Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH ETIKA PROFESI AKUNTANSI

“KEPUTUSAN BERETIKA DAN KERANGKA TATA KELOLA


PERUSAHAAN”

DOSEN PENGAMPUH:
Eka Merdekawati, S.Kom.,SE.,M.Ak

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 9

YAYU ( 105731115220 )

NURISMI BARDA ( 105731116420)

BESSE NURFADILLA (105731117920)

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan Alhamdulillah dan segala puji syukur kehadirat Allah SWT karena
atas karunianya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul
“KEPUTUSAN BERETIKA DAN KERANGKA TATA KELOLA PERUSAHAAN ”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah ETIKA PROFESI AKUNTANSI.
Di samping itu, Penulis juga berharap Makalah ini mampu memberikan kontribusi dalam
menunjang para mahasiswa pada khususnya dan pihak lain pada umumnya. Dengan
terselesaikannya Makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih pada berbagai pihak yang telah
membantu dan memberikan bantuan pada pembuatan Makalah ini.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun, sangat Penulis harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.

Makassar, 2 Desember 2022

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
A. Latar Belakang..........................................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................
A. Keputusan Beretika...................................................................................................
a) Pertimbangan Etika.............................................................................................
b) Elemen Etika.......................................................................................................
c) Evaluasi Kepentingan Stakeholder.....................................................................
d) Hierarki Dan Prioritas.........................................................................................
e) Konsekuensi........................................................................................................
f) Penggabungan Konsekuensi................................................................................
g) Pelaporan.............................................................................................................
B. Kerangka Tata Kelola Perusahaan............................................................................
a.) Pengertian...........................................................................................................
b.) Prinsip Dasar......................................................................................................
c.) Struktur Tata Kelola...........................................................................................
d.) Mekanisme Tata Kelola.....................................................................................
e.) Sasaran Dan Tujuan............................................................................................
f.) Prinsip Oecd........................................................................................................
BAB III PENUTUP.............................................................................................................
A. Kesimpulan...............................................................................................................
B. Saran.........................................................................................................................
DAFTAR PUTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerangka pengambilan keputusan beretika (Ethical Decision Making-EDM-
Framework) menggunakan pandangan-pandangan paham utilitarianisme,
deontologisme, dan virtuisme sebagai dasar penilaian. Assocation to Advance
Collegiate School Of Business (AACSB) melalui Gugus Tugas Pendidikan Etiknya
(Ethichs Education Task Force-2004) menghendaki agar para mahasiswa sekolah bisnis
mempelajari tiga filosofi etika (utilitarianisme, deontologisme, dan virtuisme) dalam
pendekatan pengambilan keputusan etisnya.
Pengambilan keputusan, dalam konsep ini, harus memperhatikan pengaruhnya
terhadap setiap stakeholder. Namun, disadari bahwa terdapat kemungkinan adanya
benturan kepentingan antara stakeholder dalam memandang suatu masalah. Suatu
keputusan atau tindakan mungkin mendatangkan manfaat bagi salah satu stakeholder,
tetapi pada saat yang sama stakeholder lain merasa dirugikan.

Dewasa ini, tata kelola perusahaan menjadi isu yang sangat penting bagi
perusahaan. Perusahaan berlomba-lomba meningkatkan tata kelola perusahaan mereka.
Hal ini terjadi karena semakin ketatnya regulasi terkait hal ini dan bagaimana para
regulator menekankan pentingnya penerapan tata kelola bagi perusahaan. Saat ini,
perusahaan tidak hanya berfokus pada keuntungan yang mereka akan dapatkan, tetapi
perusahaan juga berupaya untuk menarik perhatian dari para pelanggan dan investor
dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Hal ini dilakukan agar
perusahaan mendapatkan kepercayaan dari pelanggan dan investor sebagai salah satu
pemangku kepentingan, sehingga dengan kepercayaan tersebut akan membuat
pelanggan dan investor lebih loyal terhadap perusahaan yang tentunya akan
memberikan keuntungan yang lebih baik bagi perusahaan.

B. Rumusan Masalah

a) Bagaimana pengambilan keputusan beretika yang baik?

b) Jelaskan Pengertian Tata Kelola Perusahaan, Prinsip dasar, Struktur Tata Kelola,
Fungsi Tata Kelola Mekanisme Tata Kelola, Sasaran dan Tujuan Serta Prinsip

4
OECD !

BAB II
PEMBAHASAN

A. KEPUTUSAN BERETIKA

a) Pertimbangan Etika
Pengambilan keputusan beretika tidak dapat dipisahkan dengan pengambilan
keputusan bisnis: hal tersebut merupakan satu rangkaian kegiatan yang harus
dilakukan secara simultan. Aspek substantif dan administratif dari dua macam
pengambilan keputusan itu dikerjakan dalam waktu yang bersamaan. Pertimbangan
etika dalam pengambilan keputusan bisnis harus dimunculkan dalam aspek
substantif melaksanakan aspek administratif. Perlu dicatat bahwa inti pengambilan
keputusan dalam sebuah perusahaan adalah memecahkan masalah bisnis, bukan
masalah etika. Pertimbangan etika dalam pemecahan masalah bisnis dimaksudkan
untuk menguji apakah pemecahan masalah bisnis yang diusulkan telah memenuhi
kriteria benar secara etika.
Proses pertimbangan etika dalam pengambilan keputusan bisnis akan
menggunakan contoh pemilihan calon direktur utama untuk diputuskan dalam rapat
umum pemegang saham. Ada dua calon (alternatif), yaitu Tuan Badu (alternatif 1)
dan Tuan Edi (alternatif 2). Kriteria yang digunakan dalam penilaian adalah
pendidikan (kriteria A), pengalaman (kriteria B),dan karakter (kriteria C). Calon
yang terpilih diharapkan dapat menaikkan pangsa pasar sebesar 10% selama jangka
waktu 5 tahun. Kondisi yang digunakan untuk penilaian konsekuensi adalah
optimistis (kondisi I) sedang (kondisi II) dan pesimistis (kondisi III). Asumsi tentang
kondisi didasarkan atas perkembangan ekonomi nasional. Menurut analisis eksternal
dan internal kenaikan pangsa pasar pada berbagai kondisi dan probabilitasnya
sebagai berikut.
1. Kondisi I kenaikan pangsa pasar 15% probabilitas 10%
2. Kondisi II pangsa pasar naik 10% probabilitas 30%
3. Kondisi III Pangsa pasar naik 5% probabilitas 60%.
5
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengambilan keputusan beretika sebagai berikut.

1. Identifikasi keputusan Bisnis


Keputusan bisnis dapat dikelompokkan berdasarkan sifat maupun jenisnya.
Permasalahan yang dihadapi bisa menjadi sangat kompleks dan rumit atau sangat
sederhana. Keputusan bisnis juga dapat diidentifikasi berdasarkan pihak yang
berwenang untuk memutuskan. Keputusan untuk menunjuk direktur utama adalah
wewenang pemegang saham. Keputusan itu bersifat strategis karena jangka waktu
yang dipengaruhi cukup panjang dan dampak terhadap perusahaan luas.
2. Identifikasi elemen Etika
Elemen etika yang berhubungan dengan keputusan ini terutama menyangkut
masalah karakter, misalnya kejujuran integritas/ tanggung jawab, dan kehati-
hatian.
3. Evaluasi Kepentingan Stakeholder
Ini, untuk keputusan penunjukan Direktur Utama, akan menjadi kepentingan
semua stakeholder. Jika elemen Etika itu telah dimasukkan sebagai kriteria dalam
penilaian alternatif kepentingan semua stakeholder telah terakomodasikan.
4. Hierarki dan Prioritas
Hierarki dan prioritas elemen etika dapat dikatakan tinggi titik oleh karena itu,
bobot karakter dalam penilaian ditetapkan 30%. Sementara itu, bobot pendidikan
20% dan bobot pengalaman 50%.
5. Penilaian Konsekuensi
Konsekuensi untuk setiap alternatif calon dihitung berdasarkan per kriteria.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan angka skala 10 sampai 100. Angka 100
menunjukkan karakter sangat bagus dan 10 untuk karakter yang sangat jelek.
Nilai yang diperoleh untuk karakter adalah tuan Badu 70 dan Tuan Edi 90.
6. Penggabungan konsekuensi
Selain Karakter, kriteria lain yang digunakan adalah pendidikan dan pengalaman
gabungan penilaian konsekuensi ketiga kriteria untuk masing-masing calon,
misalnya dapat diikhtisarkan sebagai berikut.

6
Alternatif Pendidikan Pengalaman Karakter Nilai
Konsekuensi
Skala Bobo Nilai Skala Bobot Nilai Skala Bobot Nila
t i

1 90 20% 18 60 50% 30 70 30% 21 69

2 60 20% 12 80 50% 40 90 30% 27 79

7. Nilai Akhir
Nilai-nilai dari setiap alternatif, dari rangkuman nilai tersebut dapat dilihat bahwa
Tuan Badu memiliki nilai 69 dan Tuan Edi memiliki nilai 79.Hasil pemeringkatan
tersebut menunjukkan bahwa Tuan Edi adalah alternatif (calon) dengan nilai
tertinggi.
8. Hasil Keputusan
Jika hanya kriteria yang digunakan sebagai alat penilai dalam pengambilan
keputusan, Tuan Edi yang akan dipilih.
Pertanyaan berikutnya digunakan untuk mengetahui apakah urutan nilai gabungan
dari setiap alternatif akan berbeda jika diterapkan pada kondisi yang diasumsikan. Nilai
gabungan untuk pangsa pasar yang akan diperoleh perusahaan pada kondisi yang
diasumsikan sebagai berikut.

Keterangan Pangsa Pasar Probabilitas Pangsa Pasar Tertimbang

Kondisi I 15% 10% 1,5%

Kondisi II 10% 30% 3,0%

Kondisi III 5% 60% 3,0%

Total 7,5%

7
Total nilai gabungan pangsa pasar tertimbang setelah disesuaikan dengan
probabilitas adalah 7,5%. Angka ini adalah rata-rata pangsa pasar yang diasumsikan akan
diperoleh perusahaan pada 5 tahun mendatang titik target pertumbuhan perusahaan yang
diharapkan dicapai oleh direktur utama yang dipilih adalah 10%. Jika kriteria yang
digunakan tidak mempengaruhi pencapaian pangsa pasar, urutan angka Tuan Badu dan
Tuan Edi tidak akan berubah titik namun, jika dianggap bahwa kemampuan masing-
masing kriteria dalam mengatasi masalah kondisi menyatakan bahwa pendidikan 80%,
pengalaman 10%, dan karakter 10% hasil pemeringkatannya sebagai berikut.
Perhatikan, Jika Dianggap tiap-tiap kriteria memiliki bobot yang berbeda dalam
pencapaian target pangsa pasar dan menghadapi kondisi yang juga berbeda, urutan
pemeringkatan dan pilihannya juga akan menjadi berbeda.

