Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI SUSUN OLEH:

MOHAMAD REZA PAHLEVI


4122122120046

DOSEN PENGAMPUH:
ASEP SAMSUL SP,MP

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………. 3

BAB I Pendahuluan………………………………………………………………. 4

A Latar belakang ………………………………………………………….. 4

B.Rumusan masalah ………………………………………………………. 4

BAB II Pembahasan……………………………………………………………....5

1.Bayi tabung ……………………………………………………………… 5

2.Benk sperma …………………………………………………………….. 6

3.Operasi penggantian kelamin …………………………………………… 7

4.Operasi selaput dara …………………………………………………….. 14

5.Perkara yang dijadikan obat yang berasal dari bahan haram …………... 16

6.Tanaman transgenic ……………………………………………………. 17

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………. 18

A.Kesimpulan ……………………………………………………………… 18

B.Wibe site ………………………………………………………………… 18

2
Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. Berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya, makalah yang berjudul, “Makalah PAI” dapat terselesaikan dengan
baik.

Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca
tentang "Makalah PAI".

Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami
sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber, yakni melalui kajian
pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada kedua
orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, dosen pembimbing
kami, Bapak ASEP SAMSUL SP,MP. serta kepada teman-teman seperjuangan yang
membantu kami dalam berbagai hal.

Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT. Oleh karena itu, kami
memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan atau pun
ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Kami
menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya makalah
yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Sumedang,19 Desember 2022

3
BAB IPENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Ijtihad merupakan upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada pada
zamanRasulullah SAW. Hingga dalam perkembangannya, ijtihad dilakukan oleh
para sahabat,tabi’in serta masa-masa selanjutnya hingga sekarang ini. Meskipun pada
periode tertentu apayang kita kenal dengan masa taqlid, ijtihad tidak diperbolehkan,
tetapi pada masa periodetertentu pula (kebangkitan atau pembaharuan), ijtihad mulai
dibuka kembali. Karena tidakbisa dipungkiri, ijtihad adalah suatu keharusan, untuk
menanggapi tantangan kehidupan yangsemakin kompleks problematikanya.

Sekarang, banyak ditemui perbedaan-perbedaan madzab dalam hukum Islam yang


itudisebabkan dari ijtihad. Misalnya bisa dipetakan Islam kontemporer seperti Islam
liberal,fundamental, ekstrimis, moderat, dan lain sebagainya. Semuanya itu tidak
lepas dari hasilijtihad dan sudah tentu masing-masing mujtahid berupaya untuk
menemukan hukum yangterbaik. Justru dengan ijtihad, Islam menjadi luwes, dinamis,
fleksibel, cocok dalam segalalapis waktu, tempat dan kondisi. Dengan ijtihad pula,
syariat Islam menjadi “tidak bisu”dalam menghadapi problematika kehidupan yang
semakin kompleks.

Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu


melaluidalil-dalil agama yaitu Al-Qur'an dan Al-hadits dengan jalan istimbat. Adapun
mujtahid ituialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh
kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum
agama. Oleh karena itu kita harusberterima kasih kepada para mujtahid yng telah
mengorbankan waktu,tenaga, dan pikiranuntuk menggali hukum tentang masalah-
masalah yang dihadapi oleh umat Islam baik yangsudah lama terjadi di zaman Rasullullah
maupun yang baru terjadi.

B.Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini, penulis merumuskan beberapa masalah diantaranyasebagai


berikut:

1.Bayi tabung

2.Benk sperma

3.Operasi penggantian kelamin

4.Operasi selaput dara

5.Perkara yang dijadikan obat yang berasal dari bahan haram

6.Tanaman transgenic

4
BAB II PEMBAHASAN

1. BAYI TABUNG

Dalam jurnal Al Mawarid dijelaskan, apabila inseminasi buatan atau bayi tabung
dilakukan saat masih berada dalam ikatan suami istri, maka metode tersebut diperbolehkan
oleh kebanyakan ulama kontemporer sekarang ini.Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri
sudah mengeluarkan fatwa soal Hukum Bayi Tabung.Dalam fatwa dinyatakan jika bayi
tabung berasal dari sperma dan sel telur pasangan suami istri sah menurut hukum, maka
mubah atau diperbolehkan.Hal ini bisa terjadi karena masuk ke dalam ikhtiar yang didasari
kaidah agama, yaitu untuk memperoleh keturunan.

-Adapun hukum bayi tabung dalam Islam harus memenuhi persyaratan, berupa:

-Dilaksanakan atas ridho suami dan istri

-Inseminasi akan dilaksanakan saat masih berada dalam status suami istri

-Dilaksanakan sebab keadaan yang darurat supaya bisa hamil

-Perkiraan dari dokter yang kemungkinan besar akan memberikan hasil dengan cara memakai
metode tersebut

-Aurat perempuan hanya diperkenankan dibuka saat keadaan darurat dan tidak lebih dari
keadaan darurat

Selain itu, hukum bayi tabung dalam Islam juga menyarankan bahwa tenaga medis
yang membantu adalah dokter perempuan atau muslimah apabila memungkinkan.Namun jika
tidak, maka dilakukan oleh dokter perempuan non muslim.Cara lain adalah dilakukan oleh
dokter laki-laki muslim yang sudah bisa dipercaya dan jika tidak ada pilihan lain maka
dilakukan oleh dokter non muslim laki-laki.

Hukum bayi tabung dalam Islam juga menjelaskan bahwa prosedur ini bisa menjadi
tindakan haram, apabila Moms dan Dads melaksanakannya tak sesuai kaidah di atas.

Surat At-Tin ayat 4

Bayi tabung atau inseminasi buatan yang dilakukan dengan cara donor mengartikan
merendahkan harkat manusia yang disejajarkan dengan hewan yang di inseminasi.

