerja etis yang
memadai dan menjadi landasan bagi citra positif profesi dan kepercayaan publik akan
profesi akuntan. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah merumuskan sejumlah prinsip
etika beserta kode etiknya yang harus dipedomani oleh semua anggota dengan cara
mengadopsi kode etik yang dikembangan oleh ikatan akuntan Amerika Serikat. Akan
tetapi, dimensi budaya yang berbeda antara Indonesia dan Amerika Serikat menyebabkan
kurang efektifnya kode etik tersebut. Hal ini dikarenakan nilai-nilai kehidupan di kedua
negara yang berbeda sehingga membuat kode etik tersebut kurang kompatibel di
Indonesia. Oleh karena itu, perlunya pengkajian secara mendalam yang dilakukan oleh
IAI dalam rangka merumuskan kode etik akuntan profesional yang sesuai dengan budaya
dan norma-norma yang berlaku di Indonesia.
4. Akuntabilitas sosial merupakan salah satu isu penting di dalam dunia bisnis dan profesi
akuntan yang baru-baru ini menjadi sorotan penting. Kesadaran akan keuntungan jangka
panjang lebih baik daripada keuntungan jangka pendek membuat perusahaan mulai
memperhatikan nilai tambahnya bagi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Oleh
karena itu, perguruan tinggi hendaknya menjadikan isu akuntabilitas sosial sebagai
pengajaran dan penelitian akademis secara berkelanjutan dalam rangka menyiapkan

43
calon-calon profesional yang peka terhadap isu-isu sosial karena isu ini merupakan isu
penting di dalam dunia bisnis dan profesi akuntan pada era global saat ini.
5. Budaya organisasi atau etika di tempat kerja berkaitan erat dengan prinsip benar-salah
yang berlaku di tempat kerja tersebut. Budaya organisasi juga turut mempengaruhi
tindakan etis seseorang dan membentuk perilaku seseorang. Kurangnya pengawasan atau
pengendalian internal juga membuka kesempatan bagi para direktur, manajer dan profesi
akuntan untuk berperilaku tidak etis. Oleh karena itu, masing-masing perusahaan dan
kantor akuntan publik harus memiliki standar dan pedoman etika tersendiri yang lebih
rinci dan tidak hanya mengandalkan peraturan dan regulasi yang telah dibuat oleh
organisasi profesi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas dan kesadaran
pelaku dunia bisnis dan profesi akuntan mengenai isu-isu etika di dalam dunia bisnis dan
profesi akuntan.

44
DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Sonny. 1998. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Lako, Andreas. 2011. Dekonstruksi CSR & Reformasi Paradigma Bisnis & Akuntansi. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Sukrisno Agoes. 1996. Penegakkan Kode Etik Akuntan Indonesia. Makalah dalam Konvensi
Nasional Akuntansi III. IAI.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta. Salemba Empat.
Sihotang Kasdin. 2019. Etika Profesi Akuntansi Teori Dan Kasus. Yogyakarta. PT KANISIUS.

45

Anda mungkin juga menyukai