Anda di halaman 1dari 24

MENGEMBANGKAN PROGRAM ETIKA YANG EFEKTIF

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis

Dosen Pengampu :

Kus Irawan Prabowo, M.Pd

Disusun oleh:

Kelompok 7 Kelas MBS 3-I

Irwan Dwi Ciptanto (12405183410)

Nita Permata Sari (12405183411)

Ari Widyawati (12405183434)

Galih Setyawan (12405183438)

JURUSAN MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWarohmatullohiWabarrakatuh

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah yang berjudul “Mengembangkan Program Etika Yang Efektif”.Atas
dukungan moral danmateri yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka
diucapkan banyak terimakasih kepada:

1. BapakDr. Maftukhin,M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung.


2. Kus Irawan Prabowo, M. Pd. Selaku dosen pengampu mata kuliah Etika
Bisnis.
3. Orang tua yang telah memberikan doa dan dorongannya.
4. Teman-teman semua yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.

Makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran
dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikumWarohmatullohiWabroktuh

Tulungagung, 12 September 2019

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………i

KATA PENGANTAR……………………………………………….ii

DAFTAR ISI………………………………………………………...iii

BAB I PENDAHUAN……………….……………………………......1

A. LatarBelakang……………………………………………………..1

B. RumusanMasalah…………………………………………..….......1

C. Tujuan……….……………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………......3

BAB III PENUTUP………………………………………...……...…8

A. Kesimpulan…………………………………………..……………8

B. Saran………………………………………………......…………..9

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah etika bisnis atau etika usaha akhir-akhir ini semakin banyak
dibicarakan bukan hanya di tanah air kita, tetapi juga di negara-negara lain
termasuk di negara-negara maju. Perhatian mengenai masalah ini tidak
terlepas dari semakin berkembangnya dunia usaha kita sebagai hasil
pembangunan selama ini. Peran dunia usaha dalam perekonomian begitu
cepatnya, sehingga dalam hal investasi, misalnya, sekarang sudah 3 kali
investasi pemerintah. Kegiatan bisnis yang makin merebak baik di dalam
maupun di luar negeri, telah menimbulkan tantangan baru, yaitu adanya
tuntutan praktek bisnis yang baik, yang etis, yang juga menjadi tuntutan
kehidupan bisnis di banyak negara di dunia. Transparansi yang dituntut oleh
ekonomi global menuntut pula praktik bisnis yang etis. Dalam ekonomi pasar
global, kita hanya bisa survive kalau mampu bersaing.
Para ahli sering berkelakar bahwa pengertian etika bisnis merupakan
sebuah kontradiksi istilah karena ada pertentangan antara etika dan minat
pribadi yang berorientasi pada pencarian keuntungan. Ketika ada konflik
antara etika dan keuntungan, bisnis lebih memilih keuntungan daripada etika.
Buku Business Ethics mengambil pandangan bahwa tindakan etis merupakan
strategi bisnis jangka panjang terbaik bagi perusahaan sebuah pandangan yang
semakin diterima dalam beberapa tahun belakangan ini. Oleh karena itu,
pemahaman tentang etika bisnis diperlukan untuk para pelaku bisnis agar
usaha yang dijalankan dapat menjadi suatu usaha bisnis yang beretika dan
mengurangi resiko kegagalan. Selain itu pemahaman tentang pengertian
komunikasi terutama komunikasi bisnis.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika Bisnis


Etika merupakan aturan mengenai prinsip – pinsip dan nilai – nilai
moral yang mengatur perilaku seorang atau kelompok mengenai apa yang
benar dan yang salah. Etika berhububgan dengan nilai – nilai internal yang
merupakan bagian dari budaya perusahaan dan membentuk keputusan yang
berkaitan dengan tanggungjawab sosial sehubung dengan lingkungan
eksternal. Banyak perusahaan dan individu mendapat kesulitan karena
memiliki pandangan sederhana bahwa pilihan yang mereka miliki hanya diatur
oleh undang – undang atau pilihan bebas. Suatu pilihan yang lebih baik adalah
dengan mengenali bidang etika dan menerima nilai – nilai moral sebagai
kekuatan yang besar yang dapat mengatur perilaku baik di dalam maupun
diluar perusahaan. Karena prinsip – prinsip etika dan tanggung jawab sosial
makin dikenal luas, perusahaan dapat menggunakan kode etik dan budaya
prusahaan mereka untuk mengatur perilaku, dengan demikian dapat
menghapuskan kebutuhan akan undang – undang tambahan dan menghindari
masalah – masalah pilihan yang terkekang.1

