Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

KB,TRANSPLANTASI ORGAN, BAYI TABUNG,


DONOR SPERMA, SEWA RAHIM, ADOPSI,
ABORSI DALAM PERSPEKTIF BERBAGAI
AGAMA

DosenPembimbing: Drs. Hersani, M.Pd

DisusunOleh:
Elizabeth LailyMeylita
Isna Atiana
KhildaArsya
Mia AyuNingsih

DIV KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA III
TAHUN AJARAN 2015/2016
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan pada Tuhan YangMaha Esa, karna atas karunia-Nya lah
kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul KB, Transplantasi Organ, Donor Sperma,
Sewa Rahim, Adopsi, Aborsi Dalam Perspektif Berbagai Agama. Adapun maksud dan
tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah agama.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. Hersani, M.Pd yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk mengerjakan tugas ini sehingga kami lebih
mengerti dan paham tentang materi tersebut.Dan kami ucapkan kepada keluarga tercinta
kami yang menjadi motivasi terbesar kami untuk menyelesaikan tugas ini. Dan kami berharap
bahwa tugas ini dapat bermanfaat bagi kami serta pembaca.Kami juga memohon maaf
apabila terdapat kecacatan dalam makalah ini. Karena kami masih dalam proses
pembelajaran. Semoga bermanfaat.

Jakarta, 9 Oktober 2015

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................................................2

Daftar isi....................................................................................................................................3

Bab I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................5

1.3 Tujuan ..........................................................................................................................5

Bab II : Pembahasan

2.1 KB Dalam Perspektif Berbagai Agama


2.1.1 Pandangan Islam Terhadap KB ..........................................................................6
2.1.2 Pandangan Kristen Tentang KB ........................................................................9
2.1.3 Pandangan Buddha Terhadap KB .................................................................... 10
2.1.4 Pandangan Hindu Terhadap KB ....................................................................... 10
2.2 Transplantasi Organ Dalam Perspektif Berbagai Agama
2.2.1 Pandangan Agama Islam Terhadap Transplantasi Organ ................................ 11
2.2.2 Pandangan Agama Hindu Terhadap Transplantasi Organ ............................... 13
2.2.3 Pandangan Agama Kristen Terhadap Transplantasi Organ ............................. 15
2.2.4 Pandangan Agama Budha Terhadap Transplantasi Organ ............................... 15
2.2.5 Pandangan Agama Konghucu Terhadap Transplantasi Organ......................... 15
2.3 Bayi Tabung Dalam Perspektif Berbagai Agama
2.3.1 Pandangan Islam Terhadap Bayi Tabung ......................................................... 16
2.3.2 Pandangan Kristen Terhadap Bayi Tabung ...................................................... 17
2.3.3 Pandangan HinduTerhadap Bayi Tabung......................................................... 19
2.3.4 Pandangan Buddha Terhadap Bayi Tabung ..................................................... 19
2.4 Donor Sperma Dalam Perspektif Berbagai Agama
2.4.1 Pengertian Inseminasi....................................................................................... 20
2.4.2Jenis-jenis Inseminasi ........................................................................................ 20
2.4.3 Donor Sperma Dalam Perspektif Islam ............................................................ 21

3
2.4.4Donor Sperma Dalam Perspektif Kristen .......................................................... 25
2.4.5 Donor Sperma Dalam Perspektif Buddha ........................................................ 25
2.4.6 Donor Sperma Dalam Perspektif Hindu ........................................................... 26
2.5 Sewa Rahim Dalam Perspektif Berbagai Agama
2.5.1 Sewa Rahim Dalam Perspektif Islam ............................................................. 28
2.5.2 Sewa Rahim Dalam Perspektif Kristen........................................................... 32
2.6 Aborsi Dalam Perspektif Berbagai Agama
2.6.1 Klasifikasi Abortus ......................................................................................... 33
2.6.2 Alasan Wanita Melakukan Aborsi ................................................................. 34
2.6.3 Resiko Aborsi.................................................................................................. 35
2.6.4 Pandangan Islam Terhadap Aborsi ................................................................ 36
2.6.5 Pandangan Kristen Terhadap Aborsi .............................................................. 39
2.6.6 Pandangan Buddha terhadap Aborsi ............................................................... 40
2.6.7 Pandangan Hindu Terhadap Aborsi ................................................................ 41
2.7 Adopsi Dalam Perspektif Berbagai Agama
2.7.1 Adopsi Dalam Perspektif Islam ...................................................................... 42
2.7.2 Adopsi Dalam Perspektif Kristen ................................................................... 55
Bab III : Penutup
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 46
Daftar pustaka ........................................................................................................................ 50

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak merupakan anugerah dari Allah SWT. Ia merupakan buah hati antara dua pasangan
suami istri yang sah menurut hukum dan agama. Anaklah yang membuat sebuah keluarga menjadi
bahagia dan sempurna. Ia lahir dari rahim seorang ibu yang mengandungnya. Ia diasuh oleh orang
tuanya dengan penuh kasih sayang dan kebahagiaan. Orang tualah yang mendidiknya menjadi
anak yang lebih baik sejak ia kecil. Pendidikan yang paling utama dan awal merupakan
pendidikan dari orang tua mereka masing-masing.
Namun seiring perkembangan zaman dalam ilmu pengetahuan dan teknolgi, munculah
berbagi pandangan baru dan cara dalam memperoleh anak, seperti pemasangan KB, transplantasi
organ, bayi tabung, donor sperma sewa rahim, aborsi, dan adopsi. Makalah ini akan membahas
tentang pengertian dari tiap tiap bidang tersebut, lalu pandangan berbagai agama dalam
menentukan hukum melakukan tindakan tersebut, serta alasan mengapa agama tersebut
menentukan hukum itu sendiri dalam kasus ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana KB dalam perspektif berbagai agama
2. Bagaimana transplantasi organ dalam perspektif dalam berbagai agama
3. Bagaimana bayi tabung dalam perspektif berbagai agama
4. Bagaimana donor sperma dalam perspektif berbagai agama
5. Bagaimana sewa rahim dalam perspektif bebagai agama
6. Bagaimana Aborsi dalam perspektif berbagai agama
7. Bagaimana Adopsi dalam perspektif berbagai agama

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah agama
2.Untuk mengetahui pandanga berbagai agama terhadap KB, tranplantasi organ, bayi
tabung, donor sperma, sewa rahim, aborsi dan adopsi.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KB Dalam Perspektif Berbagai Agama


Program KB menurut UU No.10 tahun 1992 (tentang kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan kependudukan dan peran
serta masyarakat melalaui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,
pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan
sejahtera.
Program KB adalah bagian yang terpadu dalam program pembangunan nasional
dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan social budaya
penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan
produksi nasional.
KB secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan
keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat
sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya.
Selain itu, Kb juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya
kemudlaratan. Bila dilihat dari fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan
kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan maka tidak diragukan lagi kebolehan KB
dalam Islam.Namun persoalannya kemudian adalah : sejauh mana ia diperbolehkan? dan
apa saja batasannya?. Hal tersebut akan terjawab pada penjelasan dibawah ini.

2.1.1 Pandangan Islam Terhadap KB


Dalam islam , keluarga berencana menjadi persoalan yang polemik karena
ada beberapa ulamayang menyatakan bahwa keluarga berencana dilarang tetapi ada
juga ayat al-qur’an yang mendukung program keluarga berencana . Dalam al-qur’an
dicantumkan beberapa ayat yang berkaitan dengan keluarga berencana ,
diantaranya :
َ ‫َّللاَ َو ْليَقُولُوا قَ ْو ًًل‬
‫سدِيدًا‬ َّ ‫ض َعافًا خَافُوا َعلَ ْي ِه ْم فَ ْليَتَّقُوا‬
ِ ً‫ش الَّذِينَ لَ ْو ت ََر ُكوا ِم ْن خ َْل ِف ِه ْم ذ ُ ِ ِّريَّة‬
َ ‫َو ْليَ ْخ‬
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.(Qs.An-Nisa : 9)

