Anda di halaman 1dari 10

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK DAN REMAJA

A. DEFINISI KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal perawat-klien (anak) merupakan proses
belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. (Stuart G. W. 1998).
Secara umum komunikasi kesehatan merupakan upaya sistematis yang secara positif
mempengaruhi praktik-praktik kesehatan populasi besar. Sasaran utama komunikasi kesehatan
adalah melakukan perbaikan kesehatan yang berkaitan dengan praktik dan pada gilirannya status
kesehatan. Komunikasi kesehatan yang efektif merupakan suatu kombinasi antara seni dan ilmu.
Pendekatan komunikasi kesehatan diturunkan dari disiplin ilmu meliputi pemasaran sosial,
antropologi, analisis perilaku, periklanan, komunikasi pendidikan, serta ilmu-ilmu sosial yang
lain. Hal ini saling melengkapi, saling tukar menukar prinsip dan teknik umum satu sama lain
sehingga masing-masing memberikan sumbangan yang unik bagi metodelogi komunikasi
kesehatan.
B. SIKAP DALAM KOMUNIKASI
Sikap dalam komunikasi merupakan salah satu unsur penting dalam membangun efektivitas
proses komunikasi sehingga dapat berjalan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang ada. Menurut
Egan tahun 1995 dikutip Kozier dan Erb tahun 1983 meyampaikan sikap komunikaasi merupakan
sesuatu apa yang harus dilakukan dalam proses komunikasi baik secara verbal maupun nonverbal
yang dapat meliputi:
1. Sikap berhadapan adalah bentuk sikap bertatap muka langsung ata berhadapan langsung
dengan anak (orang yang diajak komunikasi), sikap ini mempunyai arti bahwa komunikator siap
untuk berkomunikasi
2. Sikap mempertahankan kontak Mempertahankan kontak mata bertujuan untuk menghargai
klien dan menyatakan adanya keinginan untuk tetap berkomunikasi dengan cara selalu
memperhatikan apa yang diinformasikan dengan tidak melakukan kegiatan yang dapat mengalihkan
pembicaraan.
3. Sikap membungkuk ke arah pasien Sikap ini adalah bentuk sikap dengan memberikan
posisi yang menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu dengan cara
membungkuk sedikit ke arah klien. Cara ini dilakukan untuk menjaga agar komunikasi berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.
4. Sikap terbuka Sikap ini merupakan sikap dengan memberikan posisi kaki tidak melipat,
tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi yang dilakukan selama dalam proses
komunikasi, sehingga proses keterbukaan diri dalam komunikasi dapat dilakukan .
5. Sikap tetap rileks Merupakan sikap yang menunjukkan adanya keseimbangan antara
ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respon pada klien selama komunikasi. Sikap ini sangat
diperlukan sehingga saling memberikan informasi yang diharapkan tanpa adanya sebuah paksaan.
Selain beberapa sikap yang ada masih ada beberapa sikap nonverbal selama komunikasi yang
juga masuk dalam kategori sikap, seperti:

a. Gerakan mata, merupakan cara interaksi yang cepat mengingat proses pendidikan anak
dapat terwujud pada kontak mata. b. Ekspresi muka, sikap ini merupakan bahasa nonverbal yang
banyak di pengaruhi budaya. Percaya atau tidak dapat dinilai keadaan ekspresi muka secara tidak
disadari.
c. Sentuhan, merupakan cara interaksi dasar karena dapat memperhatikan perasaan menerima
dan menghargai. Ikatan kasih sayang ditentukan oleh pendengaran atau suara. Sentuhan merupakan
elemen penting dalam pembentukan ego, perasaan, dan kemandirian.
C. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK DAN REMAJA
Anak merupakan individu yang unik, bukan miniature orang dewasa. Mereka juga bukan
salinan dari orang tua mereka, tetapi merupakan pribadi dengan haknya sendiri dengan kapasitas
untuk menjadi orang dewasa yang unik. Melalui komunikasi anak-anak membentuk hubungan,
tidak hanya dengan manusia lain tetapi juga dengan dunia social di sekitarnya. Berkomunikasi
pada anak membutuhkan pendekatan yang khusus dan berbeda, sehingga kemampuan dalam
berkomunikasi pada anak dipengaruhi oleh keluarga dan tingkat perkembangan anak, yaitu
perkembangan neurologi dan intelektual.
1) Komunikasi Terapeutik Berdasarkan Tingkat Perkembangan Anak
Saat perawat melakukan komunikasi terapeutik pada pasien anak, perawat harus
memperhatikan karakteristik anak sesuai dengan tingkat perkembangan (Yupi Supartini,
2004):
a. Infancy/ Usia Bayi (1-0 tahun)
Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan gerakan-
gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang efektif, disamping itu
komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara nonverbal. Perkembangan komunikasi pada
bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi tersebut untuk melihat sesuatu yang menarik,
ketika bayi digerakkan mata bayi akan berespon untk membuat suara-suara yang
dikeluarkan oleh bayi. Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai pada
usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek atau cahaya,
kemudian pada minggu ke dua belas dimana bayi sudah mampu tersenyum. Pada usia ke
enam belas bayi sudah mulai menolehkan kepala pada suara yang asing bagi dirinya. Pada
pertengahan tahun pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba,
da-da, dan lain-lain. Pada bula ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan
terhadap namanya, mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku, pada
akhir tahun pertama sudah mampu melakukan kata-kata yang sudah spesifik antara dua
atau tiga kata. Selain itu bisa juga dilakukan komunikasi nonverbal seperti mengusap
menggendong, memangku, dan lain-lain.