B. Pentingnya Etika dalam Dunia Bisnis


Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma
yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak
bisa dipisahkan itu membawa serta etika – etika tertentu dalam kegiatan
bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis
terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat
bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang
bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi
berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang
nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu
menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang

1
Rafsandjani dan Rieza Firdian, Pengantar Bisnis Bagi Pemula, (Malang: CV Kaiutsar Abadi, 2017), hlm.
109 – 110.
melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta
perkembangan di bidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-
pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju
pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum
dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan
dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni
menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar
internasional.2

C. Kebutuhan akan Perubahan dalam Etika Bisnis


Setiap hari, para pemimpin organisasi melaporkan kesulitan dalam
pencarian mereka untuk menciptakan strategi yang bekerja tanpa peningkatan
disfungsi di antara karyawan organisasi. Isu-isu yang dikutip tampaknya
berkontribusi terhadap kebanyakan masalah atau hambatan yang menghantui
pemimpin organisasi meliputi:
1. kurangnya pemahaman tentang strategi organisasi oleh manajer,
dengan demikian berdampak pada tingkat kenyamanan karyawan yang
dituntut melakukan strategi.
2. pengembangan strategi yang berfokus pada satu bagian dari organisasi
tanpa pengakuan dampaknya pada area lain perusahaan, menciptakan
masalah bahwa sebelumnya tidak ada.
3. kelanjutan dari masalah yang tidak terselesaikan, atau keputusan satu
arah, yang hanya menguntungkan organisasi, menciptakan area
ketidakpercayaan dan ketidaknyamanan yang mencegah manajer mulai
dari perencanaan atau pengembangan strategi yang efektif untuk
menyelesaikan organisasi dan masalah manusia.
4. pola pikir yang berbeda antara manajer eksekutif dan tingkat menurun
dari akuntabilitas dalam organisasi, menciptakan garis singgung dalam
strategi yang membelok keluar dari rencana para pemimpin.

2
Sukrisno.agos. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.2018. hlm 68
5. strategi tidak jelas atau tidak aman yang membuat karyawan gagal,
menciptakan strategi untuk perlindungan karyawan daripada
keberhasilan suatu produk atau layanan.

Dalam buku The Congruence of People and Organizations, disfungsi


penyembuhan dari bagian dalam ke luar (Williams 1993), fokus dimulai
pada masalah konektivitas antara orang dan sistem. Untuk mengatasi
konektivitas itu, masalah tersebut didekati nilai - nilai dasar dan sistem
kepercayaan yang diciptakan dalam organisasi dan sistem sosial, menuntut
pendekatan etis. Dalam kekerasan organisasi, menciptakan resep untuk
perubahan (Williams 1994) strategi disajikan untuk mengatasi tindakan
dan memikirkan organisasi yang menciptakan pemisahan di antara
karyawan. Artinya bahwa inkonsistensi pemikiran dan tindakan para
pemimpin organisasi menciptakan sub paradigma yang tidak etis tentang
kekerasan sistemik yang menghalangi kemampuan karyawan untuk
bertindak, sehingga mengurangi efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Di keputusan bisnis, memulihkan kemitraan antara orang-orang dengan
organisasi (Williams 1996) fokusnya adalah pada integrasi orang dan
sistem untuk menciptakan jalur etis yang efektif untuk perubahan dan
pengembangan.