5
2.BANK SPERMA

Bank sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu di bekukan dan
disimpan ke dalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan fertilitas sperma. Dalam
bahasa medis bisa disebut juga Cryiobanking. Cryiobanking adalah suatu teknik
penyimpanan sel cryopreserved untuk digunakan di kemudian hari. Teknik cryobanking
terhadap sperma manusia telah memungkinkan adanya keberadaan donor semen, terutama
untuk pasangan-pasangan infertil. Tentu saja, semen-semen yang akan didonorkan perlu
menjalani serangkaian pemeriksaan, baik dari segi kualitas sperma maupun dari segi
pendonor seperti adanya kelainan-kelainan genetik. Dengan adanya cryobanking ini, semen
dapat disimpan dalam jangka waktu lama, bahkan lebih dari 6 bulan. Kualitas sperma yang
telah disimpan dalam bank sperma juga sama dengan sperma yang baru, sehingga
memungkinkan untuk proses ovulasi.

Selain digunakan untuk sperma-sperma yang berasal dari donor, bank sperma juga
dapat dipergunakan oleh para suami yang produksi spermanya sedikit atau bahkan akan
terganggu. Telah disebutkan diatas, bank sperma dapat dipergunakan oleh mereka yang
produksi spermanya akan terganggu. Maksudnya adalah pada mereka yang akan menjalani
vasektomi atau tindakan medis lain yang dapat menurunkan fungsi reproduksi seseorang.
Dengan bank sperma, semen dapat dibekukan dan disimpan sebelum vasektomi untuk
mempertahankan fertilitas sperma.

Praktek jual beli sperma melalui bank sperma menurut Hukum Islam adalah haram
karena pembeli yaitu perempuan yang memasukkan sperma yang dibelinya dari bank sperma
ke dalam alat kelaminnya agar bisa hamil dengan inseminasi buatan yaitu suatu cara atau
teknik memperoleh kehamilan tanpa melalui persetubuhan

6
3.Operasi penggantian kelamin

Allâh Azza wa Jalla menciptakan manusia dalam bentuk yang paling indah. Keindahan ini
meliputi banyak sisi, baik dari sisi postur tubuh, kelengkapan anggota badan, keelokan wajah
dan banyak hal lainnya.

‫َلَقْد َخ َلْقَنا اِإْل ْنَس اَن ِفي َأْح َس ِن َتْقِو يٍم‬

Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling indah. [At-Tîn/95:4]

Ketika Allâh Azza wa Jalla menciptakan makhluk lain dengan wajah tertunduk ke bawah,
Dia menciptakan manusia dengan wajah yang menghadap ke depan. Ketika makhluk lain
berjalan membungkuk, manusia berjalan tegap. Manusia diberi lisan yang fasih berbicara dan
tangan yang indah dengan jari-jemari yang serasi untuk menggenggam. Abu Bakar Ibnu
Thahir mengatakan, “Manusia tampil menawan dengan akalnya. Ia dapat menjalankan
perintah, mampu membedakan yang baik dan yang buruk. Tubuhnya tegap ke atas dan ia
memungut makanan dengan tangannya”.

Ibnul Arabi mengatakan, “Allâh Azza wa Jalla tidak menciptakan suatu makhluk pun yang
lebih indah dari manusia. Sebab Allâh Azza wa Jalla menciptakannya sebagai makhluk hidup
yang berilmu, berkemampuan, berkeinginan, berbicara, mendengar, melihat, mengatur, dan
bijaksana; dan ini adalah bagian dari sifat-sifat ilâhiyah.[1]

Kendatipun demikian, ada sejumlah orang di dunia ini yang merasa terperangkap dalam
tubuh yang salah. Ada sejumlah lelaki yang merasa bahwa dirinya lebih layak menjadi
perempuan dan tidak puas sebagai laki-laki, demikian pula sebaliknya. Gejala ketidakpuasan
seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan
kejiwaan dirinya; ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya,
dinamakan transexualisme.

Perasaan ini terkadang hanya terpendam dalam hati, namun ada pula yang kemudian mulai
bertingkah laku seperti lawan jenis, baik dalam hal berpakaian, berbicara, maupun bergaul.
Dan puncaknya ialah dengan berganti kelamin secara total.

Sekilas Tentang Operasi Ganti Kelamin

7
Operasi ganti kelamin ialah pembedahan medis yang bertujuan untuk merubah jenis kelamin
laki-laki menjadi perempuan, atau sebaliknya. Dalam kondisi pertama –yakni merubah laki-
laki menjadi wanita-; yang dilakukan adalah mengangkat zakar (penis) beserta kedua buah
pelirnya. Setelah itu, tim dokter akan membikin vagina dan membesarkan payudara si pasien.

Sedangkan dalam kondisi kedua –yakni merubah perempuan menjadi laki-laki-; yang
dilakukan adalah mengangkat payudara, mendisfungsikan saluran reproduksi wanita, dan
membikin zakar (penis). Dan dalam kedua kondisi tadi, pasien diharuskan mengikuti terapi
mental dan hormonal tertentu.

