Anda di halaman 1dari 21

Komunikasi Terapeutik pada Anak

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar,bertujuan dan


kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik pada anak adalah
komunikasi yang dilakukan antara perawat dan klien (anak), yang direncanakan secara sadar ,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan anak.
Komunikasi dengan anak berdasarkan usia tumbuh kembang, antara lain :
1. Usia Bayi (0-1 tahun)
Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan melalui gerakan-gerakan
bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang efektif, di samping itu komunikasi pada bayi
dapat dilakukan secara non verbal. Perkembangan komunikasi pada bayi dapat dimulai dengan
kemampuan bayi untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan maka bayi akan
berespons untuk mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut
dapat dimulai pada usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek atau
cahaya, kemudian pada minggu kedua belas sudah mulai melakukan tersenyum. Pada usia ke enam
belas bayi sudah mulai menolehkan kepala pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan
tahun pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, dan lain-lain.
Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap namanya, mampu melihat
beberapa gambar yang terdapat dalam buku. Pada akhir tahun pertama bayi sudah mampu
mengucapkan kata-kata yang spesifik antara dua atau tiga kata.
2. Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)
Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan perkembangan bahasa anak
dengan kemampuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua
sudah mampu 200-300 kata dan masih terdengan kata-kata ulangan.
Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai sembilan ratus kata dan
banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan dan sebagainya. Komunikasi pada
usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi,
kemampuan bahasanya mulai meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan
tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu
diingat bahwa pada usia ini anak masih belum fasih dalam berbicara (Behrman, 1996).
Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi tahu apa
yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan
yang akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang
lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti
kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas saat komunikasi, memberikan mainan saat
komunikasi dengan maksud anak mudah diajak komunikasi dimana kita dalam berkomunikasi
dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri dimana kita harus menghindari
konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Secara non verbal kita selalu
memberi dorongan penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui
dari anak, bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas,
menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali perasaan dan fikiran anak si saat melakukan
komunikasi.
3. Usia Sekolah (5-11 tahun)
Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan kemampuan anak mencetak,
menggambar, membuat huruf atau tulisan yang besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak
mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak membaca disini sudah muncul, pada usia ke
delapan anak sudah mampu membaca dan sudah mulai berfikir tentang kehidupan.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap masih memperhatikan tingkat
kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-kata sederhana yang spesifik, menjelaskan
sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini
keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat tinggi. Maka
jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakn secara jelas
dan jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi
secara efektif.
4. Usia Remaja (11-18 tahun)
Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan kemampuan berdiskusi atau
berdebat dan sudah mulai berpikir secara konseptual, sudah mulai menunjukkan perasaan malu,
pada anak usia sering kali merenung kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam
komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai menunjukkan ke arah yang lebih positif, terjadi
konseptualisasi mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat pada teman
sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan
dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan masa transisi
dalam bersikap dewasa.

Tujuan Komunikasi Terapeutik pada Anak


Adapun tujuan yang diharapkan dalam melakukan komunikasi terapeutik pada anak adalah :
1) Membantu anak untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien
percaya pada hal- hal yang diperlukan.
2) Mengurangi keraguan , membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
3) Mempengaruhi orang lain , lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik pada Anak
Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers, seperti :
1) Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,memahami dirinya sendiri serta
nilai yang dianut.
2) Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima percaya,dan menghargai.
3) Perawat harus memahami dan menghayati nilai yang dianut oleh klien
4) Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik maupun mental.
5) Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien bebas berkembang tanpa rasa
takut.
6) Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien memiliki motivasi untuk
mengubah dirinya baik sikap,tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat
memecahkan masalah - masalah yang dihadapi.
7) Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan
mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan ,maupun frustasi.
8) Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
9) Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan
tindakan yang terapeutik.
10) Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar hubungan komunikasi terapeutik.
11) Mampu berperan sebagai role model.
12) Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila di anggap mengganggu.
13) Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
14) Berpegang pada etika.
15) Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan
yang dilakukan dan tanggungjawab terhadap orang lain.

Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik pada Anak


Seperti yang sudah dijelaskan pasien anak merupakan individu yang unik, dalam melakukan
komunikasi terapeutik dengan pasien anak dibutuhkan teknik khusus agar hubungan yang dijalankan
dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan tumbuh kembang anak.
A. Teknik Verbal
1. Melalui orang lain atau pihak ketiga
Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam menumbuhkan kepercayaan diri
anak, dengan menghindari secara langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang tua
secara langsung yang sedang berada di samping anak. Selain itu dapat digunakan cara dengan
memberikan komentar tentang mainan, baju yang sedang dipakainya serta hal lainnya, dengan
catatan tidak langsung pada pokok pembicaraan.
2. Bercerita
Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat mudah diterima, mengingat
anak sangat suka sekali dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai
dengan pesan yang akan disampaikan, yang dapat diekspresikan melalui tulisan maupun
gambar.
3. Memfasilitasi
Memfasilitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi anak atau respon
anak terhadap pesan dapat diterima. Dalam memfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan
perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus diberikan respons terhadap pesan yang
disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan merefleksikan
ungkapan negatif yang menunjukkan kesan yang jelek pada anak.
4. Biblioterapi
Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan,
dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan
kepada anak.
5. Meminta untuk menyebutkan keinginan
Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan meminta anak untuk
menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang dirasakan anak dan keinginan
tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran anak pada saat itu.
5. Pilihan pro dan kontra
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan atau mengetahui
perasaan dan pikiran anak, dengan mengajukan pasa situasi yang menunjukkan pilihan yang
positif dan negatif sesuai dengan pendapat anak.
7. Penggunaan skala
Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit pada
anak seperti penggunaan perasaan nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan menganjurkan
anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya.

B. Teknik Non Verbal


Teknik komunikasi non verbal dapat digunakan pada anak- anak seperti :
1. Menulis
Menulis adalah suatu alternatif pendekatan komunikasi bagi anak, remaja muda dan pra
remaja. Untuk memulai suatu percakapan perawat dapat memeriksa/ menyelidiki tentang
tulisan dan mungkin juga meminta untuk membaca beberapa bagian. Dengan menulis
anak-anak lebih riil dan nyata.
2. Menggambar
Menggambar adalah salah satu bentuk komunikasi yang berharga melalui pengamatan
gambar. Dasar asumsi dalam menginterpretasi gambar adalah bahwa anak- anak
mengungkapakan tentang dirinya. Untuk mengevaluasi sebuah gambar
utamakan/fokuskan pada unsur-unsur sebagai berikut :
a. Ukuran dari bentuk badan individu, ini mengekspresikan orang penting
b. Urutan bentuk gambar, mengekspresikan prioritas kepentingan
c. Posisi anak terhadap anggota keluarga lainnya, mengekspresikan perasaan anak
terhadap status dalam keluaraga atau ikatan keluarga
d. Bagian adanya hapusan, bayangan atau gambar silang, mengekspresikan ambivalen/
pertentangan, keprihatinan atau kecemasan pada hal- hal tertentu.
3. Gerakan gambar keluarga
Menggambarkan suatu kelompok, berpengaruh pada perasaan anak-anak dan respon
emosi, dia akan menggambarkan pikirannya tentang dirinya dan anggota keluarga yang
lainnya. Gambar kelompok yang paling berharga bagi anak adalah gambar keluarga.
4. Sosiogram
Menggambar tak perlu dibatasi bagi anak- anak, dan jenis gambar yang berguna bagi
anak- anak seusia 5 tahun adalah sosiogram (gambar ruang kehidupan) atau lingkungan
keluarga. Menggambar suatu lingkaran adalah untuk melambangkan orang-orang yang
hampir mirip dalam kehidupan anak, dan gambar bundaran- bundaran didekat lingkaran
menunjukkan keakraban/ kedekatan.
5. Menggambar bersama dalam keluarga
Salah satu teknik yang berguna dan dapat diterapkan pada anak- anak adalah
menggambar bersama dalam keluarga. Menggambar bersama dalam keluarga merupakan
satu alat yang berguna untuk mengungkapkan dinamika dan hubungan keluarga.
6. Bermain
Bermain merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk berhubungan dengan anak.
Dengan bermain dapat dikumpulkan petunjuk mengenai tumbuh kembang fisik,
intelektual dan sosial. Terapeutik play sering digunakan untuk mengurangi trauma akibat
sakit atau masuk rumah sakit atau untuk mempersiapkan anak sebelum dilakukan
prosedur medis/ perawatan.