Dalam praktik konsultasi, penelitian, dan publikasi upaya yang


berkembang selama bertahun – tahun ialah keyakinan bahwa perilaku dan
pemikiran tidak etis terjadi, dan ketidaksesuaian terjadi antara orang dan
organisasi dan di antara orang-orang dalam organisasi menanamkan
strategi yang kurang berkelanjutan untuk kinerja jangka panjang dan
pendek. Ketika ada ketidakkonsistenan antara resep peran dan peran
perilaku dalam pengaturan organisasi, baik organisasi dan orang tersebut
menjadi terputus, terputus-putus dan disfungsional tidak etis dan tidak
selaras. Inkonsistensi semacam itu menciptakan disfungsi historis dan
sistemik dalam organisasi.3

3
Patrick O’Sullivan dan Mark Smith dan Mark Esposito, Business Ethics A critical approach: integrating
ethics across the business world, (New York: Routledge, 2012), hlm. 64 – 65.
Pada model ini, proses ganda paradigma yang membutuhkan
pemanfaatan karakteristik bisnis dan manusia untuk menciptakan
keselarasan pemikiran dan tindakan yang efektif dalam organisasi, para
pemimpin mereka dan manajer. Tujuan dari paradigma adalah untuk
membangun poin koneksi untuk pemikiran dan tindakan dalam bisnis dan
perilaku manusia itu menciptakan ketegangan emosional dan sistemik
yang diperlukan untuk perubahan. Lebih konektivitas antara pemikiran dan
tindakan, semakin banyak kesesuaian antara orang-orang perilaku dan
kinerja organisasi, semakin banyak terjadi keberlanjutan masyarakat,
pemerintah dan masyarakat.4

D. Pengembangan Etika Bisnis


Etika bisnis dapat dilihat dari berbagai perspektif. Etika bisnis dapat dilihat
dari normatif ataupun perspektif deskriptif. Etika bisnis memiliki dimensi
makro atau sosial serta tingkat mikro atau perusahaan pertimbangan dan
dimensi manajerial. Ruang lingkup etika begitu luas sehingga mempengaruhi
hampir setiap keputusan yang diambil dalam sosial interaksi.
Keputusan normatif dalam budaya organisasi berhubungan dengan
organisasi bisnis yang harus mempertimbangkan dalam mengevaluasi dan
meningkatkan perilaku etis mereka (Laczniak dan Murphy, 2006). Keputusan
normatif didasarkan pada deontologis dan teleologis norma. Norma
deontologis melibatkan hypernorm dan norma lokal yang dijelaskan oleh
Donaldson dan Dunfee (1994) sebagai kontrak sosial integratif. Dalam
evaluasi deontologis, pengambil keputusan mengevaluasi kebenaran atau
kesalahan bawaan dari perilaku yang ditunjukkan oleh setiap alternatif (Hunt
dan Vitell, 2006).
Deontologi mengasumsikan ada norma tetap absolut, atau perilaku yang
diharapkan, untuk menyelesaikan masalah etika. Keputusan tersebut
dibandingkan dengan norma yang telah ditentukan yang dapat berhubungan
dengan kejujuran, keadilan, dan kepercayaan atau norma perilaku lainnya.
Keputusan teleologis didasarkan pada empat elemen:
1. konsekuensi yang dirasakan pada masing-masing keputusan untuk
kelompok pemangku kepentingan.

4
Ibid., hlm. 66.
2. probabilitas bahwa konsekuensi akan terjadi untuk masing-masing
kelompok pemangku kepentingan.
3. keinginan dari setiap konsekuensi.
4. pentingnya masing-masing pemangku kepentingan grup (Hunt dan
Vitell, 2006).
Teleologi sering disebut konsekuensialisme karena individu menggunakan
teleologi mendasarkan keputusan pada filsafat, seperti egoisme dan
utilitarianisme. Utilitarian percaya bahwa mereka mencapai manfaat terbesar
bagi semua orang yang terkena dampak keputusan. Oleh karena itu, keputusan
teleologis didasarkan pada keputusan fleksibel berdasarkan pada konsekuensi
atau manfaat bagi sejarah.5
Perspektif deskriptif atau positif berusaha untuk menggambarkan,
menjelaskan, memprediksi, dan memahami kegiatan etika bisnis dan
fenomena yang benar-benar ada (Hunt, 1991). Dengan kata lain, pendekatan
deskriptif untuk etika bisnis meneliti apa yang sebenarnya ada, bukan apa
organisasi harus dilakukan. Dalam sebuah organisasi, perspektif deskriptif
akan memeriksa kebijakan konflik minat, strategi, sistem kepatuhan, dan
berbagai artefak standar etika dalam organisasi.
Perspektif normatif pada tingkat mikro menjelaskan tentang nilai atau norma
dan prinsip untuk keputusan organisasi. Sedangkan pada tingkat makro
menjelaskan tentang norma, prinsip, dan sistem ekonomi yang adil atau
keadilan distributif. Sedangkan pada perspektif diskriptif, pada tingkat mikro
menjelaskan tentang kode, standar perilaku, dan sistem keputusan untuk
organisasi. Sedangkan pada tingkat makro, perspektif diskriptif ini
menjelaskan tentang kebijakan public dan legalisasi etika bisnis. Pada tingkat
mikro disebut sebagai perilaku etika bisnis unit individu (seperti wirausaha).
Sedangkan pada makro mengacu pada dampak dari keputusan bisnis pada
berbagai pemangku kepentingan di masyarakat.