6
‫ير‬ ِ ‫ي ْال َم‬
ُ ‫َص‬ َ ِ‫سانَ ِب َوا ِلدَ ْي ِه َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَ ٰى َو ْه ٍن َوف‬
َّ َ‫َصالُهُ فِي َعا َمي ِْن أَ ِن ا ْْش ُُك ْر ِلي َو ِل َوا ِلدَيَْكَ ِِإل‬ ِ ْ ‫ص ْينَا‬
َ ‫اْل ْن‬ َّ ‫َو َو‬
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada
dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(Qs.Lukman : 14)
‫سادَ فِي‬ َ َ‫َّللاُ ِِإلَيَْكَ ۖ َو ًَل تَبْغِ ْالف‬
َّ َ‫سن‬ َ ْ‫ََصيبََكَ ِمنَ الدُّ ْنيَا ۖ َوأَحْ س ِْن َك َما أَح‬ َ ‫َّار ْاْل ِخ َرة َ ۖ َو ًَل ت َ ْن‬
ِ ‫سن‬ َّ َ‫َوا ْبت َغِ فِي َما آتَاك‬
َ ‫َّللاُ الد‬
َ‫َّللاَ ًَل ي ُِحبُّ ْال ُم ْف ِسدِين‬
َّ ‫ض ۖ ِِإ َّن‬ ِ ‫ْاْل َ ْر‬
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.(Qs.Al-
Qashash: 77)
Ayat-ayat al-quran diatas menunjukan bahwa islam mendukung adanya
keluarga berencana karena dalam QS. An-Nissa ayat 9 dinyatakan bahwa
“hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah”. Anak lemah yang dimaksud adalah
generasi penerus yang lemah agama dan ilmu pengetahuan sehingga KB menjadi
upaya agar mewujudkan keluarga yang sakinah.
Para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa Keluarga Berencana (KB)
yang dibolehkan syari`at adalah suatu usaha pengaturan kelahiran atau usaha
pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-isteri karena situasi dan
kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga.
Keluarga Berencana, secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan KB
dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan
keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu
mewujudkan kemaslahatan bagi umatnya. Selain itu, KB juga memiliki sejumlah
manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan. Bila dilihat dari fungsi dan
manfaat KB yang dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan
maka tidak diragukan lagi kebolehan KB dalam Islam.
Para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa Keluarga Berencan (KB)
yang dibolehkan syari`at adalah suatu usaha pengaturan/penjarangan kelahiran atau
usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-isteri karena situasi
dan kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga. Dengan demikian KB
7
disini mempunyai arti sama dengan tanzim al nasl (pengaturan keturunan). Sejauh
pengertiannya adalah tanzim al nasl (pengaturan keturunan), bukan tahdid al nasl
(pembatasan keturunan) dalam arti pemandulan (taqim) dan aborsi (isqot al-haml),
maka KB tidak dilarang.Kebolehan KB dalam batas pengertian diatas sudah banyak
difatwakan , baik oleh individu ulama maupun lembaga-lembaga ke Islaman tingkat
nasional dan internasional, sehingga dapat disimpulkan bahwa kebolehan KB
dengan pengertian batasan ini sudah hampir menjadi Ijma`Ulama. MUI (Majelis
Ulama Indonesia) juga telah mengeluarkan fatwa serupa dalam Musyawarah
Nasional Ulama tentang Kependudukan, Kesehatan dan Pembangunan tahun 1983.
Betapapun secara teoritis sudah banyak fatwa ulama yang membolehkan KB dalam
arti tanzim al-nasl, tetapi kita harus tetap memperhatikan jenis dan cara kerja
alat/metode kontrasepsi yang akan digunakan untuk ber-KB.
Selain hukum islam yang mendukung keluarga berencana , ada para ulama
yang menafsirkan larangan keluarga berencana seperti yang tercantum dalam QS.
Al-An’am : 151 “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.”
Terlepas dari larangan untuk ber-KB , kita harus mengetahui dan
memperhatikan jenis dan kerja alat kontrasepsi yang akan digunakan. Alat
kontrasepsi yang diharamkan adalah yang sifatnya pemandulan.Vasektomi
(sterilisasi bagi lelaki) berbeda dengan khitan lelaki dimana sebagian dari tubuhnya
ada yang dipotong dan dihilangkan, yaitu kulup (qulfah bhs. Arab,praeputium bhs.
Latin) karena jika kulup yang menutupi kepala zakar (hasyafah/glans penis) tidak
dipotong dan dihilangkan justru bisa menjadi sarang penyakit kelamin (veneral
disease). Karena itu, khitan untuk laki-laki justru sangat dianjurkan.Tetapi kalau
kondisi kesehatan isteri atau suami yang terpaksa seperti untuk menghindari
penurunan penyakit dari bapak/ibu terhadap anak keturunannya yang bakal lahir
atau terancamnya jiwa si ibu bila ia mengandung atau melahirkan bayi,maka
sterilisasi dibolehkan oleh Islam karena dianggap dharurat. Hal ini diisyaratkan
dalam kaidah“Keadaan darurat membolehkan melakukan hal-hal yang dilarang
agama.”
Majlis Ulama Indonesia pun telah memfatwakan keharaman penggunaan KB
sterilisasi ini pada tahun 1983 dengan alasan sterilisasi bisa mengakibatkan
kemandulan tetap.Menurut Masjfuk Zuhdi bahwa hukum sterilisasi ini dibolehkan
karena tidak membuat kemandulan selama-lamanya. Karena teknologi kedokteran
8
semakin canggih dapat melakukan operasi penyambungan saluran telur wanita atau
saluran pria yang telah disterilkan. Meskipun demikian, hendaknya dihindari bagi
umat Islam untuk melakukan sterilisasi ini, karena ada banyak cara untuk menjaga
jarak kehamilan.
Cara pencegahan kehamilan yang diperbolehkan oleh syara’ antara lain,
menggunakan pil, suntikan, spiral, kondom, diafragma, tablet vaginal , tisue. Cara
ini diperbolehkan asal tidak membahayakan nyawa sang ibu. Dan cara ini dapat
dikategorikan kepada azl yang tidak dipermasalahkan hukumnya. Sebagaimana
hadits Nabi :
‫ ُكنَّا نَ ْع ِز ُل َعلَى َع ْه ِد‬:‫ َو ْالقُ ْرآنُ يُن ََّز ُل – َوفِي لَ ْفظٍ آخ ََر‬، ‫سلَّ َم‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ُكنَّا َن ْع ِز ُل َعلَى َع ْه ِد َر‬
َّ ‫سو ِل‬
َ ِ‫َّللا‬
.‫ َف َل ْم يَ ْن َهنَا‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ َّ ‫ى‬َّ ِ‫ َفبَ َل َغ ذَلَِكَ نَب‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ِل‬
ُ ‫َر‬
“Kami pernah melakukan ‘azal (coitus interruptus) di masa Rasulullah s.a.w.,
sedangkan al-Quran (ketika itu) masih (selalu) turun. (H.R. Bukhari-Muslim dari
Jabir). Dan pada hadis lain: Kami pernah melakukan ‘azl (yang ketika itu) nabi
mengetahuinya, tetapi ia tidak pernah melarang kami. (H.R. Muslim, yang
bersumber dari ‘Jabir juga).
Hadis ini menerangkan bahwa seseorang diperkenankan untuk
melakukan ‘azl’, sebuah cara penggunaan kontrasepsi yang dalam istilah ilmu
kesehatan disebut dengan istilah coitus interruptus, karena itu meskipun ada ayat
yang melarangnya, padahal ketika itu ada sahabat yang melakukannya, pada saat
ayat-ayat al-Quran masih (selalu) turun, perbuatan tersebut dinilai ‘mubâh’ (boleh).
Dengan alasan, menurut para ulama, seandainya perbuatan tersebut dilarang oleh
Allah, maka pasti ada ayat yang turun untuk mencegah perbuatan itu. Begitu juga
halnya sikap Nabi s.a.w. ketika mengetahui, bahwa banyak di antara sahabat yang
melakukan hal tersebut, maka beliaupun tidak melarangnya; inilah pertanda bahwa
melakukan ‘azl (coitus interruptus) dibolehkan dalam Islam dalam rangka untuk
ber-KB

2.1.2 Pandangan Kristen Tentang KB


Pandangan tentang manusia menurut kristen harus menjadi acuan utama dalam
membangun keluarga sejahtera. Langkah awal mewujudkan keluarga sejahtera
menurut alkitab, tercermin dari perkawinan.

9
Perkawinan sebagai sebuah proses yang bertanggung jawab, selain itu kristen
juga menyebutkan kesejahteraan keluarga memiliki makna yang sangat penting
dengan apa yang disebut keluarga yang bertanggung jawab. Kepentingan tersebut
terletak pada tanggung jawab membawa bahtera rumah tangga dalam takut akan
Allah. Karena itu, kristen mendukung program KB.
Bagi agama kristen, program KB dapat menunjang terciptanya kebahagian
keluarga, dimana hak dan peran anggotanya dapat diwujudkan secara
memadai. Secara filosofis bertujuan untuk melindungi hidup. Pandangan ini
didasarkaan antara lain baahwa kebahaagiaan suatu keluarga bergantung dari tiap
anggota, bagaimana ia memainkan peranannya dengan tepat terhadap tiap anggota
yang lain.
Ø Kristen Protestan
Agama kristen protestan memandang kesejahteraan keluarga diletakkan dan
diwujudkan dalam pemahaman yang bersifat real sesuai dengan kehendak
Allah dan tidak melarang umatnya berKB.
Ø Kristen Katolik
Menurut kristen katolik untuk mengatur kelahiran anak suami istri harus
tetap menghormati dan menaati moral katolik dan umat katolik dibolehkan
berKB dengan metode alami yang memanfaatkan masa tidak subur.

2.1.3 Pandangan Buddha Terhadap KB


Masalah kependudukan dan keluarga berencana belum timbul ketika budha
Gotama maasih hidup. Tetapi kita bisa menelaah ajarannya yang relevan dengan
makna keluarga berencana. Kebahagiaan dalam keluarga adalah adanya hidup
harmonis antara suami istri dan antara orang tua dan anaknya. Kewajiban orang tua
terhadap anaknya adalah berusaha menimbulkan dan memperkembangkan
kesejahteraan untuk anak-anaknya.
Jadi, bila kita perhatikan kewajiban tersebut maka program KB patut dilaksanakan
karena KB menimbulkan kesejahteraan keluarga. Keluarga berencana dibenarkan
dalam agama budha dan umat budha dibebaskan memilih cara KB yang cocok.

2.1.4 Pandangan Hindu Terhadap KB


KB menurut Agama Hindu diperbolehkan karena Kb dapat membatasi jumlah anak
dengan tujuan agar sejahtera.
10
2.2 Transplantasi Organ Dalam Perspektif Berbagai Agama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, translantasi adlah perpindahan jaringan
tubuh dari suatu tempat ke tempat lain. Secara umum, Transplantasi Organ adalah
transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu ke tubuh satu tubuh
ketubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama.
Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak berfungsi pada
penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor.
Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang
hidup atau dari jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri
didefinisikan kematian batang otak. Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti :
kulit ginjal sumsum tulang dan darah (transfusi darah). Organ-organ yang diambil dari
jenazah adalah jantung,hati,ginjal,kornea,pancreas,paru-paru dan sel otak. Semua upaya
dalam bidang transplantasi tubuh tentu memerlukan peninjauan dari sudut hokum dan etik
kedokteran.
Menurut Cholil Uman (1994), Pencangkokan adalah pemindahan organ tubuh yang
mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan
tidak berfungsi dengan baik, yang apabila apabila diobati dengan prosedur medis biasa.
Harapan klien untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
Ada 3 tipe donor organtubuh :
1. Donor dalam keadaan hidup sehat : tipe ini memrlukan seleksi yang cermat dan
pemeriksaan kesahatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun resipien untuk
menghindari kegagalan karena penolakan tubuh oleh resipien dan untk mencegah
resiko bagi donor.
2. Donor dalam keadaan koma atau diduga akan meninggal dengan sege. Untuk tipe ini
pengambilan organ donor memrlukan alat control kehidupan misalnya alat bantu
pernafasan khusus . Alat Bantu akan dicabut setelah pengambilan organ selesai. itu.
3. Donor dalam keadaan mati. Tipe ini merupakan tipe yang ideal , sebab secara medis
tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secara medis dan
yuridis.

2.2.1 Pandangan Agama Islam Terhadap Transplantasi Organ


a) Donor dalam keadaan sehat, yang dimaksud disini adalah donor anggota tubuh
bagi siapa saja yang memerlukan pada saat si donor masih hidup. Donor
11
semacam ini hukumnya boleh. Karena Allah Swt memperbolehkan memberikan
pengampunan terhadap qisash maupun diyat.
Allah SWT berfirman:
ٌ ‫ـان ذلِكَ تـ َ ْخـ ِف‬
‫يف ِم ْن‬ ٍ ‫س‬ َ ‫ف َواَدَا ٌء اِلـَيْــ ِه بــإِحْ ــ‬ ٌ ‫ئ فَـاتـِبَـا‬
ِ ‫ع بِال َمـ ْع ُر ْو‬ َ ‫ي لَهُ ِم ْن ا َ ِخـ ْي ِه‬
ٌ ‫ش ْْي‬ َ ‫فَ َم ْن عُـ ِف‬
ٌ‫َربــ ِ ُك ْم َو َرحْ َمة‬
“Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya,
hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah
(yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara
yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu
dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka
baginya siksa yang sangat pedih.”(TQS al-Baqarah [2]: 178)
Namun, donor seperti ini dibolehkan dengan syarat yaitu, donor tersebut tidak
mengakibatkan kematian si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung,
limpha atau paru-parunya. Hal ini akan mengakibatkan kematian pada diri si
pendonor. Padahal manusia tidak boleh membunuh dirinya, atau membiarkan
orang lain membunuh dirinya; meski dengan kerelaannya.
Allah Swt berfirman:
َ ُ‫َوالَ تـَـقـْـتلُ ُوا اَنـــْف‬
‫ســ ُك ْم‬
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu.”(TQS an-Nisa [4]: 29)
b) Donor dalam keadaan koma atau diduga akan meninggal dengan sege. Hukum
Islam pun tidak membolehkan karena salah satu hadist mengatakan bahwa
”Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri
orang lain.” (HR. Ibnu Majah). Yakni penjelasannya bahwa kita tidak boleh
membahayakan orang lain untuk keuntungan diri sendiri. Perbuatan tersebut
diharamkan dengan alasan apapun sekalipun untuk tujuan yang mulia.
c) Donor dalam keadaan mati.Menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan
ada yang mengharamkan. Yang membolehkanmenggantungkan pada syarat
sebagai berikut:
1. Resipien (penerima organ) berada dalam keadaan darurat yang mengancam
dirinya
setelahmenempuh berbagai upaya pengobatan yang lama
2. Pencangkokan tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih
gawat

12
3. Telah disetujui oleh wali atau keluarga korban dengan niat untuk menolong
bukan
untukmemperjual-belikan.
yangtidak membolehkanalasannya :
Seseorang yang sudah mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ
tubuhnya atau mewasiatkan untuk menyumbangkannya. Karena seorang dokter
tidak berhak memanfaatkan salah satu organ tubuh seseorang yang telah
meninggal dunia untuk ditransplantasikan kepada orang yang membutuhkan.
Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya, maka Allah
SWT telah menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan yang wajib
dipelihara sebagaimana orang hidup. Dan Allah telah mengharamkan
pelanggaran terhadap pelanggaran kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran
kehormatan orang hidup.Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA
bahwa Rasulullah SAW bersabda:
‫ت َككَــس ِْر ِه َحــيًّـا‬
ِ ‫المـَيِــ‬ ْ ‫ــر َع‬
ْ ‫ظــ ُم‬ َ ‫س‬ َ ‫كَـ‬
“Memecahkan tulang mayat itu sama saja dengan memecahkan tulang orang
hidup” (HR. Ahmad, Abu dawud, dan Ibnu Hibban)
Tindakan mencongkel mata mayat atau membedah perutnya untuk diambil
jantungnya atau ginjalnya atau hatinya untuk ditransplantasikan kepada orang
lain yang membutuhkan dapat dianggap sebagai mencincang mayat. Padahal
Islam telah melarang perbuatan ini. Imam Bukhari telah meriwayatkan dari
Abdullah bin Zaid Al-Anshasi RA, dia berkata :
‫ــو ُل هللا َع ِن الـنُّ ْهـ ِبي َوال ُمـثَـلَّــ ِة‬
ْ ‫س‬ ُ ‫نـ َ َهى َر‬
“ Rasulullah SAW telah melarang ( mengambil ) harta hasil rampasan dan
mencincang (mayat musuh).”(H.R. Bukhari)