Beberapa tahun terakhir, operasi semacam ini banyak terjadi di negara-negara barat. Faktor
pemicunya secara garis besar ialah, karena para pasien tadi sudah tidak betah dengan jenis
kelamin yang dibawanya sejak lahir. Kebencian tersebut dipicu oleh banyak sebab, yang
intinya adalah salah didik sejak kecil, sebagaimana yang dijelaskan sejumlah dokter. Para
pasien tadi sebenarnya memiliki jenis kelamin yang jelas dan tidak samar, baik dari segi
penampilan luar maupun organ internalnya. Jadi, mereka bukanlah manusia berkelamin
ganda yang dalam terminologi fiqih disebut khun-tsa.[2]

Operasi Ganti Kelamin Dalam Tinjauan Syar’i

Tidak diragukan lagi, bahwa operasi ganti kelamin adalah sesuatu yang diharamkan oleh
syariat, bahkan termasuk dosa besar. Dalil-dalil yang mengarah ke sana cukup banyak, baik
dari al Qur’ân, Sunnah, maupun Ijma’. Berikut ini adalah penjelasannya:

Pertama. Dalil dari Al-Qur’ân

1. Firman Allâh Azza wa Jalla ketika mengutip ucapan Iblis :

‫ِهَّللا َفَقْد‬ ‫َو ُأَلِض َّلَّنُهْم َو ُأَلَم ِّنَيَّنُهْم َو آَل ُمَر َّنُهْم َفَلُيَبِّتُك َّن آَذ اَن اَأْلْنَع اِم َو آَل ُمَر َّنُهْم َفَلُيَغِّيُر َّن َخ ْلَق ِهَّللا ۚ َو َم ْن َيَّتِخِذ الَّش ْيَطاَن َو ِلًّيا ِم ْن ُدوِن‬
‫ُغ ُروًرا‬ ‫﴾ َيِع ُدُهْم َو ُيَم ِّنيِه ْم ۖ َو َم ا َيِع ُدُهُم الَّشْيَطاُن ِإاَّل‬١١٩﴿ ‫َخ ِس َر ُخ ْس َر اًنا ُم ِبيًنا‬

Aku (Iblis) pasti akan menyesatkan mereka (manusia), membuai mereka dengan angan-angan
kosong, dan menyuruh mereka agar memotong telinga hewan ternak, serta menyuruh mereka
untuk merubah ciptaan Allâh. Dan barangsiapa menjadikan syaithan sebagai pelindungnya
selain Allâh , maka ia benar-benar merugi luar biasa. Syaitan itu memberi janji-janji dan
angan-angan kepada mereka, padalah syaitan hanya menjanjikan tipuan bagi mereka [An
Nisâ’/4:119-120]

Jika suatu perbuatan dinisbatkan kepada syaitan, berarti hukumnya haram. Karenanya, ayat
ini mengandung larangan merubah ciptaan Allâh Azza wa Jalla dengan sia-sia, termasuk
dalam hal ini adalah melakukan operasi ganti kelamin. Alasannya, tim dokter akan
membuang organ penis dengan sengaja, kemudian membikin lubang vagina dan
membesarkan payudara jika pasiennya adalah lelaki yang ingin menjadi wanita. Sebaliknya,
ia akan mengangkat kedua payudara lalu mendisfungsikan saluran reproduksi wanita dan
memasang zakar buatan, jika pasiennya adalah wanita yang ingin menjadi pria. Padahal

8
dalam kedua kondisi tadi pasien tidak mengalami gangguan medis terhadap kelamin maupun
organ reproduksinya. Jadi, operasi tersebut dilakukan semata-mata karena menuruti hawa
nafsu belaka.

2. Firman Allâh Azza wa Jalla saat berbicara tentang kewajiban perang yang tidak disukai
tabi’at manusia :

‫َو َع َس ٰى َأْن َتْك َر ُهوا َشْيًئا َو ُهَو َخْيٌر َلُك ْم ۖ َو َع َس ٰى َأْن ُتِح ُّبوا َشْيًئا َو ُهَو َش ٌّر َلُك ْم ۗ َو ُهَّللا َيْع َلُم َو َأْنُتْم اَل َتْع َلُم وَن‬

Boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal sesuatu itu baik bagi kalian; dan boleh jadi
kalian mencintai sesuatu padahal ia buruk bagi kalian. Allâh lah yang tahu, sedangkan kalian
tidak mengetahui. [al-Baqarah/2:216]

Sebagaimana telah disinggung, alasan utama seseorang berganti kelamin ialah karena tidak
suka dengan kodrat ilahi yang menjadikannya sebagai laki-laki atau wanita, dan menganggap
bahwa dirinya lebih cocok menjadi lawan jenisnya.

Tentunya, perasaan ini adalah perasaan batil yang berangkat dari prasangka (zhann) semata.
Karena sebenarnya manusia tidak tahu apa yang lebih baik dan cocok bagi dirinya dalam
banyak hal.

Dalam Tafsirnya, Imam Ibnu Jarîr ath-Thabari rahimahullah meriwayatkan dari Mujâhid
rahimahullah, bahwa ada sejumlah wanita mengatakan, “Andai saja kami laki-laki, sehingga
kami bisa ikut berjihad dan mencapai apa yang dicapai kaum lelaki!”. Maka turunlah firman
Allâh Azza wa Jalla berikut :

‫َو اَل َتَتَم َّنْو ا َم ا َفَّض َل ُهَّللا ِبِه َبْع َض ُك ْم َع َلٰى َبْع ٍض ۚ ِللِّر َج اِل َنِص يٌب ِمَّم ا اْك َتَس ُبوا ۖ َو ِللِّنَس اِء َنِص يٌب ِمَّم ا اْك َتَس ْبَن ۚ َو اْس َأُلوا َهَّللا ِم ْن‬
‫َفْض ِلِه ۗ ِإَّن َهَّللا َك اَن ِبُك ِّل َش ْي ٍء َع ِليًم ا‬

Janganlah kalian iri hati terhadap kelebihan yang Allâh berikan kepada sebagian dari kalian.
Karena bagi lelaki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan ada
bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah karunia kepada Allâh, sebab Allâh itu
Maha mengetahui segala sesuatu [An-Nisâ’/4:32].[3]

Bila Allâh Azza wa Jalla melarang seorang wanita untuk berangan-angan dan iri terhadap
lawan jenisnya yang menurutnya memiliki peluang lebih besar untuk beribadah, lantas
bagaimana jika angan-angan tersebut diwujudkan dengan sikap dan tingkah laku?

