Anda di halaman 1dari 35

TUGAS MAKALAH

MANAJEMEN STRATEGIK

ETIKA BISNIS, GCG, CSR DALAM MENDUKUNG MANAJEMEN STRATEGIS

Oleh :

Kelompok 7

AZZAM AL AFFAN 1910003530250 ( Ketua )


AYU WIDYA NINGSIH 1910003530102 ( Anggota )
IKHWANUL FAJRI 1910003530271 ( Anggota )
TEGAR ALLISTIO PUTRA 1910003530193 ( Anggota )
SISKA YUNITA 1910003530126 ( Anggota )
M. ALMI DWI SAPUTRA 1910003530133 ( Anggota )

Dosen Pembimbing :
Hosra Afrizoni, SE., MM.

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS EKASAKTI PADANG
2021
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat Menyusun makalah Manajemen
Strategik yang berjudul “Etika Bisnis, GCG, CSR Dalam Mendukung Manajemen
Strategis”. Melalui makalah ini diharapkan pembaca memahami mengenai Etika
Bisnis, GCG, CSR Dalam Mendukung Manajemen Strategis. Ruang lingkup dalam
makalah ini terbatas pada kegiatan yang berkaitan dengan bidang Manajemen
Strategik.

Tidak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan, dukungan, dan motivasi kepada penulis dalam proses
penyusunan makalah ini, terimakasih kepada dosen pengampun pada matakuliah
Manajemen Strategik ini yaitu Bapak Hosra Afrizoni, SE., MM.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, saran, dan kritik yang membangun demi penyempurnaan makalah ini selalu di
harapkan. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Padang, 10 Oktober 2021


ii

DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................ i
Kata Pengantar ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

ETIKA BISNIS, GCG, CSR DALAM MENDUKUNG MANAJEMEN STRATEGIS

1. Etika Bisnis dan Manajemen Strategis ................................. 3


2. Etika Bisnis dan Permasalahan di Negara Berkembang ...... 12
3. Definisi Good Corporate Governance (GCG) dan Manajemen
Perusahaan ......................................................................... 13
4. Etika Bisnis dan Konsep Good Corporate Governance ........ 22
5. Good Corporate Governance dalam Konteks Bisnis
Masa Depan ........................................................................ 25

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................... 27
B. Saran ................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 27
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, dunia usaha semakin berkembang dan membutuhkan pengelolaan

yang baik, sehat, efektif dan efisien. Etika bisnis tidak disangkal lagi memiliki peran

yang sangat besar dalam hal tersebut. Menerapkan etika bisnis secara konsisten dapat

mewujudkan iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan merupakan salah satu

sumbangsih besar yang dapat diberikan oleh dunia usaha untuk mendorong terciptanya

pasar yang efisien, transparan dan mampu memberikan manfaat yang besar bagi

seluruh stakeholder-nya.

Saat ini seringkali muncul pertanyaan apakah etika bisnis merupakan suatu hal

yang penting bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Etika bisnis

dianggap sebagai suatu hal yang merepotkan yang seandainya tidak diindahkan pun

suatu bisnis tetap dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan. Berangkat

dari hal itu, peran etika sangat besar dalam melakukan kegiatan bisnis, maka sudah

selayaknya perusahaan menerapkan suatu prinsip Good Corporate Governance yang

dapat digunakan sebagai salah satu alatnya.

Untuk membatasi permasalahan yang akan di telaah dalam makalah ini, penulis

membatasinya dengan menggunakan rumusan masalah sebagai berikut :

1
2

B. Rumusan Masalah

1) Bagaimana peran etika bisnis, GCG dan CSR dalam mendukung manajemen strategi

C. Tujuan

1) Untuk mengetahui peran etika bisnis, GCG dan CSR dalam mendukunga manajemen

startegi.
BAB II

ETIKA BISNIS, GCG DAN CSR DALAM MENDUKUNG MANAJEMEN

STRATEGIS

1. Etika Bisnis dan Manajemen Strategi

1. Pengertian Etika Bisnis.

Etika sering dikaitkan dengan moral. Dalam bahasa latin Yunani Etika berasal

dari kata A thikos yang diterjemahkan dengan” mores” yang berati kebiasaan.

Aristoteles menyebutkan etika ini dalam bukunya “Ethique A nicomaque” sebagai

“mores” yang juga berarti kebiasaan. Kata moral ini mengacu pada baik dan buruknya

manusia terkait dengan tindakan, sikap dan ucapannya.

Menurut Muslich, etika bisnis adalah suatu pengetahuan tentang tata cara ideal

pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang

berlaku secara universal (2004:9).

Menurut Sumarni, etika bisnis ini terkait dengan masalah penilaian terhadap

kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran berusaha

(1998:21).

Menurut Bertens, etika bisnis bahkan lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh

hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal

ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-

abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum (2000).

3
4

2. Prinsip Etika Bisnis

Setelah mengetahui definisi teori etika bisnis menurut para ahli, selanjutnya

Anda perlu tahu beberapa prinsipnya. Bisnis yang beretika ini sebenarnya perlu

dipandang dari tiga sudut pandang seperti yang dirumuskan oleh Bertens (2013: 25):

▪ Dari sudut pandang ekonomi, bisnis yang baik adalah bisnis yang menghasilkan

keuntungan tanpa merugikan orang lain.