Alternatif/Kriteria Konsekuensi Bobot Kondisi Nilai Kriteria


Kriteria Tertimbang (Nilai Akhir)

1. Tuan Badu

a. pendidikan 18 80% 14,4

b. pengalaman 30 10% 3

c. karakter 21 10% 2,1

Total 69 100% 19,5

2. Tuan Edi

a. pendidikan 12 80% 9,6

b. pengalaman 40 10% 4

c. karakter 27 10% 2,7

Total 79 100% 16,3

8
Penilaian dapat diteruskan dengan melihat urutan pangsa pasar yang mungkin
dapat dicapai oleh masing-masing alternatif atau calon. Dari tabel di atas, dapat dihitung
bahwa kenaikan pangsa pasar yang mungkin dicapai Tuan Badu adalah 8,6%, sedangkan
oleh Tuan Edi adalah 7,5%. Pilihan jatuh pada Tuan Badu titik contoh dalam tabel
tersebut hanyalah ilustrasi sederhana untuk memasukkan unsur etika dalam pertimbangan
keputusan bisnis.

b) Elemen Etika
Tabel 17.1 Penjabaran Etika

Paham Kriteria Sasaran Yang Tolok Ukur


Dituju

Utilitarianisme 1. Kebahagiaan Masyarakat Kesejahteraam


2. Kesenangan Masyarakat Manfaat
3. Manfaat Masyarakat Biaya

Deontologisme 1. Hak Masyarakat Kewajaran


2. Kewajiban Masyarakat Kepatutan/kepantasan
3. Keadilan Masyarakat Proporsionalitas

Vituisme 1. Nilai Keutamaan Masyarakat Iktikad


Baik/Kejujuran/Integritas/Tang
gung Jawab Keti-Hatian.

Jika standar untuk ukuran etika sudah ditetapkan, persoalannya kemudian dapat
dinyatakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut yang berbeda untuk setiap
standar.
1. Apa yang mencerminkan etika?
2. Siapa yang menikmati?

9
3. Bagaimana mengukur unsur tersebut?
Pertanyaan pertama berkaitan dengan kriteria yang digunakan oleh masing-masing
paham untuk menunjukkan baik tidaknya suatu perilaku atau perbuatan. Pertanyaan
kedua berkaitan dengan sasaran yang ingin dituju atau demi kepentingan siapa kriteria itu
dimunculkan. Tolok Ukur yang lebih operasional dimaksudkan untuk menjawab
pertanyaan ketiga. Tabel 17.1 menyajikan ringkasan unsur etika berdasarkan filosofi
utilitarianisme, deontologisme, dan virtuisme yang dapat digunakan sebagai ukuran dari
masing-masing paham.
Seperti dijelaskan di awal, tujuan yang ingin dicapai oleh paham utilitarianisme
adalah kebahagiaan dalam bentuk kesenangan yang kemudian dijabarkan dalam bentuk
kesejahteraan dan dielaborasi menjadi manfaat yang dihasilkan oleh suatu perilaku atau
perbuatan titik kebahagiaan, kesenangan, kesejahteraan, dan manfaat adalah konsekuensi
dari suatu perilaku atau perbuatan, dengan sasaran atau demi kepentingan masyarakat
banyak. Pengambilan keputusan etis harus didasarkan pada pertimbangan konsekuensi
neto yang baik bagi masyarakat banyak. Oleh karena itu, biaya untuk memperoleh
manfaat ikut diperhitungkan.
Elemen etika dalam paham deontologisme dapat diikhtisarkan menjadi tiga hal, yakni
hak kewajiban, dan keadilan. Sasaran yang ingin dicapai, sama seperti utilitarianisme,
yaitu kebaikan bagi masyarakat banyak. Elemen ini merupakan prinsip moral dan nilai
yang digunakan sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan etis. Sementara itu,
virtuisme menekankan pada karakter dari pelaku moral (etika). Dalam proses
pengambilan keputusan, virtuisme akan tercermin dalam motivasi yang terkandung dalam
pelaku pengambilan keputusan. Virtuisme juga ditujukan demi kebaikan masyarakat
banyak.
Tabel 17.1 menyebutkan masyarakat banyak (sosial) sebagai pihak yang menjadi
sasaran untuk siapa perilaku dan perbuatan etis ditujukan. Dalam kaitannya dengan
kegiatan bisnis, pertanyaan yang muncul adalah siapa yang layak untuk dimasukkan ke
dalam kelompok masyarakat banyak ini penjelasan telah banyak dilakukan bahwa
tanggung jawab atau responsibility utama perusahaan adalah kepada stakeholder. Tujuan
utama perusahaan adalah penciptaan nilai dan proteksi kepentingan para stakeholder
tersebut. Oleh karena itu, keputusan etis dapat dikaitkan dengan pemenuhan tujuan

10
kepada pihak-pihak yang termasuk dalam kategori stakeholder. Perluasan cakupan pihak-
pihak yang dipertimbangkan kepentingannya tentu saja, menjadi diskresi perusahaan.
Perhatikan bahwa pada tahap awalnya variabel-variabel yang menunjukkan kriteria
etis masih bersifat normatif. Misalnya, dalam paham utilitarianisme adalah kebahagiaan,
kesenangan, kesejahteraan, dan manfaat. Demikian juga paham deontologisme yang
menekankan pada hak, kewajiban, dan keadilan. Sementara, virtuisme berbicara tentang
nilai-nilai (karakter) yang menunjukkan keutamaan seseorang sasaran yang ingin dicapai

oleh ketiga paham itu adalah masyarakat (sosial). Dalam penerapannya ke bidang bisnis,
tolok ukur etika perlu dijabarkan ke dalam hal-hal yang mudah dipraktikkan. Dalam
penerapannya ke bidang bisnis tolok ukur etika perlu dijabarkan ke dalam hal-hal yang
mudah dipraktikkan. Selain itu, penerapan etika dalam keputusan bisnis harus mencakup
jenjang proses pengambilan keputusan mulai dari tingkat strategi sampai tingkat
operasional.
Kriteria utilitarianisme mengacu pada tujuan (ends) dari suatu perilaku atau perbuatan
etis. Deontoligisme, menekankan pada cara (means). Sementara, virtuisme berkaitan
dengan sikap (atitude). Elemen etika dapat ditinjau dari aspek-aspek ini. Tujuan dapat
dijabarkan ke dalam tolok ukur yang lebih konkrit misalnya kebahagiaan dan kesenangan
yang diterjemahkan ke dalam manfaat neto dan kesejahteraan.

11
Tabel 17.2 Evaluasi Elemen Dalam Pengambilan Keputusan

Cara yang etis dapat dijabarkan ke dalam asas-asas kewajaran kepatutan,


kepantasan, dan proporsionalitas dalam mempertimbangkan aspek material dan
prosedural dalam pengambilan keputusan. Hal ini akan tercermin, misalnya dalam
kontrak, kebijakan, dan prosedur yang dibuat. Selain itu, virtuisme dapat ditunjukkan
oleh motivasi pengambil keputusan titik iktikad baik dan kejujuran adalah motivasi
utama. Motivasi ini perlu dilengkapi dengan karakter atau nilai yang menjadi
pedoman bertindak, misalnya integritas, tanggung jawab, kehati-hatian, dan bebas
dari konflik kepentingan.
c) Evaluasi Kepentingan Stakeholder
Evaluasi ada tidaknya elemen-elemen dalam sebuah pengambilan
keputusan, pertama-tama harus dinyatakan secara kualitatif seperti ditunjukkan
oleh tabel 17.2 tabel ini mencantumkan elemen etika yang ingin dinilai dan
pengaruhnya terhadap setiap pihak yang termasuk sebagai stakeholder. Jawaban
setiap pertanyaan seharusnya "ya" atau "Tidak relevan". Jawaban "Tidak" perlu
diteliti lebih lanjut tentang alasan dan pengaruhnya terhadap turunnya reputasi
perusahaan (kredibilitas, reliabilitas, responsibilitas, dan kepercayaan). Jawaban
tidak perlu dicari ada tidaknya faktor-faktor lain yang memitigasi pengaruh
negatif dari elemen yang bersangkutan.
Tabel 17.3 Hierarki Dan Prioritas Etika Menurut Stakeholder Dan Bidang
Kegiatan Bi

12
Stakeholder Pengadaan Produksi Pemasaran/ Pendanaan Kepegawaian
Penjualan
Pemegang saham L L L L L

Karyawan M M M L H

Pelanggan L L H L L

Pemasok M L L L L

Kreditur L L L H L

Lingkungan H H L L L

Pesaing L L H L L

Pemerintah L L L L L

Ta
L = Low, M= Medium ; H= High
Tabel evaluasi seperti yang disajikan dalam tabel 17.2 terdiri atas dua bagian
titik bagian I merupakan syarat perlu (necessary condition) dari sebuah keputusan
bisnis. Yaitu, sebuah keputusan tidak boleh melanggar hati nurani (etika murni),
bukan tindakan yang mencoba untuk menyiasati etika, kontrak, dan regulasi dengan
akibat kerugian bagi pihak lain (moral Hazard), dan bukan merupakan tindakan
melanggar hukum (fraud). Jawaban "tidak" pada syarat ini harus berakibat pada
dibatalkannya keputusan yang akan diambil.
Bagian II merupakan syarat cukup (sufficient condition). Jawaban "tidak" perlu
dikaji alasan dan pengaruhnya terhadap reputasi perusahaan. Banyaknyajawabannya
atas pertanyaan-pertanyaan di bagian ini menunjukkan tingkat keetisan dari suatu
keputusan. Jawabannya untuk semua elemen dan semua stakeholder adalah ideal.
Namun, adanya jawaban tidak bukan berarti keputusan bisnisnya harus digagalkan.
Prioritas masing-masing elemen pada keputusan yang diambil juga harus
diperhitungkan. Untuk mencerminkan adanya prioritas jawaban ya, dapat dijabarkan
lagi menjadi bentuk skala misalnya high (H) medium (M) atau low (L).

