MAKALAH
Dosen Pengampu :
Disusun oleh:
SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWarohmatullohiWabarrakatuh
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah yang berjudul “Mengembangkan Program Etika Yang Efektif”.Atas
dukungan moral danmateri yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka
diucapkan banyak terimakasih kepada:
Makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran
dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikumWarohmatullohiWabroktuh
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………i
KATA PENGANTAR……………………………………………….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………...iii
BAB I PENDAHUAN……………….……………………………......1
A. LatarBelakang……………………………………………………..1
B. RumusanMasalah…………………………………………..….......1
C. Tujuan……….……………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………......3
A. Kesimpulan…………………………………………..……………8
B. Saran………………………………………………......…………..9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah etika bisnis atau etika usaha akhir-akhir ini semakin banyak
dibicarakan bukan hanya di tanah air kita, tetapi juga di negara-negara lain
termasuk di negara-negara maju. Perhatian mengenai masalah ini tidak
terlepas dari semakin berkembangnya dunia usaha kita sebagai hasil
pembangunan selama ini. Peran dunia usaha dalam perekonomian begitu
cepatnya, sehingga dalam hal investasi, misalnya, sekarang sudah 3 kali
investasi pemerintah. Kegiatan bisnis yang makin merebak baik di dalam
maupun di luar negeri, telah menimbulkan tantangan baru, yaitu adanya
tuntutan praktek bisnis yang baik, yang etis, yang juga menjadi tuntutan
kehidupan bisnis di banyak negara di dunia. Transparansi yang dituntut oleh
ekonomi global menuntut pula praktik bisnis yang etis. Dalam ekonomi pasar
global, kita hanya bisa survive kalau mampu bersaing.
Para ahli sering berkelakar bahwa pengertian etika bisnis merupakan
sebuah kontradiksi istilah karena ada pertentangan antara etika dan minat
pribadi yang berorientasi pada pencarian keuntungan. Ketika ada konflik
antara etika dan keuntungan, bisnis lebih memilih keuntungan daripada etika.
Buku Business Ethics mengambil pandangan bahwa tindakan etis merupakan
strategi bisnis jangka panjang terbaik bagi perusahaan sebuah pandangan yang
semakin diterima dalam beberapa tahun belakangan ini. Oleh karena itu,
pemahaman tentang etika bisnis diperlukan untuk para pelaku bisnis agar
usaha yang dijalankan dapat menjadi suatu usaha bisnis yang beretika dan
mengurangi resiko kegagalan. Selain itu pemahaman tentang pengertian
komunikasi terutama komunikasi bisnis.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
1
Rafsandjani dan Rieza Firdian, Pengantar Bisnis Bagi Pemula, (Malang: CV Kaiutsar Abadi, 2017), hlm.
109 – 110.
melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta
perkembangan di bidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-
pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju
pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum
dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan
dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni
menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar
internasional.2
2
Sukrisno.agos. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.2018. hlm 68
5. strategi tidak jelas atau tidak aman yang membuat karyawan gagal,
menciptakan strategi untuk perlindungan karyawan daripada
keberhasilan suatu produk atau layanan.
3
Patrick O’Sullivan dan Mark Smith dan Mark Esposito, Business Ethics A critical approach: integrating
ethics across the business world, (New York: Routledge, 2012), hlm. 64 – 65.
Pada model ini, proses ganda paradigma yang membutuhkan
pemanfaatan karakteristik bisnis dan manusia untuk menciptakan
keselarasan pemikiran dan tindakan yang efektif dalam organisasi, para
pemimpin mereka dan manajer. Tujuan dari paradigma adalah untuk
membangun poin koneksi untuk pemikiran dan tindakan dalam bisnis dan
perilaku manusia itu menciptakan ketegangan emosional dan sistemik
yang diperlukan untuk perubahan. Lebih konektivitas antara pemikiran dan
tindakan, semakin banyak kesesuaian antara orang-orang perilaku dan
kinerja organisasi, semakin banyak terjadi keberlanjutan masyarakat,
pemerintah dan masyarakat.4
4
Ibid., hlm. 66.
2. probabilitas bahwa konsekuensi akan terjadi untuk masing-masing
kelompok pemangku kepentingan.
3. keinginan dari setiap konsekuensi.