Bagaimana pula jika tingkah laku tadi diteruskan dengan ganti kelamin secara total? Dan
bagaimana jika itu semua bukan demi mendapat peluang ibadah yang lebih besar, namun

9
semata-mata demi memuaskan hawa nafsu dan kepentingan dunia?? Jelaslah bahwa hal ini
jauh lebih haram lagi.

Kedua: Dari Sunnah

1. Hadits Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhuma yang mengatakan :

‫ َو اْلُم َتَش ِّبَهاِت ِم َن الِّنَس اِء ِبالِّر َج ال‬، ‫َلَع َن َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم اْلُم َتَش ِّبِهيَن ِم َن الِّر َج اِل ِبالِّنَس اِء‬

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat para lelaki yang menyerupai kaum wanita,
dan para wanita yang menyerupai kaum lelaki[4]

Hadits ini jelas menunjukkan bahwa tindakan menyerupai lawan jenis adalah haram, bahkan
pelakunya layak mendapat laknat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ini
mengisyaratkan bahwa perbuatan tersebut teramasuk dosa besar. Karena operasi ganti
kelamin adalah wasîlah (sarana) untuk menyerupai lawan jenis, maka ia menjadi haram pula.
Sebab dalam kaidah fiqih disebutkan, bahwa wasîlah hukumnya sama dengan tujuan. Dan
dalam kasus ini, tujuan utama orang yang menjalani operasi ini ialah untuk menjadi seperti
lawan jenisnya.

Menurut al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah, hikmah di balik terlaknatnya orang yang
menyerupai lawan jenis tadi, ialah karena yang bersangkutan hendak mengeluarkan sesuatu
dari sifat-sifat yang telah ditetapkan oleh Dzat Yang Maha bijaksana.[5]

2. Hadits Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

‫ َو اْلُم َتَفِّلَج اِت ِلْلُحْس ِن اْلُم َغ ِّيَر اِت َخ ْلَق ِهللا َتَع الَى‬،‫ َو اْلُم َتَنِّمَص اِت‬،‫َلَع َن ُهللا الَو اِش َم اِت َو اْلُم ْسَتْو ِش َم اِت‬

Allâh Azza wa Jalla melaknat para wanita yang menato dan minta ditato, demikian pula para
wanita yang mencabut alisnya dan merenggangkan giginya agar jadi lebih cantik. Allâh Azza
wa Jalla melaknat mereka yang merubah-rubah ciptaan-Nya.[6]

Hadits ini jelas mengharamkan setiap tindakan yang intinya adalah mengubah ciptaan Allâh
Azza wa Jalla untuk sekedar tampil lebih menarik. Walaupun konteks hadits ini berbicara
tentang wanita, akan tetapi hukum ini berlaku pula bagi laki-laki karena dua hal:

Adanya kesamaan ‘illah (alasan) yaitu mengubah ciptaan Allâh Azza wa Jalla .
10
Berangkat dari kaidah fiqih yang mengatakan bahwa bila suatu dalil berbicara tentang kondisi
yang bersifat umum, maka mafhûm mukhâlafah-nya tidak berlaku. Dalam hadits ini, Nabi
menyebutkan sejumlah perbuatan yang pada umumnya dilakukan oleh kaum wanita pada
masa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu menato, memangkas alis (baik yang menyatu
sehingga jadi terpisah, atau yang terlalu tebal agar jadi tipis dan lebih indah), dan
merenggangkan gigi. Oleh karena itu, tidak disebutkannya kaum laki-laki dalam hadits ini
bukan berarti mereka tidak terkena larangan, namun karena hal tersebut sangat jarang
dilakukan oleh laki-laki. Sehingga bila ada laki-laki yang mengubah ciptaan Allâh Azza wa
Jalla pada dirinya sekedar untuk tampil lebih menarik, maka ia juga terkena laknat,
wal’iyâdzu billâh.

Ketiga. Ijma’ Ulama

Imam al-Qurthubi rahimahullah mengatakan,

‫ َو َال َيُجوُز َأِلَّنُه ُم ْثَلٌة‬، ‫ َو ُفَقَهاُء الُك ْو ِفِّييَن َأْن ِخَص اَء َبِني آَد َم َال َيِح ُّل‬، ‫َال َيْخ َتِلُف ُفَقَهاُء الِح َج اِز‬

Fuqahâ’ (Pakar Ilmu fikih) Hijâz dan fuqahâ’ Kufah tidak berbeda pendapat, bahwa
mengebiri manusia tidak halal dan tidak boleh dilakukan, sebab itu termasuk mutilasi.[7]

Syaikh Muhammad bin Mukhtâr asy-Syinqiethy rahimahullah mengatakan, “Kalaulah


keharaman ini berkaitan dengan pengebirian yang sifatnya mengubah sebagian dari fungsi
organ; maka bagaimana halnya jika organ tersebut dirubah total? Tentunya perbuatan terakhir
ini lebih diharamkan lagi”.[8]

Di samping dalil-dalil tadi, masih ada alasan lainnya yang menunjukkan bahwa operasi ganti
kelamin hukumnya haram, yaitu:

Konsekuensi dari operasi ini ialah si pasien harus menyingkap auratnya berkali-kali di
hadapan tim medis, padahal tidak ada kondisi darurat maupun hajat yang mendorongnya
berbuat seperti itu.

Menurut kesaksian sejumlah dokter spesialis, operasi semacam ini tidak memiliki motivasi
maupun alasan yang mu’tabar secara medis. Alasan utamanya tak lebih dari keinginan untuk
menentang ketetapan Allâh Azza wa Jalla atas dirinya, dengan menakdirkannya memiliki
jenis kelamin tertentu sebagai laki-laki atau perempuan.[9]

11
Tidak menutup kemungkinan, bila operasi semacam ini bebas dilakukan, maka akan memberi
peluang kepada orang-orang yang senang kepada sejenis (homoseks dan lesbian), untuk
melampiaskan nafsu seksnya secara terselubung dengan berganti kelamin. Padahal tindakan
ini termasuk dosa paling besar dan keji yang menyebabkan pelakunya layak mendapat
hukuman terberat di dunia. Jadi, operasi semacam ini juga diharamkan sebagai tindak
preventif (saddan lidz dzari’ah).

Operasi seperti ini mengandung sejumlah madharat dari segi kesehatan, kejiwaan, maupun
sosial. Sedangkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang adanya kemadharatan
maupun tindakan yang menimbulkan madharat. Di antara madharatnya dari sisi kesehatan
ialah terjadinya perubahan susunan dan fungsi organ tubuh, yang dapat mengakibatkan
ketidakstabilan organ-organ asli dalam tubuhnya. Sebab organ tubuh lelaki berbeda dengan
organ tubuh wanita, terutama alat reproduksinya. Sedangkan kemadharatan dari segi
kejiwaan seperti berubahnya karakter dan tingkah laku seseorang secara diametral, dan ini
dapat menimbulkan gangguan kejiwaan yang cukup parah. Sedangkan kemadharatan dari
segi sosial ialah timbulnya kekacauan dalam masyarakat, karena mengharuskan adanya
perubahan-perubahan dalam catatan sipil dan surat-surat resmi lainnya sejak orang tersebut
dilahirkan. Perubahan ini tidak hanya meliputi nama, namun juga pekerjaan, status sosial, dan
hal-hal lain yang tidak hanya terkait dengan pribadinya, namun juga dengan keluarganya.[10]

Keharaman operasi ganti kelamin juga difatwakan oleh sejumlah ulama dan lembaga
terkenal, seperti al-Lajnatud Dâ-imah[11], Majma’ul Fiqh al-Islâmi yang merupakan bagian
dari Rabithah Alam Islami[12], Dârul Fatwa al-Misriyyah[13], Kementrian Wakaf
Kuwait[14], dan juga Majelis Ulama Indonesia.[15]

Beda Ganti Kelamin Dengan Perbaikan Kelamin

Setelah kita mengetahui hukum ganti kelamin, ada masalah lain yang nampak serupa namun
tak sama, yaitu perbaikan kelamin. Perbedaan kedua masalah tadi beserta hukumnya menurut
syariat, telah dijelaskan melalui keputusan Majma’ul Fiqh al-Islami. Berikut terjemahannya :

“Adapun seseorang yang pada tubuhnya terdapat ciri-ciri lelaki sekaligus perempuan, maka
hendaknya diperhatikan manakah yang lebih dominan dari keduanya ?

Jika ciri-ciri lelaki-nya lebih dominan maka ia boleh diobati secara medis dalam rangka
menghilangkan hal-hal yang mengaburkan sifat kelelakiannya. Sedangkan bagi orang yang
lebih dominan ciri-ciri wanitanya, maka ia boleh diobati secara medis dalam rangka
menghilangkan hal-hal yang mengaburkan sifat kewanitaannya. Pengobatan medis tersebut
boleh dilakukan lewat operasi bedah maupun terapi hormonal, karena ia merupakan penyakit
sedangkan tujuan dari pengobatan ialah mencari kesembuhan, dan bukan mengubah ciptaan
Allâh Azza wa Jalla “.[16]

Untuk menentukan status dan hukum operasi itu sendiri, apakah ia sebagai operasi ganti
kelamin yang diharamkan, ataukah sebagai operasi perbaikan kelamin yang dibolehkan, kita
harus mengenal ciri-ciri pasien terlebih dahulu. Para fuqahâ’ (Ulama pakar ilmu fikih) telah
menyebutkan sejumlah ciri-ciri pada lelaki maupun wanita, yang kesemuanya bersifat

12
lahiriyah. Ciri-ciri lahiriah lelaki yang disebutkan para fuqaha’ tadi ialah: berjenggot, kencing
melalui dzakar saja, mengeluarkan mani melalui dzakar, mampu berjimâ’ dengan wanita, dan
mampu menghamili wanita. Mayoritas dari ciri-ciri ini biasanya baru nampak setelah baligh.

Adapun menurut kedokteran modern, di samping ciri-ciri lahiriyah tadi, pria dapat dikenali
dengan tiga ciri khas berikut : memiliki kromosom XY, memiliki kelenjar testis yang
menghasilkan hormon lelaki (testosteron), dan memiliki alat reproduksi lelaki. Ciri-ciri ini
sebagiannya terbentuk sejak sel telur bertemu dengan sperma, ada pula yang baru nampak
sejak janin berusia enam minggu ke atas.

Adapun ciri-ciri lahiriah wanita menurut para fuqaha’ ialah: memiliki vagina (farji), kencing
melalui farji, payudara menonjol, mengalami haid, bisa hamil, dan bisa mengeluarkan air
susu. Mayoritas ciri-ciri ini juga biasanya nampak setelah baligh.

Disamping ciri-ciri lahiriyah tadi, menurut kedokteran modern masih ada cirri lainnya yaitu
memiliki kromosom XX, memiliki kelenjar ovarium penghasil hormon wanita (estrogen dan
progesterone), dan memiliki alat reproduksi wanita.