5
O. C. Ferrell dan Linda Ferrell, Historical Developments of Business Ethics: Then to Now,
https://danielsethics.mgt.unm.edu/pdf/Historical%20Development%20of%20Business%20Ethics.pdf,
hlm. 3 – 4.
E. Penerapan etika pada organisasi perusahaan
Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini:
1. Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena
aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan
bahwa perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang
disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka
bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa
tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian
yang sama yang dilakukan manusia.
2. Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak
masuk akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung
jawab karena ia gagal mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa
organisasi memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin
yang anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal
yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk
akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena
ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti
mesin yang gagal bertindak secara moral. Karena itu, tindakan perusahaan
berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, indivdu-individulah
yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan
tanggung jawab moral: individu manusia bertanggung jawab atas apa yang
dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan
mengalir dari pilihan dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak
keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan
oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak secara
moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan
bertindak secara bermoral. 6

6
Steade et al (1984: 701), Etika Bisnis, Business, Its Natural and Environment An
Introduction”. Hlm 171.
“Griffin” menjelaskan beberapa daerah khusus yang mempengaruhi cara
kerja manajerial

a. Organisasi terhadap karyawan


Ini mencakup area upah dan kondisi kerja, perekrutan dan penembakan
dan privasi karyawan.
b. Karyawan terhadap organisasi
Bagaimana karyawan memperlakukan organisasi. Begitu banyak isu etis
yang terlibat, apakah ada keputusan yang dibuat untuk kepentingan
karyawan dan terhadap perusahaan. Apakah karyawan mempertahankan
tingkat kejujuran dan kerahasiaan atau hanya menjualnya untuk
keserakahan mereka.
c. Organisasi terhadap lembaga ekonomi lainnya
Seberapa jauh organisasi bersikap adil dengan perlakuan terhadap agen
ekonomi lainnya seperti pemangku kepentingan, pemasok, pelanggan,
pesaing dan dealer. Perilaku dan perlakuan semua eksekutif terhadap
semua pemangku kepentingan didikte oleh standar etika.

F. Unsur program untuk mengembangkan perilaku etis perusahaan dalam


organisasi
1. Pelatihan Etika
Untuk mencapai keunggulan perusahaan disemua bidang dan disiplin
seperti penjualan dan pemasaran transaksi keuangan, transaksi
internasional, sistem teknis, prosedur pembelian, adalah kebutuhan
mendesak sekarang ini. Tapi memberikan pelatihan etika kepada karyawan
merupakan konsep yang cukup baru. Meskipun beberapa orang mendapat
kesan bahwa pelatihan etika tidak mungkin dilakukan, namun kami hanya
menyangkalnya karena banyak perusahaan telah memulai program
pelatihan mereka dalam etika seperti beberapa perusahaan AS; General
Dynamics, McDonnell Douglas. Setiap tempat diseluruh dunia ada
kebutuhan besar akan pelatihan etika yang dirancang dengan benar dan
dengan hati-hati dirancang program pelatihan etika dapat memberikan
kontribusi positif. Meskipun Anda tidak dapat membandingkan hasil
pelatihan etika dengan pelatihan lain seperti teknik yang hanya setelah
pelatihan, anda akan menemukan hasilnya dalam pengetahuan yang
dipelajari dari peserta pelatihan, hal yang sama tidak akan terjadi dalam
pelatihan etika namun dampaknya akan terjadi sepanjang masa.7