13
d) Hierarki dan prioritas
Sifat mengacu pada luasnya jangkauan pengaruh, misalnya keputusan yang
bersifat strategis, taktis, dan operasional. Hierarki berarti letak etika dalam setiap
pengambilan keputusan, misalnya sangat penting (di atas), biasa saja (di tengah), dan
tidak penting (di bawah). Prioritas tercermin dalam bobot yang diberikan Dalam
pengumpulan,keputusan bisnis, hierarki, dan prioritas etika, Sebagai bahan
pertimbangan, dapat berbeda antara satu keputusan dan keputusan yang lain.
Perbedaan itu ditentukan oleh jenis dan sifat keputusan yang akan diambil. Jenis
berkaitan dengan bidang kegiatan untuk tujuan Apa keputusan tersebut dibuat,
misalnya keputusan tentang pengadaan barang dan jasa produksi, pemasaran,
penjualan, pendanaan, kepegawaian, dan lain sebagainya.untuk etika dalam
pengambilan keputusan, misalnya berat (tinggi), sebagai media sedang (medium),
atau ringan (rendah). Pertimbangan tentang hierarki dan prioritas ditentukan oleh
relevansi dan pengaruh etika terhadap nilai akhir dari alternatif pilihan.
Tabel 17.4 Hierarki Dan Prioritas Etika Menurut Stakeholder Dan Sifat
Keputusan

Stakeholder Visi Misi Nilai/Etika Sasaran Strategi Taktis/Operasional

Pemegang H H H H H L
saham

Pelanggan H H H H H H

Karyawan H H H H M L

Pemasok L L L L L L

Kreditur L L L L L L

Lingkungan M M M M M L

Pesaing L L H H H L

Pemerintah H H H H H H

14
Seperti terlihat dalam gambar, hierarki, dan prioritas terhadap hak dan kepentingan
pemegang saham pada semua jenis dan bidang kegiatan dinilai rendah law kegiatan
dinilai rendah (Low) karena karena keputusan pada pada level ini bersifat taktis taktis
dan operasional. Perhatian yang tinggi terhadap pemegang saham akan diberikan pada
waktu membuat keputusan strategistik pesaing dan pemerintah juga dinilai rendah
dalam keputusan-keputusan berlevel taktis dan operasional TV sementara itu, hak dan
kepentingan karyawan dinilai tinggi (high) dalam pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan bidang kepegawaian dalam bidang pengadaan, produksi, pemasaran,
dan penjualan kepentingan karyawan dinilai sedang. Sementara dalam bidang
pendanaan dinilai rendah. Perhatian terhadap pelanggan dinilai tinggi di bidang
pemasaran dan penjualan titik pemasok, kreditur, dan lingkungan dinilai tinggi pada
masing-masing bidangnya. Penilaian termasuk pembobotan sepenuhnya menjadi
diskresi perusahaan. Namun, nilai tinggi berarti hak dan kepentingan stakeholder yang
bersangkutan harus dicerminkan dalam kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. Selain
jenis dan bidang penilaian prioritas stakeholder juga dapat dilakukan berdasarkan sifat
keputusan yang akan diambil. Tabel 17.4 menunjukkan contoh penilaian tersebut.
Seperti terlihat dalam tabel, perhatian terhadap pemegang saham dinilai tinggi dalam
keputusan-keputusan yang bersifat strategis misalnya perumusan fisi, misi, nilai
(budaya), etika (budaya), sasaran, dan penetapan strategi. Karyawan memperoleh
peringkat yang tinggi di level strategis dan operasional. Demikian juga dengan
pemerintah. Nilai yang rendah diperuntukkan bagi pemasok dan kreditur. Pesaing
memperoleh nilai yang tinggi pada perumusan nilai, perumusan etika, penetapan
sasaran, dan penetapan strategi. Sementara itu, lingkungan memperoleh nilai Sedang
pada level keputusan strategi dan rendah pada level operasional. Sekali lagi, penilaian
itu adalah hak diskresi perusahaan yang dapat berbeda antara satu dan yang lain.
Tabel 17.5 Penjabaran Elemen Etika

Elemen etika Dinyatakan dalam acuan dokumen

1. Mendatangkan Alokasi manfaat Best practice Proposal, kontrak,


manfaat dan kebijakan,

15
kesejahteraan prosedur

2. Merupakan a. term and condition Arm-length Proposal, kontrak,


transaksi wajar ? b. alokasi manfaat Best practice kebijakan,
prosedur

3. Memenuhi asas a. Term and condition Best practice Proposal, kontrak,


kepatutan dan b. Hak dan kewajiban kebijakan,
kepantasan prosedur

4. Memenuhi asas a. Term and condition Best practice Proposal, kontrak,


proporsionalitas? b. Alokasi manfaat kebijakan,
prosedur

5. Didasarkan atas a. Term and condition Best practice Proposal, kontrak,


etikad baik dan b. Hak dan kewajiban kebijakan,
kejujuran ? prosedur

6. Didasarkan atas a. Term and condition Best practice Proposal, kontrak,


integritas dan b. Hak dan kewajiban kebijakan,
tanggung jawab? prosedur

7. Menunjukkan a. Term and condition Regulasi Proposal, kontrak,


kehati-hatian? b. Alokasi manfaat kebijakan,
prosedur

e) Konsekuensi
Tahap berikut dari evaluasi elemen etika dalam pengambilan keputusan bisnis adalah
mengkualifikasi elemen-elemen tersebut tidak semua elemen dapat di kuantifitur banyak
pelaksanaan dari elemen-elemen itu yang hanya dapat dilihat melalui proses. Elemen
etika yang paling dapat di kuantifitur adalah manfaat atau kesejahteraan. Untuk tiap-tiap
stakeholder dapat ditentukan parameter manfaatnya masing-masing misalnya, untuk
pemegang saham parameter yang paling umum digunakan adalah tingkat pengembalian

16
modal atau (return on equity), laba per saham (earning per share), atau nisbah harga laba
(price to earning ratio). Bagi pelanggan, harga yang terjangkau merupakan manfaat yang
dapat mereka rasakan dengan indikator, misalnya, tingkat kepuasan pelanggan. Yang
terjangkau merupakan manfaat yang dapat mereka rasakan dengan indikator misalnya,
tingkat kepuasan pelanggan.
Pemasok menginginkan bagian yang wajar dari alokasi laba, yang pada akhirnya
tercermin dalam harga yang mereka dapatkan. Indikator yang dapat digunakan, misalnya
adalah margin laba kotor. Hal yang sama berlaku bagi kreditur. Manfaat yang diperoleh
berupa pendapatan bunga. Kepatuhan terhadap debt covenant juga merupakan
kepentingan kreditur. Indikatornya dapat berupa tingkat leverage. Pemerintah
memperoleh pajak-pajak dari keputusan bisnis yang dibuat. Manfaat untuk lingkungan
dapat berupa tingkat penghijauan kembali, pengurangan efek rumah kaca, atau
pengurangan limbah beracun. Semua manfaat tersebut dapat di kuantifisir. Pesaing akan
memperoleh manfaat dari perusahaan melalui cara yang dipakai untuk melakukan
persaingan usaha yang sehat. Tingkat penguasaan pangsa pasar merupakan salah satu
indikator.

Elemen-elemen yang sulit atau tidak dapat di kuantifisir hanya dapat dilihat
melalui proses pengambilan keputusan, dasar-dasar yang digunakan dalam pengambilan
keputusan, atau dokumen-dokumen yang dihasilkan. atau tidak dapat di kuantifisir hanya
dapat dilihat melalui proses pengambilan keputusan, dasar-dasar yang digunakan dalam

17
pengambilan keputusan, atau dokumen-dokumen yang dihasilkan. Tabel 17.5 mencoba
untuk menjabarkan lebih lanjut mengenai cara evaluasi elemen etika yang tidak dapat di
kuantisi.
Seperti terlihat dalam tabel, pada umumnya, penilaian apakah suatu elemen etika
yang tidak dapat di kuantifitur telah diperhatikan atau belum dapat dilihat dari dokumen
yang dihasilkan, yaitu berupa proposal, kontrak, kebijakan(polices), atauprosedur. Dari
dokumen ini dapat ditentukan Apakah syarat dan ketentuan (term and condition) serta
hak dan kewajiban masing-masing pihak yang tercantum dalam kontrak atau kebijakan
telah mengikuti praktik-praktik yang sehat atau kelaziman (best practices) yang berlaku
dalam dunia bisnis. Dasar yang dapat digunakan untuk atas manfaat, kewajaran
Transaksi, dan proporsionalitas adalah Apakah transaksi tersebut telah dilakukan dengan
dasar arm-lenght dan apakah alokasi manfaat serta hak dan kewajiban telah
mendatangkan keadilan titik pertanyaannya kemudian Bagaimana hal-hal tersebut dapat
dilihat? Jawabannya melalui sistem dan prosedur titik yaitu, Apakah proses pengambilan
keputusan telah mengikuti sistem dan prosedur yang berlaku. Jawabannya melalui sistem
dan prosedur. Yaitu, Apakah proses pengambilan keputusan telah mengikuti sistem dan
prosedur yang berlaku. Jika jawabannya "ya", kemungkinan bahwa keputusan dihasilkan
melanggar etika akan berkurang. Sistem dan prosedur berkaitan dengan tata kelola
perusahaan. Dengan kata lain, tata kelola perusahaan memegang peran penting dalam hal
ini.

f) Penggabungan Konsekuensi
Dengan cara Analytical Hierarchy Process, pertimbangan etika dalam proses
pengambilan keputusan dapat disajikan seperti terlihat dalam gambar 17.1. Hasil dari
analisis tersebut adalah diperolehnya bobot setiap alternatif dalam suatu proses
pengambilan keputusan( pemecahan masalah atau pencapaian tujuan) . Pada akhirnya,
yang dicari adalah nilai akhir konsekuensi dari setiap alternatif (dalam bobot).
Pengambilan keputusan dilakukan dengan memilih satu dari dua alternatif yang tersedia.
Dalam gambar 17.1 kotak "permasalahan/tujuan" diberi angka 1.000 dalam tanda
kurung di bawahnya. Angka ini menunjukkan bobot (weight) atau prioritas untuk
permasalahan, tujuan, dan harus berjumlah satu atau 100%. Angka 1000 digunakan