4. pentingnya masing-masing pemangku kepentingan grup (Hunt dan
Vitell, 2006).
Teleologi sering disebut konsekuensialisme karena individu menggunakan
teleologi mendasarkan keputusan pada filsafat, seperti egoisme dan
utilitarianisme. Utilitarian percaya bahwa mereka mencapai manfaat terbesar
bagi semua orang yang terkena dampak keputusan. Oleh karena itu, keputusan
teleologis didasarkan pada keputusan fleksibel berdasarkan pada konsekuensi
atau manfaat bagi sejarah.5
Perspektif deskriptif atau positif berusaha untuk menggambarkan,
menjelaskan, memprediksi, dan memahami kegiatan etika bisnis dan
fenomena yang benar-benar ada (Hunt, 1991). Dengan kata lain, pendekatan
deskriptif untuk etika bisnis meneliti apa yang sebenarnya ada, bukan apa
organisasi harus dilakukan. Dalam sebuah organisasi, perspektif deskriptif
akan memeriksa kebijakan konflik minat, strategi, sistem kepatuhan, dan
berbagai artefak standar etika dalam organisasi.
Perspektif normatif pada tingkat mikro menjelaskan tentang nilai atau norma
dan prinsip untuk keputusan organisasi. Sedangkan pada tingkat makro
menjelaskan tentang norma, prinsip, dan sistem ekonomi yang adil atau
keadilan distributif. Sedangkan pada perspektif diskriptif, pada tingkat mikro
menjelaskan tentang kode, standar perilaku, dan sistem keputusan untuk
organisasi. Sedangkan pada tingkat makro, perspektif diskriptif ini
menjelaskan tentang kebijakan public dan legalisasi etika bisnis. Pada tingkat
mikro disebut sebagai perilaku etika bisnis unit individu (seperti wirausaha).
Sedangkan pada makro mengacu pada dampak dari keputusan bisnis pada
berbagai pemangku kepentingan di masyarakat.
5
O. C. Ferrell dan Linda Ferrell, Historical Developments of Business Ethics: Then to Now,
https://danielsethics.mgt.unm.edu/pdf/Historical%20Development%20of%20Business%20Ethics.pdf,
hlm. 3 – 4.
E. Penerapan etika pada organisasi perusahaan
Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini:
1. Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena
aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan
bahwa perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang
disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka
bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa
tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian
yang sama yang dilakukan manusia.
2. Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak
masuk akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung
jawab karena ia gagal mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa
organisasi memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin
yang anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal
yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk
akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena
ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti
mesin yang gagal bertindak secara moral. Karena itu, tindakan perusahaan
berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, indivdu-individulah
yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan
tanggung jawab moral: individu manusia bertanggung jawab atas apa yang
dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan
mengalir dari pilihan dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak
keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan
oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak secara
moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan
bertindak secara bermoral. 6
6
Steade et al (1984: 701), Etika Bisnis, Business, Its Natural and Environment An
Introduction”. Hlm 171.
“Griffin” menjelaskan beberapa daerah khusus yang mempengaruhi cara
kerja manajerial
7
Edy.Sutrisno.Budaya Organisasi. Jakarta: Penerbit Prenada Media Group.2010. hlm 91
percaya bahwa norma dan keprcayaan yang dikembangkan dalam
organisasi ini hanya menunjukkan gambaran palsu.
“Cater McNamara” mengemukakan, “ketika mengelola masalah yang
kompleks, terutama dalam krisis, memiliki kode sangat penting, dialog dan
refleksi di seputar nilai etika menghasilkan kepekaan dan konsensus etis”.
Hal yang sangat penting adalah kode etik harus efektif.8
‘Kaptein dan Klamer’ (1991) telah mencantumkan beberapa syarat
untuk kode etik yang efektif:
a. Pengantar harus didukung oleh manfaat penting untuk mengadopsi dan
mematuhi kode.
b. Penerimaan umum dan penerimaan kode etik harus ada.
c. Proses pembahasan yang tepat, pengecekan dan jika perlu dilakukan
redefinisi harus dilakukan sebelum kode etik akhir berakhir.
d. Jika kita ingin implementasi dan tindak lanjut kode etik harus menjadi
ajang sukses, umpan balik terus menerus diperlukan.
e. Meninjau, memodifikasi, memperbarui dan jika ada
ketidakkonsistenan antara norma, nilai dan praktik, harus diungkapkan.