Tujuan dasar pelatihan etika adalah:

a. Membuat karyawan menyadari kebijakan perusahaan mengenai


masalah etika.
b. Untuk melatih mereka bagaimana menerapkan dan dimana
menerapkan prinsip etika pada masalah pekerjaan setiap hari.
c. Dari atas ke bawah dalam organisasi siapa saja yang mengahadapi
pertanyaan etis di tempat kerja diberi pelatihan dengan bantuan studi
kasus simulasi berdasarkan kejadian aktual di perusahaan.

“Robert Kreither” telah menyediakan fitur kunci dari program


pelatihan etika yang efektif:

a. Dukungan manajemen puncak.


b. Membuka diskusi dalam menyelesaikan kasus realistis.
c. Iklim organisasi yang memberi penghargaan pada perilaku etis.
d. Pencantuman tema etika pada semua pelatihan.
e. Mekanisme untuk melaporkan pelanggaran etika secara anonim.
f. Sirkulasikan salinan kode etik di antara semua staf dengan penjelasan
tentang prosedur kerja dan keterlibatan mereka didalamnya.
2. Kode Etik
Kode etik pada dasarnya mencerminkan nilai-nilai utama organisasi,
norma kepercayaan dan aturan etika operasi. Kode etik harus dibingkai
untuk mendorong perilaku etis dalam organisasi manapun dan harus
didukung oleh manajemen puncak. Praktek umum yang lazim dalam
organisasi kita kode etik direncanakan, diajukan, didiskusikan dan
didefinisikan oleh perusahaan eksekutif puncak dan kemudian diterbitkan
dan didistribusikan ke staff. Tetapi terkadang anggota staf menunjukkan
reaksi mereka terhadap kode etik ini dengan keraguan, kecurigaan dan

7
Edy.Sutrisno.Budaya Organisasi. Jakarta: Penerbit Prenada Media Group.2010. hlm 91
percaya bahwa norma dan keprcayaan yang dikembangkan dalam
organisasi ini hanya menunjukkan gambaran palsu.
“Cater McNamara” mengemukakan, “ketika mengelola masalah yang
kompleks, terutama dalam krisis, memiliki kode sangat penting, dialog dan
refleksi di seputar nilai etika menghasilkan kepekaan dan konsensus etis”.
Hal yang sangat penting adalah kode etik harus efektif.8
‘Kaptein dan Klamer’ (1991) telah mencantumkan beberapa syarat
untuk kode etik yang efektif:
a. Pengantar harus didukung oleh manfaat penting untuk mengadopsi dan
mematuhi kode.
b. Penerimaan umum dan penerimaan kode etik harus ada.
c. Proses pembahasan yang tepat, pengecekan dan jika perlu dilakukan
redefinisi harus dilakukan sebelum kode etik akhir berakhir.
d. Jika kita ingin implementasi dan tindak lanjut kode etik harus menjadi
ajang sukses, umpan balik terus menerus diperlukan.
e. Meninjau, memodifikasi, memperbarui dan jika ada
ketidakkonsistenan antara norma, nilai dan praktik, harus diungkapkan.
Selanjutnya diperlukan modifikasi dan updasi yang harus dilakukan.
f. Mekanisme pengendalian: untuk penegakkan kode etik yang efektif,
beberapa sistem sanksi harus ada. Beberapa contoh kode etik
perusahaan diberikan dibawah ini:

Kode Etik untuk Manajer Pemasaran (oleh American Marketing


Association)

1. Menghadapi kejujuran dan keadilan yang lengkap.


2. Dalam etiap tahap pengembangan produk semua standar harus dijaga.
3. Ikuti semua prinsip hak dan kewajiban dalam proses pertukaran.
4. Strategi penetapan harga yang adil.
5. Taktik promosi yang salah, menyesatkan dan manipulatif harus
dihindari.
6. Riset pasar harus dilakukan dan dilakukan dengan cara sehingga
mencapai tujuan.