2.2.2 Pandangan Agama Hindu Terhadap Transplantasi Organ


Menurut ajaran Hindu transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan
alasan, bahwa pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar dia bebas
dari penderitaan dan dapat menikmati kesehatan dan kebahagiaan, jauh lebih
penting, utama, mulia dan luhur, dari keutuhan organ tubuh manusia yang telah
meninggal. Tetapi sekali lagi, perbuatan ini harus dilakukan diatas prinsip yajna
yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan dilakukan untuk maksud

13
mendapatkan keuntungan material. Alasan yang lebih bersifat logis dijumpai dalam
kitab Bhagawadgita II.22 sebagai berikut:
“Wasamsi jirnani yatha wihaya nawani grihnati naro’parani, tatha sarirani wihaya
jirnany anyani samyati nawani dehi”
Artinya: seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru dan membuka pakaian
lama, begitu pula Sang Roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan
meninggalkan badan-badan lama yang tiada berguna. Kematian adalah berpisahnya
Jiwatman atau roh dengan badan jasmani ini. Badan Jasmani atau sthula sarira
(badan kasar) terbentuk dari Panca Maha Bhuta (apah = unsur cair, prethiwi =
unsur padat, teja= unsur sinar, bayu = unsur udara dan akasa = unsur ether) ibarat
pakaian. Apabila badan jasmani (pakaian) sudah lama dan rusak, kita akan
membuangnya dan menggantikannya dengan pakaian yang baru (Heri, 2008).
Prinsip kesadaran utama yang diajarkan dalam agama Hindu adalah bahwa
badan identitas kita yang sesungguhnya bukanlah badan jasmani ini, melainkan
adalah Jiwatman (roh). Badan jasmani merupakan benda material yang dibangun
dari lima zat (Panca Maha bhuta) dan akan hancur kembali menyatu ke alam
makrokosmos dan tidak lagi mempunyai nilai guna. Sedangkan Jiwatman adalah
kekal, abadi, dia tidak mati pada saat badan jasmani ini mati, senjata tidak dapat
melukaiNya, api tidak bisa membakarNya, angin tidak bisa mengeringkan-Nya dan
air tidak bisa membasahi-Nya.Wejangan Sri Kresna kepada Arjuna dalam
Bhagawadgita: “Engkau tetap kecil karena sepanjang waktu engkau menyamakan
dirimu dengan raga jasmani. Engkau berpikir, “Aham dehasmi”, ‘aku adalah
badan’, pikiran ini menyebabkan engkau tetap kecil. Tetapi majulah dari aham
dehasmi ke aham jiwasmi, dari aku ini raga ke aku ini jiwa, percikan Tuhan.
Berkat kemajuan dan bantuan teknologi canggih di bidang medis
(kedokteran), maka sistem pencangkokan organ tubuh orang yang telah
meninggalpun masih dapat dimanfaatkan kembali bagi kepentingan kemanusiaan.
Dialog spiritual Sri Kresna dengan Arjuna dalam kitab Bhagawadgita dapat ditarik
suatu makna bahwa badan jasmani ini diumpamakan sebagai pakaian sementara
bagi roh (atman) yang tidak kekal, mudah rusak dan hancur, yang kekal adalah
jiwatman. Oleh karena itu, ajaran Hindu tidak melarang umatnya untuk
melaksanakan transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengorbankan tulus
iklas dan tanpa pamrih) untuk kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia.

14
Demikian pandangan agama Hindu terhadap transplantasi organ tubuh sebagai salah
satu bentuk pelaksanaan ajaran Panca Yajna terutama Manusa Yajna.

2.2.3 Pandangan Agama Kristen Terhadap Transplantasi Organ


Pada umumnya, Gereja Katolik memperkenankan transplantasi organ tubuh.
Dalam ensiklik “Evangelium Vitae” (= Injil Kehidupan), Bapa Suci Yohanes Paulus
II menyatakan, “… ada kepahlawanan harian, yang terdiri dari amal perbuatan
berbagi sesuatu, besar atau kecil, yang menggalang kebudayaan hidup yang otentik.
Teladan amal perbuatan yang secara khas layak dipuji seperti itu ialah pendermaan
organ-organ, yang dilaksanakan melalui cara yang dari sudut etika dapat diterima,
dengan maksud menawarkan kemungkinan kesehatan dan bahkan hidup sendiri
kepada orang sakit, yang kadang sudah tidak mempunyai harapan lain lagi” (No.
86). Ajaran ini menggemakan Katekismus Gereja Katolik: “Transplantasi sesuai
dengan hukum susila dan malahan dapat berjasa sekali, kalau bahaya dan resiko
fisik dan psikis, yang dipikul pemberi, sesuai dengan kegunaan yang diharapkan
pada penerima” (No. 2296).

2.2.4 Pandangan Agama Budha Terhadap Transplantasi Organ


Transplantasi tidak dilarang, selama tujuannya untuk kesehatan dan menyelamatkan
nyawa manusia , yang penting tidak melanggar hukum agama, dan diusahakan apa
yang masuk dalam tubuh seseorang itu berasal dari keturunan yang baik serta bukan
barang curian.

2.2.5 Pandangan Agama Konghucu Terhadap Transplantasi Organ


Transplantasi menurut konghucu diperbolehkan dengan tujuan menyelamatkan
nyawa manusia dan memenuhi 5 unsur kebajikan.

2.3 Bayi Tabung Dalam Perspektif Berbagai Agama


Bayi tabung adalah upaya pembuahan sel telur (ovum) di luar tubuh wanita.
Teknologi ini telah dirintis oleh PC Steptoe dan RG Edwards pada 1977. Hingga kini,
banyak pasangan yang kesulitan memperoleh anak, mencoba menggunakan teknologi
15
bayi tabung. Prosedur bayi tabung ini dimulai dengan perangsangan indung telur istri
dengan hormon. Ini untuk memacu perkembangan sejumlah folikel. Folikel adalah
gelembung yang berisisel telur. Perkembangan folikel dipantau secara teratur dengan alat
ultrasonografi dan pengukuran kadar hormon estradional dalam darah.
Pengambilan sel telur dilakukan tanpa operasi, tetapi lewat pengisapan cairan folikel
dengan tuntunan alat ultrasonografi transvaginal. Cairan folikel tersebut kemudian segera
dibawa ke laboratorium. Seluruh sel telur yang diperoleh selanjutnya dieramkan dalam
inkubator.
Bayi tabung adalah bayi hasil konsepsinya ( dari pertemuan antara sel telur dan
sperma) yang dilakukan dalam sebuah tabung yang dipersiapkan sedemikian rupa di
laboratorium. Didalam laboratorium tabung tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga
menyerupai dengan tempat pembuahannya yang asli yaitu rahim ibu atau wanita. Dibuat
sedemikian rupa sehingga temperatur dan situasinya persis sama dengan aslinya.
Prosenya mula-mula dengan suatu alat khusus semacam alat untuk laparoskopi dilakukan
pengambilan sel telur dari wanita yang baru saja mengalami ovulasi. Kemudian sel telur
yang diambil tadi dibuahi dengan sperma yang sudah dipersiapkan dalam tabung yang
suasananya dibuat persis seperti dalam rahim. Setelah pembuahan hasil konsepsi tersebut
dipelihara beberapa saat dalam tabung tadi sampai pada suatu saat tertentu akan
dicangkokan ke dalam rahim wanita tersebut. Selanjutnya diharapkan embrio itu akan
tumbuh sebagaimana layaknya di dalam rahim wanita. Sudah tentu wanita tersebut akan
mengalami kehamilan, perkembangan selama kehamilan seperti biasa.

2.3.1 Pandangan Islam Terhadap Bayi Tabung


Masalah ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan di kalangan Islam,
baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya Majlis Tarjih
Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung
dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514
tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam
(OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan
sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma
suami dan ovum dari isteri sendiri.
Fatwa MUI:

16
1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah
hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-
kaidah agama.
2. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain
(misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram
berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah
yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak
yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung
kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia
hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari’ah, sebab hal ini akan
menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan
nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami
isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan
kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan
kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina
sesungguhnya.
Hukum senada juga difatwakan oleh Nahdlatul Ulama (NU) sebagai hasil dari
forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Hanya saja NU
memberikan penekanan bahwa apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-
istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram.
"Mani muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak
dilarang oleh syara’.
"Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani)
dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang
tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang.

2.3.2 Pandangan Kristen Terhadap Bayi Tabung


a. Kristen Protestan
Menurut pandangan agama Kristen protestan, program bayi tabung diizinkan
untuk dilaksanakan. Asalkan, dalam konteks yang melaksanakannya adalah
pasangan suami isteri yang sudah diberkati atau dinikahi. Program ini
dilaksanakan karena banyak orang yang masih mendambakan anak yang lahir dari
17
rahimnya sendiri. Tuhan berfirman "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi
bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi
bukan segala sesuatu membangun. (l korintus 10:23).
Program bayi tabung merupakan hasil pemikiran manusia. TUHAN Allah
membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke
dalam hidungnya,- demikian manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kejadian
2:7).
Bayi tabung boleh dilakukan asalkan dilakukan oleh pasangan suami isteri
yang sah dan tidak melibatkan orang lain. Maksudnya tidak menyewa rahim atau
mengambil sel telur milik wanita lain selain isterinya. Dan tidak mengambil atau
menggunakan sperma laki-laki lain selain suaminya. Mengapa? karena lebih baik
orang itu suami atau isteri menikah lagi, dari pada melakukan hal ini. Karena
perbuatan ini adalah pebuatan berzinah. Sebab ada tertulis
"Jangan berzinah"(Keluaran 20:14). Alangkah baiknya jika pasangan suami isteri
yang ingin memiliki anak mengikuti program ini, dari pada suami tidak menikahi
isteri orang lain dan melakukan hal-hal yang tidak diinginikan. Demikain halnya
dengan pasangan suami isteri yang tidak memiliki biaya untuk mengikuti program
bayi tabung bisa mengandalkan doa. Seperti yang terdapat di Lukas 1:5-
25[Pemberitahuan tentang kelahiran Yohanes Pembabtis). Dalam Bagian ini
diceritakan bahwa Elisabet adalah perempuan mandul. Karena Rlisabet dan
suaminya Zakharia meminta dengan sungguh-sungguh dan tanpa henti-henti
akhirnya Tuhan menjawab doa mereka. TUHAN mengutus malaikatnya untuk
menyampaikan kabar ini kepada Zakaria pada saat Zakaria membakar ukupan di
Bait Suci. Malaikat juga mengatakan bahwa kerika anak itu lahir Zakaria harus
menamai anak itu Yohanes.
Bayi tabung bukan dilakukan melalui hubungan seks. Itulah sebabnya agama
Kristen menyetujui. Karena pada mulanya Tuhan Yesus lahir kebumi bukan
melalui hubungan seks antara Maaria dan Yusuf, melainkan melalui roh
kudus. (Lukas 2:28-38; Pemberitahuan tentang Kelahiran Yesus)

b. Kristen Katolik
Gereja katolik tidak mengijinkan bayi tabung. Sebab bayi tabung merupakan
teknologi fertilisasi atau Konsepsi yang dilakukan oleh para ahli. Jika manusia

18
mengolah bayi tabung, artinya manusia itu sudah melampaui kewajaran atau
melebihi kuasa Allah Bapa yang sudah menciptakan manusia
Menurut gereja katolik pernikahan bukanlah tujuan untuk mendapatkan anak,
tetapi ada tujuan lain, yaitu untuk menyatukan seorang laki-laki dan seorang
wanita yang sudah direncanakan Tuhan. Dengan melihat janji pernikahan
menurut agama katolik, yaitu:
1) Tidak boleh diceraikan, kecuali oleh maut.
2) Suka
3) Duka
4) Miskin dan
5) Kaya

2.3.3 Pandangan HinduTerhadap Bayi Tabung


Menurut Ketut Wilamurti, S.Ag dari Parisada Hindu Dharma Indonesia
(PDHI) dan Bhikku Dhammasubho Mahathera dari Konferensi Sangha Agung
Indonesia (KASI).
Embrio adalah mahluk hidup. Sejak bersatunya sel telur dan sperma, ruh
Brahman sudah ada didalamnya, tanda-tanda kehidupan ini jelas terlihat. Karena itu,
embrio yang dihasilkan baik secara alarm" (hamil karena hubungan seks/tanpa
menggunakan teknologi fertilisasi), dan kehamilan non alami (hamil karena
menggunakan teknologi fertilisasi; Bayi tabung) merupakan suatu hasil ciptaan
Ranying Hatalla dan hasil ciptaan manusia.
Menurut agama Hindu program bayi tabung tidak disetujui karena sudah
melanggar ketentuan. Diartikan melanggar ketentuan karena sudah melanggar
kewajaran Tuhan (Ranying Hatalla) untuk menciptakan manusia.