18
sebagai representasi dari satu. Bobot untuk kriteria yang digunakan dalam tujuan dapat
berbeda-beda, tetapi jumlahnya harus sama dengan 1000. Dalam contoh, etika diberi
bobot 250 sehingga jumlah bobot untuk kriteria-kriteria lain harus sama dengan 750.
Kriteria"etika" dibagi lagi dalam sub kriteria manfaat (bobot 75 ),proporsionalitas (bobot
75) ,kewajaran (bobot 50), dan ketakutan (bobot 50). Totalnya sama dengan bobot untuk
etika, yaitu Totalnya sama dengan bobot untuk etika, Yaitu 250.
Penentuan sub kriteria dan masing-masing bobotnya merupakan keputusan
perusahaan. Tiap-tiap sub kriteria dibagi lagi menjadi sub-sub kriteria, yaitu tiap-tiap
pemegang kepentingan(stakeholder). Jumlah bobot untuk tiap-tiap stakeholder (sub-sub
kriteria harus sama dengan bobot sub kriteria di atasnya. Konsekuensi dihitung dan
dinilai untuk tiap-tiap sub kriteria dan dilakukan untuk tiap-tiap sub-sub kriteria
(stakeholder) dengan memperhatikan bobot masing-masing pada tiap-tiap alternatif. Pada
akhirnya akan diperoleh nilai akhir dari setiap alternatif.
Proses memasukkan unsur etika dengan metode seperti disajikan dalam gambar
17.1 dapat diterapkan pada setiap pengambilan keputusan dengan memperhatikan jenis
atau sifat keputusannya. Jenis atau sifat keputusan menentukan bobot yang akan
diberikan pada sub kriteria atau sub-sub kriteria yang dipakai. Sub kriteria dan Sub
kriteria yang dipakai untuk etika dapat berbeda dengan sub kriteria dan sub-sub kriteria
untuk kriteria lain. Konsekuensi dapat dihitung berdasarkan nilai uang, unit angka lain,
atau berdasarkan skala peringkat. Mana yang digunakan, tergantung pada jenis dan sifat
keputusan yang akan diambil. Nilai uang, unit angka lain, atau skala perintah diterapkan
di tiap-tiap alternatif dengan memperhatikan bobot masing-masing sehingga dapat
diperoleh nilai akhir dari alternatif. Hasil keputusan dipilih dari nilai akhir yang terbaik.

g) Pelaporan
Pada akhirnya, perilaku atau perbuatan etis harus tercermin dalam laporan
keuangan perusahaan. Namun, karena penyajian dan pengungkapan laporan keuangan
ditentukan oleh standar yang berlaku kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
pelaksanaan dan penerapan etika menjadi tidak dapat dilihat secara langsung dari laporan
tersebut. Alternatif terbaik adalah apabila program dan kebijakan etis kepada stakeholder

19
disajikan dalam laporan tahunan. Ini akan membuat reputasi perusahaan di mata investor
meningkat.
Tidak semua perilaku dan perbuatan etis dapat dinyatakan secara langsung dalam
bentuk nilai uang yang dikorbankan. Kecuali untuk kegiatan-kegiatan yang telah
diprogramkan, misalnya program tanggung jawab sosial perusahaan yang berkaitan
dengan lingkungan. Hasil survei tentang tingkat kepuasan pelanggan atau program-
program lain yang menunjukkan adanya kepedulian terhadap pelanggan. Program-
program kemitraan dengan pemasok merupakan bagian laporan tahunan yang menarik
untuk dibaca. Demikian juga dengan program-program peningkatan keahlian dan
kesejahteraan kepada karyawan. Inisiatif yang dikembangkan perusahaan untuk
membantu program-program pembangunan pemerintah menunjukkan bahwa kepentingan
pemerintah telah diakomodasikan dalam perusahaan.

B. KERANGKA TATA KELOLA PERUSAHAAN


a.) Pengertian

Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input,


Proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang
kepentingan (stakeholders ) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham,
dewan komisaris, dan dewan direksidemi tercapainya tujuan perusahaan.
Tata kelola perusahaan adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan,
dan institusi yangmempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu
perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para
pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan.
Pihak- pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen,
dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok,
pelanggan, bank dan kreditor lain, lingkungan serta masyarakat luas.
Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah
akuntabilitas. dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan
mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang
saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata
kelola perusahaan pada kesehjateraan para pemegang saham, pemangku kepentingan

20
menuntuk perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang
saham, misalnya karyawan dan lingkungan.

b.) Prinsip-Prinsip Dasar


Good corporate governance merupakan gabungan prinsip-prinsip dasar
dalam membangun suatu tatanan etika kerja dan kerjasama agar tercapai rasa
kebersamaan keadilan kematinasi dan harmonisasi hubungan sehingga dapat
menuju kepada tingkat perkembangan yang penuh dalam suatu organisasi atau
badan usaha.
Prinsip-prinsip dasar tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:
Vision
Perkembangan suatu organisasi atau badan usaha harus didasarkan pada
adanya Visi dan strategi yang jelas dan didukung oleh adanya partisipasi
dari seluruh anggota dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan
dan pengembangan supaya semua pihak akan merasa memiliki dan
tanggung jawab dalam kemajuan organisasi atau usahanya .
Participation
Dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan hasil keputusan
suatu organisasi atau badan usaha sedapat dapatnya melibatkan pihak-
pihak terkait dan relevan melalui sistem yang terbuka dan dengan jaminan
adanya hak berasosiasi dan penyampaian pendapat.
Equality
Suatu badan usaha organisasi yang baik selalu akan memberi dan
menyediakan peluang yang sama bagi semua anggota atau pihak terkait
bagi peningkatan kesejahteraan melalui usaha bersama dalam etika usaha
yang baik.
Profesional
Dalam bahasa sehari-hari profesional diartikan"(One whi engaged in a
learned vocation (seseorang yang terikat dalam suatu lapangan
pekerjaan)".Dalam konteks ini profesional lebih dikaitkan dengan
peningkatan kapasitas kompetensi dan juga moral sehingga pelayanan
dapat dilakukan dengan mudah cepat dan akurat.

21
Supervisor
Meningkatkan usaha-usaha supervisi terhadap semua aktivitas usaha atau
organisasi sehingga tujuan bersama dapat dicapai secara optimal, efektif
dan efisien, serta untuk meminimalkan potensi kesalahan atau
penyimpangan yang mungkin timbul.
Effective dan Efficient
Effective berarti"Do the things right ", lebih berorientasi pada hasil,
sedangkan efisien berarti "do the right things" lebih berorientasi pada
proses. Apapun yang direncanakan akan dijalankan oleh suatu organisasi
atau badan usaha harus bersifat efektif dan efisien.
Transparent
Dalam konteks good governance, transparensi lebih dari 3 membangun
kepercayaan yang saling menguntungkan antara pemerintah atau pengelola
dengan masyarakat atau anggotanya melalui ketersediaan informasi yang
mudah diakses, lengkap dan up to date.
Accountability/Accountable
Dalam konteks pembicaraan ini accountability lebih difokuskan dalam
meningkatkan tanggung jawab dari pembuat keputusan yang lebih
diarahkan dalam menjawab kepentingan publik atau anggota.
Fairness
Dalam kontes good governance maka fairness lebih diartikan sebagai
aturan hukum harus ditegakkan secara adil dan tidak memihak bagi
apapun, untuk siapapun dan oleh pihak
Honest
Policy, strategi, program, aktivitas dan pelaporan suatu organisasi atau
badan usaha harus dapat dijalankan secara jujur. Segala jenis
ketidakjujuran pada akhirnya akan selalu terbongkar dan merusak tatanan
usaha dan kemitraan yang telah dan sudah dibangun titik tanpa kejujuran
mustahil dapat dibangun trust dan long term partnership.
Responsibility dan Social Responsibility
Institusi dan proses pelayanan bagi kepentingan semua pihak terkait harus

22
dijalankan dalam kerangka waktu yang jelas dan sistematis. Sebagai warga
suatu organisasi, badan usaha dan atau masyarakat, semua pihak terkait
mempunyai tanggung jawab masing-masing dalam menjalankan tugasnya
dan juga harus memberi pertanggungjawaban kepada publik Sehingga
dalam suatu tatanan atau komunitas dapat terjadi saling mempercayai,
membantu, membangun dan mengingatkan agar terjalin hubungan yang
harmonis dan sinergis.

c.) Struktur Tata Kelola


Zabihollah (2009:34) menyatakan bahwa tidak ada pengertian tunggal
tanpa struktur tata kelola perusahaan. Perbedaan struktur di antara negara
mencerminkan perbedaan budaya sosial, hukum, regulasi bisnis dan sistem
ekonomi. Dalam buku ini struktur berbicara tentang lembaga, institusi atau
organ dalam perusahaan atau di luar perusahaan yang membentuk dan
mendukung terselenggaranya tata kelola perusahaan yang baik. Lembaga atau
institusi yang dapat dibentuk karena ketentuan regulasi atau atas inisiatif
perusahaan sendiri. Institusi yang dibentuk karena regulasi akan mempunyai
kedudukan yang lebih kuat dari menjalankan fungsinya. Pembentukan institusi
tidak bisa dilepaskan dengan fungsi-fungsi yang harus merekam. Struktur dan
fungsi dihubungkan oleh mekanisme yang menjabarkan cara kerja di antara
mereka.
Lembaga atau institusi yang terlibat dengan tata kelola perusahaan terdiri atas
sebagai:
1. Pemegang saham
2. Stakeholder
3. Dewan Komisaris
4. Direksi (manajemen)
5. Regulator
6. Profesi
a. Profesi akuntan
b. Profesi akuntan publik