b. Toddler (1-3 tahun) dan Early Childhood / Usia Prasekolah (3-5 tahun)
Pada anak usia ini, khususnya usia tiga tahun anak sudah mampu menguasai
Sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan,
dan sebagainya. Komunikasi pada usia in sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahu yang
sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut
terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada usia ini anak belum fasih dalam
berbicara (Behrman 1996).
Pada usia ini cara komunikasi yang tepat untuk dilakukan adalah dengan memberitahu
apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat
pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak
dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang lebih sederhana, hindarkan
sikap mendesak jika tidak dijawab misalnya “jawab dong”. Mengalihkan aktifitas saat
komunikasi dengan maksud anak mudah diajak berkomunikasi, memberikan mainan saat
berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri di mana
kita harus menghindari konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat berhadapan.
Secara nonverbal kita selalu memberikan dorongan penerimaan dan persetujuan jika
diperlukan , jangan sentuh anak tanpa disetujui olah anak tersebut, salaman dengan anak
merupakan cara untuk mengatasi perasaan cemas, menggambar, menulis, cerita, dalam
menggali perasaan cemas, menggambar, menulis atau bercerita, dalam menggali
perasaan dan pikiran anak di saat melakukan komunikasi.

c. School Age Years/ Usia Sekolah (6 tahun)


Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap memperhatikan
tingkat kemapuan bahasa anak yaitu gunakan kata sederhana yang spesifik, jelaskan
sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada
usia ini keingintahuan pada aspek fungsional prosedural dari objek tertentu sangat tinggi
maka jelaskan arti prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakan secara
jelas dan jangan menyakti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu
berkomunikasi secara efektif.