2.3.4 Pandangan Buddha Terhadap Bayi Tabung


Ketika banyak agama merasa terancam dengan pemikiran modern dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Agama Buddha justru sebaliknya
mendapatkan tempat untuk berjalan beriringan. Ketika banyak agama menolak teori
evolusi, perkembangan bioteknologi, maupun teori tanpa batas tepi (teori kosmologi
mengenai ketiadaan awal maupun akhir dari alam semesta oleh Stephen Hawking),
agama Buddha sebaliknya tidak langsung menolak hal-hal tersebut. Bagi ajaran
Buddha, perkembangan tekonologi bagaikan pisau yang di satu sisi dapat
19
dimanfaatkan untuk memotong di dapur, namun di sisi lain dapat dipakai untuk
menusuk orang lain. Jadi, alih-alih ajaran Buddha menolak pisau tersebut,
melainkan alasan penggunaan pisau tersebut yang ditolak oleh Beliau ketika dipakai
untuk melukai.
Kesimpulannya, di dalam ajaran Agama
Buddha itu sendiri tidak ditolak adanya bayi
tabung. Bahkan kloning pun juga tidak di tolak.
Jadi, di lain kata dapat dikatakan bahwa bayi
tabung atau inseminasi buatan di dalam agama ini
diperbolehkan.

2.4 Donor Sperma Dalam Perspektif Berbagai Agama


Dengan melengkapinya dengan akal, Allah menghendaki agar manusia menjadi
makhluk yang aktif dan kreatif. Hidup akan berhenti jika manusia bersikap pasif. Dan
Allah tidak menghendaki hal demikian. Terhadap masalah yang muncul dalam
kehidupan, hendaknya manusia mencari solusi yang memang telah Allah berikan (baca:
QS. al-Insyirah: 5-6). Di antara masalah yang muncul dalam kehidupan manusia adalah
gagalnya pasangan suami istri dalam mendambakan datangnya buah cinta mereka. Hal itu
tentunya memiliki sebab tertentu yang dapat dipelajari. Sebab tersebut seperti misalnya
salah satu suami istri atau bahkan keduanya mengidap penyakit yang menghalangi dalam
melakukan pembuahan secara alami. Ini bukanlah akhir dari suatu harapan. Kemajuan
science dan teknologi yang telah Allah karuniakan mampu menjadi solusi bagi kasus
demikian.

2.4.1 Pengertian Inseminasi


Secara sederhana, inseminasi (buatan) adalah proses penempatan sperma
dalam organ reproduksi wanita dengan tujuan untuk mendapatkan kehamilan. Ini
harus dilakukan pada masa paling subur dari seorang wanita, yakni sekitar 24-48 jam
sebelum ovulasi terjadi. Inseminasi buatan yang paling populer digunakan adalah
IUIatauIntraUterine Insemination. IUI merupakan proses fertility treatment yang
melibatkan air mani yang dicuci dan kemudian ditransfer ke dalam rahim wanita
dengan menggunakan jarum suntik khusus. Cara ini merupakan cara yang paling
umum dan biasanya berhasil.

20
2.4.2Jenis-jenis Inseminasi
1) Intravaginal Insemination (IVI)
Yaitu jenis inseminasi yang paling sederhana, dan melibatkan penempatan
sperma ke dalam vagina wanita. Idealnya, sperma harus ditempatkan sedekat
mungkin dengan leher rahim. Metode inseminasi ini dapat digunakan bila
menggunakan sperma donor, dan ketika tidak ada masalah dengan kesuburan
wanita. Namun, tingkat keberhasilan IVI tidak sesukses IUI, dan ini merupakan
proses inseminasi yang tidak umum.

2) Intracervical Insemination (ICI)


Dengan proses ICI, sperma ditempatkan secara langsung di dalam leher rahim.
Sperma tidak perlu dicuci, seperti dengan IUI, karena air mani tidak langsung
ditempatkan di dalam rahim. ICI lebih umum daripada IVI, tapi masih belum
sebaik IUI dari prosentase keberhasilannya. Dan lagi, biaya inseminasi dengan
ICI biasanya lebih rendah daripada IUI karena sperma tidak perlu dicuci.

3) Intratubal Insemination (ITI)


Proses ITI merupakan penempatan sperma yang tidak dicuci langsung ke
tuba fallopi seorang wanita. Sperma dapat dipindahkan ke tabung melalui
kateter khusus yang berlangsung melalui leher rahim, naik melalui rahim, dan
masuk ke saluran tuba. Metode lainnya dari ITI adalah dengan operasi
laparoskopi. Sayangnya, inseminasi melalui ITI memiliki resiko lebih besar
untuk infeksi dan trauma, dan ada perdebatan dikalangan ahli tentang
kefektifannya daripada IUI biasa. Karena sifatnya invasif, biaya ITI lebih tinggi,
dan tingkat keberhasilannya tidak pasti.
Dengan adanya proses inseminasi ini, banyak pasangan yang akhirnya
berhasil memiliki buah hati. Namun, sering kali kemajuan teknologi ini
disalahgunakan. Yang paling populer adalah dengan adanya donor sperma,
terutama bagi kalangan lesbian atau penganut kebebasan hidup.

2.4.3 Donor Sperma Dalam Perspektif Islam


Inseminasi pada dasarnya bersifat netral. Namun kenetralan tersebut bisa berubah
sesuai dengan hal-hal yang mengiringi dilakukannya inseminasi. Jadi, meskipun
memiliki daya guna tinggi, terapan sains modern juga sangat rentan terhadap
21
penyalahgunaan dan kesalahan etika bila dilakukan oleh orang yang tidak beragama,
tidak beriman dan tidak beretika sehingga sangat potensial berdampak negatif dan
fatal, sehingga hal tersebut menjadi sebuah kejahatan. Oleh karena itu, kaedah dan
ketentuan syariah patut dijadikan sebagai pemandu etika dalam penggunaan teknologi
ini, sebab penggunaan dan penerapan teknologi belum tentu sesuai menurut agama,
etika dan hukum yang berlaku di masyarakat.
Seorang pakar kesehatan New Age dan pemimpin redaksi jurnal Integratif
Medicine, DR. Andrew Weil sangat merasa resah dan mengkhawatirkan penggunaan
inovasi teknologi kedokteran tidak pada tempatnya yang biasanya terlambat untuk
memahami konsekuensi etis dan sosial yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, Dr.
Arthur Leonard Caplan, Direktur Center for Bioethics dan Guru Besar Bioethics di
University of Pennsylvania menganjurkan pentingnya komitmen etika biologi dalam
praktek teknologi kedokteran apa yang disebut sebagai bioetika. Menurut John
Naisbitt dalam High Tech - High Touch (1999) bioetika bermula sebagai bidang
spesialisasi pada 1960–an sebagai tanggapan atas tantangan yang belum pernah ada,
yang diciptakan oleh kemajuan di bidang teknologi pendukung kehidupan dan
teknologi reproduksi.
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah
Kontemporer, karena tidak terdapat hukumnya secara spesifik di dalam al-Qur’an dan
al-Sunnah bahkan dalam kajian fiqh klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini
hendak dikaji menurut hukum islam maka harus dikaji dengan memakai metode
ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahid), agar dapat ditemukan
hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa al-Qur’an dan al-Sunnah yang
merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini
seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner, tentunya oleh para ulama dan
cendekiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh
kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli
kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
Menurut Mahmud Syaltut penghamilan buatan (jika menggunakan sperma donor)
adalah pelanggaran yang tercela dan dosa besar, setara dengan zina, karena
memasukkan mani’ orang lain ke dalam rahim perempuan tanpa ada hubungan nikah
secara syara’, yang dilindungi hukum syara’.

22
Hal senada juga disampaikan oleh Yusuf Al-Qardlawi. Beliau menyatakan bahwa
Islam mengharamkan pencakokan sperma apabila pencakokan itu bukan dari sperma
suami.
Dengan demikian, dapat dikatakan hukum inseminasi buatan dan bayi tabung
pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan
sperma atau ovum suami isteri sendiri, maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami
isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu
memperoleh keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah ‘al-hajaatu tanzilu manzilah al
dharurah’ (hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak diperlakukan seperti keadaan
darurat).
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma
dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat
hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan
dengan ibu yang melahirkannya. Dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan
menetapkan hukum haram inseminasi buatan dengan donor ialah,pertama:
Artinya: Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan
kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk
yang Telah kami ciptakan. (QS. Al-Isra’ 70)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai
makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-
makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka
sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta menghormati
martabat sesama manusia. Pemuliaan manusia bukan hanya dari sisi fisik, namun sisi
keturunan pun Allah bedakan dengan makhluk lain. Sehingga inseminasi buatan
dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia sejajar dengan
tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diinseminasi.
Kedua; hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman
orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh
Ibnu Hibban).
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang
melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka
berbeda pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu
23
Hanifah boleh, asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir.
Sedangkan Zufar tidak membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup,
masalah inseminasi buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh
fatwa hukumnya dari mereka.
Hadits ini juga dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan pada
manusia dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata maa’ dalam bahasa Arab
bisa berarti air hujan atau air secara umum, seperti dalam Surat Thaha:53. Juga bisa
berarti benda cair atau sperma seperti dalam Surat An-Nur:45 dan Al-Thariq:6.
Dalil lain untuk syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal
dari sperma dan ovum pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih
yang mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari
mafsadah atau mudharat harus didahulukan daripada mencari atau menarik
maslahah/kebaikan).
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia dengan donor
sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan mudharat (dampak negatif)
daripada maslahah (dampak positif). Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah
membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya, untuk
mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal. Namun
mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar (jika menggunakan donor), antara lain
berupa:
1. Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian/kehormatan kelamin
dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya dengan kemahraman dan
kewarisan.
2. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran
sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah.
4. Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah
tanggal.
5. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
6. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi
bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-
isteri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan
keibuan secara alami. (QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).

24
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma
dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan
anak hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan
bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, “anak yang sah adalah anak yang
dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka tampaknya memberi
pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat dipandang
sebagai anak yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU
Perkawinan ini, terlihat bagaimana peranan agama yang cukup dominan dalam
pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1
(sahnya perkawinan), pasal 8 (f) tentang larangan perkawinan antara dua orang karena
agama melarangnya, dan lain-lain. Lagi pula negara kita tidak mengizinkan
inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena tidak sesuai dengan
konstitusi dan hukum yang berlaku.

