Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

KULIAH SABTU, 16 SEPTEMBER 2023

1. Pertanyaan yang saya hadapi dilapangan adalah tentang : Bagaimana hukum


sholat saat menjelang persalinan , dimana lendir dan darah sudah keluar?
2. Jawaban yang saya berikan adalah : ibu sudah tidak di wajibkan untuk sholat
karena ibu sudah mengeluarkan lendir dan darah dari vagina.
3. Berdasarkan Hukum Islam berikut penjelasannya :

Dalam ilmu kedokteran dikenal istilah “bloody show” yaitu darah bercampur lendir
yang keluar ketika wanita akan melahirkan. Ini adalah salah satu tanda akan
melahirkan yaitu terjadi pembukaan mulut rahim. Dan ini disertai rasa nyeri yang
mengawali kelahiran sebagaimana yang terjadi pada wanita melahirkan umumnya.

Perbedaan Ulama
Mengenai darah yang keluar sebelum melahirkan, ada tiga pendapat dalam masalah
ini:
Pertama, darah tersebut adalah darah fasad (darah rusak), hukumnya sama dengan
hukum darah istihadhoh, yaitu darah kotor yang keluar bukan pada waktu haidh atau
nifas, konsekuensinya tetap shalat dan puasa. Demikian madzhab Abu Hanifah dan
Syafi’i. Dalam Al Hidayah disebutkan,
‫والدم الذي تراه الحامل ابتداء أوحال والدتها قبل خروج الولد استحاضة‬
“Darah yang dilihat oleh wanita hamil di awal-awal atau saat melahirkan sebelum
keluarnya bayi, dianggap darah istihadhoh.”
Kedua, darah tersebut adalah darah nifas. Demikian yang menjadi pendapat dalam
madzhab Hambali. Dalam Kasyaful Qona’ disebutkan,
‫النفاس دم ترخيه الرحم مع والدة وقبلها بيومين أو ثالثة مع أمارة‬
“Nifas adalah darah yang keluar dari rahim bersama, atau dua atau tiga hari
sebelum melahirkan di mana darah tersebut tanda akan lahir.”
Ketiga, darah sebelum melahirkan dihukumi darah haidh. Inilah madzhab Malikiyah.
Al ‘Adawi dalam Hasyiyah-nya berkata,
‫ والراجح أنه‬.‫ وقبلها على قول مرجوح‬،‫ ومعها على قول األكثر‬،‫ بعدها على األصح‬،‫ الدم الخارج ألجل الوالدة‬:‫النفاس‬
‫حيض‬
“Nifas adalah darah yang keluar karena sebab melahirkan, keluar setelah
melahirkan menurut pendapat yang lebih kuat, atau pendapat kebanyakan ulama
adalah bersama dengan melahirkan. Ada pula yang berpendapat darah nifas itu
sebelum melahirkan, namun itu pendapat yang lemah. Yang tepat darah sebelum
melahirkan dianggap haidh.”
Sebab perbedaan ulama dalam masalah ini karena perbedaan dalam
mendefinisikan darah nifas.
Ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah berpandangan bahwa darah nifas adalah darah
yang keluar setelah melahirkan. Adapun darah yang keluar sebelum melahirkan
digolongkan darah fasad (darah istihadhoh). Wanita dalam kondisi semacam itu
masih dianggap suci. Namun ulama Syafi’iyah mengecualikan jika darah tersebut
bersambung dengan haidhnya, maka dianggap sebagai darah haidh karena ulama
Syafi’iyah menganggap wanita hamil bisa saja mengalami haidh.
Sedangkan ulama Hambali berpendapat bahwa darah nifas adalah darah yang
keluar karena sebab melahirkan.
Adapun ulama Malikiyah berpendapat bahwa darah nifas adalah darah yang keluar
saat melahirkan atau sesudahnya. Adapun sebelumnya dianggap sebagai dari haidh
menurut pendapat terkuat di kalangan ulama Malikiyah. (Diambil dari IslamWeb)

Pendapat Terkuat
Darah nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan. Inilah darah yang keluar
sebelum melahirkan seperti pada pembukaan rahim, maka dihukumi sebagai darah
fasad (darah rusak) yang masih tetap harus shalat dan puasa. Jika memang ia tidak
mampu mengerjakan saat proses melahirkan seperti itu, maka ia mesti mengqodho
shalat atau puasanya setelah nanti suci dari nifas.