d. Adolescence/ Usia Remaja


Fase remaja adalah masa transisi atau peralihan Dario akhir masa kanak-kanak
menuju masa dewasa. Dengan demikian, pola pikir dan tingkah lakunya merupakan
peralihan dari anak-anak menjadi orang dewasa juga. Komunikasi yang dapat dilakukan
pada usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat pada teman sebaya, hindari
pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi
mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan masa transisi dalam
bersikap dewasa.
2) Teknik Komunikasi Kreatif pada Anak
Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga hubungan
dengan anak, melalui komunikasi ini pula perawat dapat memudahkan mengambil berbagai
data yang terdapat pada diri anak yang selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah
keperawatan atau tindakan keperawatan. Beberapa cara yang dapat digunakan dalam
berkomunikasi dengan anak. Menurut Whaley dan Wong’s (1995), teknik komunikasi kreatif
pada anak, yaitu:
a. Teknik Verbal
1) Pesan “Saya”;
Nyatakan perasaan tentang perilaku dalam istilah “Saya”. Hindari penggunaan
“Anda” (kamu). Pesan “Anda” adalah perlawanan yang menghakimi dan
menghasut.
Contoh:
Pesan “Anda” : “Anda sangat tidak kooperatif dalam menjalankan pengobatan
Anda”.
Pesan “Saya” : “Saya sangat memperhatikan jalannya pengobatan karena saya ingin
melihat Anda menjadi lebih baik”.
2) Teknik Orang-Ketiga;
Teknik ini biasanya digunakan pada pasien infant dan toodler yaitu dengan
menggunakan orang terdekat pasien. Teknik ini kurang mengancam dibandingkan
dengan menanyakan pada anak secara langsung bagaimana perasaannya, karena hal
ini member kesempatan pada mereka untuk setuju atau tidak setuju tanpa merasa
dibantah.
Contoh:
“Terkadang bila seseorang menderita sakit parah, ia merasa marah dan sedih karena
tidak dapat melakukan yang orang lain lakukan”.
Tunggu dengan diam untuk mendapatkan respon atau mendorong pengulangan
dengan pernyataan seperti: “Apakah anda pernah merasa demikian?”
Berikan anak tiga pilihan:
a. Untuk setuju dan, dengan berharap, mengekspresikan apa yang mereka rasakan.
b. Untuk tidak setuju
c. Untuk tetap diam, dimana mungkin mereka mengalami perasaan yang tidak
dapat diekspresikannya pada saat itu.
3) Facilitative Responding (Respon Fasilitatif);
Memfasilitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi anak
atau respon anak terhadap pesan dapat diterima. Dalam memfasilitasi kita harus
mampu mengekspresikan perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus
diberi respon terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan dengan
penuh perhatian dan jangan merefleksikan ungkapan negatif yang menunjukkan
kesan yang jelek pada anak.
Libatkan teknik mendengar dengan perhatian dan cerminkan kembali pada
pasien perasaan dan isi pernyataan yang mereka ungkapkan. Respon yang
dilakukan oleh perawat tidak menghakimi dan empati.
Contoh:
Bila anak berkata, “Saya benci datang ke rumah sakit dan disuntik” respon
fasilitatifnya adalah: “Kamu merasa tidak senang ya dengan semua yang dilakukan
padamu”.
4) Storytelling (bercerita)
Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat mudah diterima,
mengingat anak sangat suka sekali dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan
hendaknya sesuai dengan pesan yang akan disampaikan, yang dapat diekspresikan
melalui tulisan maupun gambar.
Gunakan bahasa anak untuk masuk ke dalam area berpikir mereka sementara
menembus batasan kesadaran atau rasa takut anak. Teknik paling sederhana adalah
meminta anak untuk menyebutkan cerita tentang kejadian yang berhubungan,
seperti “berasa di rumah sakit”. Pendekatan lainnya:
Tunjukkan pada anak sebuah gambar tentang kejadian tertentu, seperti seorang
anak di rumah sakit dengan orang lain di suatu ruangan, dan minta mereka untuk
menggambarkan situasinya; “atau” potong cerita komik, buang kata-katanya, dan
minta anak menambahkan pernyataan untuk ilustrasi tersebut.
5) Saling Bercerita;
Tunjukkan pikiran anak dan upayakan untuk mengubah persepsi anak atau rasa
takutnya dengan menceritakan kembali suatu cerita yang berbeda (pendekatan yang
lebih terapeutik dibandingkan bercerita). Mulailah dengan meminta anak
menceritakan sebuah cerita tentang sesuatu, ikuti dengan cerita lain yang
diceritakan perawat yang hamper sama dengan cerita anak tetapi dengan perbedaan
yang membantu anak dalam area masalah.
Contoh:
Cerita si anak adalah tentang pergi ke rumah sakit dan tidak pernah melihat orang
tua mereka lagi. Cerita si perawat juga tentang anak (dengan menggunakan nama
yang berbeda tetapi situasinya serupa) di rumah sakit yang orang tuanya
berkunjung setiap hari (pada sore hari setelah bekerja), sampai anak tersebut merasa
lebih baik dan akhirnya pulang ke rumah bersama mereka.
6) Biblioterapi;
Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunkan untuk mengekspresikan
perasaa, dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang
akan disampaikan kepada anak.
Digunakan dalam proses terapeutik dan suportif. Beri kesempatan pada anak
untuk mengeksplorasi kejadian yang serupa dengan mereka sendiri tetapi cukup
berbeda, untuk memungkinkan mereka member jarak diri darinya dan tetap berada
dalam kendali. Pedoman umum untuk menggunakan biblioterapi adalah sebagai
berikut:
a. Kaji perkembangan emosi dan kognitif anak untuk memahami kesiapan
memahami pesan dari buku.
b. Kenali isi buku (pesan yang disampaikan dan tujuannya) dan usia yang sesuai
untuk buku itu.
c. Bacakan buku tersebut bila si anak tidak dapat membaca.
d. Gali makna buku itu bersama si anak dengan memintanya untuk melakukan hal-
hal berikut:
 Menceritakan kembali cerita buku itu
 Membaca bagian khusus dengan perawat atau orangtua.
 Melukiskan gambar yang berhubungan dengan cerita dan mendiskusikan gambar
tersebut.
 Membicarakan tentang karakter.
 Meringkat moral atau arti dari cerita.
7) Dreams (mimpi)
Tunjukkan dengan sering pikiran-pikiran dan perasaan yang tidak disadari dan
ditekan. Minta anak untuk menceritakan tentang mimpi atau mimpi buruk. Gali
bersamanya tentang kemungkinan arti mimpi.
8) “What if” Questions (Pertanyaan “Bagaimana jika”);
Dorong anak untuk menggali situasi potensial dan untuk mempertimbangkan
pilihan pemecahan masalah yang berbeda.
Contoh:
“Bagaiman jika kamu sakit dan harus pergi ke rumah sakit?” Respons anak
menunjukkan apa yang sudah mereka ketahui dan apa yang ingin mereka ketahui,
pertanyaan ini juga member kesempatan untuk membantu anak mempelajari
keterampilan koping, terutama pada situasi yang berpotensi bahaya.
9) Three Wishes (Tiga Harapan)
Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan meminta anak
untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang didapatkan,
dan keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran saat itu.
Libatkan pertanyaan “Bila kamu memiliki tiga hal di dunia ini, hal apa sajakah
itu?” Bila anak menjawab, “Semua harapan saya menjadi kenyataan”, Tanya
kepadanya harapan khusus tersebut.
10) Permainan Peringkat;
Gunakan beberapa tipe skala peringkat (angka, wajah sedih, sampai senang)
untuk rentang kejadian atau perasaan.
Contoh:
Pengganti pertanyaan bagaimana perasaan seorang remaja, tanyakan bagaimana
hai-hari mereka (pada skala 1 sampai 10, dengan 10 adalah hari yang paling baik.
11) Permainan asosiasi Kata;
Libatkan pernyataan kata-kata kunci dan minta anak untuk mengatakan pada kata
pertama yang mereka pikirkan pada saat mereka mendengar kata-kata kunci
tersebut. Mulailah dengan kata-kata netral dan kemudian perkenalkan kata-kata
yang lebih menimbulkankecemasan, seperti penyakit, jarum suntik, rumah sakit dan
operasi. Pilih kata-kata kunci yang berhubungan dengan suatu kejadian yang
relevan dengan kehidupan anak.
12) Melengkapi Kalimat;
Libatkan pernyataan sebagian dan minta anak untuk melengkapinya. Beberapa
contoh pernyataan tersebut sebagai berikut:
“Yang paling saya sukai tentang sekolah adalah…..”
“Sesuatu yang paling saya sukai tentang orang tua saya adalah…..”
“Sesuatu yang paling lucu yang pernah saya lakukan adalah…..”
“Salah satu yang akan saya ubah tentang keluarga saya adalah…..”
“Bila saya dapat menjadi sesuatu yang saya inginkan, saya ingin menjadi…..”
“Yang paling saya sukai tentang diri saya sendiri adalah…..”
13) Pros dan Cons (Pro dan Kontra/ Baik Buruknya
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan atau
mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan mengajukan pada situasi yang