▪ Dari sudut pandang hukum, bisnis yang baik adalah bisnis yang tidak

melanggar aturan-aturan hukum.

▪ Dari sudut pandang moral, bisnis yang baik adalah bisnis yang sesuai dengan

ukuran-ukuran moralitas.

Sementara itu, menurut Sonny Keraf (1998), ada lima prinsip etika bisnis yang

bisa dijadikan suatu pedoman perilaku dalam menjalankan praktik tersebut:

Prinsip Otonomi

Prinsip otonomi menunjukkan sikap kemandirian, kebebasan, dan tanggung

jawab. Orang yang mandiri berarti orang yang dapat mengambil suatu keputusan dan

melaksanakan tindakan berdasarkan kemampuan sendiri sesuai dengan apa yang

diyakininya, bebas dari tekanan, hasutan, dan ketergantungan kepada pihak lain.

Prinsip Kejujuran

Prinsip kejujuran menanamkan sikap bahwa apa yang dipikirkan adalah apa

yang dikatakan, dan apa yang dikatakan adalah yang dikerjakan. Prinsip ini juga
5

menyiratkan kepatuhan dalam melaksanakan berbagai komitmen, kontrak, dan

perjanjian yang telah disepakati.

Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan menanamkan sikap untuk memperlakukan semua pihak secara

adil, yaitu suatu sikap yang tidak membeda-bedakan dari berbagai aspek baik dari

aspek ekonomi, hukum, maupun aspek lainnya.

Prinsip saling Untung

Prinsip saling menguntungkan menanamkan kesadaran bahwa dalam berbisnis

perlu ditanamkan prinsip win-win solution, artinya dalam setiap keputusan dan

tindakan bisnis harus diusahakan agar semua pihak merasa diuntungkan.

Prinsip Integritas Moral

Prinsip integritas moral adalah prinsip untuk tidak merugikan orang lain dalam

segala keputusan dan tindakan bisnis yang diambil. Prinsip ini dilandasi oleh kesadaran

bahwa setiap orang harus dihormati harkat dan martabatnya.

2. Pengertian Manajemen Strategi

Menurut Wiliam F. Gluech, manajemen strategis adalah keputusan yang

mengarah pada perumusan strategi untuk mencapai tujuan suatu perusahaan ataupun

organisasi.

John A. Pearce II dan Richard B. Robinson dalam buku Strategic Management

(2003) menyebutkan bahwa manajemen strategis adalah perencanaan skala besar dan
6

jangka panjang agar organisasi dapat berinteraksi secara efektif dalam produksi dan

mengoptimalkan pencapaian baik tujuan strategis maupun operasional.

J. David Hunger dan Thomas L. Wheelen dalam buku Manajemen Strategis

(2009) menyebutkan bahwa manajemen strategis adalah serangkaian keputusan dan

tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang.

Stephen P. Robins dan Mary Coulter dalam buku Manajemen (2010)

menyebutkan bahwa manajemen strategi adalah tugas penting yang dilakukan manajer

untuk mengembangkan strategi organisasi mencakup perencanaan, penggorganisasian,

kepemimpinan, dan pengendalian.

Fred R. David dalam buku Manajemen Strategis Konsep (2011) menyebutkan

bahwa manajemen strategis adalah seni dan ilmu perumusan, penerapan, evaluasi, dan

keputusan strategis untuk mencapai suatu tujuan organisasi.

Ghiffin (2000) mendefinisikan strategi sebagai rencana komprehensif untuk

mencapai tujuan organisasi. Tidak hanya sekedar mencapai, akan tetapi strategi juga

dimaksud untuk mempertahankan keberlangsungan organisasi dilingkungan dimana

organisasi tersebut menjalankan aktivitasnya. Bagi organisasi bisnis, strategi

dimaksudkan untuk mempertahankan keberlangsungan bisnis perusahaan,

dibandingkan para pesaingnya dalam memenuhi kebutuhan konsumen.


7

a. Komponen Pokok dalam Manajemen Strategi

Komponen pokok dalam menyusun strategi adalah:

• Adanya tujuan jangka panjang.

• Adanya evaluasi kinerja.

• Adanya evaluasi terhadap lingkungan diluar lembaga bisnis.

Dalam komponen tersebut dapat dipergunakan dalam menyusun

rencana strategi kurun waktu lima tahun atau lebih diwaktu yang akan datang setelah

dilakukan analisis yang baik.

b. Tahapan dalam penyusunan strategi bisnis sebagai berikut:

1. Identifikasi misi perusahaan.

2. Identifikasi tujuan jangka panjang dari bisnis.

3. Melakukan analisis terhadap kekuatan dan kelemahan dari bisnis.

4. Melakukan analisis terhadap peluang dan tantangan yang dihadapi di waktu

yang akan datang.

5. Perumusan strategi bisnis dalam kurun waktu lima tahun.

c. Jenis Strategi dalam Bisnis

Strategi yang ditetapkan dalam suatu bisnis bertingkat-tingkat, mulai

dari strategi korporat sebagai suatu strategi umum dan komprehensif yang akan

dijabarkan kedalam strategi devisi fungsional menjadi strategi operasional, strategi

pemasaran, strategi keuangan, dan strategi pengelolaan sumber daya manusia.