Inilah pelajaran dari Syaikh Kholid Mushlih -murid sekaligus menantu Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin-

Sumber https://rumaysho.com/6388-hukum-darah-sebelum-melahirkan.html
4. Seorang ibu hamil usia 17 Tahun datang ke Bidan Praktek Mandiri ditemani
Ibunya. Ibunya bercerita bahwa anaknya adalah korban pemerkosaan yang
saat ini sudah hamil 8 minggu dan ingin mengugurkan kandungan tersebut
dan saat ini kondisi anaknya mengalami gangguan mental. Tindakan apa
yang harus dilakukan seorang Bidan menangani hal tersebut ?
Jawaban :
Saat menemui kasus seperti ini yang akan saya lakukan pertama kali adalah
menenangkan ibu dan anak tersebut. Menjelaskan apapun yang terjadi sudah
pasti atas kehendak dan ijin Allah SWT, semua takdir yang Allah SWT
berikan adalah baik, yang menganggap takdir buruk hanyalah pandangan
manusia sesuai dalam Q.S Al-Baqarah 2:126. Kemudian menanggapi kondisi
anak yang menjadi korban pemerkosaan dan hamil 8 minggu dan saat ini
mengalami gangguan jiwa menurut pandangan islam.
Calon Bayi yang berada dalam Rahim anak adalah makhluk suci yang
sedang bertumbuh walaupun belum ditiupkan ruh, menjelaskan juga pada
keluarga bahwa calon bayi yang ada dalam kandungan bukanlah haram yang
haram adalah perbuatannya. Apabila kita Memelihara jiwa dan melindunginya
dan berbagai ancaman berarti melindungi eksistensi kehidupan umat manusia
dan sekaligus melindungi eksistensi komunitas muslim. Tindakan aborsi tidak
hanya melenyapkan keberadaan janin dalam rahim sehingga menghilangkan
kemungkinan baginya untuk menikmati kehidupan dunia, tetapi sekaligus
mengancam jiwa ibu yang mengandungnya. Kenyataan ini membuktikan
bahwa tindakan aborsi menimbulkan efek yang besar bagi sang ibu.
Dalam kasus anak 17 tahun ini, faktor yang bisa menjadi alasan utama
pertimbangan Tindakan aborsi yakni atas dasar indikasi sosial berupa
kehamilan terjadi akibat pemerkosaan, kejadian ini memang diluar kehendak
dan tidak dapat dipersalahkan tetapi adanya rasa malu akibat kehamilan ini
sampai menggangu kejiwaan korban yang perlu menjadi perhatian.
Manusia adalah makhluk paling sempurna dan mulia di antara makhluk-
makhluk Allah karena selain bentuk fisik dan spikis yang sempurna, manusia
dianugrahi akal agar dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah yang
mengatur, memimpin, memelihara, membuat kesejahteraan, kedamaian dan
keadilan diatas bumi. Oleh karena kelebihan-kelebihan yang dianugrahkan
oleh Allah tersebut, Allah memuliakan
manusia meleblhi makhluk yang lain. Hal ini dituliskan Allah SWT dalam
Q,S.Al-lsra ayat 70;
"Dan sungguh kami telah memuliakan anak cucu Adam (manusia) dan kami
telah menempatkan mereka di daratan dan di lautan dan memberi rezeki
kepada mereka dari yang baik-baik dan kami tinggikan derajat mereka dari
kebanyakan makhluk yang kami ciptakan"
Oleh karena Allah telah memuliakan anak Adam maka Islam menghormati
hak dan melindungi janin sejak ada dalam rahim, dan hak inilah yang menjadi
salah satu tujuan hukum Islam, sebagaimana tujuan hukum Islam alah
melindungi keturunan, nyawa, akal, harta, dan agama. Secara garis besar
proses perkembangan janin dalam kandungan yang tersurat dalam Al- Qur'an
menjadi beberapa tahapan :
tahap nutfah yang dimulai dari pembuatan sperma terhadap ovum, tahap
Alaqoh, tahap penempelan hasil pembuahan pada dinding Endomitrium
rahim, tahap Mudqah dirnana pada tahapan ini embrio tumbuh dan
berkembang menjadi calon bayi yang diberi keistimewaan insaniah sebagat
makhluk lain (khalqan akhar) sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah
pada surat Al- Mu'minun ayat: 12-14.
"Dan sungguh kami telah menciptakan manusia dari saripati tanah kemudian
kami menjadikannya segumpal darah dari tempat yang sangat kuat (rahim).
Kemudian kami menciptakan segumpal darah menjadi daging. Dan kami
menciptakan segumpal daging itu dibungkus dengan tulang. Kemudian kami
menciptakan makhluk yang lain (manusia). Maha berkah Allah sebaik-baik
Pencipta"
Dalam nash yang lain, Nabi menjelaskan bahwa dalam prosesi penciptaan,
ruh baru ditiupkan pada hari yang keseratus dua puluh saat janin berada
dalam perut Ibunya. "Dari Abdul Rahman Bin Mas'ltd, la berkata telah
bersabda kepada kami Rasulullah SAW sungguh seseorang telah berkumpul
diperut Ibunya 40 hari menjadi segumpal darah 40 hari kemudian menjadi
segumpal daging 40 hari kemudian dibungkus dengan tulang 40 hari hari
kemudian ditiupkan ruh. (HR. Muslim), "
Bila dikembalikan pada kasus aborsi, maka para ulama sepakat untuk
mengharamkan pengguguran yang dilakukan pada waktu janin sudah diberi
nyawa. Perbuatan ini dipandang tindak pidana, jarimat yang tidak halal
dilakukan seseorang muslim, sebab pengguguran seperti itu sama dengan
pembunuhan terhadap manusia yang telah sempurna wujudnya.