23
c. Profesi atau lembaga penunjang pasar modal lainnya
Kedelapan lembaga dan institusi tersebut membentuk struktur tata kelola
governance struktur masing-masing dengan fungsinya sendiri-sendiri. Setelah
menerapkan standar akuntansi, barang tata kelola perusahaan dalam
memulihkan kredibilitas pasar modal menjadi semakin penting. Hal ini
terutama terlihat dengan dikeluarkannya sarbanez and oxley act di Amerika
Serikat pada 2002. Inti dari undang-undang itu memang berkenaan dengan
penataan kembali tata kelola perusahaan, reformasi profesi akuntan publik dan
profesi lainnya.
Teks tata kelola perusahaan stakeholder dapat dikelompokkan menjadi
dua golongan yaitu mereka yang mempunyai kontrak dengan perusahaan dan
mereka yang tidak terikat dengan kontrak. Stakeholder yang mempunyai kontrol
terdiri atas pemegang saham karyawan, konsumen pemasok, dan kreditur.
Lingkungan dan pesan termasuk dalam stakeholder yang tidak terikat kontrak
dengan perusahaan titik mereka disebut dengan konstituan sosial (social
contituent). Pemerintah regulator tidak mempunyai kontrak dengan perusahaan,
tetapi mereka mempunyai hak memaksa untuk dipatuhinya regulasi Amerika
keluarkan.
Pemenuhan hak dan kepentingan stakeholder yang mempunyai kontrak jauh
lebih sederhana, yaitu dengan mematuhi kontrak-kontrak tersebut. Hak dan
kepentingan pemerintah regulator diatur oleh regulasi yang pemenuhannya juga
berupa kepatuhan.Pesaing yang tidak mempunyai kontrak, tetapi hubungan
dengan mereka telah diatur dengan ketat oleh undang-undang. lingkungan
adalah stakeholder yang tidak mempunyai kontrak dengan perusahaan dan
ketentuan yang mengatur hubungan dengannya masih dirasakan lemah.
Hubungan antara pemegang saham dan dewan komisaris dan direksi
didasarkan atas konsep fiduciary duty. Hubungan diantara ketiga pihak ini harus
didasarkan atas prinsip independensi titi k secara harafiah, fiduciary diartikan
dengan gadai, sedangkan Duty bermakna kewajiban atau tugas. Dalam konteks
perusahaan (terutama yang berbentuk perseroan terbatas) , fiduciary duty
diartikan sebagai seseorang yang memegang amanah atas dasar kepercayaan

24
untuk kepentingan pihak lain(Daniel, 2014:34). Dalam pengertian ini, yang
dimaksud dengan seseorang adalah komisaris atau direksi, sedangkan pihak lain
adalah pemilik pemegang saham atau dalam pengertian lebih luas stakeholder.
Pemilik pemegang saham atas dasar kepercayaan memberi amanah kepada
direksi untuk mengurus perusahaan dan kepada komisaris untuk mengawasi
kepengurusan dan jalannya kepengurusan.
Sebagai timbal balik atas kepercayaan tersebut, direksi dan komisaris
dilaksanakan doktrin business Judgement rule yang mengharuskan mereka untuk
menerapkan asas iktikad baik hati-hatian dan bertanggung jawab dalam melakukan
tindakan demi kepentingan perusahaan titik direksi dan dewan komisaris harus
membangun struktur, kebijakan, dan prosedur dan akuntabel untuk melaksanakan
tugas videosinya. Konsekuensi dari doktrin ini direksi dan komiteris tidak dapat
dimintai pertanggungjawaban di muka hukum atas tindakan, perbuatan, kebijakan,
dan keputusan yang mereka buat sepanjang hal-hal itu telah dilakukan dengan
iktikad baik dan didasarkan atas prinsip kehati-hatian dan penuh tanggung jawab,
yaitu bahwa keputusan diambil berdasarkan informasi yang dimiliki dan demi
kepentingan terbaik bagi perusahaan(Daniel, 2014:42).
Doktrin lain yang mengatur hubungan antara pemegang saham direksi, dan
komisaris adalah piercin the corporate fail. Menurut doktrin ini pemegang saham
direksi, dan komisaris Jika tidak melaksanakan doktrin fiduciary duty sehingga
menyebabkan kerugian bagi perseroan terhadap mereka dimungkinkan untuk
dimintai pertanggungjawaban sampai dengan aset pribadi. Doktrin ultravirus dan
intravirus menentukan apakah tindakan yang dilakukan oleh direksi dan dewan
komisaris berada dalam kewenangan intraverest. Jika suatu tindakan berada di luar
kewenangan tindakan tersebut akan menjadi tanggung jawab pribadi.
Hubungan antara direksi dan komisaris dengan stakeholder lain tidak dikaitkan
dengan asas fiduciary duty. Mereka diikat yang kontrak yang didasarkan atas asas
keadilan dan proporsionalitas (Hernoko 2010:1).Kontrak mengikat pada pihak titik
pelaksanaan kontrak dilindungi oleh hukum titik kontrak Merupakan pertukaran
kepentingan diantara pada pihak yang mempunyai kedudukan seimbang Dalam
tawar-menawar untuk melatih keuntungan masing-masing. Pemenuhan hak dan

25
kepentingan pada pihak diarahkan oleh kontrak. Permasalahan hukum terjadi jika
salah satu pihak mengadukan pihak lain atas kerugian diderita akibat tidak
dilaksanakannya kontrak dengan semestinya. Dalam hal ini, pada pihak mempunyai
hak memaksa untuk ditaatinya suatu kontrak.
Peran pemerintah sebagai salah satu institusi dalam struktur tata kelola
perusahaan diperkirakan akan semakin besar titik berkaca pada krisis keuangan yang
dimulai dari Amerika Serikat pada 2007, disadari bahwa sistem keuangan Global
masih lama dan fungsi kontrol yang diemban oleh regulator masih kurang memadai
titik dan pertemuan kepala negara yang tergabung sebagai kelompok G-20 di
Washington (15 November 2008) disepakati 5 prinsip reformasi di sektor keuangan
untuk mengatasi krisis, yaitu penguatan transparansi dan akuntabilitas, perluasan
regulasi yang sehat meningkatkan integritas pasar keuangan penguatan kerjasama
internasional, dan Reformasi lembaga keuangan internasional.
Dari sudut pandang etika, Brooks dan Dunn (2012:601-606) menulis bahwa
krisis keuangan 2007 terutama disebabkan oleh maraknya praktik-praktik moral
Hazard di pasar keuangan, kurang lengkapnya pertimbangan dalam pengambilan
keputusan investasi, kurangnya perhatian terhadap hak-hak investor, diabaikannya
asas fiduciary duty dan keadilan, dan nilai-nilai keutamaan dan perilaku etis. Untuk
mengatasi krisis Etika itu peran regulasi akan menjadi sangat penting.
Profesi kontak merupakan pondasi penting dalam struktur tata kelola
perusahaan. Integritas pelaporan keuangan merupakan kunci terlaksananya sistem
yang diciptakannya. Yang merupakan syarat mutlak terlaksananya prinsip
transparansi. Pelaporan keuangan menjadi tugas bagian atau departemen akuntansi
dari suatu perusahaan. Namun, tanggung jawab akhir dari fungsi peraturan keuangan
yang berada di tangan bersama-sama dengan tidak terutama. Laporan tahunan
menjadi tanggung jawab sama komisaris dan direksi. Pelaporan keuangan
menghendaki adanya keahlian khusus untuk mengerjakannya penyusunan laporan
keuangan memerlukan pengetahuan tentang kerangka laporan keuangan yang
digunakan di suatu negara. Sistem pelaporan keuangan yang digunakan perusahaan
menghaluskan kepatuhan terhadap asas transparansi, akuntabilitas responsibilitas
dan Fairness.

26
Dalam konteks kerangka laporan keuangan inilah, profesi akuntan memegang
perak signifikan. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas
menimbulkan bahwa laporan keuangan harus disusun berdasarkan standar akuntansi
keuangan yang ditetapkan oleh organisasi profesi kuntai diakui oleh pemerintah
Indonesia adalah ikatan akuntan indonesia IAI kerangka laporan keuangan yang
dipakai di Indonesia mengikuti International Financial Reporting standar(IFRS) dan
International accounting standard (IAS) yang dikeluarkan oleh International
Federation of Accountants (IFAC). IAI adalah anggota IFAC sehingga terikat
dengan program harmonisasi standar akuntansi yang berlaku secara global.
Sebagai salah satu penunjang dari struktur tata kelola perusahaan, profesi
akuntan publik menempati posisi yang cukup dominan. Seperti halnya komisaris dan
direksi, akuntan publik adalah pemeran amalan yang dipercaya oleh pameran saham
untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dipertanggungjawabkan oleh
perusahaan adalah Peran yang dapat dipercaya. Untuk perusahaan-perusahaan publik
tertentu yang terdaftar di bursa saham Amerika Serikat, akuntan publik juga diminta
untuk melakukan atestasi bahwa manajemen telah merancang dan
mengimplementasikan secara efektif sistem Pengendalian internal dalam perusahaan
yang mereka kelola. Dan teori keadilan, fungsi akuntan publik adalah sebagai alat
monitoring dalam hubungan antara komisaris dan direksi sebagai agen dan
stakeholder terutama pemegang saham principle. Melalui audit atas laporan
keuangan historis yang dilakukan oleh akuntan publik perusahaan melunasi
kewajiban transparansi, akuntabilitas, dan fairness Dalam sistem tata kelola
perusahaan.
Selain akuntan publik, undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar
modal menyebutkan adanya profesi-profesi lain sebagai penunjang pasar modal,
yaitu konsultan hukum, penilaian notaris. Konsultan hukum dapat melakukan wujud
tuntas terhadap aspek hukum atau memberikan nasihat di bidang hukum titik
konsultan panitia dapat melakukan penilaian terhadap aset tetap perusahaan
terhadap hutan jangka panjang atau penilaian terhadap bisnis perusahaan titik di
Indonesia, ketiga jenis penilaian tersebut dilakukan oleh profesi yang terpisah.