8

1. Strategi Persaingan Bisnis.

Berikut ini adalah beberapa metode yang lebih umum yang digunakan

untuk membedakan suatu produk:

a. Rancangan unik,.

b. Kemasan unik,

c. Merek unik.

2. Strategi Korporat.

Strategi korporat bersifat menyeluruh dan umum untuk seluruh aktivitas

bisnis sebagai suatu kesatuan strategi. Strategi ini ditetapkan berdasar pada analisis

SWOT yang dilakukan sebelumnya.

a. Strategi pertumbuhan.

Strategi ini dilakukan pada kondisi bisnis yang tumbuh dan berkembang,

meliputi:

a. Konsentrasi.

b. Perluasan Pasar.

c. Pengembangan Produk.

d. Integrasi Horizontal.

e. Integrasi Vertikal.

f. Diversifikasi Konsentrik.

g. Diversifikasi Konglomerasi.

h. Pertumbuhan Internal atau Akuisisi.


9

Akuisisi merupakan strategi untuk mengontrol seluruh kepemilikan

perusahaan lain dengan tujuan untuk menggunakan kompetensi inti perusahaan yang

diakuisisi menjadi bagian dalam portofolio perusahaan yang menakuisisi. Alasan

utamanya adalah untuk mencapai kekuatan pasar yang lebih besar. Kekuatan pasar

merupakan kemampuan menjual barang atau jasa ditingkat kompetitif dengan harga

lebih rendah dari pesaing.

a. Strategi penurunan harga pada perusahaan dominan.

b. Strategi perusahaan kecil (bukan dominan).

Bagi perusahaan yang kecil, strategi yang diterapkan ada beberapa

kemungkinan dan harus disesuaikan situasionalnya masing-masing, yaitu:

a. Strategi Efisiensi Cost, strategi bisnis yang mengupayakan agar terjadi

efisiensi biaya yang dikeluarkan.

b. Strategi Penguatan Kekhususan Produk, kekhususan produk atau jasa yang

dihasilkan yang tidak dimiliki oleh para pesaing perlu dikembangkan untuk

meningkatkan pangsa pasar.

c. Strategi Menggarap Pasar Khusus, pasar khusus (ceruk pasar) adalah pasar

yang tidak digarap dan diabaikan oleh para pesaing.

3. Strategi Fungsional Bisnis.

Fungsional bisnis adalah bagihan dari suatu unit usaha yang dapat terdiri

dari kegiatan operasi, kegiatan pemasaran, kegiatan keuangan, dan kegiatan


10

pengelolaan sumber daya manusia. Strategi fungsional atau divisional tersebut sebagai

berikut:

A. Strategi Operasi.

Dalam kegiatan operasi bisnis terdapat beberapa strategi:

a. Strategi Internally Neutral, menurut strategi ini barang atau jasa yang

dihasilkan tidak dipengaruhi oleh kondisi internal bisnis dan mendasarkan pada

hasil riset pasar yang dilakukan.

b. Strategi Eksternally Neutral, pada strategi ini barang atau jasa yang dihasilkan

tidak dipengaruhi oleh kondisi eksternal bisnis dan didasarkan pada

kemampuan dan kondisi internal bisnis.

c. Strategi Internally Supportif, strategi ini barang atau jasa yang dibuat tidak

lebih dipengaruhi oleh kondisi internal dan dipadukan dengan informasi yang

dipengaruhi dari pasar.

d. Strategi Eksternally Supportif, strategi ini barang atau jasa yang dibuat lebih

didominasi oleh pengaruh dari informasi pasar dan dipadukan dengan kondisi

internal bisnis.

4. Strategi Pemasaran.

Kegiatan pemasaran produk atau jasa pada visi pemasaran mempunyai

beberapa strategi:

1. Strategi berdasarkan posisi pasar.

dikenal adanya leader, challenger, follower, dan nicher.


11

2. Strategi sesuai kondisi Product Life Cycle.

Yaitu tahap perkenalan, tahap pertumbuhan, tahap kedewasaan atau

kejenuhan, tahap penurunan.

3. Strategi pengembangan produk

Yaitu Strategi keuangan dan Strategi sumber daya manusia.

d. Proses Manajemen Strategis.

Proses manajemen strategis secara garis besar dapat dibagi menjadi dua,

yaitu:

1. Strategic Planning (Perencanaan Strategis).

Proses ini mencakup dari mulai penentuan tujuan hingga penyusunan

strategi sebagaimana yang telah diuraikan didepan, sebagai contoh “menjadi market

leader dalam bisnis seluler”. Kemudian untuk contoh formulasi strategi misalnya

“Mahathera seluler mengakuisisi terhadap perusahaan kompetitor (Real seluler) yang

lemah secara manajemen namun memiliki keunggulan pangsa pasar.

2. Strategic Implementation (Implementasi Strategis).

Proses ini mencakup implementasi yang dijalankan berdasarkan strategi

yang dipilih dan juga pengendalian atas implementasi yang dilakukan. Sebagai contoh

pada fase administrasi sebagaimana digambarkan adalah “melakukan penggabungan

atau marger terhadap dua perusahaan besar”.