Sedangkan aborsi sebelum janin diberi ruh, dalam Islam tidak ada ketentuan
yang jelas dari nash. Oleh karena itu, masalah hukum aborsi (Qobla nafkh al-
ruh) menjadi garapan para ulama ahli Fiqih untuk menetapkan hukumnya
dengan jalan ijtihad. Dalam hal ini, setidaknya kita dapal menemukan tiga
golongan:
Pertama : golongan yang membolehkan pengguguran secara umum sebelum
pemberian nyawa. Hal ini mereka katakan karena sebelum ditiupkan ruh tidak
ada kehidupan, maka setiap yang tidak ada kehidupan tidak mengakibatkan
adanya jinayat. Dengan demikian, tidak ada larangan untuk
menggugurkannya. Kedua : golongan yang membolehkan pengguguran pada
salah satu tahap dan melarang tahap-tahap yang lain, secara lebih rinci dapat
dipaparkan sebagai berikut :
a. Makhruh pada tahap al-nutfah dan harapan pada tahap al-alaqat dan
mudghat. Ini dalam pendapat malikiyah dan dalam madzhab al-syafi'iyah
disebut sebagai makruh tazih, dengan syarat pengguguran itu seizin suami.
b. Boleh pada tahap al-natfah sedangkan pada tahap al-alaqat serta al-
mitdghat haram hukumnya.
c. Boleh pada tahap al-nutfah dan al-alaqat; sedangkan pada tahap al-
mudghat mereka haramkan. Tiga golongan yang mengharamkan
pengguguran pada setiap tahap-tahap pertumbuhan janin sebelum diberi
nyawa. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam al- Ghazali dan Ibnu-Jauzi
Bila ingin diteliti lagi, lebih jauh akan kita dapati bahwa para ulama tidak saja
berbeda pendapat dalam hal menentukan kedudukan Aborsi, malah mereka
pun punya pendapat yang tidak sama dalam hukum azl, sebab memang ada
hadist yang membolehkan dan ada yang melarang. Maka. dalam hal ini
ditarjihkan dengan kembali kepada kaidah: "Apabila berkumpul halal dan
haram, maka dikalahkan yang haram ". Untuk itu, hadist yang melarang azl
dimenangkan dari yang membolehkannya, sebagai tindakan preventif atau
kehati-hatian ; (ihtiyath) /bid hal. 124 19Syaitut, op,cit., hal. 29

Kesimpulan Dalam Islam keberadaan nyawa pada janin ikut menentukan


kondisi hukum. Ahli hukum Islam sepakat bahwa haram hukunya bila
melakukan aborsi setelah ditiupkan ruh pada janin (janin telah bernyawa).
Namun, mereka berbeda pendapat pada hukum aborsi sebelum ditiupnya
ruh. Dalam hal ini, ada 3 pandangan.
a. Haram secara mutlak;
b. Melihat tahapan penciptaan untuk menetapkan haram dan tidaknya; dan
c. Membolehkan pada tiap tahapan.

Dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa wanita yang mengandung


(Aborsi provokarus medicinalis) dibolehkan melakukan aborsi.

Saya sebagai bidan lebih menganjurkan ibu untuk datang ke Rumah Sakit
terdekat bertemu dengan Dokter Spesialis Kandungan yang lebih
berkompeten dalam melakukan Tindakan aborsi/mengugurkan kandungan ini
karena mestinya jika berada di Rumah Sakit peralatan dan ketersediaan obat-
obat lebih mumpuni apabila terjadi komplikasipun Tindakan bisa cepat
dilakukan.

Sumber :
Mardani, Mardani (2021) "Aborsi dalam Perspektif Hukum Islam," Indonesian Journal of
International Law: Vol. 4 : No. 4 , Article 5. DOI: 10.17304/ijil.vol4.4.163 Available at:
https://scholarhub.ui.ac.id/ijil/vol4/iss4/5

Anda mungkin juga menyukai