Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TATA KELOLA PERUSAHAAN

Disusun Oleh :

Nama : Sutriani

NIM : 20180102195

Dosen : Adrie Putra,SE,MM

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

T.A 2018/2019
Kata Pengantar

Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji Syukur kehadirat ALLAH SWT, yang mana selalu mencurahkan segala rahmatnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tak lupa juga shalawat serta
salam tetap limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun sebagai untuk pemenuhan tugas Tata Kelola Perusahaan. Dimana
dalam makalah ini akan membahas tentang Definisi dari Tata Kelola Perusahaan Terimakasih
saya ucapkan kepada dosen yang telah memberi saya kesempatan waktu dalam proses
pembuatan makalah ini. Saya tentu menyadari jika dalam penulisan makalah ini mungkin
terdapat kesalahan, untuk itu saya mohon pemaklumannya. Terimakasih.

Jakarta, 07 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Cover ................................................................................................. i

Daftar Isi ............................................................................................ ii

Kata pengantar .................................................................................. 3

BAB I Pendahuluan ......................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ..................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 4

BAB II Pembahasan .......................................................................... ......5

2.1 Definisi Governance ............................................................ 5

2.2 Penerapan Tata Kelola Perusahaan ..................................... 6

2.3 Tata Kelola yang Lemah dan Tata Kelola yang Kuat

BAB III Penutup ............................................................................... 12


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada praktiknya, dalam mencapai tujuannya suatu perusahaan tentu tak luput dari banyak
permasalahan. Sebuah perusahaan bisa saja dijalankan olehpara manajer professional yang
memiliki hanya sedikit atau sama sekali tidakmemiliki saham dalam perusahaan tersebut. Karena
itu, para manajer bisa sajamembuat keputusan yang sama sekali tidak sesuai dengan tujuan
memaksimalkan kekayaan para pemegang saham. Hadirnya good coorporate governance dalam
pemulihan krisis di indonesiamenjadi mutlak diperlukan bahkan menjadi suatu kebutuhan,
mengingat goodcoorporate governance mensyaratkan suatu pengelolaan yang baik dalam sebuah
institusi dan organisasi.Mulai populernya istilah “tata kelola perusahaan yang baik” atau yang
lebihdikenal dengan istilah asing “good corporate governance (GCG)” tidak dapatdilepaskan dari
maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, baik yang ada di
Indonesia maupun yang ada di AmerikaSerikat.Tata kelola korporat menjadi menarik perhatian
karena banyak para ahli yang berpendapat bahwa kelemahan dalam tata kelola korporat
merupakan salah satu sumber utama kerawanan ekonomi yang menyebabkan buruknya
perekonomian beberapa Negara Asia yang terkena krisis financial pada tahun 1997 dan 1998.

Proposisi kepemilikan pihak publik untuk perusahaan-perusahaan yang listed di Bursa


Efek Jakarta (BEJ) masih sangan terbatas, yang pada tahun 1997 hanya sekitar 29,7%. Hal ini
berarti bahwa para pendiri perusahaan-perusahaan tersebu masih menjadi pemegang saham
pengendali. Secara umum fenomena adanya pemegang saham pengendali dan pemegang saham
minoritas (yang dapat menimbulkan agency problems) dijumpai disebagian besar peusahaan-
perusahaan tersebut.

Dalam konteks administrasi pemerintah, fokus analisis tata kelola adalah perdebatan mengenai
keterbatasan pengendalian oleh pemerintah (Kuncoro, 2004).

Faktor yang ikut menentukan reputasi perusahaan adalah Good Corporate Governance. Menurut
Suta (2005:23-24) Good Corporate Governance adalah pengetahuan dan seni untuk
meyeimbangkan pembagian kepentingan dari stakeholders dan membuat pilihan di antara
beragam opsi dengan dukungan segala jenis informasi untuk menjadi perusahaan yang
bertanggung jawab. Masalah Good Corporate Governance dapat ditelusuri dari agency theory,
yaitu menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan seperti pengelola/
manajer, pemilik perusahaan, dan kreditor akan berperilaku berdasarkan kepentingan berbeda-
beda.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan tata kelola (Governance)?

2. Bagaimana penerapan tata kelola perusahaan?

3. Bagaiamana tentang tata kelola yang kuat dan yang lemah?

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu
sebagai berikut:

1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan tata kelola (Governance)

2. Untuk mengetahui tentang bagaimana penerapan tata kelola perusahaan

3. Menerangkan tentang tata kelola yang kuat dan yang lemah


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Governance


Istilah tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) mengemuka
setelah “krisis moneter” yang terjadi di Indonesia pada tahun 1988 yang berdampak dalam
bidang perbankan. Terjadinya pelanggaran batas maksimum pemberian kredit (BMPK),
rendahnya praktek manajemen risiko, tidak adanya transparansi terhadap informasi keuangan,
merosotnya nilai tukar rupiah dan adanya dominasi para pemegang saham dalam mengatur
operasional menyebabkan industri perbankan nasional menjadi rapuh. Hal tersebut sebagai
akibat belum dilaksanakannya secara maksimal praktek GCG di kalangan perbankan. Dengan
melaksanakan konsep GCG, diharapkan tercipta suatu citra perbankan sebagai lembaga yang
dapat dipercaya oleh Pemerintah dalam mengelola dana masyarakat. Artinya ada keyakinan
bahwa bisnis perbankan dikelola dengan baik sehingga dapat tumbuh secara sehat, kuat dan
efisien.
Pengertian “governance” amat beragam. Pada dasarnya ia diartikan sebagai tata kelola yang
berhubungan dengan interaksi antara pemerintah dengan masyarakat. Sedangkan
“ governing” berarti semua kegiatan sosial, ekonomi, ploitik, dan adminstratif yang dilakukan
sebagai upaya untuk mengarahkan, mengendlikan, mengawasi atau mengelola masyarakat.

FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia) mendefinisikan tata kelola korporat
(Corporate Governance) sebagai brerikut (Tjager et al, 2003:25-26) “seperangkat pengaturan
yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengendalikan perusahaan. Tujuan tata kelola korporat ialah untuk menciptakan nilai tambah
bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).”

Namun, dengan beragam interpretasi dan pengertian yang dikemukakan oleh cendekia
maupun praktisi perbankan yang ada, sebenarnya inti dan pesan Good Corporate
Governance atau tatakelola perusahaan yang baik adalah “transparansi”, “moral” dan “etika”
yang disertai dengan kepatutan dan kerangka hukum.
Isu tata kelola perusahaan yang baik (GCG) terjadi karena adanya pemisahan antara
kepemilikan dan pengelolaan perusahaan yang memberikan kewenangan kepada direksi untuk
mengurus perusahaan, seperti mengelola dana dan mengambil keputusan perusahaan atas nama
pemilik. Salah satu wujud konkrit pelaksanaan GCG adalah adanya penerapan prinsip
transparansi dalam pengelolaan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.8/4/PBI/2006
tentang Pelaksanaan Praktek Good Corporate Governance bagi Bank Umum. Bank mempunyai
peranan yang sangat besar dalam kehidupan perekonomian, sebagai pelaksana kebijakan moneter
dan menghimpun dana dalam jumlah yang besar dari masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan
prinsip transparansi pada bank menjadi peranan yang sangat penting dan patut menjadi perhatian
bagi stakeholders, komisaris, direksi maupun pembina dan pengawas bank (Otoritas Jasa
Keuangan/OJK).
Kepercayaan masyarakat terhadap manajemen bank selain bergantung pada kinerja dan
kemampuan dalam mengelola risiko, juga dituntut sikap profesionalisme, independensi
dan integritas serta transparansi atas informasi yang berkaitan dengan kondisi keuangan maupun
non keuangan, dengan tidak sama sekali mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan
kerahasiaan Bank sesuai peraturan yang berlaku. Perwujudan dari pemikiran tersebut hanya
dapat dilaksanakan apabila Bank dalam melakukan aktivitasnya senantiasa menerapkan prinsip-
prinsip GCG meliputi :
1.Transparansi (transparency) atau keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material
dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan.
2.Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pengelolaan manajerial
berjalan secara efektif.
3. Pertanggungjawaban (responsibility) atau kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan
perundang undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat.
4. Independensi (independency) yaitu pengelolaan bank secara profesional tanpa
pengaruh/tekanan dari pihak manapun.
5. Kewajaran (fairness) adalah keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder
yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.2 Penerapan Tata Kelola Perusahaan


1. Struktur Organisasi GCG secara garis besar adalah terdiri dari:
a. Rapat Umum Pemegang Saham
b. Dewan Komisaris
c. Direksi
d. Komite-Komite dibawah Dewan Komisaris
e. Satuan Kerja Audit Intern
f. Audit Ekstern
g. Satuan Kerja Manajemen Resiko
h. Stakeholders
Berdasarkan hal tersebut, secara umum struktur organisasi GCG pada bank dapat
digambarkan dalam struktur sebagai berikutt
1.1. RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ yang memegang kekuasaan
tertinggi dalam Bank dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi
dan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas
dan Anggaran Dasar Bank yang berlaku. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan
forum dimana Direksi dan Komisaris melaporkan dan bertanggungjawab atas kinerja mereka
terhadap Pemegang Saham.
1.2. Dewan Komisaris
Jumlah anggota dewan Komisaris paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi.
Paling kurang 1 (satu) orang anggota dewan Komisaris wajib berdomisili di Indonesia. Dewan
Komisaris terdiri dari Komisaris dan Komisaris Independen dan paling kurang 50% (lima puluh
perseratus) dari jumlah anggota dewan Komisaris adalah Komisaris Independen.
1.3.Direksi
Direksi dipimpin oleh Direktur Utama dan wajib berasal dari pihak yang independen
terhadap pemegang saham pengendali. Penilaian independensi didasarkan pada keterkaitan yang
bersangkutan pada kepengurusan, kepemilikan dan/atau hubungan keuangan, serta hubungan
keluarga dengan pemegang saham pengendali. Setiap usulan penggantian dan/atau pengangkatan
anggota Direksi oleh Dewan Komisaris kepada Rapat Umum Pemegang Saham, harus
memperhatikan rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi.
Mayoritas anggota Direksi paling kurang memiliki pengalaman 5 (lima) tahun di bidang
operasional sebagai Pejabat Eksekutif bank (tidak termasuk Bank Perkreditan Rakyat). Setiap
anggota Direksi harus memenuhi persyaratan telah lulus Penilaian Kemampuan dan Kepatutan
(Fit and Proper Test) sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian Kemampuan
dan Kepatutan (Fit and Proper Test).

2. KOMITE – KOMITE
Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan
Komisaris dibantu oleh sekurang-kurangnya:
a. Komite Audit;
b. Komite Pemantau Risiko;
c. Komite Remunerasi dan Nominasi.
Komite tersebut wajib menyusun pedoman dan tata tertib kerja komite.

3. FUNGSI KEPATUHAN
Bank wajib memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan Bank Indonesia dan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.
Dalam rangka memastikan kepatuhan, Bank wajib menunjuk seorang Direktur Kepatuhan
dengan berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) dan Penerapan Standar
Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum.
3.1.Satuan Kerja Kepatuhan
 Dalam rangka membantu pelaksanaan fungsi Direktur Kepatuhan secara efektif, Bank
membentuk satuan kerja kepatuhan (compliance unit) yang independen terhadap satuan kerja
operasional.
 Dalam melaksanakan tugasnya tersebut Direktur Kepatuhan wajib mencegah direksi Bank
agar tidak menempuh kebijakan dan/atau menetapkan keputusan yang menyimpang dari
peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
 Direktur Kepatuhan wajib melaporkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya secara
berkala kepada Direktur Utama dengan tembusan kepada Dewan Komisaris.

3.2 Fungsi Audit Intern


Dalam rangka pelaksanaan fungsi audit intern secara efektif, Bank wajib membentuk Satuan
Kerja Audit Intern yang independen terhadap satuan kerja operasional. Dalam melaksanakan
tugasnya SKAI menyampaikan laporan kepada Direktur Utama dan Dewan Komisaris dengan
tembusan kepada Direktur Kepatuhan. Pemimpin SKAI diangkat dan diberhentikan oleh
Direktur Utama Bank dengan persetujuan Dewan Komisaris.
3.3. Fungsi Audit Ekstern

 Bank wajib menunjuk Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di Bank
Indonesia dalam pelaksanaan audit laporan keuangan Bank.
 Penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik wajib terlebih dahulu memperoleh
persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan calon yang diajukan oleh dewan
Komisaris sesuai rekomendasi Komite Audit.
 Audit dan penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik wajib memenuhi
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.

4. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO


Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif, yang disesuaikan dengan
tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta Bank dengan berpedoman pada
persyaratan dan tata cara sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
4.1. Satuan Kerja Manajemen Risiko & Komite Manajemen Risiko
Dalam kaitan dengan pengembangan struktur organisasi yang ada, Bank wajib membentuk
Komite Manajemen Risiko (Risk Management Committee) dan Satuan Kerja Manajemen Risiko
(Risk Management Unit).
4.2.Pengendalian Intern
Pengendalian intern merupakan suatu mekanisme pengawasan yang ditetapkan oleh manajemen
Bank secara berkesinambungan (on going basis), guna:
 Menjaga dan mengamankan harta kekayaan Bank;
 Menjamin tersedianya laporan yang lebih akurat;
 Meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku;
 Mengurangi dampak keuangan/kerugian, penyimpangan termasuk kecurangan/fraud, dan
pelanggaran aspek kehati-hatian;
 Meningkatkan efektivitas organisasi dan meningkatkan efisiensi biaya.

5. PENYEDIAAN DANA KEPADA PIHAK TERKAIT DAN PENYEDIAAN DANA BESAR


Dalam rangka menghindari kegagalan usaha Bank sebagai akibat konsentrasi penyediaan dana
dan meningkatkan independensi pengurus Bank terhadap potensi intervensi dari pihak terkait,
Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyediaan dana antara lain dengan
menerapkan penyebaran/diversifikasi portofolio penyediaan dana yang diberikan.
Pelaksanaan penyediaan dana kepada pihak terkait dan/atau penyediaan dana besar (large
exposures) wajib berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum. Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen
risiko Bank wajib memiliki pedoman kebijakan dan prosedur tertulis tentang Penyediaan Dana
kepada Pihak Terkait dan atau Penyediaan Dana besar (large exposures).
5.1. Penyediaan Dana Kepada Pihak Terkait
Bank dilarang memberikan Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait yang bertentangan dengan
prosedur umum Penyediaan Dana yang berlaku. Bank dilarang memberikan Penyediaan Dana
kepada Pihak Terkait tanpa persetujuan Dewan Komisaris Bank. Bank wajib menyampaikan
kepada Bank Indonesia laporan mengenai: Transaksi antara Bank dengan Pihak-pihak yang
Mempunyai Hubungan Istimewa; Pemberian penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain
yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap perusahaan yang berada dalam satu kelompok
usaha dengan Bank kepada debitur yang telah memperoleh penyediaan dana dari Bank. Laporan
tersebut wajib disampaikan sesuai dengan jadwal dan batas waktu penyampaian Laporan
Keuangan Publikasi Triwulanan.
5.2. Penyediaan Dana Besar
Bank dilarang membuat suatu perikatan atau perjanjian atau menetapkan persyaratan yang
mewajibkan Bank untuk memberikan Penyediaan Dana yang akan mengakibatkan terjadinya
Pelanggaran BMPK; dan memberikan Penyediaan Dana yang mengakibatkan Pelanggaran
BMPK. Penyediaan Dana ini mencakup bentuk perikatan atau perjanjian atau persyaratan yang
ditetapkan untuk yang tercatat di neraca maupun rekening administratif.

6. RENCANA STRATEGIS BANK

 Bank wajib menyusun rencana strategis dalam bentuk rencana korporasi (corporate plan) /
rencana jangka panjang dan rencana bisnis (business plan) / rencana jangka pendek.
 Penyampaian rencana korporasi (corporate plan) dan perubahannya kepada Bank Indonesia
berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Bank Umum.
 Penyusunan dan penyampaian rencana bisnis (business plan) berpedoman pada ketentuan
Bank Indonesia tentang Rencana Bisnis Bank Umum.
 Rencana korporasi /rencana jangka panjang Bank merupakan cerminan dari visi Bank.

7. ASPEK TRANSPARANSI KONDISI BANK


Dalam rangka pelaksanaan transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan, Bank wajib
menyusun dan menyajikan laporan dengan tata cara, jenis dan cakupan sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
Selain hal tersebut, bank wajib melaksanakan transparansi informasi mengenai produk dan
penggunaan data nasabah Bank dengan berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan
Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Namun demikian, dalam aktivitas transparansi dan
pengungkapan (disclosure) kondisi Bank harus tetap memperhatikan dan mematuhi ketentuan
tentang rahasia bank.
7.1. Transparansi Kondisi Keuangan dan Non-keuangan
Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan, Bank wajib menyusun dan
menyajikan laporan keuangan dengan bentuk dan cakupan sebagaimana ditetapkan dalam
Peraturan Bank Indonesia ini.
7.2. Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah
Bank wajib menerapkan transparansi informasi mengenai Produk Bank dan penggunaan Data
Pribadi Nasabah. Informasi mengenai karakteristik Produk Bank tersebut sekurang-kurangnya
meliputi:

 Nama Produk Bank;


 Jenis Produk Bank;
 Manfaat dan risiko yang melekat pada Produk Bank;
 Persyaratan dan tata cara penggunaan Produk Bank;
 Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank;
 Perhitungan bunga atau bagi hasil dan margin keuntungan;
 Jangka waktu berlakunya Produk Bank; dan
 Penerbit (issuer/originator) Produk Bank;

Penggunaan Data Pribadi Nasabah bank wajib meminta persetujuan tertulis dari Nasabah
dalam hal Bank akan memberikan dan atau menyebarluaskan Data Pribadi Nasabah kepada
Pihak Lain untuk tujuan komersial, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan
lain yang berlaku. Dalam permintaan persetujuan tersebut Bank wajib terlebih dahulu
menjelaskan tujuan dan konsekuensi dari pemberian dan atau penyebarluasan Data Pribadi
Nasabah kepada Pihak Lain.

8. HUBUNGAN DENGAN STAKEHOLDERS


Bank memiliki sensitivitas untuk melakukan hubungan secara positif dengan financial
maupun non-financial stakeholders, termasuk dengan pegawai Perseroan, masyarakat setempat,
kepentingan lingkungan hidup, regulator (Bank Indonesia, Bapepam, BEJ dan BES) dan
pemerintah.Pengaruh dari external stakeholders tidak boleh mengacaukan kegiatan operasi yang
sudah direncanakan oleh Perseroan, sehingga diperlukan adanya penelitian yang cermat atas
pengaruh positif dan negatif dari external stakeholders tersebut.

