Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan individu yang unik, bukan miniature orang dewasa. Mereka juga bukan
salinan dari orang tua mereka, tetapi merupakan pribadi dengan kapasitas untuk menjadi
orang dewasa yang unik. Melalui komunikasi anak-anak membentuk hubungan, tidak
hanya dengan manusia lain, tetapi juga dengan dunia social di sekitarnya. Berkomunikasi
pada anak membutuhkan pendekatan yang khusus dan berbeda, sehingga kemampuan
dalam berkomunikasi pada anak dipengaruhi oleh keluarga dan tingkat perkembangan
anak, yaitu perkembangan neurologi dan intelektual.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan komunikasi pada anak ?
2) Bagaimana perkembangan komunikasi pada anak usia (1-3 tahun) ?
3) Apa saja pedoman berkomunikasi dengan anak ?
4) Apa saja teknik berkomunikasi dengan anak ?
5) Bagaimana sikap dalam berkomunikasi ?
6) Apa saja tahapan berkomunikasi dengan anak ?
7) Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi komunikasi dengan anak ?

1.3 Tujuan Penulisan


1) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan komunikasi pada anak.
2) Untuk mengetahui bagaimana perkembangan komunikasi pada anak usia (1-3
tahun).
3) Untuk mengetahui apa saja pedoman berkomunikasi dengan anak.
4) Untuk untuk mengetahui apa saja teknik berkomunikasi dengan anak.
5) Untuk mengetahui sikap dalam berkomunikasi.
6) Untuk mengetahui apa saja tahapan berkomunikasi dengan anak.
7) Untuk mengetahui Faktor – faktor yang mempengaruhi komunikasi dengan anak.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Komunikasi pada anak tentu berbeda dengan komunikasi pada orang dewasa,
karena tingkat kematangan berbahasa atau berkomunikasi anak berbeda dengan orang
dewasa. Berkomunikasi dengan anak juga memerlukan teknik yang berbeda, karena usia
anak berbeda-beda. Misalnya, berbicara dengan anak remaja, tentu berbeda dengan anak
balita karena anak yang lebih besar biasanya lebih aktif berbicara daripada anak yang
lebih kecil.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika berkomunikasi dengan anak adalah
biasanya anak lebih responsif terhadap respons nonverbal (Berman, Snyder, Kozier, dan
Erb, 2008). Hal ini terutama tampak jelas pada anak yang sangat kecil. Karena itu,
perawat harus menjaga ekspresi wajahnya ketika berbicara dengan anak-anak maupun
bayi. Jika perawat senyum, anak juga akan ikut tersenyum. Anak tidak suka dipandangi
seperti saat kita berbicara kepada orang dewasa. Anak-anak biasanya merasa malu jika
dipandangi secara terus-menerus.
Anak-anak yang lebih kecil sering kali merasa tidak dapat berbuat apa-apa,
terutama dalam situasi saat mereka harus berinteraksi dengan tenaga kesehatan. Karena
itu perawat harus lebih ramah, lebih empati, dan lebih menunjukkan sikap yang penuh
kasih sayang ketika berinteraksi dengan anak. Perawat sebaiknya memberikan perhatian
secara periodik kepada bayi dan anak. Ketika memasuki ruang pemeriksaan misalnya,
perawat harus menunjukkan sikap yang tenang dan rileks agar orang tua dan anak dapat
tenang menjalani pemeriksaan. Dalam menjelaskan prosedur pemeriksaan atau tindakan
keperawatan, sebaiknya perawat menggunakan kata-kata yang sederhana dan bersifat
langsung.