Konsekuensi Hukum Bagi Yang Melakukan Penggantian Kelamin

1. Apabila penggantian kelamin tadi dalam rangka mengobati kelainan pada diri si pasien,
termasuk menghilangkan hal-hal yang mengaburkan status dirinya; maka hal ini tidak
mengapa. Sebab Allâh Azza wa Jalla hanya menciptakan manusia dalam salah satu dari dua
jenis kelamin: laki-laki atau perempuan, dan tidak ada jenis ketiga. Kalau seseorang secara
zhahir memiliki organ lelaki sekaligus perempuan (intersexual/khun-tsa musykil), maka pada
hakikatnya ia hanyalah lelaki atau wanita saja. Oleh sebab itu, jika hasil diagnosa
menunjukkan salah satu sifat yang lebih dominan, maka itulah jenis kelamin sesungguhnya.

Jadi, dalam kondisi seperti ini, baik pasien maupun dokter dibolehkan melakukan perbaikan
kelamin, walaupun dengan membuang sebagian anggota tubuh yang perlu dibuang. Mereka
tidak dianggap berdosa dalam hal ini, dan setelah operasi tadi si pasien terkena seluruh
konsekuensi hukum yang berkaitan dengan jenis kelamin barunya.[17]

2. Apabila penggantian kelamin tadi sekedar karena ingin menyerupai lawan jenis, padahal
yang bersangkutan tidak memiliki masalah dalam alat kelaminnya; maka ia merupakan
perbuatan haram. Kalaupun ada orang yang nekat melakukannya, maka status si pasien tidak
akan berubah dari laki-laki menjadi perempuan, demikian pula sebaliknya. Sebab apa yang
dilakukan si pasien bukanlah sesuatu yang diizinkan oleh syariat, sehingga statusnya di mata
syariat tidaklah berubah.[18]

13
Singkatnya, pasien yang sebelum operasi ganti kelamin berstatus sebagai wanita, maka
setelah operasi ia tetap dianggap sebagai wanita dan tetap berlaku atasnya aturan-aturan
syariat yang khusus bagi wanita. Ia tidak boleh menikah kecuali dengan laki-laki, tidak boleh
safar kecuali dengan mahram, tidak boleh mengimami laki-laki baligh, tidak bisa menjadi
wali dalam pernikahan, kesaksiannya separuh kesaksian laki-laki, jatah warisnya tetap
sebagai perempuan, dan seterusnya.

Demikian pula bila si pasien adalah laki-laki sebelum operasi, maka setelah operasi pun ia
tetap laki-laki dalam kacamata syariat.

Di samping itu, si pasien dianggap telah melakukan dosa besar yang mengharuskannya untuk
bertaubat. Demikian pula tim medis yang melakukan operasi juga berdosa karena perbuatan
mereka termasuk ta’âwun ‘alal itsmi wal ‘udwân (kerjasama dalam dosa dan permusuhan).
Dengan begitu, upah yang diterima oleh tim medis maupun pihak rumah sakit terkait operasi
ini, statusnya juga haram.

4.Operasi selaput dara

Selaput dara adalah selaput tipis yang berada di ujung bawah dari vagina wanita. Dan
bentuk selaput dara setiap wanita mungkin saja berbeda-beda, namun yang paling umum
adalah selaput dara dengan bentuk bulan sabit. Operasi selaput dara atau Hymenoplasty
merupakan suatu prosedur operasi yang akan merekondisi selaput dara wanita yang sudah
robek, untuk dikembalikan ke keadaan semula atau menjadi perawan kembali.

Bagaimana statusnya operasi selaput dara dalam hukum islam? Para Ulama berpendapat
haram sebab termasuk taghyirul hilqoh dan tabdzir. Jadi haram bagi siapapun yang
kehilangan keperawanan karena perbuatan maksiat seperti berzina atau sudah pernah
berhubungan intim dengan pernikahan yang sah.

Hampir semua fatwa ulama jika kasusnya seperti ini, salah satunya adalah syaikh Salman bin
Fahd Al-‘Audah. Beliau ditanya, Apakah boleh bagi wanita setelah bertaubat- melakukan
operasi mengembalikan keperawanan untuk menikah dengan seorang laki-laki muslim yang
taat.

Beliau menjawab,

‫ وكشفا‬،‫ أن تقوم بعملية رتق للبكارة؛ ألن فيه غّشًا للزوج‬-‫التي فقدت بكارتها بسبب معصية وقعت فيها‬- ‫فال يجوز للفتاة‬
‫ وألّن استمراءه يؤدي إلى انتشار هذا العمل مما يسبب فقد الثقة‬،‫للعورة بال حاجة‬

Tidak boleh bagi wanita yang talah kehilangan keperawanannya karena maksiat yang ia
lakukan melakukan operasi mengembalikan keperawanan karena hal ini termasuk penipuan
terhadap suaminya dan membuka aurat tanpa kebutuhan (darurat).

Jika hal ini dibiarkan terus-menerus maka akan menyebabkan perbuatan ini dilakukan orang
banyak orang dan membuat hilangnya kepercayaan.

14
Hukum operasi selaput dara keperawanan menurut Syeh Muhammad Bin Muhammad Al
Muhtar Assyingqiti hukumnya haram, karena :

-Tadlis (menyembunyikan aib dalam kaitan pernikahan)

-Belum cukup alasan untuk tindakan jirohah (operasi)

-Tidak cukup alasan untuk membuka aurot meskipun dokternya perempuan

Dan terkadang dengan tujuan untuk menambah kenikmatan dalam hubungan suami istri,
maka ini termasuk mempercantik diri yang diharamkan.

– ‫ لذا فإنها من اإلسراف المحرم في الشريعة ” انتهى‬، ‫ أن هذه الجراحة تكلف أمواال طائلة ليس لها داع كما تقدم‬.

Bahwasanya proses operasi ini pun menghabiskan biaya yang cukup besar padahal tidak ada
kebutuhan sebagaimana penjelasan yang telah berlalu. Oleh sebab itu sesungguhnya operasi
ini bagian dari menghambur-hamburkan harta yang diharamkan di dalam syariat.

Jika di pandang dari segi borosnya saja bagaimana? misal di haramkan dari menghamburkan
uangnya saja, bukankah setelah operasi bakal di rusak lagi?

Dinukil tabir diatas dari kitab Ahkamul Jirohah haram bagi perempuan operasi selaput dara
yang mana disebabkan hubungan yang sah (pernikahan) atau sebab perzinaan yg umum di
kalangan masyarakat (pelacuran)

‫اذا كان سبب التمزق وطئا في عقد نكاح كما في المطلقة او كان بسبب زنا اشتهر بين الناس فانه يحرم اجراؤه‬

Bermula dari operasi plastik, mungkin senada dengan operasi selaput dara. Hukum asal dari
operasi plastik adalah haram karena merubah ciptaan Allah. Akan tetapi dalam kasus lain
anda dibolehkan karena ada kebutuhan untuk menjaga nama baik anda di depan suami dan
untuk menyenangkannya serta demi menghilangkan praduga suami atas suatu perbuatan yang
tidak ada lakukan semua ini masuk dalam kategori darurat.

Ini berbeda kasusnya kalau operasi selaput dara itu untuk menyembunyikan dari perbuatan
zina dan untuk menipu calon suami, maka hukumnya haram.

15
‫ ﻭﻟﻜﻦ ﻳﺴﺘﺜﻨﻰ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﻣﺎ ﺫﻛﺮﻧﺎ ﺇﺫﺍ‬،‫ ﻷﻧﻪ ﺳﻴﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﺗﻐﻴﻴﺮ ﺧﻠﻖ ﻪﻠﻟﺍ ﻭﻫﺬﺍ ﻣﻤﻨﻮﻉ ﺃﺳﺎﺳًﺎ‬،‫ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﺷﻴﺎﺀ ﺍﻟﻤﻨﻊ ﺣﻘﻴﻘﺔ‬
‫ ﻳﺪﺧﻞ ﻫﺬﺍ ﺿﻤﻦ ﺣﺎﻻﺕ ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﺍﺕ ﺃﻭ‬،‫ﻛﺎﻥ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻓﻲ ﺣﺎﻟﺔ ﺗﺴﺒﺐ ﻟﻪ ﺁﻻﻣﺎ ﻧﻔﺴﻴﺔ ﺃﻭ ﺃﺿﺮﺍﺭًﺍ ﺍﺟﺘﻤﺎﻋﻴﺔ ﻻ ﻳﺤﺘﻤﻠﻬﺎ‬
‫ ﻷﻥ ﺍﻟﻨﺎﺱ‬،‫ ﺇﻧﻤﺎ ﻻ ﻧﺴﺘﻄﻴﻊ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺃﻥ ﻧﻔﺘﺢ ﺍﻟﺒﺎﺏ ﻋﻠﻰ ﻣﺼﺮﺍﻋﻴﻪ‬،‫ﺍﻟﺤﺎﺟﺎﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﻨﺰﻝ ﻣﻨﺰﻟﺔ ﺍﻟﻀﺮﻭﺭﺓ‬
،‫ ﻻ ﻳﺠﺪﻭﻥ ﺍﻟﻠﻘﻤﺔ ﻭﻫﻨﺎﻙ ﺃﻧﺎﺱ ﻳﺼﺮﻓﻮﻥ ﺍﻵﻻﻑ ﺍﻟﻤﺆﻟﻔﺔ ﻓﻲ ﺗﺼﻐﻴﺮ ﺍﻟﺜﺪﻱ ﺃﻭ ﺍﻷﻧﻒ‬،‫ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ ﻳﻤﻮﺗﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻮﻉ‬
‫ ﻭﻟﻜﻦ ﻫﻨﺎﻙ ﻣﻦ ﺗﻔﻌﻞ ﻫﺬﺍ ﺇﺭﺿﺎﺀ ﻟﻠﺠﻤﻬﻮﺭ ﺍﻟﺬﻱ‬،‫ﻫﺬﻩ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺣﺎﻝ ﻫﺪﻓﻬﺎ ﻫﺪﻑ ﻣﻌﻘﻮﻝ ﻭﻫﻮ ﺃﻧﻬﺎ ﺗﺤﺎﻭﻝ ﺃﻥ ﺗﻜﺴﺐ ﺯﻭﺟﻬﺎ‬
‫ ﻓﻬﺬﻩ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﻳﺠﺐ ﺃﻥ ﻧﻀﻴﻖ ﻓﻴﻬﺎ‬،‫ ﻳﺸﻬﺪﻭﻥ ﺍﻟﺘﻤﺜﻴﻞ ﺃﻭ ﺍﻟﻐﻨﺎﺀ ﺃﻭ ﺍﻟﺮﻗﺺ‬.

Sehingga kesimpulannya operasi selaput dara jelas diharamkan dalam kondisi apapun, karena
jika dilihat dari segi manfaat dan biayanya yang mahal termasuk penghambur-hamburan uang
dan hal itu sama sekali tidak ada faedahnya dilarang oleh syariat. Apalagi setelah dioperasi
akhirnya juga bakal dirusak kembali. Wallahua’lam Bisshawwab

Refrensi:

1: Al-Bajury 2/109,

2: Ahkamul Jirohah 428-429,

3: QS Al-Isra’ 26-27

5.Perkara yang dijadikan obat yang berasal dari bahan haram

Bagi umat Islam mengkonsumsi makanan yang halal dan thoyib merupakan bagian
dari perintah agama. Demikian juga meninggalkan makanan yang haram adalah kewajiban
yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kesadaran masyarakat muslim terhadap perkara yang
wajib ini tak perlu dipertanyakan lagi, karena sudah menjadi suatu pedoman hidup. Sebagai
konsumen produk pangan, sudah seharusnya umat Islam mendapatkan jaminan dari para
produsen atas kehalalan produk-produk pangan yang beredar di komunitas muslim. Faktanya,
Konsumen sulit untuk mengetahui apakah suatu produk mengandung bahan haram ataukah
tidak, kecuali bila produk tersebut mendapatkan sertifikat halal dari lembaga berwenang di
dalam atau di luar negeri. Meski begitu, tidaklah berarti produk tak bersertifikat halal
semuanya mengandung bahan haram. Selain produk pangan, ada produk lainnya yang status
kehalalannya belum menjadi perhatian masyarakat yaitu produk obat-obatan, khususnya obat
yang digunakan dengan cara ditelan atau diminum. Hingga saat ini penulis belum pernah
melihat obat resep dokter yang berlabel halal. Bagaimanapun juga obat yang ditelan pada
hakekatnya adalah makanan.Sebagaimana yang juga dikatakan oleh para perintis ilmu
kedokteran seperti Hipokrates ataupun Ibnu Sina (Avisena) bahwa obat adalah makanan dan
makanan pun adalah obat. Jelas sekali obat dan makanan adalah dua hal yang tidak bisa
dipisah-pisahkan. Oleh karena itu maka status kehalalan obat-obatan terutama yang ditelan
adalah wajib adanya bagi kaum muslim. Sekarang ini untuk produk minuman dan makanan
olahan, sertifikasi kehalalannya sudah diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan tahun
1996. Sertifikat halal ini diberikan setelah suatu produk pangan diperiksa oleh Lembaga
Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI), melalui
proses audit yang ketat dalam hal asal-usul bahannya, komponen campurannya maupun
proses produksinya.

Namun, sayang sekali pada prakteknya sertifikasi halal produk pangan ini tidak
diwajibkan kepada tiap produsen, tetapi hanya bersifat sukarela bergantung kepada kemauan

16
produsen apakah mau ataukah tidak untuk mendapatkan sertifikat halal. Dan yang lebih
disayangkan lagi adalah karena sertifikasi halal ini belum menyentuh kepada produk obat-
obatan resep dokter. Sepertinya masyarakat kita sampai saat ini masih sangat-sangat permisif
terhadap status halalnya obat-obatan, meskipun di dalamnya mungkin terdapat bahan-bahan
yang berasal dari barang yang haram, misalnya babi. Sikap permisif ini barangkali karena
adanya pemahaman tentang Hukum Darurat yang kurang terkontrol. Padahal dalam ajaran
Islam, darurat itu ada batasannya. Memang benar bahwa barang yang haram itu bisa menjadi
halal bila dalam keadaan yang sangat darurat, sebagaimana halnya bangkai hewan, darah
ataupun daging babi yang bisa halal dimakan bila dalam keadaan darurat (Alquran Surat Al-
Baqarah : 173). Namun dalam kasus obat-obatan sepertinya hukum darurat ini kesannya
terlalu diperlebar dan berlebihan, sehingga bahan obat apapun akan dianggap halal tanpa
kecuali, karena berlindung di balik tameng darurat. Kalau kita menyimak prinsip hukum
darurat yang digambarkan dalam Al-Qur’an maupun Hadist, sebenarnya hukum darurat itu
diterapkan hanya bila dalam keadaan yang sangat terpaksa saja.Sebagaimana juga dalam
masalah dihalalkannya bangkai hewan, yaitu bilamana minimal dalam sehari semalam
(misalnya di tengah gurun pasir) tidak menemukan makanan apapun, kecuali hanya bangkai
binatang itu saja satu-satunya. Namun mengkonsumsinya pun tidak boleh berlebihan, tapi
sekedar untuk bisa bertahan hidup. Adapun dalam hal obat-obatan resep dokter, dengan
semakin majunya bidang farmasi, maka banyak sekali variasi dan jenis obat-obatan yang
umumnya berasal dari bahan yang tidak haram. Dengan demikian masyarakat ataupun para
dokter mempunyai banyak pilihan atau alternatif dalam menentukan jenis obat yang tepat dan
rasional untuk diresepkan bagi pasiennya.

6.Tanaman transgenic

Al-Qur'an memandang tumbuhan sebagai ciptaan yang bernilai tinggi, Tumbuhn dan
bagiannya banyak disebutkan di dalamnya, baik dalam gambaran fisiknya maupun sebagai
tamsil--perumpaan. Tamsil mempunyai tujuan yang amat penting seperti disebutkan dalam
firman-Nya, "Sesugguhnya telah kami buatkan bagi manusia dalam Al-Qur'an ini setiap
macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran. (az-Zumar/39:27). "Dan
perumpamaan-perumpamaan ini kami baut untuk manusia, dan tiada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu. (al-Ankabut/29:43).

Dan menurut saya tanaman transgenetic atau tanaman yang di modifikasi gen nya tidak
dinharamkan

17
BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan

Demikian makalah ijtihad dalam mata kuliah PAI yang diampu oleh bapak ASEP SAMSUL
SP,MP, yang tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Pemakalah sadar bahwa ini merupakan
proses dalam menempuh pembelajaran, untuk itu pemakalah mengharapkan kritik serta saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah saya. Harapan pemakalah semoga makalah
ini dapat dijadikan suatu ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Amien.

B.Wibe site

-: https://www.orami.co.id/magazine/hukum-bayi-tabung

-: https://repository.unair.ac.id/11815/

-: https://almanhaj.or.id/4262-hukum-operasi-ganti-kelamin-dan-konsekuensinya-menurut-
islam.html

-: https://pecihitam.org/operasi-selaput-dara-pengertian-dan-hukumnya-dalam-islam/

18
-: https://distan.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/tanaman-transgenik-dan-jenisnya-
34

-:https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/
Religious_views_on_genetically_modified_foods&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&prev=sea
rch

19

Anda mungkin juga menyukai