31101700026
SGD 7
Tujuan Komunikasi
- Komunikasi pada kelompok toddler (1—3 tahun) dan prasekolah (3— 6 tahun)
Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan
perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami
kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih
terdengan kata-kata ulangan.
Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai
sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa,
kapan dan sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa
ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai
meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap
komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu
diingat bahwa pada usia ini anak masih belum fasih dalam berbicara.
Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan
memberi tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka
untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada suara,
bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang
sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”,
mengalihkan aktivitas saat komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi dengan
maksud anak mudah diajak komunikasi dimana kita dalam berkomunikasi dengan
anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri dimana kita harus menghindari
konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Secara non verbal
kita selalu memberi dorongan penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan
sentuh anak tanpa disetujui dari anak, bersalaman dengan anak merupakan cara
untuk menghilangkan perasaan cemas, menggambar, menulis atau bercerita dalam
menggali perasaan dan pikiran anak di saat melakukan komunikasi.
Paling tidak ada lima tujuan dilakukannya komunikasi efektif dengan remaja:
a. Membangun hubungan yang harmonis dengan remaja
b. Membentuk suasana keterbukaan dan mendengar
c. Membuat remaja mau bicara pada saat mereka menghadapi masalah
d. Membuat remaja mau mendengar dan menghargai orang tua dan orang
dewasa saat mereka berbicara
e. Membantu remaja menyelesaikan masalah
- Disentisasi
Desentisasi membantu seseorang untuk menangani ketakutan atau phobia yang
spesifik melalui kontak yang berulang. Stimulus penghasil rasa takut diciptakan
dan diterapkan pada pasein secara berurutan, dimulai dengan yang paling sedikit
menimbulkan rasa takut. Teknik ini berguna untuk menangani ketakutan yang
spesifik, contohnya anastesi gigi pada anak.
- Sedasi
Terdapat berbagai metode untuk sedasi pada pasien anak. Obat-obatan sedatif
dapat diberikan melalui inhalasi, atau melalui oral, rektal, submukosa,
intramuskular, atau intravena. Penggunaan obat kombinasi dan pilihan rute
pemberian tertentu bertujuan untuk memaksimalkan efek, meningkatkan
keamanan, serta memaksimalkan penerimaan pada pasien. Tujuan teknik sedasi
yaitu menghasilkan pasien yang tenang untuk kualitas pengobatan terbaik,
mencapai rencana pengobatan yang lebih kompleks atau lebih panjang dalam
periode singkat dengan memperpanjang periode pertemuan dan mengurangi
jumlah kunjungan ulangan. Sedasi juga dapat memberikan suasana pengobatan
yang nyaman dan lebih diterima bagi pasien dengan gangguan fisik maupun
kognitif.
- Modelling
Video klip dari anak-anak lain yang sedang menjalani dokter gigian gigi yang
diputar di monitor TV dapat dijadikan sebagai model saat mereka menjalani
prosedur dokter gigian gigi. Modifikasi perilaku dapat juga dilakukan pada pasien
seperti saudara kandung, anak-anak lainnya, atau orangtua. Banyak dokter gigi
mengijinkan anak untuk mengajak orang tuanya masuk keruang operator untuk
melihat riwayat medis gigi. Karena anak yang sedang mengamati kemungkinan
akan diperkenalkan dokter gigian gigi, dimulai dengan pemeriksaan gigi.
Kunjungan kembali orang tua dapat dijadikan kesempatan modeling yang baik.
Pada kesempatan ini banyak anak yang langsung menaiki dental chair setelah
kunjungan kembali. Pada saat anak menaiki dental chair, dokter gigi harus berhati-
hati. Pasien anak biasanya ditakutkan dengan suara yang keras seperti suara pada
high-speed handpiece.
Cara komunikasi dengan anak yang paling umum digunakan adalah cara verbal yaitu
melalui bahasa lisan. Banyak cara untuk memulai komunikasi verbal, misalnya untuk anak
kecil dapat ditanyakan tentang pakaian baru, kakak, adik, benda atau binatang
kesayangannya. Berbicara pada anak harus disesuaikan dengan tingkat pemahamannya.
Kadang diperlukan second language terutama untuk anak kecil misalnya untuk
melakukan anastesi pada gigi sebelum pencabutan dapat digunakan istilah menidurkan
gigi. Komunikasi nonverbal dapat dilakukan misalnya dengan melakukan kontak mata
dengan anak, menjabat tangan anak, tersenyum dengan penuh kehangatan,
menggandeng tangan anak sebelum mendudukkan ke kursi perawatan gigi, dan lainlain.
5. Apa yang perlu dilakukan terhadap orang tua yang kurang baik
a) Orang tua yang otoriter
Sikap otoriter yang ditunjukkan orang tua biasanya membuat seorang anak patuh,
bertingkah laku baik, ramah, dan sopan. Sikap anak yang seperti ini akan menerima
perawatan dengan baik yang dilakukan oleh dokter gigi, tetapi meskipun demikian
dokter gigi harus bersikap tidak menambah kecemasan yang mungkin akan dialami
anak serta mengingatkan orang tua untuk bersikap netral.
b) Orang tua yang terlalu sabar
Orang tua yang menunjukkan perhatian yang berlebihan kepada anak dan segala
permintaan/ kebutuhan anak selalu dipenuhi, sehingga sikap yang seperti ini akan
membuat anak tidak mengalami perkembangan dalam reaksinya. Perilaku anak akan
menjadi pemarah, tidak memiliki control diri mempunyai keinginan yang berlebihan,
menjadi lengah, dan tidak penurut. Sikap orang tua yang demikian mengharuskan
dokter gigi memberikan pengertian kepada orang tua terhadap tindakan yang
mungkin akan dilakukan dalam perawatan, karena anak dengan orang tua seperti ini
biasanya memiliki sikap suka menentang.
c) Orang tua yang lalai/ penolakan (rejection)
Sikap ini menunjukkan kurangnya perhatian orang tua terhadap kesehatan gigi
anaknya.Biasanya tipe orang tua seperti ini terlihat setelah kunjungan pertama dan
saat perjanjian kunjungan berikutnya anak tersebut tidak kembali. Hal lain yang
nampak adalah penyuluhan dan motivasi-motivasi yang diberikan oleh dokter gigi
tidak dijalankan dengan baik. Penyebabnya mungkin diakibatkan oleh kesibukan
orang tua sehingga menjadi kurang perhatian terhadap anaknya.Anak yang sedikit
terabaikan oleh orang tuanya merasa rendah diri, dilupakan, pesimis dan memiliki rasa
percaya diri yang rendah. Pada perawatan gigi anak seperti ini bisa menjadi tidak
kooperatif, menyulitkan, dan susah diatur.
d) Orang tua yang manipulative
Orang tua yang manipulatif adalah orang tua yang suka bertanya secara berlebihan
dalam hal perawatan gigi, misalnya lama perawatan, proses mendiagnosis penyakit,
dan proses perawatan gigi. Keingintahuan orang tua ini biasanya justru menyebabkan
anak semakin cemas.Dokter gigi harus mengatur situasi yang baik untuk berdiskusi
dengan orang tua agar mereka dapat mengerti dan mengenali prosedur perawatan
gigi dengan baik.
e) Orang tua yang suka mencurigai Merupakan orang tua yang mempertanyakan
perlunya perawatan gigi.Pertanyaan ini ini biasanya bukan karena keingintahuan dari
orang tua tetapi karena rasa ketidakpercayaannya terhadap dokter gigi.
f) Orang tua yang terlalu melindungi (overprotection)
Sikap terlalu melindungi ditunjukan oleh orang tua dengan terlalu mencampuri dan
mendominasi anak. Sikap seperti ini membuat anak akan mengalami keterlambatan
dalam pematangan sosial dan aturan-aturan sosial anak akan memiliki perasaan selalu
dibawah, merasa tidak berdaya, malu, dan sering merasa cemas. Biasanya orang tua
yang terlalu melindungi memiliki perasaan cemas yang berlebihan, untuk itu dokter
gigi harus memberi lebih banyak waktu untuk menjelaskan hal-hal yang berhubungan
dengan perawatan gigi. Sebab jika rasa cemas pada orang tua berkurang akan
mengurangi kecemasan pada anak.
g) Orang tua yang terlalu cemas (overanxiety)
Sikap dari orang tua dengan perhatian yang berlebihan dan tidak semestinya pada
anak.Hal ini selalu diiringi dengan sikap terlalu memanjakan anak, terlalu melindungi,
atau terlalu ikut campur.
h) Orang tua yang terlalu mengidentifikasi (overidentification)
Jika anak tidak mau mengikuti keinginannya, orang tua anak tersebut merasa
dikecewakan.Umumnya tingkah laku anak tercermin dalam perasaan malu-malu,
mengucilkan diri sendiri, pesimis, dan tidak percaya diri.
Salah satu satu cara yang dapat digunakan menurunkan rasa takut orang tua dan dapat
membantu para orang tua untuk persiapan kunjungan ke dokter gigi adalah dengan
mengirimkan orang tua surat pendahuluan yang menjelaskan mengenai hal yang
diperlukan untuk kunjungan pertama kali ke dokter gigi. Surat ini sangat berguna
khususnya sebagai masukan kepada orang tua mengenai bagaimana cara menyiapkan
anak untuk kunjungan pertama kali ke dokter gigi (Gupta dkk., 2014). Cara lain yang dapat
digunakan adalah:
1) Menjadikan orang tua sebagai bagian dari tim gigi
Staf perawatan gigi menjelaskan peraturan tentang kehadiran orang tua saat
perawatan gigi anak, sesuai dengan usia anak (Chadwick dan Hosey, 2003).
2) Persiapan psikologis
Dokter gigi perlu mengajarkan orangtua bagaimana menyiapkan kunjungan
berikutnya agar orangtua mengetahui apa yang akan terjadi pada saat kunjungan
berikutnya dan dapat menanyakan pertanyaan sebelumnya. Persiapan dari
orangtua, dengan: penggunaan kata-kata yang tidak mengancam seperti “geli”,
untuk kata “sakit”, memberanikan orangtua untuk membantu kesiapan anak untuk
kunjungan berikutnya dengan “permainan dokter gigi” terutama ketika perlu
dilakukan pencetakan, menyarankan orangtua untuk menyembunyikan kecemasan
mereka, atau anak ditemani dengan orang dewasa yang tidak takut, penggunaan
pesan positif dan menghindari kalimat jaminan yang dapat meningkatkan
kecemasan.
3) Tips Praktis
Mengetahui siapa orang dewasa yang menemani si anak.
Selalu menghadirkan orangtua untuk anak-anak prasekolah (mencegah rasa
cemas karena terpisah dari orangtuanya).
Mengajarkan orangtua bagaimana menyiapkan diri dan anak-anak mereka.
Mendiskusikan rencana perawatan anak dengan orangtua mereka.
Memastikan orangtua paham akan perannya dalam perawatan anakanak
mereka (“kita semua berada dalam satu pihak”).
Selalu memastikan memiliki informed consent yang sah.
Sumber :
Asiah, Nur. 2017. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Dasar Volume 4 Nomor
1 Juni 2017 Analisis Kemampuan Praktik Strategi Pembelajaran Aktif (Active Learning)
Mahasiswa Pgmi Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Iain Raden Intan Lampung.
Dean, Avery, McDonald, 2011, Dentistry for the Child and Adolescent, 9th ed.,
Mosby inc., London, hal. 52, 260-261.
Dewi, Sri Utami Soraya. 2015. Pengaruh Metode Multisensori Dalam
Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Pada Anak Kelas Awal Sekolah Dasar
Vol. III, No. 1, Maret 2015
Gupta, A., dkk., 2014, Behaviour management of an anxious child,
Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal; Vol. 16, No 1.