Selanjutnya diperlukan modifikasi dan updasi yang harus dilakukan.
f. Mekanisme pengendalian: untuk penegakkan kode etik yang efektif,
beberapa sistem sanksi harus ada. Beberapa contoh kode etik
perusahaan diberikan dibawah ini:
8
Weaver.gr. corporate ethics practices in the mid1990’s an empirical study of the fortune 1000. Jurnal
of business wthics 1999.
Kode Etik Insinyur
Komite Etika
1. Penilaian berkala
2. Sering pertemuan tentang masalah etika
3. Komunikasi yang tepat tentang kode etik dari tingkat atas sampai bawah
9
Loe tw. Farrel. A review of empirial studies assessing ethical desicsion making in busisnnes. Journal
of business. 2000
4. Menetapkan sistem penghargaan dan hukuman
5. Menegakkan kode
6. Melaporkan secara tepat waktu kepada BOD’S10
Advokat Etika
Seorang spesialis etika atau petugas adalah anggota dewan direksi yang
memainkan peran kunci untuk membimbing perilaku etis, sebuah kontribusi
yang baik dan luas dalam pengambilan keputusan dewan. Dia menunjukkan
jalan yang benar kepada anggota dewan serta pengambil keputusan lainnya
dalam hal etika.11
Seperti yang kita ketahui motivasi adalah memiliki dampak yang besar
pada perilaku karyawan sehingga cara terbaik untuk membuat orang di jalur
etis adalah pembentukan sistem penghargaan. Jadi, bila perilaku orang adalah
cara yang tidak etis, mereka melakukannya untuk mendapatkan pahala yang
10
Robbin.dp. social responsibility ethics and marketing strategi : closing the gap between concept an
application, journal of marketing. 1987
11
Scwart. The nature of the relationship between corporate codes of ethics and behaviour. Journal
businesss ethick 2001.
tersembunyi sehingga organisasi harus mengembangkan semacam sistem
dimana setiap orang yang menunjukkan perilaku etis harus dihargai dan
siapapun yang menunjukkan perilaku tidak etis harus dihukum. Jadi untuk
masa depan orang akan mengambil pelajaran dan mencoba bersikap etis.
Whistle Blowing
12
Reave. Spiritual values and practices related to ledearship effectivinees. 2005
karyawan tersebut. Atasan tidak bisa menganiaya karyawan karena whistle
blowing. Sebenarnya tidakperlu atasan benar-benar melanggar hukum.
Karyawan bisa melakukan whistle blowing atau sesuatu yang tidak ilegal di
tempat pertama. Karyawan tersebut masih terlindungi dari pembalasan atau
penghentian namun yang terpenting dalam whistle blowing adalah bahwa
kepercayaan karyawan tentang pelanggaran undang-undang yang akan
dilaporkan harus masuk akal.
13
Biesta. Good education in an age of measurement : ethics. Politics. Democracy. Tylorfrancis.com.
2015
terbaru dalam bisnis telah menghancurkan kepercayaan pada
manajemen puncak dan secara signifikan menurunkannya kepercayaan
publik terhadap bisnis. Organisasi juga dapat menjadi "tong yang
buruk," bukan karena individu di dalamnya buruk, tetapi karena
tekanan untuk berhasil menciptakan peluang yang menghargai
keputusan yang tidak etis. Untuk mempromosikan perilaku hukum dan
etika, program etika organisasi membantu dengan membentuk,
mengkomunikasikan, dan memantau nilai-nilai etika dan persyaratan
hukum yang menjadi ciri sejarahnya, budaya, industri, dan lingkungan
operasi. Nilai versus Program Kepatuhan Tidak peduli apa tujuannya,
program etika dikembangkan sebagai sistem kontrol organisasi,
tujuannya yaitu menciptakan prediktabilitas dalam perilaku karyawan.
14https://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&nv=1&prev=search&rurl=translate.googl
e.com&sl=en&sp=nmt4&u=https://fke2014.files.wordpress.com/2014/02/developing-an-effective-ethics-
program_.pdf&xid=17259,15700022,15700186,15700191,15700256,15700259,15700262,15700265&usg=ALkJrhi
XdIB110279qK8W-yhfORz6MmoAg
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
STUDI KASUS
LAMPIRAN