Anda di halaman 1dari 21

-menghargai hak dan kewajiban orang lain

-tidak memaksa kan kehendak kpd orang lain saat mengadakan musyawarah
-menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan sehari-hari
-tidak main hakim sendiri dalam menyelesaikan masalah yg dihadapi

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/8013683#readmore

Pembuatan bumn
Dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa “fakir miskin dan anakanak
terlantar dipelihara oleh Negara”. Maka secara tidak langsung dapat
dikatakan bahwa semua orang miskin dan semua anak terlantar pada
prinsipnya dipelihara oleh Negara, tetapi pada kenyataannya yang ada di
lapangan bahwa tidak semua orang miskin dan anak terlantar dipelihara oleh
Negara. Seseorang dapat dikatakan sebagai anak apabila ia masih berusia
dibawah 18 tahun dan belum terikat dengan suatu perkawinan, karena jika ia
belum berusia 18 tahun tetapi telah melakukan perkawinan maka ia dapat
dikatakan telah dewasa. Penanganan masalah anak merupakan masalah yang
harus dihadapi oleh semua pihak, bukan hanya orang tua atau keluarga saja,
tetapi juga setiap orang yang berada dekat anak tersebut harus dapat
membantu pertumbuhan anak dengan baik.
Mengenai anak terlantar banyak hal yang sebenarnya dapat diatasi seperti
adanya panti-panti yang khusus menangani masalah anak terlantar tetapi
karena kurangnya tenaga pelaksana dan minimnya dana yang diperoleh untuk
mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut maka kelihatannya panti-panti tadi
tidak berfungsi dengan baik. Tetapi sekarang semakin banyak yayasanyayasan
serta lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap anak
melakukan berbagai kegiatan seperti belajar bersama dengan menggunakan
fasilitas yang tersedia seperti perpustakaan keliling yang bertujuan untuk
menjadikan anak-anak terlantar menjadi orang yang berguna dan lebih baik
lagi.

Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 Mata Kuliah Pendidikan Pancasila

DAFTAR ISI
Cover ..................................................................................................................
i

Kata
Pengantar ................................................................................................... ii

Daftar
Isi ............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1. Latar
Belakang ...................................................................................... 1

2. Rumusan
Masalah ................................................................................. 2

3. Tujuan
Penulisan ................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3

1. Pengertian UUD 1945 ........................................................................... 3

1.1 Sejarah Terbentuknya UUD 1945 ................................................ 3

1.2 Pengertian UUD 1945 .................................................................. 3

1.3 Kedudukan Pembukaan UUD 1945.............................................. 4

1.4 Hakekat Pembukaan ..................................................................... 5

1.5 Makna Setiap Alinea dalam Pembukaan UUD ............................ 6

2. Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 Pada Masa Awal Kemerdekaan...... 7


3. Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 Pada Masa Orde Lama ................... 10
4. Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 Pada Masa Orde Baru .................... 11
5. Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 Pada Masa Reformasi .................... 14
5.1 Krisis Multidimensi dan Munculnya Reformasi............................ 15
5.1.1 Krisis Ekonomi .................................................................. 15
5.1.2 Krisis Sosial........................................................................ 16
5.1.3 Krisis Politik....................................................................... 16
5.2 Kelebihan dan Kekurangan pada Masa Reformasi........................ 16
5.2.1 Kelebihan – kelebihan pada Masa Reformasi.................... 16
5.2.1 Kekurangan – kekurangan pada Masa Reformasi.............. 17

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 18


1. Kesimpulan ............................................................................................ 18
2. Saran ...................................................................................................... 19
Daftar Pustaka ................................................................................................... 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan keseluruhan naskah yang terdiri dari


Pembukaan dan Pasal-pasal. Pembukaan terdiri dari 4 Alinea. Pasal-pasal terdiri dari
16 Bab, Bab I sampai dengan Bab XVI, pasal 1 sampai dengan pasal 37. Setelah
amandemen IV, UUD 1945 terdiri dari 20 Bab, Bab I sampai dengan Bab XVI (Bab IV
dihapus), dan 72 pasal, Pasal 1 sampai dengan Pasal 37, ditambah dengan 3 pasal
Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan.

Pembukaan dan Pasal-pasal merupakan satu kesatuan. Disamping hukum dasar


tertulis, di Negara Indonesia juga berlaku hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu
konvensi sebagai kebiasaan yang hidup dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan kenegaraan.
Sebagai hukum dasar tertulis UUD 1945 mengikat: Pemerintah, Lembaga
Negara, Lembaga Masyarakat, setiap Warga Negara Indonesia, dan setiap Penduduk
yang berada di Wilayah Negara Republik Indonesia.

UUD 1945 bukan hukum biasa melainkan hukum dasar yang merupakan
sumber hukum yang tertinggi, sehingga seluruh hukum yang berlaku tidak boleh
bertentangan dengan UUD 1945. UUD 1945 terbentuk melalui sejarah yang amat
panjang melalui pasang surutnya kejayaan bangsa dan masa-masa penderitaan
penjajahan, dan masa-masa perjuangan untuk merdeka, menentukan sendiri hidup
dan masa depannya.

UUD 1945 untuk pertama kalinya diberlakukan pada tanggal 18 Agustus 1945,
naskahnya pertama kali dimuat secara resmi dalam Berita Negara yaitu Berita
Republik Indonesia Tahun II Nomor 7 tanggal 15 Februari 1946.

Sebagai warga negara Republik Indonesia, Anda perlu mengetahui


apakah yang dimaksud dengan UUD 1945, bagaimana fungsi dan kedudukannya
dalam Tata Hukum Negara Republik Indonesia, dan perlu juga mengetahui
bagaimana terjadinya (pembentukannya) serta keterangan suasana pada waktu
UUD 1945 itu dibuat.

1. Rumusan Masalah
Pada penulisan makalah ini, Kami akan merumuskan masalah antara lain :
1. Apakah yang dimaksud dengan UUD 1945?
2. Bagaimana dinamika pelaksanaan UUD 1945 pada masa awal
kemerdekaan?

3. Bagaimana dinamika pelaksanaan UUD 1945 pada masa orde


lama?

4. Bagaimana dinamika pelaksanaan UUD 1945 pada masa orde


baru?

5. Bagaimana dinamika pelaksanaan UUD 1945 pada masa


reformasi?
2. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penyusunan makalah yang berjudul pelaksanaan dinamika UUD 1945
yaitu:

1. Mengetahui tentang sejarah, kedudukan, hakikat


pembukaan ,makna setiap alinea UUD 1945

2. Mengetahui dinamika pelaksanaan UUD 1945 pada masa awal


kemerdekaan

3. Mengetahui dinamika pelaksanaan UUD 1945 pada masa orde lama

4. Mengetahui dinamika pelaksanaan UUD 1945 pada masa orde baru

5. Mengetahui dinamika pelaksanaan UUD 1945 pada masa reformasi

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN UUD 1945

1.1 Sejarah Terbentuknya UUD 1945

Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni


1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
( BPUPKI ) yang beranggotakan 21 orang, diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta sebagai wakil ketua, dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang
wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatera dan masing-masing 1 wakil dari
Kalimantan, Maluku, dan Sunda Kecil. Badan ini kemudian menetapkan tim
khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesiamerdeka yang
kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang 1945( UUD 1945 ). Para tokoh
perumus itu adalah : dr. Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto
Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo, Soetardjo
Kartohamidjojo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr.
Mohammad Amir ( Sumatera ), Mr. Abdul Abbas ( Sumatera), Dr. Ratulangi, Andi
Pangerang ( keduanya dari Sulawesi ), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja ( Bali ), AH.
Hamidan ( Kalimantan ), R.P. Soeroso, Abdul Wachid Hasyim dan Mr.
Mohammad Hassan (Sumatera ).

Latar belakang terbentuknya UUD 1945 bermula dari janji Jepang untuk
memberikan kemerdekaan bangsa Indonesia di kemudian hari.Janji tinggalah
janji, setelah Jepang berhasil memukul mundur tentara Belanda, malah mereka
sendiri yang menindas kembali bangsa Indonesia, bahkan lebih sadis dari
sebelumnya.

1.2 Pengertian UUD

UUD Negara adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi dalam


Negara dan merupakan hukum dasar Negara tertulis, yang mengikat berisi
aturan

yang harus ditaati. Hukum dasar Negara meliputi keseluruhan system


ketatanegaraan yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk Negara dan
mengatur pemerintahannya.UUD merupakan dasar tertulis (convensi).
UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat kekuasaan itu bekerja sama
dan menyesuaikan diri satu sama lainnya. UUD merekam hubungan-hubungan
kekuasaan dalam suatu Negara. UUD disebutkan bersifat singkat dan super
karena hanya memuat 37 pasal adapun pasal-pasal yang lain, hanya memuat
aturan peralihan dan aturan tambahan. Hal ini bermakna :
a. UUD 1945 hanya memuat aturan pokok, memuat GBHN intruksi kepala
pemerintahan pusat dan lain-lain untuk menyelenggarakan Negara.
b. Sifatnya yang super atau elastis maksudnya senantiasa harus ingat bahwa
masyarakat harus berkembang seiring dengan perubahan zaman. Memang
sifat aturan yang tertulis semakin supel sifat aturannya semakin baik agar
tidak ketinggalan zaman.
1.3 Kedudukan Pembukaan UUD 1945

Pembukaan UUD 1945 bersama – sama dengan pasal – pasal UUD 1945,
disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, dan diundangkan dalam
Berita Republik Indonesia Tahun II NO.7.
Pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat alinea, pada bagian alinea IV
memuat pernyataan mengenai keadaan setelah Negara Indonesia terbentuk dan
memiliki hubungan yang bersifat kausal dan organis dengan pasal – pasal UUD
1945.
Hubungan tersebut menyangkut beberapa hal, antara lain :
a. Undang – undang Dasar ditentukan akan ada
b. Yang diatur dalam UUD adalah tentang pembentukan pemerintahan Negara
c. Negara Indonesia adalah bentuk Republik yang berkedaulatan Rakyat
d. Ditetapkannya Pancasila sebagai dasar falsafat Negara Indonesia

Hal – hal tersebut “ bersifat fundamental dan asasi bagi Negara Indonesia,
sehingga Pembukaan UUD 1945 berkedudukan tetap dan tidak dapat diubah “
Hal ini sesuai dengan ketetapan MPR / MPRS, yang menyatakan :
“ Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci
yang mengandung cita – cita luhur dari Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus
1945 dan yang memuat Pancasila sebagai dasar Negara, merupakan satu
rangkaian dengan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan oleh karena itu
tidak dapat diubah oleh siapapun juga termasuk MPR hasil Pemilu, karena
merubah pembukaan UUD 1945 berarti sama halnya dengan pembubaran
Negara RI”.

1.4 Hakekat Pembukaan UUD 1945


a. Pembukaan UUD 1945 sebagai tertib hukum tertinggi
Oleh sebab itu, maka kedudukan Pancasila sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah sebagi sumber dari segala sumber hukum
Indonesia, sehingga semua peraturan perundangan yang digunakan di Indonesia
harus berdasarkan dan bersumber pada Pancasila.
Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan pasal – pasal UUD 1945,
bahwa Pembukaan UUD 1945 memuat pokok – pokok pikiran , yaitu :
· Pokok pikiran “ Persatuan “
· Pokok pikiran “ Keadilan Sosial “
· Pokok pikiran “ Kedaulatan Rakyat “
· Pokok pikiran “ Ketuhanan YME, menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab “
· Dan, keempat pokok pikiran yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945
tersebut, dijabarkan dalam pasal – pasal UUD 1945.Jadi, Pasal – pasal UUD
1945 merupakan penjabaran dari pokok – pikiran yang termuat dalam
pembukaan UUD 1945.Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa
pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber hukum positif Indonesia.
b. Pembukaan UUD 1945 Sebagai Pokok kaidah Negara yang
Fundamental (Staatsfundamentalnorm)
Sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, Pembukaan UUD 1945 ,
memiliki beberapa ciri,antara lain:
a. Sebagai norma dasar yang memberikan arah serta dasr-dasar
cita-cita hukum bagi Undang-Undang Dasar negara.
b. Memiliki kedudukan hukum yang tinggi dari pada pasal UUD 1945
c. Mengandung pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam
pasal-pasalnya.
d. Mengandung norma yang harus dipatuhi
e. Memiliki hakikat kedudukan hukum yang bersifat tetap.

1.5 Makna setiap alinea dalam pembukaan UUD

a. Alinea Pertama
Adalah suatu pengakuan hak azasi kebebasan atau kemerdekaan semua
bangsa dari segala bentuk penjajahan dan penindasan oleh bangsa lain(dalil
obyektif),dan untuk mempertanggungjawabkan bahwasanya pernyataan
kemerdekaan adalah sesuatu yang sudah selayaknya,karena berdasar atas
hak kodrat yang sifatnya mutlak dari moral bangsa Indonesia untuk
merdeka (pernyataan subyektif).
b. Alinea Kedua
Adalah pengakuan hak azasi sosial yang berupa keadilan dan pengakuan
azasi ekonomi yang berupa kemakmuran dan kesejahteraan,sesuai dengan
cita-cita bangsa Indonesia.
c. Alinea Ketiga
adalah hak kodrat yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa
kepada semua bangsa. Memiliki nilai religious.
d. Alinea Keempat
Adalah memuat tujuan Negara ,sebagai ketentuan pedoman dan
pegangan yang tetap serta praktis,yaitu dalam realisasi hidup bersama
dalam Negara Indonesia yang berdasar pada Pancasila. Kelanjutan
berdirinya NKRI.

2. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN (17


AGUSTUS 1945 – 29 DESEMBER 1949)
Pada masa awal kemerdekaan UUD 1945 belum dapat dijalankan
sebagaimana yang diatur mengingat kondisi lembaga negara yang masih belum
tertata dengan baik. Faktor lainnya adalah UUD 1945 masih sangat sederhana
karena dibuat dalam waktu yang sangat singkat kurang lebih 49 hari oleh BPUPKI
pada 29 Mei-16 Juli 1945 dan PPKI tanggal 18 Agustus. Pada tahun ini di
bentuklah DPA sementara, sedangkan DPR dan MPR belum dapat dibentuk
karena harus melalui pemilu. Waktu itu masih di berlakukan pasal aturan
peralihan pasal IV yang menyatakan, “Sebelum Majelis Permusyawaratan
Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk
menurut Undang-Undang Dasar, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden
dengan bantuan sebuah komite nasional.”
Pada saat itu terjadilah suatu perkembangan ketatanegaraan indonesia
yaitu : berubahnya fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu
presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan
Garis-garis Besar Haluan Negara. Hal ini berdasarkan maklumat wakil presiden
No. X tanggal 16 Oktober 1945. Selain itu dikeluarkan juga maklumat
pemerintah tanggal 14 Nopember 1945. Yang isinya perubahan sistem
pemerintahan negara dari sistem Kabinet Presidensial menjadi sistem Kabinet
Parlementer, berdasarkan usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat
(BP-KNIP). Akibat perubahan tersebut pemerintah menjadi tidak stabil, Perdana
Menteri hanya bertahan beberapa bulan serta berulang kali terjadi pergantian.
Tanggal 3 November 1945 di keluarkan juga suatu maklumat yang
ditandatangani oleh Wakil Presiden yang isinya tentang pembentukan partai
politik. Hal ini bertujuan agar berbagai aliran yang ada didalam masyarakat
dapat di arahkan kepada perjuangan untuk memperkuat mempertahankan
dengan persatuan dan kesatuan.
Sejak tanggal 14 November 1945 kekuasaan pemerintah (eksekutif)
dipegang oleh Perdana Menteri sebagai pimpinan kabinet. Secara
bersama-sama atau sendiri-sendiri, perdana menteri atau para menteri itu
bertanggung jawab kepada KNPI, yang berfungsi sebagai DPR, dan tidak
bertanggung jawab kepada presiden sebagaimana yang dikehendaki oleh
UUD 1945. Hal ini berakibat semakin tidak setabilnya Negara Republik Indonesia
baik di bidang politik, ekonomi, pemerintahan maupun keamanan. Semangat
ideologi liberal itu kemudian memuncak dengan dibentuknya Negara Federal
yaitu negara kesatuan Republik Indonesia Serikat dengan berdasar pada
konstitusi RIS, pada tanggal 27 Desember 1949. Konstitusi RIS tersebut
sebagai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag negeri
Belanda. Syukurlah konstitusi itu tidak berlangsung lama dan Indonesia kembali
bersatu pada tahun 1950.Dalam negara RIS tersebut masih terdapat negara
bagian Republik Indonesia yang beribukota di Yogyakarta. Kemudian terjadilah
suatu persetujuan antara Negara RI Yogyakarta dengan negara RIS yang akhirnya
membuahkan kesepakatan untuk kembali, untuk membentuk negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara
sejak 17 agustus 1950 isi UUDS ini berbeda dengan UUD 1945 terutama dalam
sistem pemerintahan negara yaitu menganut sistem Parlementer, sedangkan
UUD 1945 menganut sistem Presidensial.
Pada bulan September 1955 dan Desember 1955 diadakan pemilihan
umum,yang masing-masing untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota konstituante.
Tugas konstituante adalah untuk membentuk, menyusun Undang-Undang
Dasar yang tetap sebagai pengganti UUDS 1950. Untuk mengambil putusan
mengenai Undang-Undang dasar yang baru ditentukan pada pasal 137 UUDS
1950 sebagai berikut :
1. Untuk mengambil putusan tentang rancangan Undang-Undang Dasar baru
sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota konstituante harus hadir.
2. Rancangan tersebut diterima jika disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota yang hadir.
3. Rancangan yang telah diterima oleh konstituante dikirimkan kepada
Presiden untuk disahkan oleh pemerintah.
4. Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengan segera serta
mengumumkan Undang-Undang Dasar itu dengan keluhuran.
Dalam kenyataannya konstituante selama dua tahun dalam bersidang
belum mampu menghasilkan suatu keputusan tentang Undang-Undang
Dasar yang baru. Hal ini dikarenakan dalam sidang konstituante , muncullah
suatu usul untuk mengembalikan Piagam Jakarta dalam pembukaan UUD baru.
Oleh karena itu Presiden pada tanggal 22 april 1959 memberikan pidatonya
didepan sidang Konstituante untuk kembali kepada UUD 1945. Hal ini diperkuat
dengan suatu alasan bahwa sidang Konstituante telah mengalami jalan buntu.
Terutama setelah lebih dari separuh anggota Konstituante menyatakan
untuk tidak akan menghadiri sidang lagi.
Atas dasar kenyataan tersebut maka Presiden mengeluarkan suatu dekrit
yang didasarkan pada suatu hukum darurat negara (Staatsnoodrecht). Hal ini
menginggat keadaan ketata negaraan yang membahayakan kesatuan, persatuan,
keselamatan serta keutuhan bangsa dan negara Repubik Indonesia.
Dekrit presiden 5 juli 1959 :
· Menetapkan pembubaran konstituante.
· Menetapkan Undang-Undang dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap
bangsa Indonesia serta tumpah darah Indonesia, terhitung mulai
hari tanggal penetapan dekrit ini, dan tidak berlakunya lagi
Undang-Undang Dasar 1950.
· Pembentukan majelis permusyawaratan rakyat sementara yang terdiri
atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan
utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta
Dewan Agung Sementara, akan diselenggarakan dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya. Dekrit itu diumumkan oleh Presiden dari Istana
Merdeka di hadapan rakyat pada tanggal 5 juli 1959, pada hari minggu
pukul 17.00 Dekrit tersebut dimuat dalam keputusan Presiden No.150 tahun
1959 dan di umumkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia no.75
tahun 1959.

3. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA ORDE LAMA (5 JULI 1959 –
11 MARET 1966).
Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 juli 1959 itu maka UUD 1945 berlaku
kembali di Negara Republik Indonesia. Sekalipun UUD 1945 secara yuridis formal
sebagai hukum dasar tertulis yang berlaku di Indonesia namun realisasi
ketatanegaraan Indonesia tidak melaksanakan makna dari UUD 1945 itu sendiri.
Sejak itu mulai berkuasa kekuasaan Orde Lama yang secara ideologis banyak
dipengaruhi oleh paham komunisme. Hal ini nampak adanya berbagai macam
penyimpangan ideologis yang dituangkan dalam berbagai bidang kebijaksanaan
dalam negara.
Dikukuhkannya ideologi Nasakom, dipaksakannya doktrin Negara dalam
keadaan revolusi. Oleh karena revolusi adalah permanen maka Presiden sebagai
Kepala Negara yang sekaligus juga sebagai Pemimpin Besar Revolusi, diangkat
menjadi Pemimpin Besar Revolusi, sehingga Presiden masa jabatannya seumur
hidup.Penyimpangan ideologis maupun konstitusional ini berakibat pada
penyimpangan-penyimpangan konstitusional lainnya sebagai berikut,
1. Demokrasi di Indonesia diarahkan menjadi demokrasi terpimpin, yang
dipimpin oleh presiden, sehingga praktis bersifat otoriter. pada sebenarnya
di negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila berazas-kan
kerakyatan,sehingga seharusnya rakyatlah sebagai pemegang serta asal
mula kekuasaan negara, demikian juga sebagaimana yang tercantum dalam
UUD 1945.
2. Oleh karena Presiden sebagai pemimpin besar revolusi maka memiliki
wewenang yang melebihi sebagaimana yang sudah di tentukan oleh
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mengeluarkan produk hukum yang
setingkat denganUndang-Undang tanpa melalui persetujuan DPR dalam
bentuk penetapan presiden.
3. Dalam tahun 1960, karena DPR tidak dapat menyetujui rancangan
pendapatan dan Belanja Negara yang di ajukan oleh pemerintah. Kemudian
presiden waktu itu membubarkan DPR hasil pemilu 1955 dan kemudian
membentuk DPR gotong royong. Hal ini jelas-jelas sebagai pelanggaran
konstitusional yaitu kekuasaan eksekutif di atas kekuasaan legislatif.
4. Pimpinan lembaga tertinggi dan tinggi negara dijadikan menteri negara,
yang berarti sebagai pembantu presiden. Selain
penyimpangan-penyimpangan tersebut masih banyak
penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan ketatanegaraan yang
seharusnya berdasarkan pada UUD 1945. Karena pelaksanaan yang
inskonstitusional itulah maka berakibat pada ketidak stabilan dalam bidang
politik, ekonomi terutama dalam bidang keamanan. Puncak dari kekuasaan
Orde Lama tersebut ditandai dengan pemberontakan G30S.PKI. dan
pemberontakan tersebut dapat digagalkan oleh rakyat Indonesia terutama
oleh generasi muda. Dengan dipelopori oleh pemuda, pelajar, dan
mahasiswa rakyat Indonesia menyampaikan Tritula (Tri Tuntutan Rakyat)
yang meliputi,
a. Bubarkan PKI.
b. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur KPI.
c. Turunkan harga/perbaikan ekonomi.
Gelombang gerakan rakyat semakin besar, sehingga presiden tidak mampu
lagi mengembalikannya ,maka keluarlah surat perintah 11 maret 1966
yangmemberikan kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil
langkah-langkah dalam mengembalikan keamanan negara. Sejak peristiwa inilah
sejarah ketatanegaraan Indonesia dikuasai oleh kekuasaan Orde Baru.
4. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA ORDE BARU (11 MARET
1966 – 22 MEI 1998)

Masa orde baru berada dibawah kepemimpinan Soeharto dalam misi


mengembalikan keadaan setelah pemberontakan PKI, masa orde baru juga
mempelopori pembangunan nasional sehingga sering dikenal sebagai orde
pembangunan. MPRS mengeluarkan berbagai macam keputusan penting, antara
lain :

1. Tap MPRS No. XVIII/MPRS/1966 tentang kabinet Ampera yang


menyatakan agar presiden menugasi pengemban Super Semar, Jenderal
Soeharto untuk segera membentuk kabinet Ampera.

2. Tap MPRS No. XVII/MPRS/1966 yang dengan permintaan maaf, menarik


kembali pengangkatan pemimpin Besar Revolusi menjadi presiden seumur
hidup.

3. Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPRGR mengenai


sumber tertib hukum republik Indonesia dan tata urutan perundang
-undangan.

4. Tap MPRS No. XXII/MPRS/1966 mengenai penyederhanaan kepartaian,


keormasan dan kekaryaan.

5. Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran


partai komunis Indonesia dan pernyataan tentang partai tersebut sebagai
partai terlarang diseluruh wilayah Indonesia, dan larangan pada setiap
kegiatan untuk menyebar luaskan atau mengembangkan faham ajaran
komunisme/Marxisme, Leninisme.

Pada saat itu bangsa Indonesia dalam keadaan yang tidak menentu baik
yang menyangkut bidang politik, ekonomi maupun keamanan. Dalam keadaan
yangdemikian inilah pada bulan Februari 1967 DPRGR mengeluarkan suatu
resolusi yaitu meminta MPR(S) agar mengadakan sidang istimewa pada bulan
maret 1967. Sidang istimewa tersebut mengambil suatu keputusan sebagai
berikut :
1. Presiden Soekarno tidak dapat memenuhi tanggungjawab konstitusional
dan tidak menjalankan GBHN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Dasar 1945.
2. Sidang menetapkan berlakunya Tap No. XV/MPRS/1966 tentang
pemilihan/ penunjukan wakil presiden dan tata cara pengangkatan pejabat
presiden dan mengangkat Jenderal Soeharto. Pengembangan Tap.
No. 6 IX/MPRS/1966, sebagai pejabat presiden berdasarkan pasal 8
Undang-Undang Dasar 1945 hingga dipilihnya presiden oleh MPR hasil
pemilihan umum.
Dalam masa orde baru ini (1967-1997) pelaksanaan UUD 1945 belum juga
murni dan konsekuen, praktis kekuasaan presiden tidak secara langsung
kekuasaan lembaga tertinggi dan tinggi negara dibawah kekuasaan presiden
tetapi seluruhnya hampir dituangkan dalam mekanisme peraturan antara lain :
1. UU no.16/1969 dan UU no.5/1975 tentang kedudukan DPR, MPR, DPRD.
2. UU no.3/1975 dan UU no.3/1985 tentang parpol dan golkar.
3. UU no.15/969 dan UU no.4/1975 tentang pemilu.
Pada masa awal kekuasaan Orde Baru berupaya untuk memperbaiki nasib
bangsa dalam berbagai bidang antara lain dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya maupun keamanan. Di bidang politik dilaksanakanlah pemilu yang
dituangkan dalam Undang-Undang No.15 tahun 1969 tentang pemilu umum,
Undang-Undang No.16 tentang susunan dan kedudukan majelis
permusyawaratan rakyat, dewan perwakilan rakyat dan dewan perwakilan
rakyat daerah. Atas dasar ketentuan undang-undang tersebut kemudian
pemerintah Orde Baru berhasil mengadakan pemilu pertama.
Pada awalnya bangsa Indonesia memang merasakan perubahan
peningkatan nasib bangsa dalam berbagai bidang melalui suatu program
negara yang dituangkan dalam GBHN yang disebut pelita (pembangunan lima
tahun). Hal ini wajar dirasakan oleh bangsa Indonesia karena sejak tahun 1945
setelah kemerdekaan nasib bangsa Indonesia senantiasa dalam kesulitan
dan kemiskinan.Namun demikian lambat laun program-program negara
buakannya diperuntukan kepada rakyat melainkan demi kekuasaan. Mulailah
ambisi kekuasaan orde baru menjalar keseluruh sandi-sandi kehidupan
ketatanegaraan Indonesia. Kekuasaan orde baru menjadi otoriter namun
seakan-akan dilaksanakan secara demokratis.
Penafsiran dan penuangan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 tidak
dilaksanakan sesuai dengan amanat sebagaimana tertuang dan terkandung
dalam Undang-Undang Dasar tersebut melainkan dimanipulasikan demi
kekuasaan. Bahkan pancasila pun diperalat demi legitimasi kekuasaan
dan tindakan presiden.Hal ini terbukti dengan adanya ketetapan MPR
No.II/MPR/1978. Tentang P-4 yang dalam kenyataannya sebagai media untuk
propaganda kekuasaan orde baru. Realisasi UUD 1945 lebih banyak memberikan
porsi atas kekuasaan presiden. Walaupun sebenarnya UUD 1945 tidak
mengamanatkan demikian.

5. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA REFORMASI (22 MEI 1998
– SEKARANG)
Masa Orde Baru di bawah kepemimpinan presiden Soeharto sampai tahun
1998 membuat pemerintahan Indonesia tidak mengamanatkan nilai-nilai
demokrasi seperti yang tercantum dalam Pancasila, bahkan juga tidak
mencerminkan pelaksanaan demokrasi atas dasar norma-norma dan pasal-pasal
UUD 1945. Pemerintahan dicemari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Keadaan tersebut membuat rakyat Indonesia semakin menderita. Terutama
karena adanya krisis moneter yang melanda Indonesia yang membuat
perekonomian Indonesia hancur. Hal itu menyebabkan munculnya berbagai
gerakan masyarakat yang dipelopori oleh generasi muda Indonesia terutama
mahasiswa sebagai gerakan moral yang menuntut adanya reformasi disegala
bidang Negara.

Keberhasilan reformasi tersebut ditandai dengan turunnya presiden


Soeharto dari jabatannya sebagai presiden dan diganti oleh Prof. B.J Habibie
pada tanggal 21 mei 1998. Kemudian bangsa Indonesia menyadari bahwa UUD
1945 yang berlaku pada zaman orde baru masih memiliki banyak kekurangan,
sehingga perlu diadakan amandemen lagi. Berbagai macam produk peraturan
perundang-undangan yang dihasilkan dalam reformasi hukum antara lain UU.
Politik Tahun 1999, yaitu UU. No.2 tahun 1999, tentang partai politik, UU. No.3
tahun 1999, tentang pemilihan umum dan UU. No. 4 tahun 1999 tentang
susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD; UU otonomi daerah, yaitu
meliputi UU. No.25 tahun 1999. Tentang pemerintahan daerah, UU. No.25 tahun
1999, tentang pertimbangan keuangan antar pemerintahan pusat dan daerah
dan UU. No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan
bebas dari KKN. Berdasarkan reformasi tersebut bangsa Indonesia sudah mampu
melaksanakan pemilu pada tahun 1999 dan menghasilkan MPR, DPR dan DPRD
hasil aspirasi rakyat secara demokratis.

5.1. Krisis Multidimensi dan Munculnya Reformasi


Krisis moneter di Indonesia dimulai dengan menurunnya nilai tukar rupiah.
Hal itu memicu penurunan produktivitas ekonomi serta munculnya fungsi
institusi ekonomi dalam mengatasi krisis tersebut. Hal ini kemudian mengarah
pada munculnya krisis legitimasi kepercayaan atas pemerintahan Orde Baru
yaitu krisis kepercayaan pada bidang politik, bidang hukum, bidang sosial dan
bidang ekonomi. Permasalahan krisis kepercayaan terhadap pemerintahan Orde
Baru makin meningkat dengan diangkatnya kembali Soeharto sebagai presiden
Republik Indonesia. Dimulai dari krisis ekonomi yang menghantam Indonesia
pada medio 1997, efek domino pun langsung mendera masyarakat Indonesia
diberbagai lini. Penurunan tingkat daya beli, munculnya krisis sosial, dan
meningkatnya pengangguran karena PHK menjadi permasalahan sosial yang
krusial. Krisis politik, krisis social, dan krisis legitimasi atas pemerintahan Orde
Baru kemudian bermunculan sebagai reaksi pertama.

5.1.1 Krisis Ekonomi


Krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1997, merupakan sebuah efek
domino dari krisis ekonomi Asia yang melanda berbagai Negara, seperti Thailand,
Filipina, dan Malaysia. Perkembangan ekonomi Indonesia telah mengalami
stagnansi sejak 1990-an.. barang-barang produksi Indonesia menjadi tidak
memiliki daya saing apabila dibandingkan dengan barang-barang luar negeri
yang secara bebas memasuki pasaran Indonesia. Oleh bank dunia,
pembangunan ekonomi tergolong berhasil apabila memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan oleh Bank Dunia. Syarat-syarat tersebut diantaranya adalah adanya
peningkatan investasi di bidang pendidikan, yang ditandai dengan peningkatan
sumber daya manusia, rendahnya tingkat korupsi yang ada di tataran
pemerintahan, dan adanya stabilitas dan kredibilitas politik.. adanya krisis
moneter ditandai dengan rendahnya mutu sumber daya manusia, tingginya
tingkat korupsi di instansi-instansi pemerintah, dan kondisi instabilitas politik.
Perekonomian Indonesia mengalami penurunan hingga mencapai 0% pada
1998.

5.1.2 Krisis Sosial


Kerusuhan sistematis yang terjadi dibeberapa daerah di Indonesia pada
13-14 Mei 1998, menjadi bukti dari adanya pergesekan social antar masyarakat.
Munculnya berbagai kerusuhan horizontal ini merupakan implikasi dari
kebijakan ekonomi sentralistik yang menimbulkan jurang pemisah kesejahteraan
yang begitu tinggi antara pusat dan daerah

5.1.3 Krisis Politik


Proses aspirasi politik ke pemerintahan tidak terdistribusi secara sempurna.
Dengan demikian, proses penyaluran aspirasi rakyat pun terhambat. Segala
peraturan yang dibentuk oleh MPR/DPR pada prinsipnya tidak berorientasi
jangka panjang, melainkan semata-mata bertujuan untuk memenuhi keinginan
dan kepentingan para oknum-oknum tertentu. Selain itu, budaya korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN) telah mengakar kuat didalam tubuh birokrasi
pemerintahan. Unsure legislative yang sejatinya dilaksanakan oleh MPR dan DPR
dalam membuat dasar-dasar hukum dan haluan Negara menjadi sepenuhnya
dilakukan oleh Presiden Soeharto. Kondisi ini memicu munculnya kondisi status
quo yang berakibat pada munculnya krisis politik, baik itu dalam tataran elite
politik maupun masyarakat yang mulai mempertanyakan legitimasi
pemerintahan Orde baru.

5.2. Kelebihan dan Kekurangan pada Masa Reformasi


5.2.1 Kelebihan – Kelebihan pada Masa Reformasi
· Munculnya kesadaran masyarakat akan pentingnya reformasi bagi bangsa
Indonesia.
· Kebebasan berpendapat kembali ditegakkan.
· Pengurangan masalah Dwi Fungsi ABRI dalam pemerintahan.
· Melakukan reformasi hukum dan perundang-undangan di Indonesia.
· Adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia.
· Sector social politik Indonesia menjadi terbuka.
· Pemilu yang tadinya hanya dapat diikuti oleh 3 parpol saja sekarang dapat
diikuti oleh 48 parpol melalui seleksi.
· Kekakuan hukum masa Orde Baru menjadi terpecah atau mulai lenyap.
· Pemerintah memikirkan masalah social yang dialami masyarakat dengan
mewujudkan program membentuk lapangan pekerjaan bagi pengangguaran.
· Corak karya sastra menjadi lebih berwarna dan banyak jenisnya sesuai
dengan kondisi social-politik saat itu.
· Pemublikasian karya sastra menjadi lebih mudah dan terbantu karena
adanya media komunikasi.

5.2.2 Kekurangan – Kekurangan pada Masa Reformasi


· Adanya perpecahan presepsi antara mahasiswa dan kelompok masyarakat
mengenai pengangkatan B.J Habibie sebagai Presiden.
· Tidak adanya pemberian subsidi terhadap masyarakat.
· Keputusan reformasi ekonomi yang dibutuhkan tidak sesuai dengan apa
yang diinginkan masyarakat.
· Terlalu dibebani oleh program penyesuaian structural dari IMF.
· Posisi militer tidak mendapat tempat yang cukup baik dihati masyarakat.
· Penanganan masalah ekonomi dan social menjadi tidak optimal karena
konflik politik internal dalam negeri.
· Adanya krisis multidimensi yang dihadapi oleh Indonesia.
· Pemerintah hanya terfokus pada perbaikan ekonomi.
· Kurangnya minat para pembaca pada karya sastra angkatan reformasi.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
UUD 1945 merupakan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam
Negara dan menjadi hukum dasar tertulis Negara, yang bersifat mengikat dan
berisi aturan yang harus ditaati oleh setiap warga Negara.

Pada awal masa Indonesia setelah memproklamasikan kemerdekaan,


Sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 belum dapat dilaksanakan. Pada
tahun ini di bentuklah DPA sementara, sedangkan DPR dan MPR belum
dapat dibentuk karena harus melalui pemilu. Waktu itu masih di berlakukan
pasal aturan peralihan pasal IV yang menyatakan, “Sebelum Majelis
Permusyawaratan Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan
Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar, segala kekuasaannya
dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional.” Beberapa
peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional kita adalah;
Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD
Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.

Pelaksanaan UUD 1945 pada masa Orde Baru masih terjadi banyak
penyimpangan meskipun telah dilakukan berbagai upaya oleh MPRS untuk
mengatasinya yakni salah satunya dengan mengeluarkan Tap MPRS dan sidang
istimewa yang dilakukan oleh MPRS.
Pelaksanaan dinamika UUD 1945 pada orde reformasi masih banyak
penyimpangan yang terjadi karena pada masa ini belum semua UUD 1945
dilaksanakan dan masih adanya korupsi, kolusi dan nepotisme. Sehingga
memunculkan orde ini terjadi krisis ekonomi, krisis social, krisis politik dan krisis
hukum.

Anda mungkin juga menyukai