2.2 Komunikasi Toddler (1-3 Tahun)


Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan perkembangan
bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh

2
kata, pada tahun kedua sudah mampu 200-300 kata dan masih terdengar kata-kata
ulangan.
Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai
sembilan ratus kata dan abnyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan,
dan sebagainya.
Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya
sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai meningkat, mudah merasa
kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada
dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat pada usia ini anak masih belum
fasih dalam berbicara (Behrman, 1996).
Pada usia ini, cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi
tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh
alat pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan naad suara, bicara lambat, jika
tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan
sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas
saat komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi dengan maksud anak mudah
diajak komunikasi dimana kita dalam berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur
jarak, adanya kesadaran diri dimana kita harus menghindari konfrontasi langsung, duduk
yang terlalu dekat dan berhadapan. Secara nonverbal, kita selalu memberi dorongan
penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak,
bersalaman dengan anak merupakan tata cara untuk menghilangkan perasaan cemas.
Menggambar, menulis, atau bercerita dalam menggali perasaan dan fikiran anak disaat
melakukan komunikasi.
Ketika berkomunikasi dengan anak, sebaiknya jangan pernah memaksakan
kehendak pada anak, walaupun apa yang dikatakan perawat adalah benar. Anak biasanya
tidak dapat membedakan fantasi dan kenyataan, mereka memahami analogi hanya secara
literal (Hockenberry dan Wilson, 2011). Untuk itu, dalam menjelaskan suatu prosedur
tindakan keperawatan, sebaiknya perawat membawa alat-alat secara langsung dan
meminta anak untuk memegang alat tersebut. Misalnya, ketika akan memeriksa anak
dengan stetoskop, sebelum melakukan pemeriksaan, sebaiknya anak diminta untuk
memegang alat tersebut terlebih dahulu. Dalam menjelaskan prosedur, gunakan kalimat-

3
kalimat yang pendek atau sederhana, kata-kata yang mudah dipahami, dan penjelasan
yang konkret.

2.3 Pedoman Berkomunikasi dengan Anak


Menurut Hockenberry dan Wilson, 2011; Berman, Synder, Kozier, dan Erb, 2008:
1) Bina hubungan saling percaya dengan anak agar anak merasa nyaman.
2) Hindari sikap tubuh yang mengancam, seperti senyum yang lebar dan kontak
mata yang berlebihan.
3) Bicara dengan orang tua terlebih dahulu jika anak pemalu.
4) Berikan kesempatan berbicara pada anak tanpa kehadiran orang tua.
5) Posisi perawat dan anak ketika berinteraksi haruslah setinggi mata anak. Jadi,
perawat harus jongkok ketika berkomunikasi dengan anak balita agar mata
perawat sejajar dengan mata anak.
6) Bicara dengan tenang pada anak, gunakan kata-kata yang sederhana dan jelas,
serta hindari menggunakan terminology yang ilmiah. Kata-kata yang digunakan
untuk remaja berbeda dengan kata-kata yang digunakan pada anak balita. Untuk
itu, perawat yang bekerja di ruang anak perlu mempelajari lebih mendalam
tentang bagaimana anak-anak berbicara.
7) Pada anak bayi dan balita, gunakan boneka sebagai alat peraga.
8) Bersikap jujur pada anak. Sikap jujur sangat penting ketika berkomunikasi dengan
anak. Anak-anak sangat benci jika mereka dibohongi. Sekali saja perawat bohong,
anak mungkin tidak mau lagi berkomunikasi dengan perawat.
9) Izinkan anak mengekspresikan masalah dan rasa takutnya. Perawat sebaiknya
tidak mengabaikan perasaan anak. Ketika seorang anak mengatakan bahwa dia
takut pada perawat, perawat sebaiknya dapat menerimanya, serta mencoba
menggali hal yang ditakutkan oleh anak.
10) Gunakan teknik komunikasi yang kreatif.

4
2.4 Teknik Komunikasi Dengan Anak
Menurut Whaley dan Wong’s (1995), teknik komunikasi pada anak yaitu:
1. Teknik Verbal
1) Pesan “saya”
Menurut Hockenberry dan Wilson (2011), teknik komunikasi yang menekankan
pada “saya” merupakan teknik komunikasi yang kreatif untuk berkomunikasi
dengan anak, karena teknik yang menekankan pada “kamu” terkesan defensive
dan menghakimi. Sebagai contoh, daripada mengatakan, “Kamu tidak
menghabiskan sarapanmu tadi pagi, kenapa?”, lebih baik mengatakan “Saya ingin
sekali melihat adek makannya habis setiap hari”.
2) Teknik Orang Ketiga
Teknik ini sangat efektif ketika perawat ingin menggali perasaan anak. Teknik ini
dirasa tidak mengancam bagi anak, disbanding teknik bicara aatu bertanya secara
langsung (Hockenberry dan Wilson, 2011). Misalnya: “Biasanya jika orang
sedang sakit atau dirawat, ‘dia’ akan merasa sedih dan cemas jika ditinggal orang
tuanya”. Setelah berkata seperti itu, perawat diam sejenak untuk melihat respons
anak. Kemudian lanjutkan dengan pertanyaan, “Apakah adek (sebutkan nama
kliennya) juga merasa seperti itu?”.
3) Facillitative Responding (Respon Fasilitatif)
Libatkan teknik mendengar dengan perhatian dan cerminkan kembali pada pasien
perasaan dan isi pernyataan yang mereka ungkapkan. Respon yang dilakukan oleh
perawat tidak menghakimi dan empati.
Contoh:
Bila anak berkata, “Saya benci dating ke Rumah Sakit dan disuntik” respon
fasilitatifnya adalah: “ kamu merasa tidak senang ya dengan semua yang
dilakukan padamu”.
4) Bercerita
Bercerita merupakan teknik yang tepat untuk mengubah perilaku anak kea rah
yang lebih baik. Perlu diingat bahwa perawat harus menggunakan kata-kata yang
mudah dimengerti oleh anak selama bercerita (Hockenberry dan Wilson, 2011).

5
Perawat dapat menceritakan tentang seorang anak yang rajin makan ikan dan
sayur yang bisa menjadi pahlawan seperti “Superman” atau “Wonderwoman”.
5) Saling Bercerita
Berbeda dengan teknik bercerita yang sifatnya satu arah (hanya perawat saja yang
bercerita), saling bercerita bersifat lebih interaktif, yakni perawat dan anak saling
bercerita. Teknik ini efektif untuk mengubah perilaku anak (Hockenberry dan
Wilson, 2011).
6) Biblioterapi
Digunakan dalam proses terapeutik dan suportif. Beri kesempatan pada anak
untuk mengeksplorasi kejadian yang serupa dengan mereka sendiri tapi cukup
berbeda, untuk memungkinkan mereka memberi jarak dari dirinya dan tetap
berada dalam kendali.
Pedoman umum untuk menggunakan biblioterapi adalah sebagai berikut:
a. Kaji perkembangan emosi dan kognitif anak untuk memahami kesiapan
memahami pesan dari buku.
b. Kenali isi buku (pesan yang disampaikan atau tujuannya) dan usia yang
sesuai untuk buku itu.
c. Bacakan buku tersebut bila anak tidak dapat membaca.
d. Gali makna buku itu bersama si anak dengan memintanya untuk
melakukan hal-hal berikut:
 Menceritakan kembali cerita buku itu.
 Membaca bagian khusus dengan perawat atau orang tua.
 Melukiskan gambar yang berhubungan dengan cerita dan
mendiskusikan gambar tersebut.
 Membicarakan tentang karakter.
 Meringkas moral atau arti dari cerita.
7) Dreams (mimpi)
Tunjukkan dengan sering pikiran-pikiran dan perasaan yang tidak disadari dan
ditekan. Minta anak untuk menceritakan tentang mimpi atau mimpi buruk. Gali
bersamanya tentang kemungkinan arti mimpi.

6
8) Pertanyaan “bagaimana jika”
Teknik ini bertujuan untuk mendorong anak untuk mempertimbangkan alternative
pemecahan masalah dalam situasi tertentu (Hockenberry dan Wilson, 2011).
Sebagai contoh; “Bagaimana jika merasa sakit, adek tarik napas dalam-dalam”.
9) Three Wishes (tiga harapan)
Libatkan pertanyaan “Bila kamu memiliki tiga hal di dunia ini, hal apa sajakah
itu?” Bila anak menjawab, “Semua harapan saya menjadi kenyataan”, Tanya
kepadanya harapan khusus tersebut
10) Permainan Asosiasi Kata
Libatkan pertanyaan kata-kata kunci dan minta anak untuk mengatakan pada kata
pertama yang mereka pikirkan pada saat mereka mendengar kata kunci tersebut.
Mulailah dengan kata-kata netral dan kemudia perkenalkan kata-kata yang lebih
menimbulkan kecemasan, seperti penyakit, jarum suntik, rumah sakit, dan
operasi. Pilih kata-kata kunci yang berhubungan dengan suatu kejadian yang
relevan dengan kehidupan anak.
11) Melengkapi Kalimat
Libatkan pernyataan sebgian dan minta anak untuk melengkapinya. Beberapa
contoh pernyataan tersebut adalah sebagai berikut:
“Yang paling saya sukai tentang sekolah adalah……….”
“Sesuatu yang paling saya sukai tentang orang tua saya adalah……….”
“Yang paling saya sukai tentang diri saya sendiri adalah……….”
12) Pro dan Kontra/Baik Buruknya
Libatkan pemilihan topik, “berada di rumah sakit”, dan minta anak menyebutkan
“lima hal yang baik dan lima hal yang buruk” tentang hal tersebut. Merupakan
teknik yang dapat diterima bila diterpkan pada persahabatan, seperti sesuatu yang
disukai anggota keluarga dan yang tidak disukai satu sama lain.

7
2. Teknik Nonverbal
1) Menulis
Ketika anak menolak untuk berbicara dengan perawat karena beberapa hal,
perawat dapat mengetahui masalah anak dengan cara memintanya untuk
menuliskan masalah tersebut. Teknik menulis ini sangat efektif untuk anak yang
lebih besar, seperti pada remaja (Hockenberry dan Wilson, 2011). Perawat dapat
meminta mereka untuk membuat diary (catatan harian) selama mereka dirawat.
2) Menggambar
Menggambar merupakan kegiatan yang paling menyenangkan bagi anak,
terutama pada anak balita dan usia sekolah hingga kelas dua SD. Perawat dapat
mengetahui perasaan anak melalui gambar mereka, karena biasanya anak
bercerita tentang gambarnya (Hockenberry dan Wilson, 2011).
3) Bermain
Pada usia anak, bermain adalah kegiatan yang paling menyenangkan. Saat
bermain, anak memproyeksikan hal yang ada dalam dirinya (Hockenberry dan
Wilson, 2011). Sambil bermain, perawat dapat mengajak anak untuk melakukan
sesuatu yang baik bagi mereka, misalnya mengajarkan cara menggosok gigi.

2.5 Sikap Dalam Komunikasi


Menurut Egan (1995); menyampaikan sikap komunikasi merupakan sesuatu apa yang
harus dilakukan dalam komunikasi baik secara verbal maupun nonverbal.
1) Sikap Berhadapan
Bentuk sikap dimana seseorang langsung bertatap muka atau berhadapan
langsung dengan anak (komunikator siap untuk berkomunikasi).
2) Sikap Mempertahankan Kontak
Bertujuan menghargai klien dan mengatakan adanya keinginan untuk tetap
berkomunikasi dengan cara selalu memperhatikan apa yang diinformasikan atau
disampaikan dengan tidak melakukan kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian
dengan lainnya.

8
3) Sikap Membungkuk ke Arah Pasien
Menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu dengan cara
membungkuk sedikit ke arah klien.
4) Sikap Terbuka
Bentuk sikap dengan memberikan posisi kaki tidak melipat, tangan menunjukkan
keterbukaan untuk berkomunikasi.
5) Sikap Tetap Relaks
Menunjukkan adanya keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
memberi respons pada klien selama komunikasi.

Adapun sikap komunikasi terapeutik dengan anak yang harus diperhatikan adalah:

1) Sikap Kesejatian
Menghindari membika diri yang terlalu dini sampai dengan anak menunjukkan
kesiapan untuk berespon positif terhadap keterbukaan, sikap kepercayaan kita
kepada anak.
2) Sikap Empati
Bentuk sikap dengan cara menempatkan diri kita pada posisi anak dan orang tua.
3) Sikap Hormat
Bentuk sikap yang menunjukkan adanya suatu kepedulian atau perhatian, rasa
suka dan menghargai klien. Misal: senyum pada saat yang tepat, melakukan jabat
tangan atau sentuhan yang lembut dengan seizin komunikan.
4) Sikap Konkret
Bentuk sikap dengan menggunakan terminology yang spesifik dan bukan abstrak
pada saat komunikasi dengan klien, missal: gambar, mainan, dll.

2.6 Tahapan Dalam Komunikasi Dengan Anak


1) Tahap Prainterkasi
Mengumpulkan data tentang klien dengan mempelajari status atau bertanya
kepada orang tua tentang masalah yang ada.

9
2) Tahap Perkenalan
Memberi salam dan senyum kepada klien, melakukan validasi, mencari kebenaran
data yang ada, mengobservasi, memperkenalkan nama dengan tujuan, waktu dan
menjelaskan kerahasiaan klien.
3) Tahap Kerja
Memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya, karena akan memberitahu
tentang hal yang kurang dimengerti dalam komunikasi, menanyakan keluhan
utama.
4) Tahap Terminasi
Menyimpulkan hasil wawancara meliputi evaluasi proses dan hasil, memberikan
reinforcement positif, tindak lanjut, kontrak, dan mengakhiri wawancara dengan
cara yang baik.

2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Dengan Anak


1) Pendidikan
2) Pengetahuan
3) Sikap
4) Usia tumbuh kembang
5) Status kesehatan anak
6) System social
7) Saluran
8) Lingkungan

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi pada anak tentu berbeda dengan komunikasi pada orang dewasa,
karena tingkat kematangan berbahasa atau berkomunikasi anak berbeda dengan orang
dewasa. Perkembangan komunikasi pada usia toddler (1-3 tahun) dapat ditunjukkan
dengan perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami
kurang lebih sepuluh kata, pada tahun kedua sudah mampu 200-300 kata dan masih
terdengar kata-kata ulangan. Teknik yang digunakan dalam berkomunikasi dengan anak
adalah teknik verbal dan non verbal, adapun tahapannya yaitu, tahap prainteraksi, tahap
perkenalan, tahap kerja dan tahap terminasi.

3.2 Saran
Berkomunikasi dengan anak merupakan tantangan tersendiri yang harus dihadapi tenaga
kesehatan terlebih perawat, perawat harus mengerti bagaimana teknik komunikasi yang
baik dengan anak. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat dijadikan referensi dan
dapat menambah wawasan bagi pembaca. Namun penulis menyadari bahwa makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan oleh karena itu masukan dan kritikan yang
membangun sangat dibutuhkan.

11
BAB IV

NASKAH

12
DAFTAR PUSTAKA

Suryani.2013.Komunikasi Terapeutik Teori dan praktik,ED.2.Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Nurhasanah, Nunung.2009.Ilmu Komunikasi Dalam Konteks Keperawtan Untuk Mahasiswa


Keperawatan.Jakarta: Trans Info Media

Damaiyanti, Mukhirpah.2008.Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan.Bandung:


PT. Refika Aditama

13

Anda mungkin juga menyukai