2.4.4 Donor Sperma Dalam Perspektif Kristen


Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan,
bayi tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak
bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia.
Hal ini karena beberapa alasan, di antaranya:
1. Melibatkan aborsi
2. Tidak mempertimbangkan harkat sang bayi sebagai manusia.
3. Masturbasi (pengambilan sperma) selalu dianggap sebagai perbuatan dosa
4. Dilakukan di luar suami istri yang normal
5. Menghilangkan hak sang anak untuk dikandung secara normal, melalui
hubungan perkawinan suami istri.

1. Pandangan Agama Katholik


Menurut agama katolik hubungan suami istri harus mempunyai tujuan union
(persatuan suami istri) dan procreatin (terbuka untuk kemungkinan lahirnya
anak). Maka, inseminasi baik yang heterolog (melibatkan pihak ke tiga)
maupan yang homolog (antara hubungan suami istri itu sendiri) tidak sesuai
dengan ajaran iman katolik, karena dalam prosesnya meniadakan proses union
(persatuan suami istri).

25
2.4.5 Donor Sperma Dalam Perspektif Buddha
Dalam pandangan Agama Buddha, perkawinan adalah suatu pilihan dan bukan
kewajiban. Artinya, seseorang dalam menjalani kehidupan ini boleh memilih hidup
berumah tangga ataupun hidup sendiri. Hidup sendiri dapat menjadi pertapa di
vihara --sebagai Bhikkhu, samanera, anagarini, silacarini-- ataupun tinggal di rumah
sebagai anggota masyarakat biasa.
Sesungguhnya dalam agama Budha, hidup berumah tangga ataupun tidak
adalah sama saja. Masalah terpenting di sini adalah kualitas kehidupannya. Apabila
seseorang berniat berumah tangga, maka hendaknya ia konsekuen dan setia dengan
pilihannya, melaksanakan segala tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya.
Orang yang demikian ini sesungguhnya adalah seperti seorang pertapa tetapi hidup
dalam rumah tangga. Sikap ini pula yang dipuji oleh Sang Buddha. Dengan
demikian, inseminasi tidak diperbolehkan dalam agama budha.
2.4.6 Donor Sperma Dalam Perspektif Hindu
Inseminasi atau pembuahan secara suntik bagi umat Hindu dipandang tidak
sesuai dengan tata kehidupan agama Hindu, karena tidak melalui samskara dan
menyulitkan dalam hukum kemasyarakatan.

2.5 Sewa Rahim Dalam Perspektif Berbagai Agama


Sewa rahim yaitu menggunakan rahim wanita lain untuk
mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih lelaki (sper
ma)(pasangan suami istri), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut
sehinggadilahirkan. Pasangan suami istri, membayar sejumlah uang kepada
ibutumpangan atau syarikat yang menguruskan kerja mencari ibu tumpang yangsanggup
mengandungkan anak percantuman benih mereka dan dengan syaratibu tumpang akan
menyerahkan anak tersebut setelah dilahirkan atau padamasa yang telah dijanjikan.
Dalam hukum Indonesia, praktek ibu pengganti secara implisit tidak diperbolehkan.
Dalam pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) diatur
bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami
istri yang sah dengan ketentuan:
a) hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan
dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;

26
c) pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

Hal ini berarti bahwa metode atau kehamilan di luar cara alamiah selain yang diatur
dalam pasal 127 UU Kesehatan, termasuk ibu pengganti (surrogate mother), secara
hukum tidak dapat dilakukan di Indonesia. Larangan ini juga termuat dalam pasal 16 UU
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (lama), yang menegaskan bahwa kehamilan di
luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri
mendapat keturunan, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 73/Menkes/Per/II/1999
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan : Pasal 4, juga
menegaskan bahwa pelayanan teknologi reproduksi buatan hanya dapat diberikan kepada
pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah dan sebagai upaya terakhir untuk
memperoleh keturunan serta berdasarkan suatu indikasi medik. Dari kedua peraturan
perundang-undangan tersebut, terdapat kesamaan yang menegaskan bahwa bayi tabung
yang diperbolehkan hanya kepada pasangan suami isteri yang sah, lalu menggunakan sel
sperma dan sel telur dari pasangan tersebut yang kemudian embrionya ditanam dalam
rahim isteri bukan wanita lain atau menyewa rahim. Bagi masyarakat yang hendak
melakukannya (surrogate mother), diancam sangsi pidana (pasal 82 UU No. 23 Tahun
1992). Hal ini dilakukan untuk menjamin status anak tersebut sebagai anak sah dari
pasangan suami isteri tersebut.

Bentuk-bentuk Penyewaan Rahim :


1. Benih isteri (ovum) disenyawakan dengan benih suami (sperma), kemudian
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Kaedah ini digunakan dalam keadaan isteri
memiliki benih yang baik, tetapi rahimnya dibuang kerana pembedahan, kecacatan
yang terus, akibat penyakit yang kronik atau sebab-sebab yang lain.
2. Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah disenyawakan
dibekukandan dimasukkan ke dalam rahim ibu tumpang selepas kematian pasangan
suami isteri itu.
3. Ovum isteri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya) dan
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini apabila suami mandul dan isteri
ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi benih isteri dalam keadaan baik.
4. Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain, kemudian dimasukkan ke
dalam rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku apabila isteri ditimpa penyakit pada

27
ovari dan rahimnya tidak mampu memikul tugas kehamilan, atau isteri telah mencapai
tahap putus haid (menopause).
5. Sperma suami dan ovum isteri disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim
isteri yang lain dari suami yang sama. Dalam keadaan ini isteri yang lain sanggup
mengandungkan anak suaminya dari isteri yang tidak boleh hamil.

2.5.1 Sewa Rahim Dalam Perspektif Islam


Perdebatan di seputar sewa menyewa rahim atau ibu pengganti menjadi
perdebatan panjang di kalangan masyarakat, baik muslim maupun non muslim.
Hal ini antara lain disebabkan karena hukum bayi tabung, tidak ada
pembahasannya dalam nash maupun kitab-kitab klasik. Dalam masyarakat Islam
sehubungan dengan permasalahan ini, ada dua kelompok yang memiliki
perbedaan pendapat yaitu kelompok yang mendukung atau membolehkan serta
kelompok yang menolak atau mengharamkan. Di antara pendapat-pendapat
tersebut antara lain adalah :
a. Pendapat yang menolak atau mengharamkan yaitu :
1. Ibrahim Hosein, mantan Ketua Fatwa MUI mengatakan bahwa inseminasi buatan
dan bayi tabung dengan sperma dan sel telur berasal dari pasangan suami istri,
proses kehamilan tidak dalam rahim wanita atau sel telur dari donor, atau
benihnya dari pasangan suami isteri tetapi embrio itu diimplantasikan ke dalam
rahim wanita lain, maka pelaksanaan inseminasi buatan dan bayi tabung demikian
itu tidak dapat dibenarkan oleh hukum Islam.
2. Asy-Syaikh ‘Ali At-Thantawi menyatakan bahwa bayi tabung yang menggunakan
wanita pengganti itu jelas tidak dibenarkan, karena menurut beliau rahim wanita
bukanlah panci dapur yang isinya bisa dipindahkan sekehendak hati dari yang satu
ke yang lainnya, karena rahim wanita yang mengandung memiliki andil dalam
proses pembentukan dan penumbuhan janin yang mengkonsumsi zat makanan
dari darah ibunya.

b. Pendapat yang membolehkan penggunaan sewa rahim, yakni:


1. Ali Akbar menyatakan bahwa : menitipkan bayi tabung pada wanita yang bukan
ibunya boleh, karena si ibu tidak menghamilkannya, sebab rahimnya mengalami
gangguan, sedangkan menyusukan anak wanita lain dibolehkan dalam Islam,

28
malah boleh diupahkan. Maka boleh pulalah memberikan upah kepada wanita
yang meminjamkan rahimnya.
2. H. Salim Dimyati berpendapat : bayi tabung yang menggunakan sel telur dan
sperma dari suami istri yang sah, lalu embrionya dititipkan kepada ibu yang lain
(ibu pengganti), maka apa yang dilahirkannya tidak lebih hanya anak angkat
belaka, tidak ada hak mewarisi dan diwarisi, sebab anak angkat bukanlah anak
sendiri, tidak boleh disamakan dengan anak kandung. Pendapat di atas
menyamakan status anak yang dilahirkan melalui sewa rahim dengan anak angkat,
yang tidak mempunyai hak untuk mewarisi dan diwarisi.

Diskursus tentang Penentuan Orang yang Paling Berhak Atas Anak


Selain perdebatan di masyarakat umum, ada pula perdebatan di kalangan ulama
yang mempersoalkan siapa sesungguhnya ibu yang paling berhak atas pengakuan
terhadap si anak. Mengenai masalah ini, menarik kiranya Penulis tampilkan
tulisannya Radin Seri Nabahah bt. Ahmad Zabidi dalam sebuah makalah yang
berjudul Penyewaan Rahim Menurut Hukum Islam, mengenai penentuan nasab anak
terhadap ibu yangsebenarnya.

Pendapat pertama :
Termasuk golongan ini antaranya, Dr. Muhammad Na’im Yasin, Dr. Abdul
Hafiz Hilmi, Dr. Mustafa Al-Zarqa, Dr. Zakaria Al-Bari, Dr. Muhammad As-
Surtowi Dekan Fakultas Syariah University Jordan dan lain-lain. Mereka
berpendapat bahwa anak dinasabkan kepada si ibu pemilik benih, manakala ibu
yang mengandung dan melahirkan itu seumpama ibu susuan yang tidak
dinasabkan anak padanya, sekedar dikuatkan atas hukum penyusuan. Pendapat ini
dibina di atas asas bahwa perseyawaan benih di antara benih suami istri yang
diikat oleh ikatan perkawinan yang sah, maka janin itu dinasabkan kepada
mereka. Manakala ibu tumpang tersebut berfungsi sebagai ibu susuan karena ibu
susuan memberi minum susunya, lebih-lebih lagi ibu tumpang dimana anak
tersebut mendapat makanan dari darahnya sejak awal pembentukan hingga
sempurna kejadian sebagai seorang bayi dan lahir. Oleh karena itu, ibu tumpang
tersebut dihukumkan sebagai ibu susuan.
Di samping itu, ciri-ciri diri manusia dan sifat yang diwarisinya ditentukan oleh
mani dan benih ibu bapaknya, bukan ibu yang mengandung dan melahirkannya,
29
kerena ibu tumpang hanya tempat bergantung dan numpang membesar. Hujah ini
juga merupakan hujah kebanyakan doktor.

Pendapat kedua :
Menurut sebahagian besar para ulama’ dan pengkaji di antaranya Sheikh
Abdullah bin Zaid Ali Mahmud, Dr. Muhammad Yusuf Al-Muhammadi, Sheikh
Muhammad Al-Khudri, Qadi Mahkamah Agung di Riyadh dan lain-lain. Mereka
berpendapat bahwa ibu sebenarnya adalah seseorang yang mengandungkan bayi
dan melahirkannya, manakala ibu pemilik benih itu seumpama ibu susuan.
Mereka berpendapat bahwa anak dinasabkan kepada ibu yang melahirkannya
karena nasab anak ditentukan berdasarkan tiga perkara yaitu wanita yang
melahirkannya, pengakuan suami, dan saksi. Tiga hal itu, menjadikan seorang ibu
yang melahirkan anak tersebut akan dapat mewarisi harta, dan anak itu dinasabkan
kepada suaminya, kerana ‫( للفراش الولد‬anak adalah untuk suami) berdasarkan
kaedah syara’ yang diambil dari hadis Rasulullah saw.