Proses manajemen strategi dapat diuraikan mulai dari penentuan arah

perusahaan meliputi perumusan visi, misi, dan tujuan perusahaan. Misi suatu
12

perusahaan merupakan tujuan unik yang membedakan perusahaan dengan perusahaan

lain yang sejenis dan mengidentifikasi lingkup operasinya. Secara singkat misi

menjelaskan bidang penekanan bagi produk, pasar, dan tekhnologi perusahaan

sehingga mencerminkan nilai dan prioritas dari pengambil keputusan strategi.

2. Etika Bisnis dan Permasalahan di Negara Berkembang

PENERAPAN GCG DI INDONESIA

Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate

Governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan

di posisi terhormat. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan

untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan

persaingan bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin

yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG (Daniri, 2005).

Pada tahun 1999, kita melihat negara-negara di Asia Timur yang sama-sama

terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia. Harus dipahami bahwa

kompetisi global bukan kompetisi antarnegara, melainkan antarkorporat di negara-

negara tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau terpuruk, pulih atau tetap

terpuruknya perekonomian satu negara bergantung pada korporat masing-masing

(Moeljono, 2005).

Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola

secara benar. Dalam bahasa khusus, korporat kita belum menjalankan governansi

(Moeljono). Survey dari Booz-Allen di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan
13

bahwa Indonesia memiliki indeks corporate governance paling rendah dengan skor

2,88 jauh di bawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72) dan Thailand (4,89). Rendahnya

kualitas GCG korporasi-korporasi diIndonesia ditengarai menjadi kejatuhan

perusahaan-perusahaan tersebut.

Konsultan manajemen McKinsey & Co, melalui penelitian pada tahun yang

sama, menemukan bahwa sebagian besar nilai pasar perusahaan-perusahaan Indonesia

yang tercatat di pasar modal (sebelum krisis) ternyata over valued. Dikemukakan

bahwa sekitar 90% nilai pasar perusahaan publik ditentukan oleh growth expectation

dan sisanya 10% baru ditentukan oleh current earning stream. Sebagai pembanding,

nilai dari perusahaan publik yang sehat di negara maju ditentukan dengan komposisi

30% dari growth expectation dan 70% dari current earning stream, yang merupakan

kinerja sebenarnya dari korporasi. Jadi, sebenarnya terdapat ”ketidak jujuran” dalam

permainan di pasar modal yang kemungkinan dilakukan atau diatur oleh pihak yang

sangat diuntungkan oleh kondisi tersebut.

3. Definisi Good Corporate Governance (GCG) dan Manajemen Perusahaan

1. Good Corporate Governance (GCG)

Good corporate governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang

mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value

added) untuk semua stakeholder (Monks,2003)

Pengertian Good Corporate Governance menurut Wahyudi Prakarsa

(2007:120) adalah sebagai berikut:


14

“Good Corporate Governance” yaitu mekanisme administratif yang mengatur

hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang

saham dan kelompok- kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-

hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan permainan dan sistem

insentif sebagai kerangka kerja yang diperlukan untuk menentukan tujuan-tujuan

perusahaan dan cara-cara pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang

dihasilkan.”

Sedangkan menurut Sukrisno Agoes (2011:101): “Tata kelola perusahaan yang

baik yaitu suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran

Dewan Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola

perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan

tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.”

Selain menurut dua ahli tersebut, pengertian Good Corporate Governance

(GCG) juga dikemukakan oleh Ardeno Kurniawan (2012:27): “Good Corporate

Governance” (GCG) atau tata kelola organisasi adalah seperangkat hubungan yang

terjadi antara manajemen, direksi, pemegang saham, dan stakeholder-stakeholder

lainnya seperti pegawai, kreditor, dan masyarakat.”

Menurut Cadbury Committe of United Kingdom dalam Sukrisno Agoes

(2011:101) memberikan pengertian sebagai berikut: “Tata kelola perusahaan yang baik

adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,

pengurus (pegelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para


15

pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak

dan kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan

mengendalikan perusahaan.”

Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah stewardship

theory dan agency theory (Chinn,2000; Shaw,2003). Stewardship theory dibangun di

atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya

dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas

dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia yang

dikehendaki para pemegang saham.

Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat

dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun

stakeholder. Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh Michael Johnson,

memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang

saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan

sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham.

Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respon lebih luas

karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran

mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory di

mana pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan

ketentuan yang berlaku.


16

Good corporate governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang

mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value

added) untuk semua stakeholder (Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam

konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi

dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk

melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap

semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.

Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate

governance, (Kaen, 2003; Shaw, 2003) yaitu fairness, transparency, accountability,

dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good

corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan

keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang

mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.

Konsep good corporate governance baru populerdi Asia. Konsep ini relatif

berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru dikenal di

Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok OECD

(kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara) mempraktikkan

pada tahun 1999.