8
Weaver.gr. corporate ethics practices in the mid1990’s an empirical study of the fortune 1000. Jurnal
of business wthics 1999.
Kode Etik Insinyur

Beberapa kode etik insinyur telah dikembangkan oleh National Society of


Professional Engineers yang menekankan pada:

1. Hindari rekayasa usaha yang tidak aman.


2. Jangan membocorkan informasi rahasia.
3. Anjurkan konsekuensinya, jika saran teknis ditolak oleh orang non-
teknis.
G. Sistem Pengembangan Etika Organisasi

Beberapa unsur penting adalah:

a. Pengembangan kebijakan etika kerja tangan dan manual untuk tata


pemerintahan dan integritas diri.
b. Komitmen manajemen puncak yang sangat penting bagi etika perusahaan
harus dikomunikasikan dengan baik.
c. Untuk menikmati hasil perbaikan terus-menerus, penilaian reguler harus
dilakukan terhadap etik
d. Pelaporan etika yang sehat dan proses penyelesaian konflik bagi pelaku
yang salah.
e. Dengan Bench Marking untuk menilai sistem integritas individu dan juga
organisasi.9

Komite Etika

Pembentukan komite etika juga merupakan konsep baru. Di beberapa


perusahaan, sebuah komite berdiri dibentuk untuk menerapkan konsep etis
dalam praktik, komite-komite ini dipimpin oleh dewan direksi (Internal
maupun eksternal):

Fitur dan fungsi yang menonjol dari komite ini adalah:

1. Penilaian berkala
2. Sering pertemuan tentang masalah etika
3. Komunikasi yang tepat tentang kode etik dari tingkat atas sampai bawah

9
Loe tw. Farrel. A review of empirial studies assessing ethical desicsion making in busisnnes. Journal
of business. 2000
4. Menetapkan sistem penghargaan dan hukuman
5. Menegakkan kode
6. Melaporkan secara tepat waktu kepada BOD’S10

Advokat Etika

Seorang spesialis etika atau petugas adalah anggota dewan direksi yang
memainkan peran kunci untuk membimbing perilaku etis, sebuah kontribusi
yang baik dan luas dalam pengambilan keputusan dewan. Dia menunjukkan
jalan yang benar kepada anggota dewan serta pengambil keputusan lainnya
dalam hal etika.11

Mengintegrasikan Konsep Etika

Eksekutif tingkat senior memiliki tanggung jawab untuk menerapkan


dan mengintegrasikan konsep etis dalam tindakan sehari-hari. Mereka harus
membangun semacam struktur yang mendukung perilaku etis seperti informasi
yang tepat kepada karyawan baru mengenai standar etika, penilaian kinerja
tahunan, pedoman etika dan sistem internal yang sangat penting yang
membuat manajemen yang lebih tinggi menyadari adanya pelanggaran pada
waktunya.

Menurut “Purcell and James Weber” pelembagaan etika dapat dilakukan:

1. Dengan pembentukan komite etika.


2. Dengan memberikan pelatihan etika dalam program pengembangan
manajemen.
3. Dengan menetapkan peraturan etis, norma dan kode etik.

Sistem hukuman dan penghargaan

Seperti yang kita ketahui motivasi adalah memiliki dampak yang besar
pada perilaku karyawan sehingga cara terbaik untuk membuat orang di jalur
etis adalah pembentukan sistem penghargaan. Jadi, bila perilaku orang adalah
cara yang tidak etis, mereka melakukannya untuk mendapatkan pahala yang

10
Robbin.dp. social responsibility ethics and marketing strategi : closing the gap between concept an
application, journal of marketing. 1987
11
Scwart. The nature of the relationship between corporate codes of ethics and behaviour. Journal
businesss ethick 2001.
tersembunyi sehingga organisasi harus mengembangkan semacam sistem
dimana setiap orang yang menunjukkan perilaku etis harus dihargai dan
siapapun yang menunjukkan perilaku tidak etis harus dihukum. Jadi untuk
masa depan orang akan mengambil pelajaran dan mencoba bersikap etis.