2.3. TATA KELOLA YANG LEMAH DAN TATA KELOLA YANG KUAT

Semua pemerintah di Negara-Negara Asia Tenggara dan Asia Timur memulai proses
industrialisasi dari rezim otokrasi, kemudian secara bertahap bergerak kearah yang lebih
demokrtis. Indonesia mengalami transisi dari rezim yang tidak demokratis menuju rezim yang
semakin demokratis. Tingkat demokrasi di Indonesia dinilai sudah bergerak dari A ke C, artinya
dunia mengakui adanya perubahan penting dari rezim yang tidak demokratis menuju sistem yang
lebih demokratis. Namun dilihat dari sisi bahwa tata kelola, harus diakui tata kelola pemerintah
Indonesia masih tergolong lemah dan belum banyak yang berubah.
Lemahnya tata kelola menimbulkan dampak sebagai berikut (WB, 2001):
1. Kaum miskin tidak mendapatkan akses pelayanan publik yang dibutuhkan karena selalu
berkompromi dengan birokrasi yang korup.
2. Para investor takut dan enggan menanam modal di Indonesia karena ketidakmampuan sistem
peradilan untuk melaksanakan kontrak, meningkatnya kerusuhan, dan tingkat pelanggaran
hukum dan keamanan.
3. Langkanya sumber daya pemerintah ternyata hilang karena sistem manajemen keuangan dan
pengadaan barang yang tidak transparan, manipulasi dan banyak kebocoran.
Dalam praktiknya tidak mudah untuk memilih dan membedah mengapa yang terjadi adalah
tata kelola yang lemah dan kuat. Tabel berikut mencoba mengurai kompleksitas, dinamika dan
keanekaragaman tata kelola (Kickert, 1993: Bab 19) yang tergantung dari interaksi antara
pemerintah dan masyarakat
Kompleksitas, Dinamika, dan Keanekaragaman Tata Kelola
do-it-alone ”government” “co” –arrangement
· Hubungan sebab-akibat · Keseluruhan dan sebagian
Kompleksitas · Ketergantungan unilateral· Saling ketergantungan
· Dibagi dalam hal unit atau multidimensional
disiplin · Menangani jaringan
komunikasi
· Lineritas dan
· Pola nonlinier dan Chaos.
produktabilitas · Tidak kontinu dan tidak
· Kontinu dan berubah-ubah berubah-ubah
Dinamika
· Penggunaan · Penggunaan
mekanisme feed-forward mekanisme feed-while/feed-
back
· Pendekatan/analisis · Analisis situasional dan
Keanekaragaman berdasarkan rata-rata diskrit
· From rules to execption · from exception to rules

10 prinsip tata kelola yang baik, yaitu sebagai berikut:


a.Pertisipasi: mendorong semua warga karyawan mengekspresikan pendaptnya dalam proses
pengambilan keputusan, baik langsung maupun tidak langsung.
b Penegakan hukum: menjaga agar penegakan hukum dan perundang-undangan yang adil dan
tanpa diskriminas, serta mendukung HAM dengan memperhatikan semua nilai yang ada.
c.Transparansi: membangun saling kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat dengan
memberikan informasi yang dibutuhkan dan akses informasi yang mudah bila dibutuhkan.
d.Responsif: meningkatkan daya tanggap atasan terhadap keluhan, masalah, dan aspirasi masyarakat
tanpa kecuali.
e.Pemerataan: memberikan peluang yang sama bagi semua pihak untuk meningkatkan
kesejahteraannya.
f.Visi stratejik: memformulasikan suatu strategi, yang didukung dengan sistem penganggaran yang
mencukupi, sehingga karyawan memiliki rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap masa depan
prusahaan.
g.Efektivitas dan efisiensi: melayani masyarakat dengan memanfaatkan seumber daya secara optimal
dan bijaksana.
h.Profesionalisme: meningkatkan kapasitas, keterampilan dan moral sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan pelayanan yang mudah, cepat, akurat, dan dapat dijangkau.
i. Akuntabilitas: meningkatkan akuntabilitas publik bagi para pengambil kebijakan di pemerintahan,
swasta, dan organisasi masyarakat pada semua bidang.
j. Pengawasan: melakukan control dan pengawasan atas administrasi publik dan aktivitas
pembangunan dengan melibatkan masyarakat dan organisasi.
BAB III

PENUTUP

Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini
menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh
informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk
melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua
informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Daftar Pustaka

https://www.slideshare.net/capteinsvillguns/tugas-makalah-good-corporate-governance

https://www.yudhabhakti.co.id/index.php/berita-id/item/118-good-corporate-governance

https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan_yang_baik

Anda mungkin juga menyukai