menunjukkan pilihan yang positif dan negative sesuai dengan pendapat anak.
Libatkan pemilihan topic, “Berada di rumah sakit”, dan minta anak
menyebutkan “lima hal yang baik dan lima hal yang buruk “tentang hal tersebut.
Merupakan teknik yang dapat diterima bila diterapkan pada persahabatan, seperti
sesuatu yang disukai anggota keluarga dan yang tidak disukai satu sama lain.
b. Teknik Non Verbal
1. Writing (Menulis);
Merupakan pendekatan komunikasi alternative untuk anak yang lebih besar dan orang
dewasa. Saran khusus mencakup teknik menulis:
 Menyimpan jurnal atau buku harian
 Menuliskan perasaan atau pikiran yang sulit untuk diekspresikan.
 Menulis “surat” yang tidak pernah dikirimkan (suatu variasi membuat “sahabat
pena” untuk disurati.
 Menyimpan sejumlah kemajuan anak dari titik pandang fisik dan emosional.
2. Menggambar
Merupakan salah satu bentuk komunikasi paling dapat diterima baik non verbal (dari
melihat gambar) maupun verbal (dari cerita anak tentang gambar). Gambar anak
menceritakan semua tentang mereka, karena gambar ini adalah proyeksi diri mereka
dari dalam. Menggambar spontan mencakup member anak bahan seni yang bervariasi
dan memberikan kesempatan untuk menggambar. Menggambar dengan arahan
mencakup arahan yang lebih spesifik, seperti “menggambar orang” atau pendekatan
“tiga tema” (menyatakan tiga hal tentang anak untuk memilih salah satu dan melukis
gambar).
Pendoman mengevaluasi gambar:
1) Gunakan gambar spontan dan evaluasi lebih dari satu gambar bila mungkin.
2) Interpretasi dalam pandangan informasi lain yang tersedia tentang anak dan
keluarga.
3) Interpretasi gambar sebagai keseluruhan, bukan memfokuskan pada detil khusus
dari gambar.
4) Pertimbangkan elemen individual dari gambar yang mungkin bermakna:
- Jenis kelamin yang digamabr pertama biasanya berhubungan dengan persepsi
anak tentang peran seksnya sendiri.
- Ukuran figus individu mengekspresikan kepentingan, kekuatan, atau
kekuasaan.
- Pesan diman figure digambarkan mengekspresikan prioritas dalam hal
kepentingan.
- Posisi anak dalam hubunganbta dengan anggota keluarga mengekspresikan
perasaan tentang status atau kelompok.
- Mengesampingkan seorang anggota dapat menunjukkan perasaan tidak
dimiliki atau keinginan untuk menyingkirkan.
- Bagian-bagian yang menonjol biasanya mengekspresikan perhatian pada
area-area dengan kepentingan khusus (missal: tangan yang besar menjadi
tangan agresi).
- Tidak ada atau adanya lengan dan tangan yang belum sempurna
menunjukkan rasa takut, kepasifan, atau imaturitas intelektual, gambar kaki
yang kecil sekali, tidak stabil dapat merupakan ekspresi rasa tidak aman, dan
tangan yang tersembunyi dapat berarti perasaan bersalah.
- Penempatan gambar pada halaman dan tipe coretan berkelanjutan
mengekspresikan rasa tidak aman, sedangkan gambar yang terbatas pada area
kecil dan gambar seperti garis patah-patah atau garis bergelombang dapat
menjadi rasa tidak aman.
- Penghapusan, bayangan, atau garis silang mengekspresikan keraguan,
perhatian, atau kecemasan terhadap area tertentu.
3. Magis
Gunakan trik magis sederhana untuk membantu membuat hubungan dengan anak,
dorong kepatuhan dengan intervensi kesehatan dan berikan distraksi efektif selama
prosedur yang menyakitkan. Meskipun “tukang sulap” berbicara, tidak adanya respon
verbal dari anak adalah yang diinginkan.
4. Play (Bermain)
Merupakan bahasa umum dan “pekerjaan” anak. Ceritakan banyak hal tentang anak-
anak, karena mereka menunjukkan jati diri mereka sendiri melalui aktivitas. Bermain
spontan mencakup memberi anak berbagai materi permainan dan member
kesempatan untuk bermain.
Bermain dengan arahan mencakup arahan yang lebih spesifik, seperti member
peralatan medis atau boneka untuk memfokuskan alas an, seperti menggali rasa takut
anak terhadap injeksi atau menggali hubungan keluarga.

Behrman, Jere R, (1996). Dampak Kesehatan dan Gizi Pada Pendidikan” Jurnal Sumber
Daya Manusia, Universitas Wisconsin Press
Stuart.G.W. & Sundeen.S.J.(1998) . Buku Saku Keperawatan Jiwa.Alih Bahasa: Achir
Yani S. Hamid. ed ke-3. Jakarta: EGC.
Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Whaley & Wong oleh Donna L. Wong. (1995). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak.
Inggris: Edisi Mosby

Anda mungkin juga menyukai