27
Dengan diterapkannya ifrs, peran ketiga jenis pemilihan ini dalam sistem pelaporan
keuangan akan semakin besar.
Notaris dapat bertindak sebagai pembuat akta untuk dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan pasar modal. Tugas konsultan keuangan biasanya dilakukan oleh
perusahaan efek hasil dari grafik yang diberikan oleh para profesi penunjang ini
berupa pendapat atau penilaian atau dokumen apa yang menambah kendala data atau
informasi yang terjadi oleh perusahaan emiten. Profesi penunjang berperan dalam
mengurangi terjadinya risiko informasi. Hubungan antara perusahaan dan lembaga
atau perbaiki penunjang pasar modal harus didasarkan pada asas independensi.

d.) Fungsi Tata Kelola


Struktur tata kelola diciptakan untuk melakukan fungsi-fungsi yang jika
dikerjakan secara terintegrasi akan menghasilkan sistem pertanggungjawaban yang
baik dari perusahaan kepada stakeholder public. Jika fungsi-fungsi tersebut berjalan
secara efektif biaya keadilan akan turun. Zabihollah(2009:41-42) menyebutkan
adanya 7 fungsi tata kelola perusahaan (corporate governance function) sebagai
berikut.
1. Pengawasan (oversight)
2. Kepengurusan (manajerial)
3. Kepatuhan (compliance)
4. Audit internal (internal audit)
5. Audit eksternal (eksternal audit)
6. Monitoring
7. Kepenasihatan
Ketujuh fungsi tersebut akan menghasilkan pembagian kekuasaan kekuatan yang
seimbang di antara lembaga atau institusi yang termasuk dalam struktur tata kelola
Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris. Dalam teori
keagenan kumbang fungsi ini dimaksud untuk menciptakan sistem monitoring atas
segalanya kepengurusan yang dilakukan oleh direksi. Fungsi pengawasan oleh Dewa

28
komisaris akan mengurai kemungkinan sifat opportunistis direksi sebagai agen titik
kepentingan pribadi tidak boleh lebih ditonjolkan daripada kepentingan perusahaan
dalam pengambilan keputusan bisnis. Fungsi pengawasan meningkatkan
terlaksananya prinsip fairness dalam sistem tata kelola perusahaan. Efektivitas
pengawasan tergantung pada adanya komisaris independen, Tugas Dan Wewenang
yang dimiliki kelompok komposisi dewan, kualifikasi orang yang ditunjuk kamu
proses pertanggungjawaban, dan sumber daya yang disediakan oleh mereka.
Pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris bersifat strategis.
Komisaris harus menghindari agar tidak terlibat dalam kepengurusan sehari-hari
mikro manajemen, misalnya menyetujui suatu transaksi karena jika terjadi sesuatu
terhadap transaksi tersebut dimintai pertanggungjawaban. Transaksi adalah bagian
dari tanggung jawab dan kinerja manajemen. Fungsi pengawasan yang dilakukan
oleh dewan komisaris terutama bertujuan untuk memastikan bahwa manajemen telah
memenuhi semua prinsip dasar dari sistem tata kelola perusahaan yang baik.
Direksi bersama-sama dengan pimpinan perusahaan di bawahnya selanjutnya,
disebut sebagai manajemen melakukan fungsi kepengurusan atau pengelolaan
manajemen. Mereka bertanggung jawab terhadap kinerja perusahaan, terutama
dalam kaitanya dengan pencapaian tujuan perusahaan, yaitu penciptaan nilai bagi
pemahaman saham dan proteksi kepentingan bagi stakeholder lainnya. Sistem
intensif, monitoring, dan kejelasan tanggung jawab merupakan bagian penting
dalam merumuskan tugas dan wewenang direksi. Fungsi kepengurusan tertentu
untuk menunaikan hampir semua prinsip tata kelola perusahaan.
Sistem remunerasi yang diberikan kepada direksi harus dirangkai yang
sedemikian rupa sehingga benturan antara kepentingan pribadi sebagai agen dan
kepentingan stakeholder sebagai prinsip dapat dikurangi titik pada saat yang sama
kematanan untuk melakukan kecurangan dan moral Hazard harus dihindarkan.
Kejelasan tanggung jawab direksi, terutama yang berkaitan dengan pelaporan
keuangan kepada publik perlu dipertegas dan diperjelas. Sistem monitoring terhadap
kepengurusan dari simple diciptakan. Sehubungan dengan fungsi kepengurusan itu
manajemen perusahaan diwajibkan untuk merancang dan mengimplementasikan
sistem pengendalian internal yang baik.

29
Fungsi kepatuhan berkenaan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang dikeluarkan oleh pihak otoritas atau institusi lain yang diberi wewenang untuk
itu. Tata kelola perusahaan yang baik harus dapat memastikan kepatuhan perusahaan
terhadap ketentuan tersebut. Ditunjuknya salah satu direksi untuk khusus menangani
kepatuhan direktur kepatuhan compliance direktur merupakan salah satu upaya dari
sistem tata kelola perusahaan yang baik untuk memenuhi fungsi.
Walaupun hukum menganggap bahwa perusahaan sudah selayaknya
mengetahui regulasi yang mengikatnya, tetapi ada baiknya jika dibuatkan daftar
tentang undang-undang, peraturan atau standar yang berlaku, dan mengatur jalannya
perusahaan. Dengan cara ini, pelanggaran dapat diketahui Apakah hal tersebut
disebabkan oleh ketidaktahuan atau kesengajaan. Kepatuhan terhadap undang-
undang dan peraturan merupakan pemenuhan terhadap prinsip responsibilitas dan
sistem tetaplah perusahaan.
Pentingnya fungsi audit internal semakin diakui dalam tata kelola perusahaan
yang baik. Audit internal merupakan salah satu perangkat dalam elemen monitoring
pada sistem pengendalian internal perusahaan. Tugas utama bagian atau departemen
audit internal adalah memastikan adanya internal meliputi upaya-upaya peningkatan
efisiensi operasional, manajemen risiko pengendalian internal maupun laporan
keuangan, dan proses tata kelola. Dalam kaitan ini independensi bagian atau
departemen audit internal terhadap bagian atau departemen lain perlu dijaga.
Dibentuknya bagian audit internal menunjukkan kepada setiap holder bahwa
manajemen perusahaan telah melaksanakan prinsip-prinsip transparansi,
akuntabilitas keamanan Finance responsibilitas dan independensi dalam sistem tata
kelola perusahaannya.
Fungsi eksternal audit berkaitan erat dan kewajiban pelaporan keuangan yang
harus dipenuhi perusahaan. Fungsi ini dijalankan oleh akuntan publik yang
mengaudit laporan keuangan perusahaan. Bagi perusahaan tujuan utama dari audit
oleh akuntan publik adalah agar laporan keuangan yang disajikan dapat lebih
dipercaya. Oleh karena itu, prinsip transparansi dan akuntabilitas Dalam sistem tata
kelola perusahaan yang baik terhadap terpenuhi. Akuntan publik akan melakukan
pengujian untuk memberikan kepastian memadai bahwa laporan keuangan tidak

30
mengandung salah satu material. Bahwa pengungkapan dalam laporan keuangan
tidak dilakukan secara cukup dan bahwa laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.
Penunjukkan akuntan publik menjadi wewenang pemegang saham dan rapat
umum pemegang saham. Wewenang ini didasarkan atas prinsip bahwa audit laporan
keuangan oleh akuntan publik merupakan salah satu alat monitoring dalam
hubungan keagenan antara pemegang saham dan manajemen perusahaan. Ada
kalanya wewenang tersebut dilimpahkan kepada dewan komisaris bahkan kepada
direksi. Pelimpahan wewenang kepada dewan komisaris masih dapat menunjukkan
ditaatinya prinsip akuntabilitas, tetapi penyimpanan kepada direksi tanpa
keterlibatan dengan komisaris dapat menimbulkan persepsi pelaksanaan tata kelola
perusahaan yang kurang baik. Dari sudut akuntan publik penunjukan oleh direksi
dan mengakibatkan adanya pandangan terganggunya independensi secara
keterampilan independent in appearance.
Independence sih merupakan syarat penting dalam penunjukan akuntan
publik. Skandal akuntansi ini terjadi dan sepanjang berkaitan dengan akuntan publik
banyak disebabkan kurangnya sikap independensi ini. Selain independensi, faktor
lain yang perlu diperhatikan adalah reputasi, kompetensi, dan biaya. Gravitasi
berkaitan dengan pandangan masyarakat tentang karakter dari akuntan publik yang
bersangkutan titik akuntan publik yang tidak pernah terindikasi melakukan tindakan
terjalin untuk mempunyai reputasi yang baik. Reputasi dapat dilihat dari integritas.
Kompetensi menunjukkan kemampuan akuntan publik untuk menyelesaikan
pekerjaan audit yang akan diberikan kepadanya. Kompetensi ditentukan oleh
keahlian dan jumlah tenaga ahli yang dimiliki. Pertimbangan terhadap biaya tidak
hanya berkaitan dengan jumlah. Cara perhitungan dan pembayarannya juga perlu
memperoleh perhatian karena hal tersebut dapat mempengaruhi independensi
akuntan publik yang bersangkutan.
Ruang lingkup audit biasanya mengikuti ketentuan yang diharuskan untuk
audit umum (general audit) terhadap laporan keuangan historis. Audit harus
dilakukan sesuai dengan standar audit yang dikeluarkan oleh Institut akuntan publik
Indonesia (IAPI). Standar yang diberi nama Pernyataan Standar Audit (PSA) itu

31
mengacu pada International Standar on Auditing (ISA) yang dikeluarkan oleh
International Auditing Standar Board (IASB). Selain standar,audit juga mencangkup
jenis laporan keuangan historis dan periode yang dicakup. Laporan keuangan terdiri
atas laporan posisi keuangan laporan laba rugi laporan perubahan ekuitas, laporan
perubahan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Direksi dan semua sejarah manajemen yang lain tidak diperkenalkan
untuk membatasi ruang lingkup pekerjaan audit yang dilakukan oleh konten
publik. Pembatasan demikian akan mempengaruhi pendapat opini yang
diberikan terhadap laporan keuangan yang bersangkutan. Pembatasan ruang
lingkup akan dicantumkan dalam laporan audit dan berpengaruh besar
terhadap kredibilitas laporan keuangan.
Jika penunjukan akuntan publik dilakukan oleh pemegang saham, hal
tersebut akan didasarkan atas rekomendasi dari dewan komisaris, setelah
proses telah dilakukan oleh komite audit. Demikian juga jika penunjukan
dilimpahkan kepada dewan komisaris. telaah terhadap akuntan publik yang
dilakukan oleh komite audit mencakup hal-hal yang telah disebutkan di atas,
yaitu independensi, integritas, kompetensi biaya dan ruang lingkup. Selain
telaah pada saat penunjukan komite audit juga memonitor jalannya audit
selama pekerjaan dilaksanakan. Bahkan jika terjadi perbedaan pendapat
antara akuntan publik dan direksi tentang suatu masalah akuntansi, komite
audit yang berwenang untuk memecahkannya.
Fungsi monitoring dalam tata kelola perusahaan dilakukan dalam
berbagai lapis. Pemegang saham mengerjakan fungsi monitoring pada lapis
pertama. Pemegang saham sewaktu-waktu, berhak untuk mengangkat dan