Diskursus Mengenai Nasab dari Jalur Bapak


Kemudian diskursus yang lainnya mengenai Nasab anak dari jalur bapak, bapak
yang mana yang berhak dinasabkan oleh anak tersebut. Di bawah ini kembali
Penulis tampilkan tulisannya Radin Seri Nabahah bt. Ahmad Zabidi dalam sebuah
makalah yang berjudul Penyewaan Rahim Menurut Hukum Islam mengenai
masalah tersebut
Dalam persoalan ini, para ulama terbagi kepada dua pendapat besar yaitu :

Pendapat pertama :
Golongan ini berpendapat bahwa anak dinasabkan kepada suami ibu tumpang
pemilik rahim yang melahirkan anak tersebut, sekalipun beliau tidak memiliki
hubungan apa-apa dilihat dari sudut genetik. Mereka berhujah bersandarkan
hadis Rasulullah saw :
‫ الولد للفرا ش وللعاهر الحجر‬: ‫عن عا ئشة ان النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬
Artinya : “Anak dinasabkan kepada bapaknya, dan bagi pezina terhalang.”[9]

Hadis ini merupakan dalil nas yang digunakan untuk menentukan hukuman
seorang hakim dan merupakan kaedah umum shara’ dalam menetapkan haramnya
30
pernikahan dan cara untuk menentukan nasab bagi seseorang anak. Oleh karena
itu, apabila ibu tumpang mempunyai suami kemudian melahirkan anak dari
rahimnya, ini berarti anak tersebut dinasabkan kepada suami dari isteri yang
melahirkan anak tersebut, sekalipun tidak memiliki hubungan genetik.

Pendapat kedua :
Termasuk dalam golongan ini ialah Al-Mujamma’ Al-Fiqhi Al-Islami yang
berpusat di Makkatul Mukarramah, dan lain-lain antaranya Sheikh Mustafa Az-
Zarqa, Dr. Muhammad Na’im Yasin, Dr. Muhammad Al-hafiz Hilmi, dan Dr.
Hashim Jamil. Golongan ini berpendapat bahwa anak yang dilahirkan dinasabkan
kepada suami wanita pemilik benih yang disewakan tadi, dan tidak dinasabkan
kepada suami pemilik rahim. Ini adalah kerana penyewaan rahim dilakukan di
atas dasar persenyawaan benih di antara kedua suami isteri, kemudian benih yang
telah disenyawa tadi dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Oleh karena itu,
janin tersebut terbina dari benih keduanya yang memiliki ikatan perkawinan yang
sah. Justru, anak itu dinasabkan kepada mereka berdua selagi kedudukan mereka
dalam keadaan ini. Walaupun penyewaan rahim ini haram dari segi shara’, tapi
tidak menjadi penghalang bagi dinasabkannya anak itu kepada mereka, karena
pengharaman ini adalah disebabkan mereka menggunakan rahim wanita lain yang
tidak benar secara shar’i. Hal ini dikarenakan dari segi saintifik, janin yang telah
disenyawakan tidak terkesan dari rahim selain tumpang dalam memberikan
makanan untuk tumbuh menjadi besar, sedangkan sifat-sifat genetik berasal dari
pemilik benih asal ovum dan sperma tadi. Hal tersebut diumpamakan seperti
kedua ibu bapak yang memberi makanan anaknya dengan makanan yang haram
sehingga dewasa, kedua-dua ibu bapaknya berdosa, tetapi hal ini tidak sampai
memutuskan hubungan antara mereka.

Pendapat ketiga :
Golongan ini berpendapat bahwa pemilik benih tidak memiliki hak apapun,
dan benihnya dianggap sia-sia. Mereka berhujah dengan kisah anak Zam’ah
karena Rasulullah saw telah meletakkan bahwa anak itu adalah anak Zam’ah
sekalipun jelas bahawa dia bukan anak Zam’ah dari segi zahirnya
berdasarkan ‫ للفراش الولد‬. Dalam hal ini, hakikat penentuan hukum berdasarkan
kepada zahir karena hakikat sebenarnya hanya Allah–lah yang tahu. Pendapat ini
31
mengatakan bahwa tidak ada nilai bagi pemilik benih ataupun mani dalam
beberapa keadaan karena penentuannya mestilah berdasarkan kepada penentuan
shar’i yang sah. Hujah ini dijawab bahwa keadaan penyewaan rahim berbeda
dengan kisah anak Zam’ah karena dalam kisah anak Zam’ah tersebut, janin itu
terhasil dari percampuran air mani antara dua orang lelaki dan perempuan tanpa
ikatan yang sah, oleh sebab itu anak itu tidak dinasabkan kepada lelaki itu
(‘Atabah). Sedangkan dalam penyewaan rahim, persenyawaan benih berlaku
antara dua orang pasangan suami istri yang diikat oleh ikatan yang sah, maka anak
itu dinasabkan kepada mereka.

Syarat-syarat terjadinya Penyewaan Rahim


Yusuf Al-Qardhawi berpendapat bahwa syarat-syarat penyewaan rahim jika
hukum ini sampai diberlakukan dan demi untuk mengurangi kemudaratan serta
meringankan antara lain sebagai berikut : [10]
1. Ibu tumpang itu mestilah wanita yang bersuami, bukan anak gadis atau janda.
2. Wanita itu juga wajib mendapatkan izin suaminya, kerana kehamilan akan
menghalanginya memberikan beberapa hak suaminya selama waktu kehamilan
dan nifas seperti hubungan seks dan sebagainya.
3. Wajib bagi ibu tumpang beriddah dari suaminya, untuk menghilangkan keragu-
raguan masih terdapatnya benih yang disenyawakan pada rahimnya yang akan
menyebabkan berlaku percampuran nasab.
4. Nafkah ibu tumpang, biaya perawatan dan pemeliharaannya sewaktu masa
kehamilan dan nifas adalah tanggung jawab suami pemilik benih, atau wali
sesudahnya, karena janin tersebut tumbuh akibat dari darahnya. Justru, wajib bagi
bapak tersebut membayar kadar kehilangan darah itu.
5. Hukum penyusuan semuanya mengikuti pada ibu tumpang dengan menggunakan
‘qias aula’, karena ibu tumpang lebih berat tanggungannya dari pada ibu susuan,
kecuali suami ibu tumpang tersebut tidak dikira sebagai bapak susuan kepada bayi
itu. Ini karena bapak susuan dikira sebagai bapak bagi anak susuannya karena
susu itu dapat dihasilkan apabila ibu susuan itu melahirkan anak hasil hubungan
mereka suami isteri, berbeda dengan suami ibu tumpang yang tidak memiliki
hubungan apa-apa dengan bayi yang dilahirkan.
6. Ibu tumpang berhak untuk menyusukan bayi itu jika ingin berbuat demikian
karena membiarkan susu pada badannya akan memudaratkan fisik, sebagaimana
32
perasaannya juga terkesan apabila anak itu diambil dari padanya karena Allah
menjadikan penyusuan itu berkaitan dengan proses kelahiran.
7. Akhirnya, Yusuf Al-Qaradhawi menyatakan pendapatnya bahwa wajar bagi ibu
tumpang ini mendapat keistimewaan yang lebih dibandingkan ibu susuan,
seumpama nafkah dari anak ini diberikan kepada ibu yang melahirkannya jika
berkemampuan dan ibunya berhajat kepada nafkah kelak.

2.5.2 Sewa Rahim Dalam Perspektif Kristen


Agama Kristen juga menganggap embrio, baik yang dihasilkan di dalam rahim
maupun di luar, sebagai kehidupan baru yang harus dihargai dan dihormati.Pada
dasarnya, hasil karya manusia selalu tidak sempurna, sehingga pasti ekses yang
mesti diperhitungkan, tapi pihaknya masih mentoleransi penggunaan sel embrio
sisa hasil proses bayi tabung.
Gereja melarang pengambilan sel embrio untuk keperluan apa pun, yang
dihasilkan dari proses fertilisasi, adalah kehidupan baru yang harus dihormati.
Gereja, juga tidak mentoleransi penggunaan sel embrio sisa proses bayi tabung
karena apa pun bentuknya mereka adalah cikal bakal manusia yang mempunyai
hak untuk hidup.

2.6 Aborsi Dalam Perspektif Berbagai Agama


Aborsi dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Menurut Fact About
Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for Social, Studies and Action,
Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan
setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia
janin (fetus) mencapai 20 minggu. Aborsi atau gugur kandungan dapat dilakukan secara
sengaja maupun tidak sengaja.

2.6.1 Klasifikasi Abortus


1. Abortus spontanea
Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan, dalam
hal ini dibedakan sebagai berikut:
a. Abortus imminens, Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus,
dan tanpa adanya dilatasi serviks.
33
b. Abortus insipiens, Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil
konsepsi masih dalam uterus.
c. Abortus inkompletus, Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
d. Abortus kompletus, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
2.Abortus provokatus
Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan,
yaitu dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar
tubuh ibu. Pada umumnya bayi dianggap belum dapat hidup diluar kandungan
apabila usia kehamilan belum mencapai 28 minggu, atau berat badan bayi
kurang dari 1000 gram, walaupun terdapat beberapa kasus bayi dengan berat
dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
Pengelompokan abortus provokatus secara lebih spesifik:
a. Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, abortus yang
dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di Indonesia yang dimaksud
dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu.
b. Abortus Provokatus Kriminalis, aborsi yang sengaja dilakukan tanpa
adanya indikasi medik (ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan dengan
menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu.
3. Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi berturut-turut tiga kali
atau lebih.Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, namun
kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu, dan umumnya disebabkan karena
kelainan anatomic uterus, atau kelainan factor imunologi.
4. Missed Abortion
Kematian janin dan nekrosis jaringan konsepsi tanpa ada pengeluaran selama
lebih dari4 minggu atau lebih (beberapa buku 8 minggu).
5. Abortus Septik
Tindakan pengakhiran kehamilan dikarenakan sepsis akibat tindakan abortus
yang terinfeksi (misalnya dilakukan oleh dukun, atau awam).Bahaya terbesar
adalah kematuan ibu.

2.6.2 Alasan Wanita Melakukan Aborsi


34
1. Pemerkosaan.Perempuan yang hamil melalui hubungan seksual yang tidak
diinginkan yang paling sering menemukan bahwa mereka tidak dapat
menangani sedang dihadapi dengan bukti serangan mereka.Setelah aborsi dapat
membantu mengurangi trauma perkosaan penyebab dan bisa membantu korban
dalam melanjutkan dengan hidupnya.
2. Incest.Kehamilan incest disebabkan oleh hubungan seksual dengan anggota
keluarga., Apakah konsensual atau non-konsensual, dapat menjadi alasan untuk
aborsi. Penelitian telah menunjukkan bahwa seorang anak dari situasi seperti
menghadapi masalah medis atau kesehatan yang cukup besar disebabkan oleh
perkawinan sedarah. Mendapatkan aborsi bisa menjadi cara yang lebih ramah
daripada memiliki anak yang lahir dengan kekurangan mental atau fisik.
3. Alasan medis.Kadang-kadang, kondisi kesehatan wanita tidak bisa menangani
kehamilan. Wanita dengan HIV / AIDS, Hepatitis B atau penyakit lain
mentransfer risiko penyakit mereka kepada anak yang belum lahir mereka.
Wanita dengan kondisi jantung, yang rentan terhadap komplikasi dan bisa mati
saat melahirkan.Dalam kasus tersebut, aborsi mungkin keputusan yang paling
logis untuk membuat dalam rangka untuk menyelamatkan nyawa seorang
wanita.
4. Alasan ekonomi.Beberapa wanita hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem
yang mereka hampir tidak mampu memberi makan dan pakaian sendiri, apalagi
seorang anak.Menghadapi keterbatasan keuangan tersebut dapat menjadi alasan
untuk aborsi. Ini akan mengecilkan hati membiarkan anak dilahirkan dan hidup
dalam kondisi seperti itu, dan orang tua dapat menghindari perasaan tidak
berdaya jika mereka tidak mampu untuk memberikan dukungan untuk anak
mereka.
5. Alasan sosial.Remaja dan kehamilan yang tidak diinginkan termasuk dalam
kategori ini alasan untuk aborsi. Seorang wanita muda yang baru mungkin
terlalu muda untuk menghadapi tuntutan membesarkan anak, atau mungkin
kehamilan itu akibat dari one night stand dan wanita merasa dia tidak siap
untuk menjadi orangtua.