17

2. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance

Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu:

1. Transparency (keterbukaan informasi)

2. Accountability (akuntabilitas)

3. Responsibility (pertanggungjawaban)

4. Independency (kemandirian)

5. Fairness (kesetaraan da kewajaran)

3. Kebijakan GCG

Kebijakan Good Corporate Governance ("Kebijakan ") ini disusun dengan

tujuan agar Kebijakan ini menjadi acuan bagi pelaksanaan good corporate governance

di Perusahaan. Sesuai dengan tujuan tersebut, pada hakikatnya Kebijakan ini

dimaksudkan berlaku bagi semua jenis perusahaan yang didirikan berdasarkan

peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Meskipun pada awalnya hanya

Perseroan Terbuka, Badan Usaha Milik Negara dan perusahaan yang menggunakan

atau mengelola dana publik saja yang harus mempelopori penerapan Kebijakan ini,

namun semua perusahaan yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan

Republik Indonesia juga diharapkan dapat menerapkan Kebijakan ini dengan secepat

mungkin. Kebijakan ini disusun dengan metode yang memungkinkan terjadinya

peningkatan dan penyesuaian standar good corporate governance yang lebih

konstruktif dan fleksibel bagi perusahaan, bukan dengan pendekatan yang preskriptif

melalui pemberlakuan peraturan perundang-undangan. Disadari bahwa terdapat aspek


18

good corporate governance yang perlu diberlakukan dengan peraturan perundang-

undangan, namun terdapat pula aspek lain yang sebaiknya diterapkan sesuai dengan

perkembangan pasar dan dengan memperhatikan sifat khusus Perseroan. Karenanya,

perlu diperhatikan bahwa Pedoman ini dimaksudkan agar bersifat dinamis, sehingga

dari waktu ke waktu dapat disesuaikan dengan laju perkembangan pasar dan struktur

masyarakat yang dinamis. Apabila terjadi perubahan yang bersifat eksternal, maka

prinsip good corporate governance yang terkait dapat mengikutinya. Oleh sebab itu,

Kebijakan ini pada hakikatnya dapat selalu berubah (evolutionary in nature) dan harus

dibaca serta dikaji dalam hubungannya dengan perubahan yang dapat diantisipasi baik

di tingkat nasional maupun internasional.

4. Faktor yang mempengaruhi GCG

Ada dua faktor dalam GCG yaitu faktor internal dan faktor eksternal:

a) Faktor Internal

Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang

berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:

• Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan

GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.

• Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada

penerapan nilai-nilai GCG.

• Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah

standar GCG.
19

• Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk

menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.

• Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak

dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat

memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika

perusahaan dari waktu ke waktu.

b) Faktor Eksternal

• Pelaku dan lingkungan bisnis

Meliputi seluruh entitas yang mempengaruhi pengelolaan perusahaan, seperti business

community atau kelompok-kelompok yang signifikan mempengaruhi kelangsungan

hidup perusahaan, serikat pekerja, mitra kerja, supplier dan pelanggan yang menuntut

perusahaan mempraktekkan bisnis yang beretika. Kelompok-kelompok di atas dapat

mempengaruhi jalannya perusahaan dengan derajat intensitas yang berbeda-beda.

• Pemerintah dan regulator

Pemerintah dan badan regulasi berkepentingan untuk memastikan bahwa Perusahaan

mengelola keuangan dengan benar dan mematuhi semua peraturan dan undang-undang

agar memperoleh kepercayaan pasar dan investor.

• Investor

Meliputi semua pihak yang berkaitan dengan pemegang saham dan pelaku

perdagangan saham termasuk perusahaan investasi. Investor menuntut ditegakkannya

atau dijaminnya pengelolaan perusahaan sesuai standar dan prinsip-prinsip etika bisnis.
20

• Komunitas Keuangan

Meliputi semua pihak yang berkaitan dengan persyaratan pengelolaan keuangan

perusahaan termasuk persyaratan pengelolaan perusahaan terbuka, seperti komunitas

bursa efek, Bapepam-LK, US SEC dan Departemen Keuangan RI. Setiap komunitas di

atas mengeluarkan standar pengelolaan keuangan perusahaan dan menuntut untuk

dipatuhi/dipenuhi oleh Perusahaan.

5. Manajemen perusahaan

Manajemen perusahaan menurut George R. Terry (1997) adalah suatu proses

yang berbeda terdiri dari perencanaan, penyusunan, pengarahan dan pengendalian

dimana dilakukan untuk mencapai tujuan utama perusahaan dengan melibatkan

manusia dan sumber daya manusia.

Menurut Harold Koontz, manajemen perusahaan adalah suatu seni yang

produktif didasarkan pada sebuah pemahaman ilmu dimana ilmu dan seni itu tidak

bertentangan, namun keduanya saling melengkapi.

Menurut Wilson Bangun, manajemen perusahaan adalah serangkaian tindakan

dan upaya anggota perusahaan untuk mencapai sasaran atau target bisnis yang

dinaungi perusahaan tersebut dimana proses tersebut dicapai melalui aktivitas yang

sistematis.

1. Leading (memimpin)
21

Dalam perusahaan, ada seorang manajer yang bertanggung jawab untuk

memimpin dalam suatu manajemen. Manajer inilah yang akan memimpin agar semua

tujuan dari perusahaan segera tercapai. Berikut tugas dari seorang manajer perusahaan:

• Mengambil berbagai keputusan penting

• Melakukan komunikasi dengan berbagai pihak

• Memberikan motivasi kepada level dibawahnya

• Pemilihan sumber daya manusia (SDM) yang tepat

• Pengembangan sumber daya manusia (SDM)

2. Planning (merencanakan)

Setelah memimpin, fungsi selanjutnya dari manajemen perusahaan adalah

melakukan planning/perencanaan kepada perusahaan kedepannya. Dalam

perencanaan meliputi:

• Menentukan jenis kegiatan yang paling tepat

• Menentukan waktu pelaksanaan kegiatan yang pas

• Membuat target kegiatan

• Mengatur jadwal kegiatan

• Mengendalikan semua kegiatan agar tidak melenceng

• Membuat standar operasional prosedur (SOP) dari kegiatan agar tidak

membingungkan para sumber daya manusia.

3. Organizing (menyusun)
22

Adanya manajemen perusahaan memiliki fungsi menjadi pengatur dan

penghubung antar divisi dalam perusahaan sehingga kerjasama antar divisi dapat

terjalin dengan baik. Beberapa kegiatan yang dilakukan seperti:

• Melakukan desain struktur organisasi perusahaan

• Menentukan job description setiap jabatan agar tidak tumpang tindih.

• Menetapkan pertanggungjawaban sesuai dengan jobnya masing-masing.

• Menyusun hal-hal yang efektif dengan memanfaatkan sumber daya manusia

yang ada agar sesuai dengan tujuan perusahaan.

4. Controlling (pengawasan)

Fungsi manajemen yang terakhir adalah tentang pengawasan, pengendalian

dan pengamatan. Beberapa kegiatan yang dilakukan seperti:

• Melakukan pengecekan terhadap progress pekerjaan

• Melakukan pengukuran pada setiap hasil pekerjaan apakah memenuhi atau

tidak.

• Melakukan tindakan perbaikan jika ada sesuatu yang salah dan juga melakukan

koreksi terhadap kesalahan.

4. Etika Bisnis dan Konsep Good Corporate Governance (GCG)

Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar salah

dan baik buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat pengertian tentang etika

perusahaan, etika kerja dan etika perorangan, yang menyangkut hubunganhubungan

sosial antara perusahaan, karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut


23

hubungan perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya

(misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara

perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar

karyawan. Perilaku etis yang telah berkembang dalam perusahaan menimbulkan situasi

saling percaya antara perusahaan dan stakeholders, yang memungkinkan perusahaan

meningkatkan keuntungan jangka panjang. Perilaku etis akan mencegah pelanggan,

pegawai dan pemasok bertindak oportunis, serta tumbuhnya saling percaya.

Penerapan Good Corporate Governance dapat didorong dari dua sisi, yaitu etika

dan peraturan. Dorongan dari etika (ethical driven) datang dari kesadaran individu-

individu pelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang mengutamakan

kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders, dan menghindari cara-cara

menciptakan keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan dari peraturan “memaksa”

(regulatory driven) perusahaan untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Kedua pendekatan ini memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-

masing dan seyogyanya saling melengkapi untuk menciptakan lingkungan bisnis yang

sehat. Inti dari Good Corporate Governance adalah moral dan etika yang dibarengi

dengan perangkat hukum.

Apabila digambarkan Good Corporate Governance dalam perspektif etika

bisnis adalah seperti kaitan antara nilai, norma dan moral. Nilai merupakan suatu yang

abstrak. Tidak dapat dilihat, diraba atau dirasakan. Tetapi nilai ini hidup dan diakui

oleh masyarakat. Nilai ini sama seperti etika dalam bisnis. Tidak terlihat dan tidak
24

dapat disentuh, tetapi setiap pelaku bisnis mengetahui mengenai apa yang termasuk ke

dalam etika dalam pelaksanaan bisnis. Etika ini pun dilaksanakan oleh para pelaku

bisnis. Walaupun tidak terlihat tetapi dengan menerapkan etika bisnis ini para pelaku

bisnis dapat merasakan manfaat dan pengaruhnya terhadap bisnis mereka. Selanjutnya

adalah norma. Norma ini level selanjutnya di atas nilai. Karena norma ini dapat dilihat

dan di rasakan keberadaannya. Norma dibuat dalam rangka usaha mewujudkan nilai.

Norma disini dapat di samakan dengan Good Corporate Governance.

Etika bisnis yang abstrak itu mulai di usahakan untuk di konkritkan dengan

dibuatnya konsep Good Corporate Governance. Kalau etika bisnis mengatur mengenai

perbuatan apa saja yang boleh dan tidak boleh, salah dan benar, baik dan buruk, Good

Corporate Governance lebih kepada pengaturan mengenai apa yang harus dilakukan

perusahaan secara konkrit yang didalamnya sudah terkandung etika bisnis tadi. Lalu

yang terakhir adalah moral. Moral adalah perwujudan paling nyata disbanding nilai

dan norma. Karena disini sudah ada realisasi dari para subjek. Sudah tidak hanya

berbicara baik dan buruk atau apa yang harus dilakukan tetapi moral sudah sampai pada

tahap mematuhi aturan yang ada. Moral ini seperti kode etik ataupun aturan mengenai

prinsip Good Corporate Governance secara tertulis atau yang lebih dikenal dengan

Pedoman Prinsip Good Corporate Governance. Etika bisnis dan Good Corporate

Governance tadi yang bentuknya abstrak dan semi nyata, harus diwujudkan dengan

satu alat yang punya kekuatan lebih powerfull agar para pelaku bisnis dapat

mematuhinya tanpa rasa kebingungan. Kode etik berfungsi sebagai pedoman


25

pelaksanaan etika bisnis dan prinsip Good Corporate Governance yang baik dan sesuai

dengan peraturan, baik peraturan negara ataupun peraturan perusahaan. Jadi etika

bisnis dan Good Corporate Governance memiliki keterkaitan yang sangat erat. Dimana

apabila Good Corporate Governance ingin diterapkan maka dibutukan pengetahuan

mengenai etika bisnis yang baik. Dalam prinsip Good Corporate Governance pun

sudah terkandung etika bisnis yang diperlukan dalam meningkatkan kualitas

perusahaan. Jadi keduanya merupakan hal yang sangat penting dalam upaya

meningkatkan nilai dari suatu perusahaan. Tetapi pelaksanaan baik etika bisnis maupun

prinsip Good Corporate Governance memerlukan suatu instrumen berupa pedoman

yang mengatur secara tertulis mengenai etika bisnis yang harus dilaksanakan dan

prinsip Good Corporate Governance tersebut.

5. Good Corporate Governance dalam Konteks Bisnis Masa Depan

Kajian yang dibuat oleh Bank Dunia (yang dikutip oleh Djalil, 2000)

menunjukkan bahwa lemahnya penerapan corporate governance merupakan faktor

yang menentukan parahnya krisis di Asia. Kelemahan tersebut antara lain terlihat dari

minimnya pelaporan kinerja keuangan dan kewajiban-kewajiban perusahaan,

kurangnya pengawasan atas aktivitas manajemen oleh komisaris dan auditor, serta

kurangnya insentif untuk mendorong terciptanya efisiensi di perusahaan melalui

mekanisme persaingan yang fair.

Menurut Newel & Wilson (2002) secara teoritis, praktik good corporate

governance dapat meningkatkan nilai perusahaan, meningkatkan kinerja keuangan,


26

mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan-keputusan

yang menguntungkan diri sendiri, dan secara umum meningkatkan kepercayaan

investor. Sebaliknya praktik corporate governance yang buruk dapat menurunkan

tingkat kepercayaan para investor.

Hal ini diperkuat dengan hasil survey yang dilakukan oleh McKinsey &

Company (2002) yang menunjukkan bahwa corporate governance menjadi perhatian

utama para investor menyamai kinerja finansial dan potensi pertumbuhan, khususnya

bagi pasar-pasar yang sedang berkembang (emerging market). Dalam hal ini mereka

cenderung menghindari perusahaan-perusahaan yang buruk dalam penerapan

corporate governance. Corporate governance dipandang sebagai kriteria kualitatif

penentu. Dan di mata investor, Indonesia termasuk negara di Asia terburuk (very poor)

dalam kualitas penerapan good corporate governance.

Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain kecuali bahwa korporasi-korporasi baik

perusahaan-perusahaan publik maupun perusahaan-perusahaan terbuka di pasar modal

harus mulai melihat dan menerapkan good corporate governance dan bukan sebagai

aksesoris belaka, tetapi suatu sistem nilai dan best practices yang sangat fundamental

bagi peningkatan nilai perusahaan. Berkenaan dengan uraian di atas, maka dalam

tulisan ini akan dikemukakan konsep, pengertian, tujuan, manfaat, dan prinsip-prinsip

dari good corporate governance. Disamping itu, juga akan dibahas kendala, tantangan

dan kesempatan penerapan good corporate governance bagi perusahaan publik di

Indonesia.
27

BAB III

STUDI KASUS

A. Kasus

PT Tambang samudra adalah sebuah perusahaan pertambangan emas (gold)

yang berkantor pusat di jakarta dan tengah melakukan operasi penggalian emas di

pedalaman aceh. Perusahaan telah beroperasi selama 6 tahun dan telah menunjukkan

kondisi perolehan keuntungan yang terus meningkat. Dalam kontrak kerja yang ditanda

tangani antara pemilik PT dengan pemerintah daerah provinsi aceh disepakati bahwa

40% karyawan yang bekerja disana harus ditempatkan penduduk asli yang berasal dari

aceh khususnya masyarakat sekitar beroperasinya perusahaan. Namun bagi pihak

manajemen perusahaan kualitas pendidikan masyarakat di sekitar keberadaan tambang

tersebut dianggan pendidikan atau kemampuan akademinya belum mencukupi untuk

bisa bekerja sebagai pegawa PT tambang samudra. Sementara selama ini sudah jumlah

pegawai yang berasal yang berasal dari masyarakat sekitar baru terpakai 15% artinya

masih 25% lagi belum mempergunakan tenaga lokal.