32
memberhentikan komisaris dan direksi. Setiap tahun, direksi dan komisaris
mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada pemegang saham.Pemegang
saham dapat menerima atau menolak pertanggungjawaban tersebut. Pada saat
yang sama, pemegang saham sekaligus dapat memberikan atau tidak
memberikan pembebasan dan pelunasan tanggung jawab baik kepada direksi
maupun komisaris.
Seperti telah diuraikan, fungsi monitoring lapis kedua dilakukan oleh dewan
komisaris. Lapis ketiga dilakukan oleh audit internal melalui program-program yang
mereka laksanakan. Direktur kepatuhan (jika ada) dan direktur manajemen risiko
(jika ada) melakukan fungsi monitoring terhadap bidang masing-masing. Jika tidak
ada direktur khusus yang ditunjuk untuk menangani kepatuhan dan manajemen
risiko, fungsi-fungsi tersebut harus diberikan kepada anggota direksi yang ada.
Pengawasan melekat yang dilakukan oleh atasan langsung kepada bawahannya juga
merupakan bagian dari fungsi monitoring.

e.) Mekanisme Tata Kelola


Mekanisme tata kelola perusahaan atau corporate governance mekanis
menjelaskan Bagaimana lembaga atau institusi yang tercakup dalam struktur tata
kelola berinteraksi secara terintegritas dalam menjalankan fungsi masing-masing.
Perlu dicatat bahwa mekanisme tersebut tidak selalu dihasilkan oleh internal
perusahaan. Bahkan sebagian besar pengaturan tentang tata kelola perusahaan justru
dikeluarkan oleh pihak regulator. Karena sudah menjadi regulasi, tidak ada tugas
lain bagi perusahaan selain mematuhinya. Sarbanes and oleh Act di Amerika Serikat
yang dikeluarkan pada 2002 dianggap sebagai awal dari reformasi tata kelola
perusahaan.
Mekanisme tata kelola diatur melalui regulasi oleh pihak otoritas, standar-
standar oleh organisasi profesi atau kebijakan dan prosedur yang dilakukan oleh
internal perusahaan. Regulasi oleh otoritas dapat berbentuk undang-undang atau
peraturan-peraturan di bawahnya. Standar dan kode etik dikeluarkan oleh profesi
akuntan profesi akuntan publik konsultan hukum, profesi aktuaris, appraisal
company, dan business valuer.

33
Standar atau kode etik itu merupakan bagian dari mekanisme tata kelola. Sistem
dan prosedur dari internal perusahaan dapat berupa anggaran dasar, anggaran rumah
tangga, piagam piagam (misalnya, piagam komite audit, piagam internal audit), dan
sistem Pengendalian internal (misalnya standar operating procedures), kontrak, dan
lain sebagainya. Regulasi otoritas, standar profesi, kebijakan, dan prosedur
perusahaan harus saling mendukung satu sama lain secara terintegrasi untuk
tercapainya sistem tata kelola perusahaan yang baik.
Mekanisme tata kelola yang berasal dari dalam dan dari luar perusahaan dan
dari pemerintah harus dirancang sedemikian rupa sehingga tercapai keseimbangan
kekuatan ( balance of power) antara pihak-pihak yang menangani tata kelola.
Keseimbangan kekuatan berhubungan dengan tugas dan wewenang masing-masing
pihak dalam struktur tata kelola. Jika disederhanakan, pihak-pihak tersebut dapat
dikelompokkan menjadi pihak regulator (Otoritas Jasa Keuangan), profesi (aluntan-
akuntan publik, konsultan hukum, apraisal, aktuaris, business valuer) dan internal
perusahaan itu sendiri (pemegang saham, dewan komisaris, direksi, dan pimpinan
perusahaan lainnya).
Tujuan dari mekanisme tata kelola yang baik adalah menghasilkan sistem
pertanggungjawaban keuangan yang memadai dari perusahaan kepada stakeholder.
Secara ringkas hubungan mekanisme tata kelola antar pihak dapat diilustrasikan
seperti dalam gambar 18.2.

f.) Sasaran Dan Tujuan


Atau goals yang ingin dicapai dengan dibentuknya sistem tata kelola
perusahaan yang baik Ada tiga poin berikut:
1. Peningkatan nilai tambah perusahaan dan pemegang saham
2. Perlindungan terhadap kepentingan stakeholder lain
3. Penurunan biaya keagenan.
Sasaran ini sejalan dengan pendapatan sasaran perusahaan secara keseluruhan
yang pernah dibahas sebelumnya. Penurunan biaya keagenan merupakan tambahan
khusus untuk tujuan tata kelola perusahaan, walaupun Hal ini dapat juga berlaku
untuk tujuan perusahaan secara keseluruhan.

34
Peningkatan nilai pemegang saham akan tercermin dalam imbal hasil investasi
(return on investment) yang tercakup dalam hasil dividen (divident yiedld) dan
keuntungan modal (capital gain). Peningkatan nilai tambah pemegang saham hanya
akan terjadi jika nilai tambah perusahaan juga meningkat. Perlindungan kepada
stakeholder lain berhubungan dengan pemenuhan hak dan kepentingan secara adil
dan proporsional. Kepatuhan terhadap regulasi dan kontrak merupakan inti dari
perlindungan itu. Namun, kepentingan-kepentingan lain di luar regulasi dan kontrak
yang sebagian besar berada dalam ranah etika juga harus diperhatikan.
Sasaran menurunkan biaya keagenan (agency cost) mempunyai dua dimensi,
yaitu internal dan eksternal. Sasaran internal berfokus pada kepentingan perusahaan
itu sendiri dan tidak harus berubah pengorbanan dalam bentuk uang atau aset lain.
Secara internal, sasaran utama dari diterapkannya tata kelola yang baik adalah
keberlanjutan (sustainability) perusahaan dalam jangka panjang. Dengan tata kelola
yang baik, kerugian yang dapat timbul karena adanya keturunan kepentingan dan
sifat opportunitis dapat dikurangi. Dengan diterapkannya tata kelola yang baik,
diharapkan standar-skandal bisnis yang mengakibatkan kegagalan bisnis dapat
dihindari inilah makna yang sebenarnya dari penurunan biaya keagenan. Termasuk
dalam penurunan biaya keagenan adalah menurunnya biaya modal (cost of capital) .
Dari sudut pandang eksternal, turunnya biaya keagenan akan tercermin dalam
dapat dicegahnya kehancuran pasar keuangan, dapat dicegahnya penurunan
kekayaan dari banyak sekali investor, dan lain sebagainya. Biaya keagenan dari
sudut pandang eksternal berupa kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat
atau kelompok sosial tertentu karena kegagalan bisnis yang terjadi secara masif.
Biaya atau kerugian paling besar karena hubungan keagenan dari sudut pandang
eksternal adalah rusaknya tata perekonomian nasional.

g.) Prinsip OECD


Organization for ekonomic Cooperation and development (OECD) adalah
organisasi internasional yang sangat berkepentingan terhadap berjalannya sistem
tata kelola perusahaan di negara-negara anggotanya selain anggota. Organisasi ini

35
mengembangkan prinsip-prinsip dasar tata kelola perusahaan. OECD menyimpulkan
bahwa kerangka tata kelola perusahaan yang dikembangkan harus dapat:
1. Meningkatkan promote pasar yang transparan dan efisien
2. Konsisten dengan peraturan perundang-undangan
3. Menyatakan secara jelas pembagian tanggung jawab antara wewenang
pengawasan (supervisory) regulasi (regulatory) dan pelaksanaan
(enforcement).
Kerangka tata kelola perusahaan yang diterapkan harus memperhatikan
pengaruhnya terhadap perekonomian secara nasional integritas pasar, dan insentif
terhadap para peserta pasar. Pasar yang efisien dan transparan merupakan tujuan.
Pembagian tanggung jawab ini diantara pihak-pihak yang mempunyai wewenang
harus didasarkan atas kepentingan publik. Pihak-pihak yang Diberi wewenang
pengawasan, regulasi, dan pelaksanaan harus dipastikan mempunyai otoritas,
integritas, dan sumber daya yang memadai agar dapat melaksanakan tugasnya secara
profesional dan objektif.
Terdapat 5 prinsip yang tercakup dalam kerangka tata kelola perusahaan
menurut OECD berikut ke-5 prinsip tersebut.
1. Hak pemegang saham
2. Perlakuan yang adil terhadap pemegang saham
3. Peran stakeholder
4. Pengungkapan dan transparansi
5. Tanggung jawab dewan.

1) Hak pemegang Saham


Dalam hal hak pemegang saham (rights of shareholder) kerangka tata
kelola perusahaan harus memproteksi dan memfasilitasi pelaksanaan
penggunaan hak-hak tersebut (OECD, 2004:18-19). Hak-hak dasar
pemegang saham meliputi hak untuk mengamankan metode pencatatan
kepemilikan, mengalihkan saham, memperoleh informasi material dan
relevan secara berkala dan pada waktunya, berpartisipasi dan memilih
dalam rapat umum pemegang saham, mengangkat, dan memberhentikan

36
Direksi atau dewan komisaris, dan menentukan pembagian keuntungan
yang diperoleh perseroan.
Pemegang saham juga harus mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam
dan diberi informasi yang cukup tentang, keputusan-keputusan yang
mengakibatkan perubahan mendasar di perusahaan. Keputusan-keputusan
yang berkaitan dengan perubahan anggaran dasar, penambahan modal,
pengeluaran saham baru, dan transaksi-transaksi luar biasa yang pada
hakikatnya merupakan penjualan seluruh perusahaan, harus memperoleh
persetujuan pemegang saham. Hak-hak pemegang saham dalam
berpartisipasi serta memilih dan memperoleh informasi tentang agenda,
tempat, waktu, dan aturan yang dipakai dalam rapat umum pemegang
saham harus dijamin dalam anggaran dasar.
2) Perlakuan yang adil
Kerangka tata kelola perusahaan harus dapat memastikan bahwa semua
pemegang saham diperlakukan dengan adil equitable, termasuk pemegang
saham minoritas dan asing (OECD,2004:20). semua pemegang saham
harus memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh ganti rugi yang
efektif (effective redress) atas penyimpangan terhadap hak-haknya.
Pemegang saham dalam kelas yang sama harus mempunyai hak yang sama.
Semua investor harus memperoleh informasi tentang hak yang melekat
pada semua seri dan kelas 10 mereka membeli saham yang bersangkutan
setiap perubahan dalam hak suara yang berpengaruh negatif harus
disetujui oleh pemegang saham dalam kelas tersebut.
Pemegang saham minoritas harus diproteksi dari tindakan
penyalahgunaan wewenang oleh atau dari kepentingan pemegang saham
pengendali, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Harus ada cara yang efektif untuk memberikan ganti Rugi terhadap
penyalahgunaan wewenang tersebut. pengambilan suara yang dilakukan oleh
kustodian atau nomine harus disertai dengan persetujuan dari pemilik
sesungguhnya (beneficial owner). Halangan terhadap pemberian suara antar
negara harus dihilangkan. Proses dan prosedur untuk rapat umum pemegang