Whistle Blowing

Whistle Blowing adalah saat seorang karyawan memberi tahu


majikannya, siapa yang melanggar hukum. Ini pertama kali digunakan untuk
pegawai pemerintah yang mengajukan keluhan ke publik tentang korupsi dan
kemudian digunakan di sektor swasta dalam situasi yang sama. Dalam arti
sebenarnya dalam whistle blowing, karyawan harus mengetahui tindakan
ilegal tersebut kepada seseorang di luar perusahaan. Ini harus menjadi
pemerintah atau lembaga penegak hukum. Karyawan yang memberitahukan
kepada atasan mereka dilindungi undang-undang. Whistle blowing
berlangsung di dalam sebuah organisasi dan hanya bisa dilakukan satu hari
anggota/mantan anggota sebuah organisasi.12

Sejauh menyangkut whistle blowing internal, sedikit banyak semacam


keluhan dan terkadang karyawan tersebut dilindungi oleh undang-undang.
Namun karyawan tersebut mungkin dilindungi oleh undang-undang lain
karena tidak adil dan ilegal untuk memecat seseorang karena mengeluhkan
pelecehan atau diskriminasi seksual. Jika kita berbicara tentang whistle
blowing eksternal yang bertiup tidak semua whistle blowing sama-sama
bertentangan dengan organisasi yang terkena dampak, meskipun paling tidak
sebuah rasa malu bagi sebuah organisasi untuk diekspos sebagai salah satu
yang tidak dapat memperbaiki masalahnya sendiri.

Ada banyak badan pengatur seperti OSHO (Organisasi Keselamatan


dan Kesehatan Kerja) yang ada untuk melakukan pengawasan dan whistle
blowing dapat dilakukan secara anonim. Tapi kita bisa melihat bahwa pergi ke
agen-agen ini biasanya lebih tidak bersahabat daripada pergi ke media. Jika
karyawan tersebut telah melaporkan kegiatan yang diduga ilegal ke badan
penegak hukum, dia dilindungi. Atasan tidak dapat membatasi terhadap

12
Reave. Spiritual values and practices related to ledearship effectivinees. 2005
karyawan tersebut. Atasan tidak bisa menganiaya karyawan karena whistle
blowing. Sebenarnya tidakperlu atasan benar-benar melanggar hukum.
Karyawan bisa melakukan whistle blowing atau sesuatu yang tidak ilegal di
tempat pertama. Karyawan tersebut masih terlindungi dari pembalasan atau
penghentian namun yang terpenting dalam whistle blowing adalah bahwa
kepercayaan karyawan tentang pelanggaran undang-undang yang akan
dilaporkan harus masuk akal.

Jadi, singkatnya, kita dapat mengatakan untuk mengembangkan


infrastruktur etika dalam organisasi, perusahaan harus mengembangkan
beberapa kebijakan mengenai whistle blowing seperti:

 Prosedur pelaporan yang jelas


 Jaminan untuk tidak melakukan pembatasan
 Penyataan tanggung jawab komunikasi yang efektif bagi karyawan.
 Profesional HR yang terlatih untuk menerima dan menyelidiki laporan
 Komitmen dari otoritas yang lebih tinggi untuk mengambil tindakan yang
tepat13

H. Mengembangkan program etika yang efektif


1. Tanggung jawab korporasi sebagai agen moral.

Semakin lama, korporasi dipandang tidak hanya sebagai entitas


yang menghasilkan laba tetapi juga sebagai agen moral bertanggung
jawab atas perilaku mereka kepada karyawan, investor, pemasok, dan
pelanggan mereka. Publisitas di media berita tentang isu-isu spesifik
seperti tunjangan karyawan, kompensasi eksekutif, produk yang cacat,
praktik persaingan, dan pelaporan keuangan berkontribusi terhadap
reputasi perusahaan sebagi agen moral.