2.6.3 Resiko Aborsi


Aborsi memiliki risiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan
maupun keselamatan hidup seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa
35
seseorang yang melakukan aborsi ia ” tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh
pulang “.
Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi berisiko kesehatan
dan keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis. Risiko kesehatan dan
keselamatan fisik yang akan dihadapi seorang wanita pada saat melakukan aborsi
dan setelah melakukan aborsi adalah ;
 Kematian mendadak karena pendarahan hebat.
 Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.
 Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.
 Rahim yang sobek (Uterine Perforation).
 Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan
cacat pada anak berikutnya.
 Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada
wanita).
 Kanker indung telur (Ovarian Cancer).
 Kanker leher rahim (Cervical Cancer).
 Kanker hati (Liver Cancer).
 Kelainan pada ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya dan pendarahan hebat pada kehamilan berikutnya.
 Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi ( Ectopic
Pregnancy).
 Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease).
 Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi
kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki
dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini
dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-
Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam ” Psychological Reactions
Reported After Abortion ” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review.
Oleh sebab itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam hal ini adanya
perhatian khusus dari orang tua remaja tersebut untuk dapat memberikan
pendidikan seks yang baik dan benar.

36
2.6.4 Pandangan Islam Terhadap Aborsi
1. Islam
Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang menyatakan bahwa aborsi boleh
dilakukan oleh umat Islam.Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan
bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak ayat-ayat yang
menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh sesama manusia
adalah sangat mengerikan.
a) Pertama: Manusia berapapun kecilnya adalah ciptaan Allah yang mulia.
Agama Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali
ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah
berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.”(QS
17:70)
b) Kedua: Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua
orang. Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan
semua orang.
Didalam agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang
lain, memiliki dampak yang sangat besar. Firman Allah: “Barang siapa yang
membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang mewajibkan
hukum qishash, atau bukan karena kerusuhan di muka bumi, maka seakan-
akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang
memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (QS 5:32)
c) Ketiga: Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak
memiliki uang yang cukup atau takut akan kekurangan uang.
Banyak calon ibu yang masih muda beralasan bahwa karena
penghasilannya masih belum stabil atau tabungannya belum memadai,
kemudian ia merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Alangkah
salah pemikirannya. Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah yang
bunyinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu
juga.Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS 17:31)
d) Keempat: Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan
terhadap perintah Allah.

37
Membunuh berarti melakukan tindakan kriminal.Jenis aborsi yang
dilakukan dengan tujuan menghentikan kehidupan bayi dalam kandungan
tanpa alasan medis dikenal dengan istilah “abortus provokatus kriminalis”
yang merupakan tindakan kriminal – tindakan yang melawan Allah. Al-Quran
menyatakan: “Adapun hukuman terhadap orang-orang yang berbuat keonaran
terhadap Allah dan RasulNya dan membuat bencana kerusuhan di muka bumi
ialah: dihukum mati, atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara
bersilang, atau diasingkan dari masyarakatnya. Hukuman yang demikian itu
sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka
mendapat siksaan yang pedih.” (QS 5:36)
e) Kelima: Sejak kita masih berupa janin, Allah sudah mengenal kita.
Sejak kita masih sangat kecil dalam kandungan ibu, Allah sudah
mengenal kita. Al-Quran menyatakan:”Dia lebih mengetahui keadaanmu,
sejak mulai diciptakaNya unsur tanah dan sejak kamu masih dalam kandungan
ibumu.”(QS: 53:32) Jadi, setiap janin telah dikenal Allah, dan janin yang
dikenal Allah itulah yang dibunuh dalam proses aborsi.
f) Keenam: Tidak ada kehamilan yang merupakan “kecelakaan” atau
kebetulan. Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah.
Allah menciptakan manusia dari tanah, kemudian menjadi segumpal
darah dan menjadi janin.Semua ini tidak terjadi secara kebetulan. Al-Quran
mencatat firman Allah: “Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim
menurut kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan
kamu dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS 22:5) Dalam ayat ini malah
ditekankan akan pentingnya janin dibiarkan hidup “selama umur kandungan”.
Tidak ada ayat yang mengatakan untuk mengeluarkan janin sebelum umur
kandungan apalagi membunuh janin secara paksa.
g) Ketujuh: Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi.
Bahkan dalam kasus hamil diluar nikah sekalipun, Nabi sangat
menjunjung tinggi kehidupan.
Hamil diluar nikah berarti hasil perbuatan zinah.Hukum Islam sangat
tegas terhadap para pelaku zinah. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW –
seperti dikisahkan dalam Kitab Al-Hudud – tidak memerintahkan seorang
wanita yang hamil diluar nikah untuk menggugurkan kandungannya:
Datanglah kepadanya (Nabi yang suci) seorang wanita dari Ghamid dan
38
berkata,”Utusan Allah, aku telah berzina, sucikanlah aku.”. Dia (Nabi yang
suci) menampiknya.Esok harinya dia berkata,”Utusan Allah, mengapa engkau
menampikku?Mungkin engkau menampikku seperti engkau menampik Ma’is.
Demi Allah, aku telah hamil.” Nabi berkata,”Baiklah jika kamu bersikeras,
maka pergilah sampai anak itu lahir.”Ketika wanita itu melahirkan datang
bersama anaknya (terbungkus) kain buruk dan berkata,”Inilah anak yang
kulahirkan.”Jadi, hadis ini menceritakan bahwa walaupun kehamilan itu
terjadi karena zina (diluar nikah) tetap janin itu harus dipertahankan sampai
waktunya tiba.Bukan dibunuh secara keji.

2.6.5 Pandangan Kristen Terhadap Aborsi


Dalam Alkitab dikatakan dengan jelas betapa Tuhan sangat tidak
berkenan atas pembunuhan seperti yang dilakukan dalam tindakan aborsi.
a. Jangan pernah berpikir bahwa janin dalam kandungan itu belum
memiliki nyawa.
Yer 1:5 ~ “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku
telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku
telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi
bagi bangsa-bangsa.”
Kej 16:11; Kej 25:21-26; Hos 12:2-3; Rom 9:10-13; Kel 21-22; Yes 7:14;
Yes 44:2,24; Yes 46:3; Yes 49:1-2; Yes 53:6; Ayb 3:11-16; Ayb 10:8-12;
Ef 1:4; Mat 25:34; Why 13:8; Why 17:8
b. Hukuman bagi para pelaku aborsi sangat keras.
Kel 21:22-25 ~ Apabila ada orang berkelahi dan seorang dari mereka
tertumbuk kepada seorang perempuan yang sedang mengandung,
sehingga keguguran kandungan, tetapi tidak mendapat kecelakaan yang
membawa maut, maka pastilah ia didenda sebanyak yang dikenakan oleh
suami perempuan itu kepadanya, dan ia harus membayarnya menurut
putusan hakim. Tetapi jika perempuan itu mendapat kecelakaan yang
membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa,
mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki,
lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak.
c. Aborsi karena alasan janin yang cacat tidak dibenarkan Tuhan.

39
Yoh 9:1-3 ~ Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta
sejak lahirnya. Murid-muridNya bertanya kepadaNya: “Rabi, siapakah
yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia
dilahirkan buta?"” Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang
tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di
dalam dia…”
Kis 17:25-29; Mzm 94:9; Rom 8:28; Im 19:14; Yes 45:9-12
d. Aborsi karena ingin menyembunyikan aib tidak dibenarkan Tuhan.
Kej 19:36-38 ~ Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah
mereka. Yang lebih tua melahirkan seorang anak laki-laki, dan
menamainya Moab; dialah bapa orang Moab yang sekarang. Yang lebih
mudapun melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Ben-Ami;
dialah bapa bani Amon yang sekarang. Kej 50:20; Rom 8:28
e. Tuhan tidak pernah memperkenankan anak manusia dikorbankan.
Apapun alasannya.
Kel 1:15-17 ~ Raja Mesir juga memerintahkan kepada bidan-bidan yang
menolong perempuan Ibrani, seorang bernama Sifra dan yang lain
bernama Pua, katanya: “Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada
waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu lahir: jika
anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan,
bolehlah ia hidup.” Tetapi bidan-bidan itu takut akan Allah dan tidak
melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir kepada mereka, dan
membiarkan bayi-bayi itu hidup.
Yeh 16:20-21; Yer 32:35; Mzm 106:37-42 ; II Raj 16:3; 17:17 ; 21:6 ;
Ul 12:31; 18:10-13; Im 18:21, 24 dan 30

2.6.6 Pandangan Buddha terhadap Aborsi


Dalam pandangan agama Buddha aborsi adalah suatu tindakan pengguguran
kandungan atau membunuh makhluk hidup yang sudah ada dalam Rahim
seorang ibu.
Syarat yang harus dipenuhi terjadinya makhluk hidup:
a) Mata utuni hoti : masa subur seorang wanita
b) Mata pitaro hoti : terjadinya pertemuan sel telur dan sperma

40
c) Gandhabo paccuppatthito : adanya gandarwa, kesadaran penerusan
dalam siklus kehidupan baru (pantisandhi-citta) kelanjutan dari kesadaran ajal
(cuti citta), yang memiliki energi karma.
Dari penjelasan diatas agama Buddha menentang dan tidak menyetujui
adanya tindakan aborsi karena telah melanggar pancasila Buddhis,
menyangkut sila pertama yaitu panatipata. Suatu pembunuhan telah terjadi
bila terdapat lima faktor sebagai berikut:
a) Ada makhluk hidup (pano)
b) Mengetahui atau menyadari ada makhluk hidup (pannasanita)
c) Ada kehendak (cetana) untuk membunuh (vadhabacittam)
d) Melakukan pembunuhan ( upakkamo)
e) Makhluk itu mati karena tindakan pembunuhan ( tena maranam)

2.6.7 Pandangan Hindu Terhadap Aborsi


Aborsi dalam Teologi Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut
"Himsa karma" yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan
membunuh, meyakiti, dan menyiksa. Oleh karena itulah perbuatan aborsi
disetarakan dengan menghilangkan nyawa, maka aborsi dalam Agama Hindu
tidak dikenal dan tidak dibenarkan.

2.7 Adopsi Dalam Perspektif Berbagai Agama


Secara etimologi adopsi berasal dari kata “adoptie” bahasa Belanda atau
“adopt”(adoption) bahasa Inggris, yang berarti pengangkatan anak, mengangkat anak.
Dalam bahasa Arab disebut “tabanni” yang menurut Prof. Mahmud Yunus diartikan
dengan “ mengambil anak angkat” sedang dalam Kamus Munjid diartikan“ittikhadzahu
ibnan” , yaitu “ menjadikannya sebagai anak. Adopsi adalah pengambilan anak yang
dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang jelas nasabnya untuk dijadikan anaknya
sendiri.Hal ini itu dilakukan untuk memberi kasih sayang, nafkah pendidikan dan
keperluan lainnya. Rosulullah SAW pernah melakukan adopsi, yakni ketika mengangkat
Zaid bin Haritsah sebagai anaknya.
Adopsi dibagi menjadi dua, yakni:
1. Mengangkat anak orang lain untuk dijadikan anaknya sendiri tanpa memberi status
sebagai anak kandungnya sendiri.

41
2. Mengangkat anak orang lain untuk dijadikan anaknya sendiri dan memberi atatus
sebagai anak kandung sehingga ia berhak memakai nasab orang tua angkatnya dan
mewarisiharta peninggalannya, dan hak-hak lainnya sebagai hubungan anak dan orang
tua.
Menurut Hilman Kusuma, S. H mengemukakan pendapatnya dengan mengatakan
bahwa anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua
angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat dikarenakan tujuan untuk
kelangsungan keturunan dan pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga. Sedangkan
surojo wingjodipura, S.H. mengatakan bahwa adopsi ( mengangkat anak ) adalah suatu
perbuatan pengambilan anak orang lain kedalam keluarga sendiri sedemikian rupa
sehingga antara orang yag memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu
hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada diantara orang tua dan anak.
Dalam hukum positif Indonesia telah diberi beberapa peraturan yang terdapat dalam
perundang-undangan Indonesia yang memberikan pengertian khusus tentang
pangangkatan anak dan anak angkat, yakni sebagai berikut:
a. Menurut Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak, pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang
mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau
orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan
anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.
b. Sedangkan pada Pasal 1 butir 9 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak menjelaskan bahwa anak abgkat adalah anak yang haknya
dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain
yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan pembesaran anak tersebut, ke
dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.