37
saham harus memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemegang
saham. Prosedur yang dijalankan untuk memberikan suara harus dibuat mudah
dan murah.
Perdagangan orang dalam (insider trading) dan self dealing tidak
diperbolehkan. Anggota dewan (direksi dan komisaris) dan eksekutif kunci
harus mengungkapkan, kepada dewan komisaris tentang apakah mereka,
langsung dan tidak langsung atau mewakili pihak ketiga mempunyai
kepentingan yang bersifat material pada setiap transaksi atau hal-hal yang
secara langsung mempengaruhi perusahaan.
3) Peran stakeholder
Kerangka tata kelola perusahaan harus mengakui hak stakeholder yang
ditetapkan oleh undang-undang atau melalui perjanjian kedua belah pihak.
Kerangka tata kelola perusahaan juga harus mendorong kerjasama aktif antara
perusahaan dan stakeholder dalam menciptakan kekayaan, pekerjaan, dan
keberlanjutan perusahaan yang sehat secara keuangan. Hak stakeholder yang
ditetapkan dengan undang-undang atau perjanjian harus dihormati.
Jika kepentingan stakeholder diproteksi oleh undang-undang, mereka
harus diberi kesempatan untuk memperoleh ganti rugi yang efektif atas
pelanggaran terhadap hak yang mereka miliki. Partisipasi karyawan dalam
mekanisme peningkatan kinerja harus diizinkan untuk dikembangkan titik
jika stakeholder berpartisipasi dalam proses tata kelola, mereka harus
memperoleh akses terhadap informasi yang relevan, cukup, dan andal pada
waktu yang tepat dan secara regular.
Stakeholder, termasuk karyawan secara individu dan organisasi
perwakilannya harus dapat, secara bebas komunikasikan perhatiannya
terhadap praktik-praktik tidak sah (ilegal) dan tidak etis kepada dewan
komisaris. Hal ini tidak boleh dikompromikan. Kerangka tata kelola
perusahaan harus dilengkapi dengan undang-undang kepailitan (insolvensy)
dan dengan penegakan hukum yang efektif tentang hak kreditur.
4) Pengungkapan dan dapat Transparansi

38
Kerangka tata kelola perusahaan harus memastikan adanya pengungkapan
yang akurat dan tepat waktu atas hal-hal material yang berkaitan dengan
perusahaan, termasuk kondisi keuangan kinerja, kepemilikan, dan tata
kelola(OECD, 2004:2). Walaupun tidak terbatas pada informasi material,
pengungkapan harus mencangkup tentang hal-hal berikut.
1. Hasil finansial dan operasi perusahaan.
2. Tujuan perusahaan
3. Pemilik mayoritas dan hak suara
4. Kebijakan Remunerasi untuk direksi dan anggota dewan komisaris.
Informasi tentang anggota dewan komisaris dan direksi termasuk
kualifikasi, proses seleksi, penangkapan jabatan, dan apakah mereka
merupakan pihak yang independen.
5. Transaksi dengan pihak.
6. faktor risiko yang dapat diperhitungkan
7. Masalah ke karyawanan dan stakeholder lain
8. Struktur dan kebijakan tata kelola, terutama kode etik dan tata kelola
perusahaan serta proses implementasinya.
Informasi harus disusun dan diungkapkan Sesuai dengan standar
akuntansi dan standar pengungkapan informasi, baik keuangan maupun non
keuangan yang berkualitas tinggi titik audit tahunan harus dilakukan oleh
akuntan publik yang independen, kompeten dan berkualifikasi agar dewan dan
pemegang saham memperoleh asuransian objektif dari pihak luar bahwa
laporan keuangan telah menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material, posisi keuangan dan kinerja perusahaan. Akuntan publik bertanggung
jawab kepada pemegang saham dan mempunyai kewajiban kepada perusahaan
untuk melaksanakan auditnya secara seksama dan proporsional.

5) Tanggung Jawab Dewan Komisaris


Kerangka tata kelola perusahaan harus dapat memastikan adanya pedoman
strategis dari perusahaan tentang Tersedianya fungsi monitoring yang efektif
oleh dewan komisaris terhadap direksi. Pedoman yang sama juga disediakan

39
untuk tanggung jawab dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang
saham. Anggota dewan komisaris harus bertindak atas dasar informasi yang
lengkap dengan iktikad baik penuh kehati-hatian, dan untuk kepentingan
terbaik bagi perusahaan dan pemegang saham. Jika keputusan dewan
komisaris dapat mempengaruhi kelompok perusahaan dan pemegang saham
yang berbeda secara berbeda, semua pemegang saham harus diperlakukan
secara wajar (Fair). Dewan komisaris harus menerapkan standar etika yang
tinggi titik pertimbangan juga harus diberikan terhadap kepentingan
stakeholder.
Fungsi utama dewan komisaris meliputi hal-hal berikut
1. Menelaah dan mengarahkan strategi perusahaan, rencana penting,
kebijakan manajemen risiko, anggaran tahunan, dan rencana bisnis.
2. Menetapkan tujuan kinerja, memonitor implementasi dan kinerja
perusahaan, dan mengawasi pengeluaran modal dan investasi yang besar.
3. Memonitor efektivitas praktik-praktik tata kelola perusahaan dan
membuat perubahan jika diperlukan.
4. Memilih, menentukan kompensasi monitor, mengganti direksi (jika
penuh) , dan mengawasi rencana suksesi.
5. Menyesuaikan remunerasi direksi dengan kepentingan jangka panjang
perusahaan dan pemegang saham.
6. Memastikan adanya proses nominasi dan pemilihan anggota dewan
komisaris dan formal dan transparan.
7. Memonitor dan mengelola potensi benturan kepentingan dari direksi,
anggota dewan komisaris dan pemegang saham termasuk penggunaan aset
perusahaan yang tidak tepat(mis-use) dan penyalahgunaan transaksi antar
pihak yang berelasi.
8. Memastikan integritas peraturan keuangan dan akuntansi perusahaan,
termasuk audit independen dan penerapan sistem Pengendalian internal
yang memadai, sistem manajemen risiko, pengendalian keuangan dan
operasional, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan
standar yang relevan.

40
9. Mengawasi proses pengungkapan dan komunikasi.
10. Dewan komisaris harus melaksanakan fungsinya dengan pertimbangan
dan objektif dan independen tentang masalah perusahaan.
11. Dewankomisaris harus mempertimbangkan untuk menugaskan ahli(non-
excecutive board member) yang cukup dah mampu untuk melakukan
penilaian yang independen jika terdapat potensi benturan kepentingan.
12. Jika dibentuk komite, mandat, komposisi, dan prosedur kerjanya harus
diuraikan dengan jelas dan diungkapkan oleh dewan.
13. Anggota dewan komisaris harus mempunyai komitmen untuk secara
efektif melaksanakan tanggung jawabnya.
Untuk melaksanakan tanggung jawabnya, anggota dewan komisaris
harus diberi akses terhadap informasi yang akurat relevan dan tepat
waktu.

41
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengambilan keputusan beretika adalah pengambilan keputusan bisnis yang
didalamnya telah mempertimbangkan standar etika tertentu, misalnya kaidah-kaidah yang
dianut oleh paham utilitarianisme, deintologisme, atau virtuisme. Dampak etika terhadap
tiap-tiap stakeholder dapat berbeda dalam setiap pengambilan keputusan bisnis.
Demikian juga dengan kepentingan dan elemen etika yang terlibat. Oleh karena itu,
pertimbangan etika harus memperhatikan sifat dan jenis keputusan bisnis yang akan
diambil, stakeholder dan kepentingan terpengaruh, dan elemen etika yang terlibat.
Kriteria yang dapat digunakan sebagai berikut.
1. Kebahgiaan, kesenangan, dan manfaat (utilitarianisme).
2. Hak, kewajiban, dan keadilan (deontologisme).
3. Nilai keutamaan (virtuisme).
Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan bisnis, hierarki dan
prioritas etika dapat berbeda antara satu keputusan dan keputusan yang lain. Perbedaan
itu ditentukan oleh jenis dan sifat keputusan yang akan diambil. Hierarki dan ptioritas
juga ditentukan oleh kepentingan masing-masing stakeholder.
Tata kelola perusahaan adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan,
dan institusi yangmempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu
perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para

42
pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan.
Pihak- pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen,
dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok,
pelanggan, bank dan kreditor lain, lingkungan serta masyarakat luas.
Tujuan akhir dari diterapkannya sistem tata kelola perusahaan yang baik adalah
kebahagiaan bagi seluruh umat. Terselenggaranya mekanisme pasar yang efisien,
misalnya merupakan bentuk dari kebahagiaan tersebut.

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak terdapat kekurangan, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan makalah ini. Penyusun berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan sara
yang membangun kepada penyusun demi sempurnanya makalah ini dan penyusunan
makalah dikesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penyusun pada
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

43
DAFTAR PUSTAKA

Soemarso S.R. 2018. Etika dalam Bisnis & Profesi Akuntan dan Tata Kelola Perusahaan

Nawatmi, S. (2010). Etika bisnis dalam perspektif Islam. Fokus Ekonomi, 9(1), 24402.

Lutfi, A. M. (2022). Etika Profesi dan Tata Kelola Korporate. Insan Cendekia Mandiri.

https://www.academia.edu/35016488/GOOD_CORPORATE_GOVERNANCE

44

Anda mungkin juga menyukai