2. Perlunya program etika organisasi

Mereka membantu menyadarkan karyawan akan potensi


masalah hukum dan etika di lingkungan kerja mereka. Skandal etika

13
Biesta. Good education in an age of measurement : ethics. Politics. Democracy. Tylorfrancis.com.
2015
terbaru dalam bisnis telah menghancurkan kepercayaan pada
manajemen puncak dan secara signifikan menurunkannya kepercayaan
publik terhadap bisnis. Organisasi juga dapat menjadi "tong yang
buruk," bukan karena individu di dalamnya buruk, tetapi karena
tekanan untuk berhasil menciptakan peluang yang menghargai
keputusan yang tidak etis. Untuk mempromosikan perilaku hukum dan
etika, program etika organisasi membantu dengan membentuk,
mengkomunikasikan, dan memantau nilai-nilai etika dan persyaratan
hukum yang menjadi ciri sejarahnya, budaya, industri, dan lingkungan
operasi. Nilai versus Program Kepatuhan Tidak peduli apa tujuannya,
program etika dikembangkan sebagai sistem kontrol organisasi,
tujuannya yaitu menciptakan prediktabilitas dalam perilaku karyawan.

Kode etik adalah pedoman untuk prinsip-prinsip moral atau


nilai-nilai yang digunakan oleh organisasi untuk mengarahkan
perilaku, keduanya untuk organisasi itu sendiri dan karyawannya,
dalam semua kegiatan bisnis mereka, internal dan eksternal. Kode
perilaku biasanya menetapkan jenis perilaku yang dapat diterima atau
tidak dapat diterima. Pernyataan nilai melayani masyarakat umum dan
juga membahas berbagai kelompok seperti pemangku kepentingan.
Pernyataan nilai disusun oleh manajemen dan dikembangkan
sepenuhnya dengan masukan dari semua pemangku kepentingan.

 Keuntungan kode etik.


a. Sinyal kepada pemasok dan pelanggan merupakan harapan
organisasi akan perilaku yang benar.
b. Memberikan panduan eksplisit kepada manajer dan
karyawan sehingga mereka tahu apa yang diharapkan dari
mereka hal perilaku etis
c. Mempromosikan budaya kepercayaan akan keunggulan
dengan menunjukkan komitmen organisasi untuk perilaku
etis.
 Kerugian dari kode etik
a. Kode perusahaan dapat menyebabkan pesimisme karyawan
jika hanya dilihat sebagai latihan kertas.
b. Pengenalan dan implementasi kode yang efektif
membutuhkan banyak waktu dari senior pengelolaan.
c. Tanpa panduan yang tepat, berbagai bagian organisasi dapat
menafsirkan kode secara berbeda, akhirnya mendevaluasi
itu.
 Alasan mengapa kode etik mungkin gagal
a. Tidak dipromosikan dan karyawan tidak membacanya.
b. Tidak mudah diakses.
c. Ini ditulis terlalu legalistik dan oleh karena itu tidak dapat
dimengerti oleh rata-rata karyawan.
d. Ini ditulis terlalu samar, tidak memberikan arahan yang
akurat.
e. Manajemen puncak tidak pernah merujuk pada kode dalam
tubuh atau jiwa.

3. Mengembangkan & Menerapkan Program Etika


1. Pertimbangkan bidang-bidang risiko dan nyatakan nilai-nilai yang
diperlukan untuk mematuhi hukum dan peraturan. Nilai-nilai
adalah penyangga penting dalam mencegah pelanggaran serius.
2. Identifikasi nilai-nilai yang secara khusus menangani masalah etika
saat ini.
3. Pertimbangkan nilai-nilai yang menghubungkan organisasi dengan
orientasi pemangku kepentingan. Mencoba menemukan tumpang
tindih di nilai-nilai organisasi dan pemangku kepentingan.
4. Jadikan kode dimengerti dengan memberikan contoh yang
mencerminkan nilai.
5. Komunikasikan kode sesering mungkin dan dalam bahasa yang
dapat dimengerti karyawan.
6. Merevisi kode setiap tahun dengan masukan dari anggota
organisasi dan pemangku kepentingan.14

14https://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&nv=1&prev=search&rurl=translate.googl

e.com&sl=en&sp=nmt4&u=https://fke2014.files.wordpress.com/2014/02/developing-an-effective-ethics-
program_.pdf&xid=17259,15700022,15700186,15700191,15700256,15700259,15700262,15700265&usg=ALkJrhi
XdIB110279qK8W-yhfORz6MmoAg
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

SARAN
DAFTAR PUSTAKA
STUDI KASUS
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai