Anda di halaman 1dari 34

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

2.1 Undang Undang Dasar 1945


2.11 Pengertian Undang Undang Dasar 1945
2.12
2.13
2.14 Proses Perumusan Dasar Negara dan
2.15 Sistem Undang Undang Dasar 1945
2.16 Undang Undang Dasar Negara dalam Pelaksanaannya.
2.17 Prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang UUD 1945.
2.2 Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekuen
Proses Amandemen Undang Undang Dasar 1945.
2.21 Pengertian Amandemen.
2.22 Tujuan Amandemen.
2.23 Alasan Amandemen UUD 1945.
2.24 Proses Amandemen UUD 1945.
2.25 Mekanisme Amandemen.
2.26 Kelebihan Amandemen.
2.27 Kelemahan Amandemen.
UUD 1945 DAN HASIL AMANDEMEN
2.1 Undang Undang Dasar 1945
2.18 Pengertian Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Dasar ialah piagam tertulis yang sengaja diadakan dan
memuat segala apa yang dianggap oleh pembuatnya menjadi asas fundamental
negara tersebut. Undang Undang Dasar 1945 ialah Undang Undang Dasar Negara
Indonesia terdiri dari:
Sistematika UUD 1945
Pembukaan UUd 1945 : 4 alinea
Batang Tubuh UUD 1945 : 16 Bab
37 Pasal
: 4 Pasal Aturan Peralihan
: 2 Ayat Aturan Tambahan
Penjelasan : Penjelasan Umum
Penjelasan Khusus
Undang Undang Dasar 1945 untuk prtama kalinya disahkan oleh Sidang
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan dinyatakan berlaku sejak 18 Agustus
1945. Pengesahan daripada Undang Undang Dasar tersebut dimuat dan disiarkan
Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7 tanggal 15 Februari 1946.

2.19 Kedudukan Undang Undang Dasar 1945


a. Hukum Dasar yang Tertulis
UUD 1945 merupakan Hukum Dasar yang tertulis. Sebagai hukum maka ia
mengikat: Pemerintah, Lembaga Negara, Lembaga Masyarakat, Warga Negara dan
Penduduk. Dengan demikian maka ia mengikat pemerintah, baik pemerintah pusat
maupun daerah, ia mengikat lembaga tertinggi dan lembaga-lembaga tinggi negara,
lembaga masyarakat termasuk partai politik dan organisasi massa, semua warga
negara dan bahkan setiap penduduk.
b. Hukum Dasar dan Sumber Hukum
UUD 1945 merupakan bentuk peraturan yang tertinggi dan yang menjadi
dasar dan sumber bagi peraturan yang lebih rendah. Dan setiap peraturan
perundangan harus berdasar dan bersumber dengan tegas pada peraturan yang
berlaku yang lebih tinggi tingkatannya.

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


c. Hukum yang Menempati Lebih Tinggi
Undang Undang Dasar, menurut ketentuan dalam pasal UUD 1945 adalah
ketentuan yang tertinggi tingkatannya. Oleh sebab itu ia adalah hukum yang
menempati kedudukan tertinggi.
d. Fungsi Pengawas
Karena ia menempati kedudukan tertinggi, maka ia adalah sebagai
kontrol/pengecek yang berfungsi sebagai pangawas terhadap produk hukum yang
lebih rendah tingkatannya, misalnya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Undang Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden dan lain-lain.

2.20 Sifat Undang Undang Dasar 1945


Dikatakan bahwa sifat UUD 1945 adalah singkat dan luwes. Ia hanya
memuat berupa aturan-aturan pokok, dan garis-garis besar sebagai instruksi kepada
pemerintahan/penyelenggara Negara di dalam Negara yang terdiri dari 37 pasal, 4
pasal Aturan Peralihan, 2 ayat Tambahan. Selain singkat maka sifat yang melekat
padanya adalah luwes. Karena luwes maka ia kenyal dalam arti tidak kaku dan tidak
akan mudah ketinggalan zaman (dinamis).
Walaupun sifatnya singkat dan luwes bahwa yang penting semangat
penyelenggara. Bahwa penyelenggara Negara tidak hanya sekedar mengetahui teks
UUD 1945 tetapi jauh dari itu juga harus menghayati dan sekaligus
mengamalkannya.
Semangat dan tekad para pemimpin, penyelenggara negara/pemerintah serta
seluruh rakyat Indonesia sebagai keseluruhan dalam menerapkan Undang Undang
Dasar 1945.

2.21 Proses Perumusan Dasar Negara dan Undang Undang Dasar 1945
Perumusan Undang Undang Dasar 1945 seperti diuraikan di atas setelah
terbentuknya BPUPKI, oleh karenanya perlu dikemukakan tentang sebab-sebab
mengapa pada masa itu bangsa Indonesia berhasil memperoleh kesempatan
menyusun Rencana Undang Undang Dasar Negara.

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


Sesuai dengan janji Jepang, akibat kekalahan dalam Perang Pasifik, maka
kesempatan tersebut sangat menguntungkan bangsa Indonesia untuk mencapai
kemerdekaan. Tentu saja janji itu disambut dengan gembira oleh bangsa Indonesia.
Walaupun demikian, dalam perjuangannya bangsa Indonesia tidak pernah
menggantungkan diri semata-mata kepada janji tersebut. Lahirnya bangsa
Indonesia hasil kerja samadengan pihak Jepang melalui pengangkatan anggota
BPUPKI, tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap menyusun negara dan
kekuatan sendiri yang mempunyai kepercayaan pada diri sendiri. Kepercayaan pada
diri sendiri membara dan menggelora di dalam sanubari bangsa Indonesia yang
sama tua dengan penjajahan itu sendiri.
Semangat itu kemudian ditempa akibat penderitaan lahir dan batin dari
penjajahan. Sebagai realisasi dari janji Jepang, maka pada tanggal 28 Mei 1945 oleh
Pemerintah Jepang dilantik sebuah badan yang disebut Badan Penyelidik Usaha-
usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang beranggotakan 62 orang
bangsa Indonesia dan sebagai Ketua adalah DR.KRT.Radjiman Widijodiningrat.
Pelantikan dilakukan di Gedung Pejambon (Deparlu) Jakarta yang mana sidang
pertama dimulai tanggal 20 Mei 1945.
Adapun maksud dan tujuan pembentukan badan ini adalah semata-mata
untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan sesuai dengan janji politik
bagi kemerdekaan Indonesia di kelak kemudian hari. Bangsa Indonesia tidak
menyia-nyiakan kesempatan ini. Apa yang dikerjakan oleh para pemuka yang
duduk dalam badan tersebut, ternyata tidak hanya sampai pada usaha penyelidikan
saja, melainkan lebih jauh lagi. Mereka dapat menghasilkan sebuah hasil yang
sangat gemilang yaitu Rancangan Undang Undang Dasar. Bahkan dalam sidang
terakhir 1 Juni 1945 diusulkan pula Pancasila sebagai Dasar Negara.
Sidang pertama BPUPKI yang berlangsung dari tanggal 19 Mei sampai
dengan 1 Juni 1945 membicarakan tentang Dasar Negara, sedang Undang Undang
Dasar Negara yang sesungguhnya adalah pada masa persidangan berikutnya. Dan
di dalam pembicaraan ini dibentuk Panitia-panitia yang dimaksudkan untuk
membahas dan menghasilkan Pembukaan Hukum Dasar dan Rancangan Hukum
Dasar dari Negara yang akan dibentuk kemudian.
Panitia-Panitia dalam BPUPKI ini adalah:

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


1. Panitia Perumusan Hukum Dasar.
2. Panitia Perancang Hukum Dasar.
3. Panitia Penghalus Bahasa
ad.1. Panitia Perumusan Hukum Dasar (Panitia Sembilan)
Bertugas merumuskan Pembukaan Rancangan Hukum Dasar. Panitia ini
karena anggotanya Sembilan orang maka disebut Panitia Sembilan. Panitia ini
menghasilkan naskah politik yang terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta (Jakarta
Charter) pada tanggal 22 Juni 1945.
Piagam Jakarta telah diadakan perubahan yang tidak prinsip yang kemudian
menjadi Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 (PPKI 18 Agustus 1945). Panitia
Sembilan ini diketuai oleh Ir.Soekarno.
ad.2. Panitia Perancang Hukum Dasar
Sehubungan dengan Panitia Hukum Dasar, maka dalm siding BPUPKI pada
tanggal 11 Juni 1945 yang dipimpin oleh Dr.KTR.RAdjiman Widijodiningrat
setelah mendengarkan pandangan dari 20 orang anggota, maka dibentuklah Panitia
Hukum Dasar dan sebagai Ketua Panitia adalah Ir.Soekarno. Panitia Hukum Dasar
ini terdiri dari tiga Panitia Kecil sebagai berikut:
1. Panitia (Kecil) Perancang Hukum Dasar.
Bertugas merumuskan Rancangan Hukum dasar. Setelah diadakan persidangan dari
tanggal 10 Juli 1945 dengan mendengarkan pendapat berupa usul dan saran dari
semua anggota, berhasil merumuskan Rancangan Hukum Dasar. Panitia ini
beranggota 7 orang.
2. Panitia (Kecil) Perancang Ekonomi dan Keuangan.
Panitia ini bertugas merumuskan Ekonomi dan Keuangan yang kemudian hasil
positif dari Panitia ini menjelma dalam pasal 33 dan 34 UUD 1945. Dalam Panitia
ini peranan Drs.Moh. Hatta sebagai Ketua sangat menonjol.

3. Panitia (Kecil) Perancang Bagian Pembelaan Tanah Air.

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


Ditugaskan untuk menyusun pembelaan tanah air.Yang kelak akan menjadi dasar
pasal 30 UUD 1945 mengenai pembelaan negara. Panitia ini oleh Abikusno
Tjokrosujoso.
ad.3. Panitia Pengalus Bahasa
Bertugas untuk memperluas bahasa yang dituangkan dalam Pembukaan
Hukum dasar. Dan rancangan hukum dasar negara.Panitia ini beranggota
Prof.Mr.Soepomo dan Prof.Dr.PAA.Hoesien Djojodiningrat. Pada tanggal 16 Juli
1945 hasil panitia perancang yang bekerja sama dengan panitia ekonomi keuangan,
panitia pembelaan tanah air dan penghalus bahasa dan hasil panitia kecil diterima
oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
dengan baik. Oleh karena tugas tugas BPUPKI telah dianggap selesai maka untuk
persiapan selanjutnya dibentuklah oleh Pemerintah jepang sebuah panitia yaitu
panitia persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Panitia persiapan kemerdekaan Indonesia ini bertugas untuk


mempersiapkan segala sesuatu untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk
kemerdekaan,yang terdiri dari seorang ketua dan seorang wakil ketua masing-
masing Ir.Soekarno sebagai ketua dan Drs.Moh.Hatta sebagai wakil ketua. Tugas
pokok dari PPKI adalah secepatnya memerdekaan Indonesia.
Panitia persiapan kemerdekaan Indonesia dilantik tanggal 9 agustus 1945
dan akan selekas mungkin menyelesaikan soal-soal yang perlu untuk kemerdekaan
terutama didasarkan pada rancangan Hukum Dasar yang telah dihasilkan BPUPKI
tersebut di atas. Rancangan hukum dasar seyogianya akan diserahkan oleh panitia
yang selanjutnya untuk disetujui.
Menurut rencana kemerdekaan Indonesia akan diproklamasikan pada
tanggal 24 Agustus 1945. Pada tanggal 6 Agustus 1945 dan 9 Agustus 1945 bom
atom dijatuhkan masing-masing di Hiroshima dan Nagasaki, akibat pemboman
dikedua kota ini Jepang betekuk lutut dan menyerah tanpa syarat pada pihak Sekutu.
Oleh karena itu janji memberikan kemerdekaan pada bangsa Indonesia tidak
mungkin dilaksanakan lagi dan Indonesia terjadi kekosongan kekuasaan.
Tentu saja dalam situasi seperti ini bangsa Indonesia, terutama para
pemimpin dan golongan pemuda tidak tinggal diam. Kesempatan tebuka luas untuk
mengambil nasib bangsa di tangan sendiri. Sehingga atas dorongan pemuda,

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


sebelum kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda kembali lagi atau penyerah
Pemerintah Jepang kepada pihak sekutu sebagai pihak yang memenagkan perang
terlaksana maka pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamasikan kemerdekaan
Indonesia oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama rakyat dan bangsa Indonesia.
Dari kenyataan ini jelaslah bahwa kemerdekaan Indonesia sekali kali
bukanlah merupakan hadiah sebagai hasil realisasi janji pemerintah Jepang, tetapi
hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri selama berabad-abad dengan segala
pengorbanannya. Dengan proklamasi kemerdekaan, maka bangsa Indonesia lepas
dari ikatan-ikatan penjajah dan bangsa Indonesia menyatakan sebagai suatu bangsa
sejajar dan sederajat dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Dan dengan demikian
Indonesia adalah negara pertama yang merdeka setelah perang kedua.
Penetapan dan pengesahan undang undang dasar 1945
Seperti telah dikemukakan bahwa untuk menyempurnakan negara yag baru
saja merdeka itu,maka pada tanggal 18 agustus 1945 PPKI bersidang. Anggota
PPKI ini telah disempurnakan,panitia ini walaupun dilantik oleh pemerintah jepang
untuk pertma kalinya tetapi bukan alat Jepang. Sidang kedua dan sidang pertama
BPUPKI diadakan setelah kemerdekaan pada tanggal 18 Agustus atas tanggung
jawab bangsa Indonesia sendiri, sebagai bangsa yang merdeka.
Hal ini terbukti bahwa jumlah anggota PPKI yang semula terdiri dari 21
orang termasuk ketua dan wakil ketua serta ditambah 6 orang lagi atas usul ketua
dan atas tanggung jawab sendiri. Dalam sidang inilah ditetapkan dan disahkan
Rancangan Pembukaan Hukum Dasar dan rancangan Hukum Dasar hasil BPUPKI
menjadi Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terkenal
dengan nama Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) terdiri dari Pembukaan
Undang Undang Dasar 1945 dan Batang Tubuh Undaang-Undang Dasar 1945
setelah diadakan perubahan dan penyempurnan disana- sini yang tidak prinsip dan
jika kita bandingkan dengan pembukaan Hukum Dasar (Piagam Jakarta) maka pada
pokoknya adalah hampir sama, hanya terdapat perbedaan disana-sini.

Piagam Jakarta (Pembukaan Pembukaan Undang Undang Dasar


Hukum Dasar) 1945
1.Kata *Mukadimah* 1.*Pembukaan*

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


2....dalam suatu Hukum dasar 2.. dalam suatau undang undang
Negara Indonesia.. Dasar Negara Indonesia..
3...dengan berdasar kepada 3...dengan berdasar kepada
Ketuhanan degan kewajiban Ketuhanan Yang Maha Esa...
menjalankan syarat syarat
Islam bagi pemeluk-
pemeluknya..
4...menurut dasar kemanusiaan 4.Kemanusiaan yang adil dan
yang adil dan beradab beradab

Sebaliknya bila kita bandingkan Batang Tubuh dengan Rancangan Hukum Dasar
(Hasil Panitia Perancang) mengalami perubahan perubahan sebagai berikut:
Rancangan Hukum Batang Tubuh UUD 1945
dasar
1.Istilah Hukum dasar Diganti 1.Undang Undang Dasar
2.Dalam rancangan Diganti 2.Seorang Wakil presiden
dua orang wakil
presiden
3.Presiden harus Diganti 3.Presiden harus orang
seorang Indonesia Indonesia asli
asli dan beragama
Islam
4.Disebutkan: selama Diganti 4.Dihapuskan
perang pimpinan
perang dipegang
oleh Jepang dengan
persetujuan
pemerintahan
Indonesia
Semua pembicaraan, naskah-naskah dan putusan-putusan mengenai
Rancangan Undang Undang Dasar 1945 baik dalam sidang BPUPKI maupun dalam
sidang PPKI, merupakan bahan yang sangat berharga untuk dipahami, dihayati dn

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


diamalkan serta bagaimana penafsirannya. Bahkan dalam sidang sidang BPUPKI
telah dapat dihasilkan suatu piagam yang amat penting yang kemudian dikenal
dengan Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945.
Dari uraian di atas jelas bahwa perencanaan Undang Undang Dasar 1945
terjadi sebelum kemerdekaan tiba,penempatan dan pengesahannya terjadi setelah
proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Hal ini bagi pembangunan bangsa Indonesia
benar-benar merupakan rahmat dan karunia yang sebesar-besarnya dari Tuhan
Yang Maha Esa. Kita dapat membayangkan andaikata pada waktu itu bangsa
Indonesia belum mempunyai suatu Rancangan Undang Undang Dasar, sudah pasti
sulit untuk memperoleh suatu Undang Undang Dasar, sudah pasti sulit untuk
memperoleh suatu Undang Undang Dasar setelah proklamasi.
Undang Undang Dasar ternyata mampu untuk mempersatukan seluruh
rakyat Indonesia, mampu menampung segala aspirasi, perkembangan dan keutuhan
bangsa Indonesia. Sesuai dengan naskah Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia beserta dengan penjelasannya dimuat dalam Berita Republik Indonesia
tahun 1946 (tahun II) Nomor 7, tanggal 15 Februari 1946.

2.22 Sistem Undang Undang Dasar 1945


Undang Undang Dasar 1945 disusun dengan singkat dan luwes dan mampu
menghadapi setiap perkembangan dan perubahan zaman yang dapat menyesuaikan
diri dengan keadaan ,waktu dan tempat.
Karena sifatnya yang singkat maka ia pun luwes.Didalam penjelasan
dikatakan bahwa telah cukup jikalau Undang Undang Dasar hanya memuat aturan-
aturan pokok saja, memuat garis-garis besar sebagai perintah kepada pemerintah
dan penyelenggara negara.
Terutama bagi negara baru dan negara muda lebih baik hukum dasar yang
tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturanyang
menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada Undang Undang yang lebih
mudah cara membuat, mengubah dan mencabut (undang-undang organik). Kita
harus senantiasa ingta kepada dinamika kehidupan mayarakat dan negara Indonesia
yang terus tumbuh dan berkembang berubah lahir batin. Berhubung dengan hal itu,
janganlah tergesa-gesa memberi keristalisasi, memberi bentuk pada pikiran-pikiran

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


yang masih mudah berubah (labil). Dan dari sistem inidengan mudah kita dapat
mengerti, bahwa sesungguhnnya UUD 1945 ini tetap memberikan arah yang tepat
bagi bangsa Indonesia yang merupakan negara muda yang masih akan berkembang
dengan cepat menuju suatu perubahan yang semakin maju denagn arah yang telah
ditetapkan oleh UUD1945 baik dalm pembukaan, maupun batanng tubuh dan
penjelasannya.

2.23 Undang Undang Dasar Negara dalam Pelaksanaannya


Sejak tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan tanggal 27 Desember 1949
NRI menggunakan UUD 1945. Tetapi pelaksanaannya masih jauh dari sempurna,
bahkan terjadi penyimpangan yang prinsipil sejak tanggal 14 November 1945 yaitu
kabinet Presidentil menurut UUD 1945 berubah menjadi kabinet perlementer
dangan perdana menteri Sutan Syahrir. Selain daripada itu, pemilihan umum untuk
membentuk MPR dan DPR belum sempat diadakan karena revolusi fisik yang
sedang berkobar dengan hebatnya. Lembaga-lembaga Tinggi Negara lainnya
seperti DPA, MA dan BPK belum dapat dibentuk dengan Undang Undang karena
keadaan belum mengizinkan, sehingga hanya bersifat sementara dan belum dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Hal yang ditimbulkan sebagai akibat tidak
dilaksanakannya UUD 1945 itu dengan konsekuen ialah lahirnya berpuluh partai
politik, tidak stabilnya pemerintahan yang sering jatuh silih berganti.

Berbagai kesulitan yang ditimbulkan oleh karena adanya penyimpangan


terhadap UUD 1945 pada waktu itu. Sejak tanggal 27 Desember 1949 sampai
tanggal 4 Juli 1959 kita meninggalkan UUD 1945 secara total. Kita menggunakan
dua macam Undang Undang Dasar yang sangat jauh berbeda dengan UUD 1945,
baik falsafahnya, jiwanya, semangatnya, maupun bentuk dan sistemnya. Yang
pertama adalah konstitusi RIS yang berlaku mulai tanggal 27 Desember 1945 dan
berakhir tanggal 17 Agustus 1950 karena rakyat tidak dapat menerimanya. Sejak
tanggal 17 Agustus 1950, dipakai UUD 1945 yang baru yaitu UUDS 1950.
Presiden mengeluarkan dekrit untuk kembali ke UUD 1945 pada tanggal 5
Juli 1959. Dengan keluarnya dekrit presiden itu maka mulai tanggal 5 Juli 1959,
tidak berlaku lagi UUDS 1950 dan mulai berlaku kembali UUD 1945 dan segera
akan dibentuk MPRS dan DPAS.

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


2.24 Prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang UUD 1945
Adapun prisip-prinsip yang terkandung dalam Batang Tubuh UUD 1945 diuraikan
sebagai berikut :
a. Negara Kesatuan Republik Indonesia
Sesuai dengan pasal 1 UUD 1945, negara kita ialah negara kesatuan yang
berbentuk Republik bagi negara kita tiada lain bentuk negara yang paling tepat
ialah negara kesatuan yang bernafaskan Demokrasi Pancasila.
b. Pengakuan Hak Asasi Manusia dalam negara Pancasila
Negara Pancasila menjunjung tinggi HAM. Hak asasi manusia adalah hak
dasar dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang lain. Disamping hak ssasi,
terdapat kewajiban asasi.kalau dalam masyarakat yang individualistis, tuntutan
pelaksanaan HAM sedikit berlebih-lebihan sehingga merugikan masyarakat,
maka dalam masyarakat pancasila dilaksanakan secara seimbang sebagai
manusia sarwa tunggal (monopluralistis) atau adengan kata lain dapat disebut
bersifat kekeluargaan. Contoh-contoh perwujudan HAM lebih tegas dalam
pasal 27 s/d 34 UUD 1945. Sebaiknya contoh kewajiban-kewajiban asasi
adalah kewajiban belajar, kewajiban memberikan suara, kewajiban membayar
pajak,kewajiban menjaga keamanan, kewajiban membela negara, tunduk dan
taat menjalankan aturan negara.
c. Sistem Kebudayaan Nasional
Dalam pasal 32 UUD 1945 disebutkan bahwa Pemerintah memajukan
kebudayaan nasional. Ini berarti bahwa bangsa Indonesia mengutamakan
pembinaan dan pembangunan kebudayaan Indonesia. Penerimaan unsur-unsur
kebudayaan asing kedalam kebudayaan nasional adalah dengan syarat lebih
mengembangkan kebudayaan nasional dan tidak bertentangan dengan ilai
pancasila. Disamping itu karena negara kita terdiri dari banyak pulau dan suku
bangsa,mempunyai adat istiadat dan kebudayaan daerah yang beranekaragam,
hal ini tidak perlu dipertentangan perbedaan bentuk dan wujud (gatra) yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat kita, malah sebaliknya dengan
keanekaragaman terdebut akan saling melengkapi dan saling memperkaya
yang merupakan suatu kesatuan sebagai kekashan kebudayaan kita. Dengan

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


demikian perikehidupan masyarakat akan serasi menuju tingkat kemajuan dan
pengembangan (apresiasi) yang merata dan seimbang.
d. Pembelaan Negara
Seperti telah disinggung dalam uraian terdahulu pasal 30 UUD 1945
menyatakan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta di dalam
pembelaan negara. Letak kepulauan nusantara yang strategis dan berbeda di
posisi silang sebagai satu kesatuan pertahanan dan keamanan, berarti bahwa
ancaman salah satu bagian daerah Indonesia ataupun salah satu segi kehidupan
pada hakekatnya adalah merupakan ancaman terhadap keutuhan bangsa
indonesia secara keseluruhan. Dan oleh karenanya bangsa Indonesia sebagai
warga negara mempunyai kewajiban untuk membela keutuhan negara dan
bangsa Indonesia. Oleh sebab itu prinsip wawasan nusantara dan ketahanan
nasional perlu dikembangkan.

2.25 Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekuen
Orde baru dapat diartikan, susunan, aturan suatu negara atau mesyarakat
yang teratur, berjalan dengan baik semuanya tertib, merupakan suatu kesatuan yang
organis dan fungsional dapatlah disebut Orde. Negara yang tertib hukum, organisasi
teratur, masyarakat yang sejahtera disebut dalam keadaan in-orde, sebaliknya
Negara yang tidak mempunyai kepastian Hukum, kacau kalau disebut dalam
keadaan wan-orde. Tumbuhnya orde Baru adalah sebagai produk reaksi yang logis
di negara kita dari keadaan sebelumnya yang disebut Orde lama. Orde baru lahir
dipelopori oleh para pemuda yaitu Mahasiswa, Pelajar dan pemuda umumnya yang
tergabung dalam kesatuan aksi angkatan 66 bersama ABRI, para PARPOL dan
ORMAS dengan gigih menyumbangkan rezim Orde lama.
Istilah Orde Baru timbul untuk petama kali pada seminar II TNI AD di
SESKOAD Bandung, Agustus 1966 dan kemudian dijadikan pembatasan garis
demokrasi dan sikap mental sebelumnya.
1. Pengertian Orde Baru
Orde baru ialah suatu tata kehidupan baru dan sikap mental baru yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Adapun ciri-ciri Orde baru antara lain:
(1) Dasar/ landasan Pancasila dan UUD 1945.

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


Landasan Idiil ialah Pancasila.
Landasan Konstitusional ialah Undang Undang dasar 1945
Landasan Operasional ialah ketetapan- ketetapan MPR.
(2) Tujuan, untuk menegakkan kebenaran dan keadilan demi Ampera, demi Tritura
dan demi Hanura.
(3) Cara dan pelaksanaan secara konstitusional yaitu melalui saluran hukum,
berdasarkan konstitusi yang ada.
Karena itu perlu adanya aturan permainan, dan aturan itu bersumber pada hukum
yang ada dan berlaku. Adapun pelaksanaannya adalagh dengan jalan melaksanaan
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
2. Pengertian Orde Lama
Orde Lama ialah suatu orde atau tata kehidupan lama dalam kenegaraan di
indonesia pada masa pra G 30 S/PKI. Masa orde lama ialah suatu periode antara
tanggal 5 Juli 1959 sampai dengan 11 maret 1966. Jadi dengan demikian masa
sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tidak disebut Orde Baru. Adapun ciri-ciri Orde
lama antara lain:
(1) Dasar atau landasan : Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Landasan Idiil dan Pancasila.
(2) Tujuan ialah Struktural ialah Tri Kerangka Tujuan Revolusi Indonesia.
Negara Kesatuan, Sosialisme dan Dunia Baru.
(3) Cara pelaksanaan, penuh penyelewengan.
Penyelewengan di segala bidang kehidupan kenegaraan dari dasar, landasan
dan tujuan negara itu sendiri (bidang ideologi, bidang konstitusi/hukum, bidang
sosial dan politik, bidang moral dan agama).

Bentuk dan jenis penyelewengan Orde lama antara lain:


(1) Bidang Ideologi
Pancasila sebagai dasar dan filsafah negara diperas dan diputarbalikkan tata
urutannya. Pemerasan dan pemutarbalikkan tata urutan sila-sila Pancasila akan
menghilangkan arti dan fungsi Pancasila itu sendiri sebagai Dasar Negara.
(2) Bidang Konstitusi/ Hukum

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


Timbul peraturan perundangan yang disebut penetapan presiden, dalam Hukum
positif/tertib hukum Indonesia berdasar UUD 1945 tidak dikenal.
Presiden membubarkan DPR hasi pemilihan Umum, dalam UUD 1945,
Presiden tidak berhak membubarkab DPR(sistem pemerintahan berdasarkan
UUD1945) Presiden dan DPR pada dasarnya harus bekerja sama (Co-partnership
di bidang legislatif).
Dengan penyelewengan pasal 17 UUD 1945 Ketua Lembaga Tertinggi dan
Ketua-ketua Lembaga Tinggi diangkat sebagai Menteri, dengan demikian mereka
sebagai Menteri Pembantu Presiden (mereka berada di bawah kekuasaan Presiden).
Presiden menjadi pusat segala kekuasaan, sehingga mengabulkan fungsi wewenang
Badan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, sehingga bertentangan dengan UUD
1945 bahwa Presiden adalah mandataris MPR, bahwa Presiden harus bertanggung
jawab pada Majelis dan kekuasaan Presiden tidak tak terbatas.
- Kepolisian Negara dijadikan angkatan kepolisian sebagai angkatan IV untuk
mengarah dan mencapai tujuan awal ORLA dalam pembentukan angkatan V.
Ankatan V ini terdiri dari sukarelawan yang unsur-unsurnya terdiri dari
Pemuda Rakyat dan CGMI sebagai intinya.Angkatan Perang Repubilk
Indonesia ada tiga angkatan : Angkatan darat, laut dan udara. ABS yes men
dan lain-lain bertentangan dengan tata krama Indonesia.
- Presiden seumur hidup bertentangan dengan UUD 1945 bahwa masa jabatan
selama 5 tahun.
- Adanya Hukum Revolusi UUD 1945 hanya sebagai alat Revolusi bukan
sebagai landasan Negara .
- Lembaga Pemimpin Dasar Revolusi, bahwa segala-galanya yang berada di atas
Hukum Revolusi, dan mengarah pada otoriter dan menjurus pada diktator. Ini
tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
(3) Bidang Sosial dan Politik
Masyarakat Indonesia dibagi- bagi dan dimasukkan ke dalam kotak- kotak dengan
poros NASAKOM (golongan nasionalis, agama dan komunis). Setiap gilongan
disuruh berkompetisi (kompetisi yang tidak sehat secara fisik). Timbullah istilah
golongan kanan dan golongan kiri. Golongan Revolusioner dan Jurang
Revolusioner. Kedua golongan tersebut selalu dipertentangkan . keadaan ini tidak

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945 dimana segala sesuatu harus
diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat.
(4) Bidang Ekonomi
Berbagai penyelewengan di segala bidang seperti Korupsi, Jabatan, Penyelewengan
dan manipulasi. Persamaan terhadap beban hidup rakyat yang sudah sangat
menderita dengan dalih dana revolusi guna keperluan proyek prestisi. Keadaan
ekonomi merosot sehingga inflasi dengan kenaikan harga yang tinggi dan tidak
terkendali.
(5) Bidang Moral/Agama
Berjangkitnya krisis dan dekadensi moral, kemerosotan akhlak masyarakat,
terutama di kalangan pimpinan dan atasan. Martabat dan harkat wanita Indonesia
tidak dihargai (merosot). Tentu semua ingin sangat bertentangan dengan nilai-nilai
hukum yang terkandung dalam Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Banyak
sekali penyelewengan yang tidak dapat kita sebutkan satu persatu yang terjadi di
dalam pelaksanaan masa Orde Lama. Sekalipun gambaran umum dapat kita
saksikan penyelewengan Orde Lama itu :Pancasila diperas menjadi NASAKOM,
Negara hukum yang demokrasi menjadi otoriter dan diktator, masyarakat yang adil
dan makmur hanya berlaku pada segelintir atasan yang berkuasa yang
berkesempatan melakukan korupsi, persahabatan dan perdamaian dengan semua
bangsa di dunia menjadi berkonfrontasi dengan negara serumpun(DWIKORA),
Politik Luar Negeri yang bebas aktif menjadi kontradiksi antara kekuatan baru
melawan kekuatan lama yang mengarah pada blok sosialis/ komunis.
3. Kedudukan dan Masa Berlaku UUD 1945
a. Kedudukan UUD 1945
Atas dasar Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menyatakan kembali UUD 1945 dimana
tidak berlaku lagi UUDS 1950. Ketentuan tambahan UUD 1945 tidak dapat
dilaksanakan karena MPR belum terbentuk. Ketentuen dimaksud menyatakan
bahwa dalam enam bulan sesudah MPR dibentuk, Majelis bersidang untuk
menentukan Undang Undang Dasar. MPRS dibentuk sehubungan dengan
Dekrit Presiden 5 Jli 1959 dan dengan TAP MPRS Nomor XX /MPRS/1996
telah dinyatakan dalam Dekrit Presiden sebagai sumber tertib hukum bagi
berlakunya kembali UUD 1945. Tanggal 1 Oktober 1975 MPR hasil pemilihan

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


Umum tahun 1971 dilantik. Dalam sidang Umu MPR 22 Maret 1973, MPR telah
memutuskan TAP MPR Nomor V/MPR/1973 tentang hasil- hasil yang berupa
TAP- TAP MPRS Republik Indonesia.Pasal 3 TAP MPR Nomor V/MPR/1973
yo Tap MPR Nomor IX/MPR/1978 menyatakan TAP MPR Nomor
XX/MPRS/1966 tetap berlaku.
Dengan demikian MPR hasil Pemilihan Umum Tahun 1971 dengan TAP MPR
Nomor V/MPR/1973 yo TAP MPR Nomor IX/MPR/1978 telah menetapkan
UUD 1945 menjadi Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia melalui
TAP MPRS Nomor XX/MPRS/1966 dan Dekrit Presiden Tanggal 5 Juli
1959.Tindakan penetapan MPR tersebut berdasarkan kewenangan hukumnya
dalam Pasal 3 UUD 1945 dan sesuai pula dengan konstitusinya dalam ayat 2
Aturan Tambahan UUD 1945. Dengan demikian terhitung mulai tanggal 22
Maret 1973 UUD 1945 telah kehilangan sifat sementaranya.
b. Masa Berlaku UUD 1945
- Masa berlaku dari tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949
- Masa berlaku dari tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950,
untuk menjaga bagian Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta.
- Masa tidak berlaku dari tanggal 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959,
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang Undang Dasar
Sementara 1950 (UUDS 1950).
- Masa berlaku 5 Juli 1959 sampai dengan sekarang dan mulai tanggal 22 Maret
1973 mempunyai sifat tetap.
4. Kedudukan dan Masa Berlaku UUD 1945
Lembaga negara adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-
undang Dasar 1945 yang terdiri Lembaga Negara Tertinggi dan Lembaga-lembaga
Tinggi.
Kedudukan lembaga Negara adalah keadaan yang menempatkan lembaga
tersebut dengan lembaga lainnya, apakah lebih rendah, sejajar atau lebih tinggi.
Sedangkan fungsi lembaga Negara ialah suatu lingkungan kerja dalam hubungan
dengan keseluruhannya, yang bekerjasama satu sama lain untuk mencapai tujuan.

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


Fungsi menentukan kedudukan suatu badan, fungsi tersebut dapat luas,
sempit, dapat lebih tinggi atau lebih rendah. Suatu fungsi dapat dipegang oleh suatu
badan atau sebaliknya beberapa fungsi dapat dipegang oleh satu badan.
Untuk melaksanakan fungsinya maka badan tersebut harus dilengkapi
dengan wewenang yang diberikan oleh badan yang lebih tinggi dan ditetapkan
berdasarkan ketentuan atau peraturan yang telah dimuat dalam Undang Undang
Dasar. Adapun lembaga yang dimaksud menurut UUD 1945 adalah:
- Majelis Permusyawaratan Rakyat (pasal 2 dan 3)
- Presiden (pasal 4 sampai dengan 15)
- Dewan Pertimbangan Agung (pasal 16)
- Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 19 sampai dengan 22)
- Badan Pengawas Keuangan (pasal 23)
- Mahkamah Agung (pasal 24 dan 25)
- Menteri-menteri Negara (pasal 17)
- Pemerintah Daerah (pasal 18)
Untuk terselenggaranya hubungan tata kerja yang sebaik-baiknya dalam
rangka pelaksanaan tugas lembaga negara Tertinggi (MPR) dengan dan/atau antar
lembaga-lembaga Tinggi Negara (Presiden, DPR, DPA, BPK dan MA) maka
ditetapkan TAP MPR Nomor VI/MPR/1973 yo TAP MPR Nomor III/MPR/1978.
Dalam hubungan tersebut diatur tentang kedudukan tata kerja antara MPR dan atau
Presiden, DPA, DPR, BPK dan MA.
5. UUD 1945 dalam Gerak Pelaksanaannnya
Dari Berita Republik Indonesia Tahun II Nomor 7, bahwa yang dimaksud
dengan Undang Undang Dasar 1945 adalah Pembukaan Batang Tubuh dan
Penjelasannya. Dari pengertian ini dapat dijabarkan bahwa sebagai peraturan
perundangan yang tertinggi maka UUD 1945 bersifat mengikat: mengikat
pemerintah/penyelenggara negara, lembaga negara, lembaga masyarakat di daerah
maupun di pusat, mengikat senua warga negara dimanapun ia berada dan atas
penduduk yang berada di wilayah negara Indonesia.
Sebagai peraturan perundangan yang tertinggi Undang Undang Dasar 1945
berisi norma-norma, peraturan-peraturan dan/atau ketentuan-ketentuan yang dapat
dan harus dilaksanakan dan ditaati (bersifat imperatif). Undang Undang Dasar

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


bukan hukum biasa, melainkan hukum dasar, maka Undang Undang Dasar
merupakan sumber hukum. Setiap jenis hukum, seperti TAP MPR, undang-undang,
PEPERPU, PP.KEPRES, peraturan dan/atau instruksi pelaksanaan yang lebih
rendah harus berlandaskan, bersumber pada peraturan, yang lebih tinggi dan tidak
boleh menyimpang atau bertentangan, dan yang ada pada akhirnya dapat
dipertanggungjawabkan pada ketentuan-ketentuan Undang Undang Dasar 1945.
Semenjak ditetapkan dan disahkan UUD 1945 oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945, mulai saat itu berlakulah Undang Undang Dasar 1945 sebagai
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Semenjak itu penyelenggaraan
Negara didasarkan kepada ketentuan-ketentuan menurut Undang Undang Dasar.
Karena pada saat itu negara Indonesia baru saja berdiri, maka dapat dimengerti
bahwa untuk melaksakan penyelenggaraan berdasarkan UUD 1945, tentu saja tidak
akan dapat sekaligus dilaksanakan sepenuhnya dalam waktu yang singkat.
Menyadari hal ini maka Undang Undang Dasar telah terbentuk pula ketentuan
peralihan yang terdiri dari 4 pasal aturan peralihan ditambah ketentuan tambahan
yang terdiri dari 2 ayat aturan tambahan.
Dalam pendahuluan telah disinggung bahwa UUD 1945 berlaku dalam dua
kurun waktu, yang pertama antara tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 27
Desember 1949 dan kurun waktu kedua adalah antara tanggal 5 Juli 1949 sampai
dengan sekarang. Dalam kedua kurun waktu itu telah banyak kita catat dan/atau
alami tentang gerak pelaksanaan tentang pelaksanaan UUD 1945, termasuk pula
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Dalam kurun waktu 1945-1959, jelas UUD 1945 belum/tidak dilaksankan
sebagaimana mestinya, karena sebagai negara yang masih baru tentu saja banyak
sekali mendapat tantangan, hambatan dan ancaman baik datang dari luar maupun
dari dalam sendiri. Oleh karena itu kelembagaan negara yang seharusnya telah
dibentuk ternyata belum dapat dilaksankan pembentukannya. Begitu juga terjadi
penyimpangan dalam sistem pemerintahan, terjadinya perubahan dalam sistem
pemerintahan Presidentil menjadi sistem pemerintahan Parlementer pada tanggal 3
November 194. Isi Maklumat Pemerintah pada tanggal 3 November 1945 ini juga
merupakan turning point dari keinginan semula yaitu mengintrodusir
monolithicparty system menjadi multy party system. Yang akhirnya berakibat

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


timbulnya partai-partai gurem (partai yang masanya sangat minimum) yang pada
saatnya nanti mambuat keadaan politik dan pemerintahan yang tidak stabil.
Mulai tanggal 4 November 1945 kekuasaan pemerintahan dipegang oleh
Perdana Menteri sebagai pimpinan Kabinet dan Menteri-menteri sebagai anggota
Kabinet. Mereka secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertanggungjawab
kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Timbul pertanyaan mengapa
bertanggungjawab kepada KNIP? Sebab sebelum Maklumat Pemerintah ini keluar
telah ada lebih dahulu Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober
1945 yang antara lain isinya memberikan kekuasaan legislatif kepada KNIP yang
sebelumnya berdasarkan Aturan Peralihan hanya sebagai Pembantu Presiden saja.
Tetapi dengan Maklumat Wakil Presiden ini berakibat KNIP tidak lagi ikut campur
dalam pemerintahan sehari-hari. Keadaan yang demikian ini sangat berpengaruh
dalam kehidupan negara terutama stabilitas dan pemerintahan.
Maklumat Nomor X yang dikeluarkan oleh Wakil Presiden pada tanggal 16
Oktober 1945 tersebut, tentunya adalah mengubah kedudukan dan fungsi KNIP dan
badan yang membantu Presiden menjadi:
a. Badan Legislatif, yang sebenarnya wewenang DPR
b. Badan yang ikut menentukan dan menetapkan GBHN yang sebenarnya
wewenang MPR dan
c. Suatu badan yang bekerja sehari-harinya dijalankan oleh suatu Badan
Pekerja yang bertanggungjawab kepadanya.
Akhirnya negara Republik Indonesia kesatuan hanyalah merupakan bagian
dari Negara Republik Indonesia Serikat. Untunglah RIS hanya berlangsung
sementara. Berkat kesadaran pemimpin kita, maka pada tanggal 17 Agustus 1950
RIS kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi dengan Undang
Undang Dasar Negara lain.
Menurut Undang Undang Dasar Sementara 1950 sistem pemerintahan
adalah Parlementer. Pelaksanaan UUDS 1950 dan akibat-akibatnya telah dirasakan
bersama berupa kekecewaan berbagai bidang, ideologi, politik, ekonomi, sosial dan
budaya serta hankam.
Konstituante yang menurut UUDS 1950 bertugas membentuk Undang
Undang Dasar yang tetap telah gagal total (Konstituante Bandung 1955). Kegagalan

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


ini sangat membahayakan kehidupan Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu
dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 diberlakukan kembali Undang Undang Dasar
1945 (UUD 1945).
Apabila kita mengadakan pengkajian dan perbandingan pelaksanaan UUD
1945 dalam kurun waktu antara 1959-1965 (Orde Lama) dan kurun waktu 1966
sampai dengan sekarang (Orde Baru) maka jelas tampak dan terasa kemajuan yang
telah dicapai dalam mengusahakan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masa
Orde Lama. Selanjutnya banyak usaha dalam Orde Baru yang dilakukan dalam
rangka melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Orde
Baru berhasil menyalurkan aspirasi rakyat dalam mengadakan koreksi terhadap
penyimpangan kekuasaan dipelbagai bidang melalui cara-cara konstitusional.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah melaksanakan tugasnya, antara lain
mengadakan Sidang Umum dan Sidang Istimewa. Demikian juga lembaga dan
badan lainnya telah berjalan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan sebagai berikut:
(1) Periode antar 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1959.
Pada masa ini belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, adanya
tantangan, hambatan dan ancaman dari berbagai pihak, baik dari dalam
maupun luar. Lembaga-lembaga belum terbentuk sebagaimana
mestinya. Masih dipergunakan Aturan Peralihan pasal IV, dimana
kekuasaan negara dipegang oleh Presiden dibantu KNIP. Terjadinya
penyimpangan yang sangat prinsipil yaitu sistem Pemerintahan dan
sistem Presidentil menjadi sistem Parlementer.
(2) Periode antara 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950
Undang Undang Dasar tetap berlaku pada negara RIS yang berdasarkan
Konstitusi UUD 1945 di negara Bagian Republik Indonesia yang
berkedudukan di Yogyakarta.
(3) Periode antara 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959
Kembali kepada negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi
menggunakan Undang Undang Dasar lain yaitu Undang Undang Dasar

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


Sementara 1950. Undang Undang Dasar 1945 pada periode ini
tampaknya latent.
(4) Periode antara 5 Juli 1959 sampai dengan 11 Maret 1966
Lembaga negara telah terbentuk, tetapi tidak berdasarkan UUD 1945,
tetapi dengan PENPRES. Adanya penetapan Presiden ini bertentangan
dengan peraturan perundangan negara yang berdasarkan UUD 1945.
MPR mengangkat Presiden seumur hidup sangat bertentangan dengan
jiwa UUD 1945. Presiden membubarkan DPR hasil Pemilihan Umum
karena RAPBN yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR ditolak.
Terjadinya kekacauan di seluruh wilayah tanah air, stabilitas dan
keamanan terganggu dan mencapai puncaknya pada peristiwa
pemberontakan G 30 S/PKI pada tanggal 30 September 1965. Timbul
situasi konflik antara rakyat dan Presiden yang kemudian timbullah Tri
Tuntutan Rakyat (Tritura) yang berkesimpulan: bubarkan PKI,
bersihkan Kabinet dari unsur-unsur PKI dan turunkan harga.
(5) Periode mulai 11 Maret 1966 sampai dengan sekarang
Gerakan memperjuangkan TRITURA, makin hari semakin meningkat,
sehingga Pemerintah pada waktu itu boleh dikatakan tidak dapat
menguasai keadaan lagi. Dalam situasi yang demikian itulah Presiden
pada waktu tanggal 11 Maret 1966 menyerahkan Surat Perintah kepada
Letnan Jenderal TNI Soeharto, Menteri/panglima Angkatan Darat yang
isinya memberikan wewenang kepadanya untuk mengambil langkah-
langkah pengamanan untuk menyelamatkan keadaan, lahirnya
Supersemar ini dianggap oleh rakyat sebagai Lahirnya Orde Baru.
Dengan berlandaskan kepada Supersemar telah membubarkan PKI dan
ormas-ormasnya yang disambut dengan penuh kelegaan oleh seluruh rakyat. Dan
dengan semangat Supersemar itu pula Orde Baru mengambil langkah-langkah,
koreksi dengan cara-cara yang konstitusional terutama dalam menegakkan,
mengamankan dan mengamalkan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan
konsekuen.
Usaha-usaha apakah yang telah dilakukan Orde Baru dalam pelaksanaan
UUD 1945 di bidang kelembagaan Negara? Orde baru telah berhasil menyalurkan

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


aspirasi rakyat dalam mengadakan koreksi-koreksi terhadap pemimpin,
penyimpangan, kekacauan-kekacauan dan keadaan-keadaan buruk di berbagai
bidang selama Orde Lama, melalui cara-cara yang konstitusional, artinya melalui
sidang-sidang MPR, yaitu sidang umum MPR(S) IV tahun 1966 dan sidang
istimewa tahun 1967. Pada sidang MPR(S) tahun 1968, MPR(S) telah mengangkat
Jenderal TNI Soeharto pengemban TAP MPR Nomor IX/MPRS/1966 sebagai
Presiden (tetap) sampai terpilihnya Presiden oleh MPR hasil Pemilihan Umum.
Sejak itulah pelaksanaan UUD 1945 diusahakan untuk dapat berlangsung sebaik-
baiknya secara murni dan konsekuen. Dalam rangka ini diusahakan pembentukan
kelembagaan Negara MPR, DPR, DPA dan MA sesuai dengan ketentuan UUD
1945. UUD 1945 menyatakan bahwa pembentukan lembaga-lembaga tersebut
dilakukan dengan undang-undang.

2.2 Proses Amandemen Undang Undang Dasar 1945


2.28Pengertian Amandemen
Amandemen (bahasa Inggris: amendment) artinya perubahan.
Mengamandemen artinya mengubah atau mengadakan perubahan. Istilah
amandemen sebenarnya merupakan hak, yaitu hak parlemen untuk mengubah atau
mengusulkan perubahan rancangan undang-undang. Perkembangan selanjutnya
muncul istilah amandemen UUD yang artinya perubahan UUD. Isti1ah perubahan
konstitusi itu sendiri mencakup dua pengertian (Taufiqurohman Syahuri, 2004),
yaitu:

1. Amandemen kontitusi (constitutional amendment)


2. Pembaruan konstitusi (constitutional reform)

Dalam hal amandemen konstitusi, perubahan yang dilakukan merupakan addendum


atau sisipan dari konstitusi yang asli. Jadi, konstitusi yang asli tetap berlaku.
Adapun bagian yang diamandemen merupakan atau menjadi bagian dari
konstitusinya. Jadi, antara bagian perubahan dengan konstitusi aslinya masih
terkait. Nilai-nilai lama dalam konstitusi asli yang belum berubah masih tetap eksis.
Sistem perubahan ini dianut oleh Amerika Serikat dengan istilah populemya
amandemen. Dalam hal pembaruan konstitusi, perubahan yang dilakukan adalah

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


baru secara keseluruhan. Jadi, yang berlaku adalah konstitusi yang barn, yang
tidak lagi ada kaitannya dengan konstitusi lama atau asli. Sistem ini dianut oleh
negara seperti Belanda, Jerman, dan Prancis.

2.29Tujuan Amandemen
Tujuan Amandemen UUD 1945:
1. Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat lebih
mantap dalam mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan
UUD 1945 dan tidak bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 itu yang
berdasarkan Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan
rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan
perkembangan paham demokrasi.
3. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak
asasi manusia agar sesuai dengan perkembangan paham hak asasi manusia
dan peradaban umat manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi suatu
negara hukum yang dicita-citakan oleh UUD 1945.
4. Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis
dan modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas,
sistem checks and balances yang lebih ketat dan transparan, pembentukan
lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan
kebutuhan bangsa dan tantangan zaman.
5. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan
kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial, mencerdaskan
kehidupan bangsa, menegakkan etika, moral dan solidaritas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara
kesejahteraan.
6. Melengkapi aturan dasar dalam penyelenggaraan negara dan perjuangan
negara untuk mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara
dan pemilihan umum.

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


7. Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan
berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan, dan
kepentingan bangsa dan negara Indonesia dewasi ini sekaligus
mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang.

2.30Alasan Amandemen UUD 1945


Alasan dilakukan amandemen terhadap UUD 1945:
1. Lemahnya checks and balances pada institusiinstitusi ketatanegaraan.
2. Executive heavy, kekuasaan terlalu dominan berada di tangan Presiden
(hak prerogatif dan kekuasaan legislatif)
3. Pengaturan terlalu fleksibel (vide:pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen)
4. Terbatasnya pengaturan jaminan akan HAM

2.31 Proses Amandemen UUD 1945


Rangkaian proses amandemen oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) telah empat kali menyelesaikan Amandemen UUD 1945 sejak tahun 1999.
Proses amandemen itu jumlah pasal memang tetap 37 tetapi 10 pasal memiliki
cabang ( 6A, 7A, 7B, 7C, 18 A, 18 B, 20 A, 22 A, 22B, 22 C, 22 D, 22E, 23 A, 23
B, 23C, 23D, 24A, 24B, 24C, 25A, 28A, 28B, 28C, 28D, 28F, 28G, 28H, 28I, 28J,
36S, 36B, 36C) sebagaimana juga babnya tetap terdiri 16 Bab tetapi juga
mempunyai cabang (VIIA, VIIB, VIIIA, IXA, XA) dan penambahan sejumlah ayat
baru. UUD 1945 sebelumnya terdiri 37 Pasal, 16 Bab, 65 Ayat, 4 Aturan Peralihan,
dan 2 Aturan Tambahan. Maka bandingkan dengan amandemen UUD 1945 satu
hingga empat yang terdiri dari 37 Pasal (72 Pasal jika berikut cabang), 16 Bab (21
Bab jika berikut cabang), 191 Ayat, 3 Aturan Peralihan, dan 2 Aturan tambahan.
Maka total amandemen 1- 4 UUD 1945 menghasilkan 196 Ayat, yang terdiri 166
butir perubahan dan 30 butir tidak berubah. Dalam perubahan ini Ramlan Surbakti
mengatakan perubahan yang dilakukan terhadap UUD 1945 dalam prakteknya
bukan amandemen biasa, karena mencakup pasal yang begitu banyak tetapi juga
bukan pembuatan UUD baru karena baik pembukaan maupun banyak pasal yang
tetap. (Disampaikan pada Seminar Nasional FH.Usakti 15 Agustus 2002).

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


Amandemen pertama yang dimulai pada Sidang Umum MPR tahun 1999
telah melakukan perubahan terhadap 9 Pasal yang meliputi Pasal 5 Ayat (1), Pasal
7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2 dan 3), Pasal 20,
dan Pasal 21. sedangkan Amandemen kedua telah melakukan perubah sebanyak 7
Bab dan 25 Pasal yang yang meliputi Pasal 18, Pasal 18 A, Pasal 18, Pasal 19, Pasal
20 Ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, BAB IXA, Pasal 25E, BaB X, Pasal
26 Ayat (2 dan 3), Pasal 27 Ayat (3), BAB XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C,
Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, BAB
XII, Pasal 30, BAB XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C. Kemudian
dilanjutkan dengan Amandemen ketiga yang meliputi Pasal 1 Ayat (1,2,3, dan 5),
Pasal 7A, Pasal 7B Ayat (1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7), Pasal 7C, Pasal 8 Ayat (1, 2), Pasal
11 Ayat (2, 3), Pasal 17 Ayat (4), BAB VIIA, Pasal 22C Ayat (1, 2, 3, dan 4), Pasal
22D Ayat (1, 2, 3, dan 4), BAB VIIB, Pasal 22E Ayat (1, 2, 3, 4, 5, dan 6), Pasal
23 Ayat (1, 2, dan 3), Pasal 23A, Pasal 23C, BAB VIIIA, Pasal 23E Ayat (1, 2, dan
3), Pasal 23F Ayat (1 dan 2), Pasal 23G Ayat (1 dan 2), Pasal 24 Ayat (1 dan 2),
Pasal 24A Ayat (1, 2, 3, 4, dan 5), Pasal 24B Ayat (1, 2, 3, dan 4), dan Pasal 24C
Ayat (1, 2, 3, 4, 5, dan 6).

Sedang proses Amandemen ke4 ini mengubah dan menetapkan antara lain,
perubahan penomoran Pasal 3 Ayat (3) dan Ayat (4) perubahan ketiga UUD 1945
menjadi Pasal 3 Ayat (2) dan Ayat (3). Pasal 25E perubahan kedua UUD 1945
menjadi Pasal 25A. Kemudian menghapus judul BAB IV tentang Dewan
Pertimbangan Agung dan mengubah substansi Pasal 16 serta menempatkannya ke
dalam BAB III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara. Dan selanjutnya merubah
dan/ atau menambah Pasal 2 Ayat (1), Pasal 6A Ayat (4), Pasal 8 Ayat (3), Pasal
11 Ayat (1), Pasal 16, Pasal 23B, Pasal 23 D, Pasal 24 Ayat (3), Pasal 29 Ayat (1)
dan (2), BAB XIII, Pasal 31 Ayat (1, 2, 3, 4, dan 5), Pasal 32 Ayat (1 dan 2), BAB
XIV, Pasal 33 Ayat (4 dan 5), Pasal 34 Ayat (1, 2, 3, dan 4), Pasal 37 Ayat (1, 2, 3,
4, dan 5), Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III, Aturan Tambahan Pasal I dan II
Undang-Undang Dasar 1945.

2.32 Mekanisme Amandemen

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


Sebagai kontrak sosial sebuah UUD harus jelas mekanisme perubahannya,
dan diberikan waktu yang cukup untuk merubah dan merevisi UUD. Harus
difikirkan untuk membentuk sebuah badan yang seperti Komisi Konstitusi dan
mempunyai waktu dan wewenang yang cukup untuk merubah UUD secara
menyeluruh ataupun mensinkronisasi UUD sehingga baik secara proses maupun
substansi. Jika pembentukan Komisi Konstitusi kembali diserahkan kepada BP
MPR atau minimal melalui kewenangan Badan Pekerja MPR ditakutkan
kelemahan- kelemahan yang terjadi pada amandemen atu hingga empat akan
kembali menyesatkan. Sebagaimana yang dikemukakan professor politik dari
Colombia University, Jon Elster : Menugaskan (reformasi konstitusi) terhadap
sebuah lembaga yang juga berperan sebagai badan legislatif, sama saja seperti
menugaskannya untuk berperan sebagai hakim dalam kasus yang menimpa dirinya
sendiri. Apa yang akan terjadi di Indonesia, kasus di Bulgaria bisa menjadi cermin
dalam hal ini. Proses penyusunan konstitusi baru yang yang dilakukan oleh
Parlemen- yang dimulai tidak lama setelah rezim komunis jatuh tahun 1989 dan
selesai tahun 1991- ternyata menghasilkan konstitusi yang memberikan
kewenangan yang berlebihan pada dirinya sendiri. Akhirnya konstitusi baru
Bulgaria yang diharapkan menjadi faktor terjadinya proses demokratisasi, malah
sering menjadi faktor ketidak menentuan politik di negara itu.
2.33 Kelebihan Amandemen
Kelebihan dari proses amandemen UUD 1945 adalah:
a. Momentum desakralisasi UUD 1945
Dengan adanya UUD 1945 adalah langkah dan strategi yang tepat guna
menunjukkan kepada masyarakat umum bahwa UUD 1945 tidaklah keramat
dan dapat diubah jika sedah tidak relevan lagi ( Thaib, 2010:147).
b. Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum
Melalui Pasal 1 ayat (3) bangsa kita dapat menempatkan kekuasaan kehakiman
sebagai kekuasaan yang merdeka, sehingga penghormatan kepada hak asasi
manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law dapat
diwujudkan secara murni dan konsekuen.
c. Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


Dengan diaturnya mekanisme dan aturan mengenai pengangkatan dan juga
pemilihan pejabat negara maka transparansi dan juga akuntabilitas dari
pemerintahan dan tata kelolanya dapat dipertanggungjawabkan.
d. Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6
Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden,
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK) (Pan Mohamad
Faiz ,2007).
e. Pembangkit dinamika ketatanegaraan
Perubahan UUD 1945 telah banyak memberikan dinamika ketatanegaraan
Republik ini. Masyarakat Indonesia setidak-tidaknya bisa bersuara dari
berbagai lembaga negara dan sistem bernegara yang diperkenalkan oleh
Perubahan tersebut.
f. Pembatasan hak dan kekuasaan presiden
Dengan adanya amanden UUD 1945 kita dapat melihat bahwa kekuasaan
pemerintahan presiden yang sebelumnya tidak terbatas dengan adanya
amandemen dapat dibatasi hanya 2 kali masa jabatan dimana sebelumnya
presiden dapat menjabat lebih dari 2 kali masa jabatan( Thaib, 2010:148).
g. Hak prerogative presiden diperjelas dan diatur
Dalam beberapa hal hak prerogative presiden diatur dan harus dikonsultasikan
dengan lebaga negara seperti mengangkat atau menerima duta serta
memberikan amnesti, abolosi grasi dan rehabilitasi( Thaib, 2010:148).
h. Penegasan susunan negara kesatuan RI dari pusat hingga daerah
Susunan pemerintahan dari daerah hingga pusat dapat kita lihat setelah
dilakukannya amandemen beserta dengan otonominya sesuai dengan
kekhususan, keistimewaan, dan keragaman daerahnya( Thaib, 2010:148).
i. Ketentuan pengaturan wilayah negara
Dengan amandemen wilayah dan daerah Ri semakin diatur secara jelas
sehingga dapat dipertahankan dan dijaga dengan baik oleh negara dan rakyat
Indonesia( Thaib, 2010:149).

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


j. Pengaturan dan pengakuan Hak Azasi Manusia
Hak Azasi Manusia diatur dan diakui secara jelas setelah amandemen melalui
pasal 28 A hingga 28 J dan beberapa pasal lainnya yang menghargai dan
menjamin hak azasi warga negara Indonesia.
k. Penegasan fungsi lembaga negara
Melalui amandemen UUD 1945 kita dapat mengetahui tentang penegasan
fungsi badan legislatif, eksekutif dan yudikatif, serta diperkenalkan sistem
checks and balances yang lebih baik daripada UUD 1945 awal sehingga
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara akan dapat dilaksanakan dan diawasi
dengan lebih baik lagi.
l. Pengenalan lembaga negara dan mekanisme kerja yang baru.
Pada Perubahan UUD ini juga diperkenalkan lembaga-lembaga negara baru
dan mekanisme baru, yaitu: Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan
Dewan Perwakilan Daerah.
m. Diperlihatkannya pemisahan kekuasaan
Lembaga-lembaga yang baru dalam UUD 1945 telah memperlihatkan struktur
pemisahan kekuasaan yang lebih baik daripada UUD 1945 sebelum perubahan.
Pemisahan kekuasaan diperlihatkan dari 7 organ utama pelaksana kedaulatan
rakyat yaitu :

Presiden sebagai pelaksana eksekutif

DPR sebagai pelaksana kekuasaan legislative

MPR sebagai pelaksanan kekuasaan legislative

DPD sebagai pelaksana kekuasaan legislative

Mahkamah Agung sebagai pelaksana kekuasaan yudikatif

Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksana kekuasaan yudikatif

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


BPK sebagai pelaksana kekuasaan legislatif (salah satu fungsi legislatif
adalah mengawasi kekuasaan eksekutif).

n. Ditetapkannya mekanisme pemilu


Mekanisme pemilihan umum yang baru yang diperkenalkan dalam UUD 1945
adalah: 1. Pemilihan Umum secara langsung untuk Pemilihan Presiden, 2.
Pemilihan Umum untuk memilih wakil rakyat baik DPR, DPRD Provinsi dan
DPRD Kabupaten/Kota dengan memilih tanda gambar partai politik dan nama
wakil rakyat. 3. Mekanisme pemilihan secara langsung anggota DPD.
o. Penetapan struktur dan komposisi MPR
Tahapan dari amandemen UUD 1945 menuntaskan beberapa materi penting
antara lain tentang struktur dan komposisi MPR, Pemilihan Presiden langsung,
peranan negara dan agama pada Pasal 29, otoritas moneter, Pasal 31 tentang
pendidikan dan kebudayaan. Dan aturan peralihan yang salah satunya akan
mengatur soal pemberlakuan hasil amandemen itu sendiri.
p. Akselerasi perkembangan ketatanegaraan bagi masyarakat umum
Perkembangan yang dihasilkan UUD 1945 selanjutnya adalah kegiatan-
kegiatan dan aktivitas-aktivitas lembaga negara menjadi dinamis dan
dilingkupi oleh suasana konstitusi yang sangat kental. Akselerasi
Perkembangan ketatanegaraan semakin meningkat dengan adanya berbagai
permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi yang berakibat semakin
dekatnya masyarakat terutama kaum elit negara ini terhadap pentingnya
pengaturan norma-norma dasar dalam konstitusi. Hal ini, sejalan dengan cita-
cita dan keinginan pembuat UUD agar UUD 1945 dianggap sebagai aturan
tertinggi diantara peraturan-peraturan yang lain
q. Penetapan atas berbagai identitas negara
Dengan ditetapkannya identitas negara maka diharpakn rasa nasionalisme
seluruh bangsa Indonesia dapat ditingkatkan sehingga tujuan negara dapat
tercapai ( Thaib, 2010:149).

2.34Kelemahan Amandemen
1. Kelemahan Amandemen dari segi proses:

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


a. Tidak membuat kerangka dasar perubahan dan content draft
MPR dalam membahas dan memutuskan perubahan UUD 1945 tidak
membuat dan memiliki content draft konstitusi secara utuh sebagai
langkah awal yang menjadi dasar perubahan (preliminary) yang dapat
ditawarkan kepada publik untuk dibahas dan diperdebatkan. Content draft
yang didasari paradigma yang jelas yang menjadi kerangka (overview)
tentang eksposisi ide-ide kenegaraan yang luas dan mendalam mengenai
hubungan negara dengan warga negara, negara dan agama, negara dengan
negara hukum, negara dalam pluralitasnya, serta negara dengan sejarahnya
. Juga eksposisi yang mendalam tentang esensi demokrasi, apa syaratnya
dan prinsip-prinsipnya serta check and balancesnya bagaimana dilakukan
secara mendalam. Nilai/ values merupakan kerangka dasar yang harus
dinyatakan dalam setiap kosntitusi sebuah negara, sehingga negara yang
berdiri atas nilai-nilai ideal yang diperjuangkan akan terlihat Sebuah
pernyataan dari Brian Thompson akan sangat baik jika harus melihat
sebuah nilai dalam kerangka dasar konstitusi A constitution can express
the values which its framers have for their country. These values may be
seen in the type of governmental institutions which are created, and in the
declaration of rights of the citizens. Values will be found particularly in
preamble.

b. Amandemen yang parsial dan tambal sulam


MPR lebih menekankan perubahan itu dilakukan secara adendum, dengan
memakai kerangka yang sudah ada dalam UUD 1945. Cara semacam ini
membuat perubahan itu menjadi parsial, sepotong-sepotong dan tambal
sulam saja sifatnya. MPR tidak berani keluar dari kerangka dan sistem nilai
UUD 1945 yang relevansinya sudah tidak layak lagi dipertahankan. Proses
Amandemen secara parsial seperti diatas tidak dapat memberikan
kejelasan terhadap konstruksi nilai dan bangunan kenegaraan yang hendak
dibentuk. Sehingga terlihat adanya paradoks dan inkonsistensi terhadap
hasil-hasilnya yang telah diputuskan. Hal ini bisa dilihat dari pasal-pasal
yang secara redaksional maupun sistematikanya yang tidak konsisten satu

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


sama lain. Seperti misalnya, penetapan prinsip sistem Presidensial namun
dalam elaborasi pasal-pasalnya menunjukkan sistem Parlementer yang
memperkuat posisi dan kewenangan MPR/DPR.

c. Adanya bias kepentingan politik

MPR yang dikarenakan keanggotaannya terdiri dari fraksi-fraksi politik


menyebabkan dalam setiap pembahasan dan keputusan amat kental
diwarnai oleh kepentingan politik masing-masing. Fraksi-fraksi politik yang
ada lebih mengedepankan kepentingan dan selera politiknya dibandingkan
kepentingan bangsa yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat dari pengambilan
keputusan final mengenai Amandemen UUD 1945 dilakukan oleh
sekelompok kecil elit fraksi dalam rapat Tim Lobby dan Tim Perumus tanpa
adanya risalah rapat.

d. Partisipasi Semu
Sekalipun dalam mempersiapkan materi perubahan yang akan diputuskan
MPR melalui Badan Pekerjanya, melibatkan partisipasi publik baik
kalangan Profesi, ornop, Perguruan Tinggi, termasuk para pakar/ahli.
Namun partisipasi tersebut menjadi semu sifatnya dan hanya melegitimasi
kerja MPR saja. Dalam kerja BP MPR ini rakyat tidak mempunyai hak
untuk mempertanyakan dan turut menentukan apa yang diinginkan untuk
diatur dalam konstitusinya, MPR jugalah menentukan materi apa yang boleh
dan tidak boleh.

MPR hanya membatasi pada materi-materi yang belum diputuskan


dan dalam penyerapannya yang tidak mencakup seluruh wilayah.
Pembatasan itu jelas akan memperpanjang inkonsistensi nilai dan
sistematika yang ada. Jelas hal ini merupakan bagian dari pemenjaraan
secara politis untuk menyelamatkan kepentingan-kepentingan fraksi yang
ada di MPR. Sedangkan dalam penyerapan dan sosialisasi (uji sahih), BP
MPR tidak memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi publik untuk
dapat berpartisipasi dalam memahami dan mengusulkan apa yang menjadi

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


kepentingannya. Termasuk dalam proses amandemen yang keempat, MPR
tidak melakukannya secara intensif dan luas kepada seluruh lapisan
masyarakat diseluruh wilayah Indonesia.

Alasan keterbatasan dana yang dikemukakan oleh MPR RI sebagai


alasan untuk membatasi uji sahih, kami anggap sebagai upaya untuk
menghindari tanggung jawab. Apalagi tampak bahwa pihak MPR tidak
pernah mengeluh kekurangan dana apabila akan melakukan sosialisasi atau
studi banding ke keluar negeri yang telah memakan biaya besar pada tahun-
tahun sebelumnya. Substansi yang disosialisasikan pada proses uji sahih ini
juga dibatasi pada materi yang belum diputuskan dan beberapa materi yang
tidak dapat dirubah. Publik tidak akan dapat memberikan penilaian terhadap
substansi Amandemen pertama sampai keempat yang telah dilakukan oleh
MPR selama ini. Menurut hemat kami ini merupakan indikasi pengingkaran
MPR terhadap prinsip kedaulatan rakyat. MPR telah bertindak diatas
konstitusi yang semestinya adalah milik semua rakyat untuk dapat
mengusulkan dan menentukan.

e. Tidak intensif dan maksimal


Dalam proses itu ada keterbatasan waktuyang dimiliki oleh anggota MPR ,
terutama anggota Badan Pekerja yang diserahi tugas mempersiapkan materi
Amandemen UUD 1945 karena merangkap jabatan sebagai anggota DPR
RI dengan beban pekerjaan yang cukup banyak. Terlebih lagi, sebagai
parpol di DPR, anggotaanggota ini diharuskan untuk ikut berbagai
rapat/pertemuan yang diadakan oleh DPR atau partainya sehingga makin
mengurangi waktu dan tenaga yang tersedia untuk dapat mengolah materi
Amandemen UUD 1945 sekaligus melakukan konsultasi publik secara lebih
efektif. Akibatnya kualitas materi yang dihasilkan tidak memuaskan.
Padahal, konstitusi adalah suatu Kontrak Sosialanatra rakyat dan negara
sehingga proses perubahannya seharusnya melibatkan sebanyak mungkin
partisipasi publik.

2. Kelemahan dari segi substansi:

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


Perubahan yang tercermin dalam Perubahan UUD 1945 berlangsung cepat
dan dalam skala yang sangat luas dan mendasar. Perubahan UUD 1945 dari
naskahnya yang asli sebagai warisan zaman proklamasi tahun 1945 yang hanya
berisi 71 butir kaedah dasar, sekarang dalam waktu empat kali perubahan, telah
berisi 199 butir kaedah hukum dasar. Perubahan-perubahan substantif itu
menyangkut konsepsi yang sangat mendasar dan sangat luas jangkauannya, serta
dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu secara bertahap selama empat
kali dan empat tahun.
Dalam waktu yang sangat singkat, Perubahan UUD 1945 dilakukan
sehingga sampai saat ini ada berbagai kelemahan yang menghinggapi UUD 1945.
Kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya adalah:

1. Tidak adanya paradigma yang jelas.

Model rancangan perubahan UUD 1945 yang ada sekarang, dimana semua
alternatif perubahan dimasukkan dalam satu rancangan, membuka peluang lebar
bagi tidak adanya paradigma, kurang detailnya konstruksi nilai dan bangunan
ketatanegaraan yang hendak dibentuk dan dianut dengan perubahan tersebut.
Persoalan nilai yang hendak dibangun secara prinsip telah ada dalam Pembukaan
UUD 1945, hal itu juga merupakan sebab untuk tidak dirubahnya Pembukaan UUD
1945. Nilai-nilai yang secara prinsip tersebut tidak diatur dengan jelas pada batang
tubuh UUD 1945. Persoalan seperti nilai/value pembangunan ekonomi yang
hendak dibangun pada UUD 1945 setelah perubahan. Apakah yang dimaksud
dengan azas kekeluargaan tidak pernah jelas dikemukakan oleh negara.
Bagaimanakah cara dan proses menjalankan azas kekeluargaan dalam sistem
perekonomian juga menjadi pekerjaan rumah yang tak pernah diselesaikan oleh
negara. Hal-hal tersebut

2. Inkonsistensi rumusan.

MPR dalam melakukan amandemen UUD 1945, banyak menghasilkan rumusan-


rumusan yang paradoks dan inkonsistensi. Keberadaan MPR dalam posisinya
sebagai lembaga tertinggi negara membuat rancu sistem pemerintahan yang
demokratis, karena perannya juga seperti lembaga legislatif. MPR yang dimaknai

UUD 1945 dan Hasil Amandemen


sebagai representasi kekuasaan tertinggi rakyat dan dapat melakukan kontrol
terhadap kekuasaan lainnya menjadi superbody yang tidak dapat dikontrol.

3. Tidak Sistematis

MPR dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebagaimana yang telah
dibahas pada prosesnya, tidak mau atau tidak berani keluar dari kerangka dengan
mendekonstruksikan prinsip dan nilai UUD 1945 yang relevansinya saat ini sudah
layak dipertanyakan. MPR tidak mendasarinya dengan ide-ide konstitusionalisme,
yang esensinya merupakan spirit/jiwa bagi adanya pengakuan Hak Azasi Manusia
dan lembaga-lembaga negara yang dibentuk untuk melindungi HAM dibatasi oleh
hukum.

UUD 1945 dan Hasil Amandemen

Anda mungkin juga menyukai