2.7.1 Adopsi Dalam Perspektif Islam


Dalam ajaran Agama Islam antara orang tua angkat dan anak angkatnya tidak
ada hubungan nasab.Nasab adalah legalitas (keabsahan; perihal atau keadaan sah)
hubungan kekeluargaan yang berdasarkan pertalian darah, sebagai salah satu akibat
dari pernikahan yang sah, atau nikah fasid, atau senggama syubhat (zina).Dengan
adanya hubungan nasab seseorang berhak untuk mendapatkan hak-hak, seperti
hukum warisan, pernikahan, perwalian dan sebagainya.
Hukum adopsi di atur dalam Alquran surat Al-Ahzab ayat 4-5, sebagai berikut:
42
Artinya: (4) Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar[1198] itu sebagai
ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu
(sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja.Dan Allah
mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). (5)
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak
mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui
bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu
seagama dan maula-maulamu[1199]. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang
kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.
Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.( Q.S. Al-Ahzab: 4-5)

Surat Al-Ahzab ayat 4-5 tersebut dalam garis besarnya dapat dirumuskan sebagai
berikut:
a) Allah tidak menjadikan dua hati dalam dada manusia.
b) Anak angkatmu bukanlah anak kandungmu.
c) Panggillah anak angkatmu menurut nama bapaknya.

Dari ketentuan di atas sudah jelas bahwa yang dilarang adalah pengangkatan anak
sebagai anak kandung dalam segala hal.Dalam ayat lain tentang kisah pernikahan
sahabat Zaid bin Haritsah radhiyallahu’anhu 9yang pernah menjadi anak angkat
Rasulullah SAW, sebelum adanya pelarangan) dengan Zainab binti Jahsy
radhiyallahu’anha, Allah berfirman dalam Q.S. Al-Ahzab ayat 37:

43
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah
melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya:
"Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu
menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu
takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka
tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami
kawinkan kamu dengan dia[1219] supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin
untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat
itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya[1220]. Dan adalah ketetapan
Allah itu pasti terjadi."[2]
Mengangkat anak orang lain untuk diperlakukan, dijadikan, diakui sebagai anak
sendiri (waladush shulbi au radha’) hukumnya tidak sah. Hal ini sesuai dengan
penjelasan hadist dari beberapa kitab, yaitu:
1. Kitab Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al Tanzila
Sungguh Nabi Saw. bersabda: “Barangsiapa mengaku orang lain sebagai bapaknya,
dan ia tahu bahwa orang tersebut memang bukan bapaknya, maka surge diharamkan
terhadap dirinya.”
2. Kitab Ma’alim al-Tanzil
Qatadah berkata: “Siapa pun tidak boleh berkata tentang Zaid bin Haritsah: “Zaid
bin Muhammad. “Jika seseorang dengan sengaja mengatakan seperti itu, maka ia
telah maksiat, dan barangsiapa bermaksiat kepada Allah Swt. Dan Rasul-Nya, maka
niscaya ia tersesat dengan kesesatan yang sangat jauh.”
Islam tetap membolehkan adopsi dengan ketentuan :
1. Nasab anak angkat tetap dinisbatkan kepada orang tua kandungnya, bukan kepada
orang tua angkatnya.

44
2. Anak angkat itu dibolehkan dalam Islam, tetapi sekedar sebagai anak asuh, tidak
boleh disamakan dengan status anak kandung, baik dari segi pewarisan, hubungan
mahram, maupun 2wali ( dalam perkawinan ).
3. Karena anak angkat itu tidak boleh menerima harta warisan dari orang tua
angkatnya, maka boleh mendapatkan harta benda dari orang tua angkatnya berupa
hibah, yang maksimal sepertiga dari jumlah kekayaan orang tua angkatnya.

45
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 KB Dalam Perspektif Berbagai Agama
Program KB adalah bagian yang terpadu dalam program pembangunan
nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan
social budaya penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan
kemampuan produksi nasional.
Dalam islam , keluarga berencana menjadi persoalan yang polemik karena
ada beberapa ulama yang menyatakan bahwa keluarga berencana dilarang tetapi ada
juga ayat al-qur’an yang mendukung program keluarga berencana. Keluarga
Berencana, secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud
menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang
tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemaslahatan
bagi umatnya
Agama kristen protestan memandang kesejahteraan keluarga diletakkan dan
diwujudkan dalam pemahaman yang bersifat real sesuai dengan kehendak Allah dan
tidak melarang umatnya berKB.
Menurut kristen katolik untuk mengatur kelahiran anak suami istri harus tetap
menghormati dan menaati moral katolik dan umat katolik dibolehkan berKB dengan
metode alami yang memanfaatkan masa tidak subur.
Keluarga berencana menurut agama Buddha dibenarkan dan umat budha
dibebaskan memilih cara KB yang cocok. KB menurut Agama Hindu diperbolehkan
karena Kb dapat membatasi jumlah anak dengan tujuan agar sejahtera.

 Transplantasi Organ Dalam Perspektif Berbagai Agama


Dalam Islam donor dibolehkan dengan syarat yaitu, donor tersebut tidak
mengakibatkan kematian si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung, limpha
atau paru-parunya. Hal ini akan mengakibatkan kematian pada diri si pendonor.
Padahal manusia tidak boleh membunuh dirinya, atau membiarkan orang lain
membunuh dirinya; meski dengan kerelaannya.

46
Menurut ajaran Hindu transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan
alasan, bahwa pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar dia bebas dari
penderitaan dan dapat menikmati kesehatan dan kebahagiaan, jauh lebih penting,
utama, mulia dan luhur, dari keutuhan organ tubuh manusia yang telah meninggal.
Pada umumnya, Gereja Katolik memperkenankan transplantasi organ tubuh.
Dalam ensiklik “Evangelium Vitae” (= Injil Kehidupan), Bapa Suci Yohanes Paulus
II menyatakan, “… ada kepahlawanan harian, yang terdiri dari amal perbuatan
berbagi sesuatu, besar atau kecil, yang menggalang kebudayaan hidup yang otentik.
Pandangan Buddha menyatakan transplantasi tidak dilarang, selama tujuannya
untuk kesehatan dan menyelamatkan nyawa manusia , yang penting tidak
melanggar hukum agama, dan diusahakan apa yang masuk dalam tubuh seseorang itu
berasal dari keturunan yang baik serta bukan barang curian.
Transplantasi menurut konghucu diperbolehkan dengan tujuan menyelamatkan
nyawa manusia dan memenuhi 5 unsur kebajikan.

 Bayi Tabung Dalam Perspektif Berbagai Agama


Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan
bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi
nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi
Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung
dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel
sperma suami dan ovum dari isteri sendiri.
Menurut pandangan agama Kristen protestan, program bayi tabung diizinkan
untuk dilaksanakan. Asalkan, dalam konteks yang melaksanakannya adalah pasangan
suami isteri yang sudah diberkati atau dinikahi
Gereja katolik tidak mengijinkan bayi tabung. Sebab bayi tabung merupakan
teknologi fertilisasi atau Konsepsi yang dilakukan oleh para ahli. Jika manusia
mengolah bayi tabung, artinya manusia itu sudah melampaui kewajaran atau melebihi
kuasa Allah Bapa yang sudah menciptakan manusia.
Menurut agama Hindu program bayi tabung tidak disetujui karena sudah
melanggar ketentuan. Diartikan melanggar ketentuan karena sudah melanggar
kewajaran Tuhan (Ranying Hatalla) untuk menciptakan manusia.

47
Kesimpulannya, di dalam ajaran Agama Buddha itu sendiri tidak ditolak adanya
bayi tabung. Bahkan kloning pun juga tidak di tolak. Jadi, di lain kata dapat dikatakan
bahwa bayi tabung atau inseminasi buatan di dalam agama ini diperbolehkan

 Donor Sperma Dalam Perspektif Berbagai Agama


Dapat dikatakan hukum inseminasi buatan dalam Islam harus diklasifikasikan
persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma atau ovum suami isteri
sendiri, maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar
memerlukan inseminasi buatan untuk membantu memperoleh keturunan.
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor
sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina.
Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi
tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan
bertentangan dengan harkat manusia.
Apabila seseorang berniat berumah tangga, maka hendaknya ia konsekuen
dan setia dengan pilihannya, melaksanakan segala tugas dan kewajibannya dengan
sebaik-baiknya. Orang yang demikian ini sesungguhnya adalah seperti seorang
pertapa tetapi hidup dalam rumah tangga. Sikap ini pula yang dipuji oleh Sang
Buddha. Dengan demikian, inseminasi tidak diperbolehkan dalam agama budha.
Inseminasi atau pembuahan secara suntik bagi umat Hindu dipandang tidak
sesuai dengan tata kehidupan agama

 Sewa Rahim Dalam Perspektif Berbagai Agama


. Dalam masyarakat Islam sehubungan dengan permasalahan ini, ada dua
kelompok yang memiliki perbedaan pendapat yaitu kelompok yang mendukung atau
membolehkan serta kelompok yang menolak atau mengharamkan.
Agama Kristen juga menganggap embrio, baik yang dihasilkan di dalam rahim
maupun di luar, sebagai kehidupan baru yang harus dihargai dan dihormati.Pada
dasarnya, hasil karya manusia selalu tidak sempurna, sehingga pasti ekses yang mesti
diperhitungkan, tapi pihaknya masih mentoleransi penggunaan sel embrio sisa hasil
proses bayi tabung.

48
 Aborsi Dalam Perspektif Berbagai Agama
Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang menyatakan bahwa aborsi
boleh dilakukan oleh umat Islam.Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat yang
menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak ayat-ayat yang
menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh sesama manusia
adalah sangat mengerikan.
Dalam Alkitab dikatakan dengan jelas betapa Tuhan sangat tidak berkenan
atas pembunuhan seperti yang dilakukan dalam tindakan aborsi.
Dalam pandangan agama Buddha aborsi adalah suatu tindakan pengguguran
kandungan atau membunuh makhluk hidup yang sudah ada dalam rahim seorang ibu.
Aborsi dalam Teologi Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut
"Himsa karma" yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh,
meyakiti, dan menyiksa.

 Adopsi Dalam Perspektif Islam


Dalam ajaran Agama Islam antara orang tua angkat dan anak angkatnya tidak ada
hubungan nasab.Nasab adalah legalitas (keabsahan; perihal atau keadaan sah)
hubungan kekeluargaan yang berdasarkan pertalian darah, sebagai salah satu akibat
dari pernikahan yang sah, atau nikah fasid, atau senggama syubhat (zina).Dengan
adanya hubungan nasab seseorang berhak untuk mendapatkan hak-hak, seperti hukum
warisan, pernikahan, perwalian dan sebagainya.
Dalam ajaran agama Kristen memberi anak untuk diadopsi dapat merupakan
alternatif yang penuh kasih dari orangtua yang mungkin, dengan satu atau alasan
lainnya, tidak sanggup memelihara anak mereka sendiri. Itu dapat menjadi jawaban
doa bagi banyak pasangan yang tidak sanggup memiliki anak sendiri.

49
DAFTAR PUSTAKA
Ebrahim, Abul Fadl Mohsin.2007.Fikih kesehatan. Jakarta: Penerbit Serambi

Hanafiah,Jusuf.1999.Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.Jakarta:EGC

Uddin, Dr. H. Jurnalis dkk. 2006. Reintepretasi Hukum Islam Tentang Aborsi. Jakarta:
Universitas Yarsi

http://asma-nadia-hidayat.blogspot.co.id/2012/11/transplantasi-dalam-pandangan-
berbagai.html

50

Anda mungkin juga menyukai