Kondisi ini telah menimbulkan protes dari masyarakat sekeliling, apalagi

banyak dari mereka yang bersatatus pekerja lepas artinya belum memiliki pekerjaan

tetap. Kondisi ini semakin diperparah ketika beberapa waktu lalu terjadi d emonstarasi

yang menyebabakan terbakarnya mobil keruk dan rusaknya pagar pintu masuk ke

perusahaan. Persoalan ini sudah sampai ke kantor pusat yang berada di jakarta, artinya
28

pembicaraan mulai serius dilakukan. Pihak komisaris perusahaan dan top manajemen

menugaskan kepala publik relation untuk mempelajari dan memberikan solusi atas

kasus iini.

B. Solusi

Adapun solusi yang dapat diberikan pada kasus ini adalah sebaiknya pihak

publik relation dari PT Tambang Samudra melakukan research dan kajian secara

komprehensif untuk mengetahui duduk permasalahan secara detail. Dengan

mengetahui setiap permasalahan secara detail terutama dengan melhatnya dari dua sisi

yaitu pihak manajemen perusahaan dan masyarakat, maka diharapkan kesimpulan dan

solusi akan dapat diberikan secara sangat aspiratif. Pada prinsipnya pihak manajemen

PT tambang samudra bertanggung jawab untuk mewujudkan kesepakatan menerima

40% pegawai yang berasal dari masyarakat sekitar keberadaan perusahaan. Jika atasan

tidak bisa menerima seluruhnya karena kopetensi akademik meraka yang masih

rendah, maka sudah menjadi kewajiban pihak manajemen perusahaan untuk mendidik

atau memberi pelatihan kepada setiap masyarakat yang nantinya akan diangkat menjadi

pegawai di PT tambang samudra.

Lebih jauh pihak manajemen perusahaan juga bisa memberikan pendidikan

beasiswa kepada anak-anak yang berada di kawasan aceh pedalaman tersebut untuk

sekolah ke jenjang universitas. Dan selanjutnya mereka diberikan kontrak jika selesai

kuliah nanti untuk mengabdikan dirinya pada perusahaan PT tambang samudra. Dana

untuk membiayai semua itu bisa diambil dari dana CSR yang teralokasi atau
29

dianggarkan untuk kepentingan CSR perusahaan. Dan kegiatan sperti ini bisa dianggap

bagian dari sikap CSR yang mengedepankan nilai-nilai etika bisnis. Tentunya sikap

dan keputusan CSR lainnya seperti melakukan acara sunatan amasl, memberikan

bantuan bagi acara karang taruna masyarakat sekitar, membantu alat-alat gotong

royong, bantuan bagi acara keagamaan lainnya. Semua ini bertujuan untuk

mendekatkan perusahaan dengan masyarakat.


30

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Etika bisnis merupakan elemen yang wajib dimunculkan dalam

kegiatan transaksi yang disebut bisnis. Seiring dengan peningkatan peradaban

manusia dan semakin ketatnya persaingan, terkadang bahkan tidak jarang

pengusaha melakukan berbagai cara untuk mencapai tujuan. Pelaksanaan Good

Corporate Governance (GCG) ini tidak hanya berlaku dalam organisasi

kepemerintahan tetapi dalam bidang industri dan bisnis juga mesti

dilakukan Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah fenomena

dan strategi yang digunakan perusahaan untuk mengakomodasi kebutuhan dan

kepentingan stakeholder-nya. CSR dimulai sejak era dimana kesadaran akan

sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar

profitability perusahaan.

B. Saran

Demikianlah penulisan kami kali ini, semoga apa yang kami tulis

bermanfaat. Kritik dan saran dari para pembaca yang membangun kami

harapkan, agar meningkatkan kemajuan penulisan kami ini.


31

DAFTAR PUSTAKA

Ardeno Kurniawan. 2012. Audit Internal Nilai Tambah Bagi Organisasi. Edisi.
Pertama. Yogyakarta: BPFE

Agoes, Sukrisno. 2011. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat

Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.

Fahmi, Irham. 2013. Manajemen Startegi. (Bandung: Alfabeta).

Keraf, Sonny, 1998, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Kanisius: Yogyakarta.

Monks, Robert A.G, dan Minow, N, Corporate Governance 3rd Edition, Blackwell
Publishing, 2003.

Muslich. (2004). Etika Bisnis Islami. Yogyakarta: Ekonesia.

Sumarni, M. Dan J. Soeprihanto.1998. Pengantar Bisnis (Dasar-Dasar Ekonomi


Perusahaan). Edisi Ketiga. Liberty. Yogyakarta.

R.Terry, George dan Leslie W.Rue. Dasar-Dasar Manajemen.Jakarta: Bumi Aksara,


2010.

Prakarsa, Wahyudi. 2007. Corporate Governance: Suatu Keniscayaan. Jurnal


Reformasi Ekonomi Vol.1 No. 2

Achmad, Mas Daniri. 2005. Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya
dalam Konteks Indonesia. Jakarta: Ray Indonesia.

Moeljono, Djokosantoso. (2005). Budaya Organisasi dalam Tantangan. Jakarta: PT.


Elex Media Komputindo.

Baird, M. 2000. The Proper Governance of Companies Will Become as Crucial to the
World Economy as the Proper Governing of Countries. Paper

Newell, R., dan Wilson, G. 2002. A premium for good governance. The MCKinsey
Quartely 3, 20-23.
32

Mckinsey and Company. 2002. Praktik Good Corporate Governance di Tujuh Negara
Asia.

Anda mungkin juga menyukai