Diatas telah dijelaskan beberapa teknik komunikasi terapeutik pada umumnya, sedangkan cara yang
perlu diterapkan saat melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien anak, antara lain : (Mundakir,
2005 : 153-154)
1. Nada suara, diharapkan perawat dapat berbicara dengan nada suara yang rendah dan lambat. Agar
pasien anak jauh lebih mengerti apa yang ditanyakan oleh perawat.
2. Mengalihkan aktivitas, pasien anak yang terkadang hiperaktif lebih menyukai aktivitas yang ia
sukai, sehingga perawat perlu membuat jadwal yang bergantian antara aktivitas yang pasien anak
sukai dengan aktivitas terapi atau medis.
3. Jarak interaksi, diharapkan perawat dapat mempertahankan jarak yang aman saat berinteraksi
dengan pasien anak.
4. Kontak mata, diharapkan perawat dapat mengurangi kontak mata saat mendapat respon dari pasien
anak yang kurang baik, dan kembali melakukan kontak mata saat kira-kira pasien anak sudah
dapat mengontrol perilakunya.
5. Sentuhan, jangan pernah menyentuh anak tanpa izin dari si anak.

Karakteristik Helper yang Memfasilitasi Tumbuhnya Hubungan Terapeutik pada Anak


Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang helper (perawat)
yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:

1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling
percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai
respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu
halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau
sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat
untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak
dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga
berpura-pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal
perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan
menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi nonverbal
sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana
tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan
penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang
terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien
akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam
mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan
mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan
klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat memberikan
alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi
juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian
masalah secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan
Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang
dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus
memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan
perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan
menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan
pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga
memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.
6. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal
(Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau
diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi
maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan
terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien
perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun
perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat ini,
bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.

Teknik Yang Kurang Tepat Dilakukan Dalam Komunikasi Terapeutik Pada Anak

Hal- hal yang kurang berkenan dilakukan dalam komunikasi terapeutik pada anak, seperti :

1. Mengabaikan keterangan anak


Saat melakukan komunikasi pada anak seorang perawat hendaknya selalu mendengarkan segala
keluh kesah yang disampaikan anak, hindari sikap acuh tak acuh. Dengan demikian diharapkan
seorang perawat mampu mengetahui permasalahan yang sebenarnya dialami oleh anak.
2. Besikap emosional
Dalam melakukan komunikasi terapeutik pada anak bersikaplah tenang dan sabar dalam
mendengarkan segala keterangan yang disampaikan anak. Hindari bersikap emosional karena
seorang anak akan enggan untuk menyampaikan masalahnya.
3. Pembicaraan satu arah
Hindari pembicaraan satu arah saat melakukan komunikasi terapeutik pada anak karena hal itu
akan menyebabkan anak menjadi pendiam, mintalah umpan balik atas apa yang dibicarakan.
Dengan memberikan kesempatan pada anak untuk ikut berbicara, itu akan membuat anak menjadi
lebih terbuka kepada kita.
4. Hindari pertanyaan yang bertubi-tubi
Saat berkomunikasi pada anak hindarilah pertanyaan yang bertubi- tubi karena hal itu akan
membuat anak menjadi bosan dan enggan untuk diajak berkomunikasi pada tahap selanjutnya. Bila
anak tidak menjawab pertanyaan yang diajukan, ulangilah dengan pertanyaan lain sehingga
mendapatkan respon.
5. Menyudutkan anak
Hindarilah sikap yang dapat menyudutkan anak karena hal itu akan membuat anak kurang
mendapatkan kepercayaan. Terimalah kondisi anak apa adanya. Apapun yang terjadi berusalah
terus ada di pihak anak dengan selalu mendengarkan segala keluh kesah anak sehingga ia
menganggap kita sebagai temannya.

Prinsip Komunikasi secara umum pada anak-anak


1. Biarkan anak-anak mengetahui bahwa orangtua tertarik, ingin terlibat dan akan membantu ketika
anak membutuhkannya.
2. Matikan televisi atau berhenti membaca koran ketika anak Anda ingin mengajak ngobrol.
3. Hindari mengangkat telepon ketika sang anak mempunyai sesuatu yang penting untuk
diberitahukan.
4. Ada orang lain yang ingin ikut mengobrol bersama, jagalah agar percakapan Anda dengan si
kecil tetap privat. Komunikasi yang paling baik akan tercipta jika hanya ada orangtua dan anak-
anak, tak ada orang lain yang terlibat.
5. Mempermalukan sang anak atau membuatnya merasa canggung di depan orang banyak akan
menimbulkan kejengkelan dan pertengkaran, bukan komunikasi yang baik.
6. Jangan berbicara dengan nada tinggi pada anak Anda. Turunkan nada bicara Anda untuk
menyeimbangi pembicaraan dengan Si Kecil.
7. Jika orang tua marah terhadap perilaku atau sebuah kejadian yang menimpa anak, jangan
memulai percakapan sampai kemarahan Anda mereda, karena orangtua tidak akan bersifat
objektif sampai kemarahannya reda. Lebih baik tunggu sebentar, tenangkan diri Anda, kemudian
baru berbicara dengan Si Kecil.
8. Jika orang tua sangat lelah, maka orang tua harus memberikan usaha yang lebih untuk menjadi
seorang pendengar aktif. Menjadi pendengar aktif adalah sebuah kerja keras dan sangat susah
dilakukan ketika tubuh dan pikiran anda sangat lelah.
9. Dengarkan secara hati-hati dan sopan. Jangan memotong pembicaraan anak ketika Si Kecil
sedang menceritakan kisahnya. Berusahalah untuk bersikap sopan kepada anak-anak sama
dengan yang kita lakukan kepada teman baik kita.
10. Jangan keluar dari topik pembicaraan, ketika anak-anak sedang menguraikan benang merah dari
sebuah cerita dan jangan pernah membiarkan anak-anak mengembangkan tema sendiri. Ini
adalah reaksi orangtua terhadap kejadian yang kebetulan terjadi di luar pengawasan orangtua,
ketika Si Kecil mulai bercerita tentang apa yang terjadi, biasanya orangtua berkata, "Aku tidak
peduli dengan apa yang mereka lakukan, tapi sebaiknya kamu tidak terlibat dengan hal-hal
seperti itu."
11. Jangan tanya kenapa, tetapi tanyakanlah apa yang terjadi.
12. Ketika orang tua mempunyai pengetahuan terhadap suatu situasi, jelaskan pada anak- anak
tentang informasi yang Anda tahu atau telah diberitahu.
13. Tetaplah berbicara dengan pembawaan yang dewasa (“Berbicaralah ketika aku sudah
selesai.” “Aku tahu apa yang terbaik untukmu.” “Lakukanlah apa yang kukatakan dan
masalahmu akan terselesaikan”) perkecil fekuensi berkhotbah dan berbicara tentang moral
karena itu tidak akan membantu menciptakan komunikasi yang baik dan terbuka.
14. Jangan menggunakan kata-kata yang merendahkan, seperti: bodoh, malas dalam pernyataan-
pernyataan: “Dasar bodoh, hal itu tidak masuk akal sama sekali” atau “Apa yang kamu tahu,
kamu hanyalah seorang anak kecil.”
15. Bantulah sang anak dalam merencanakan beberapa tahap-tahap spesifik untuk menyelesaikan
masalahnya.
16. Tunjukkanlah bahwa orang tua menerima anaknya, atas apa yang telah atau yang belum sang
anak perbuat.
17. Dukung anak Anda untuk menjaga komunikasi tetap terbuka. Lakukanlah dengan menerimanya
dan memuji usahanya untuk berkomunikasi.

Hambatan Komunikasi Pada Anak-Anak


Anak anak mengalami gangguan perkembangan yang kompleks sehingga mereka juga disebut
mengalami gangguan pervasif. Peeters (2004)
mengartikan pervasif yaitu menderita kerusakan jauh di dalam meliputi keseluruhan dirinya. Istilah
pervasif juga dilandasi oleh gangguan perkembangan yang diperlihatkan oleh anak anak.
Gangguan-gangguan itu hampir meliputi seluruh aspek kehidupannya,antara lain :
a. komunikasi interaksi sosial
 Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
 Anak tampak seperti tuli, sulit bicara, atau pernah bicara, tetapi kemudian sirna.
 Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
 Mengoceh tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh orang
lain.
 Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi
 Senang meniru atau membeo (echolalia)
 Bila senang meniru, dapat hapal betul kata-kata atau nyanyian tapi tidak mengerti artinya.
 Sebagian dari anak autis tidak bicara (non verbal) atau sedikit berbicara sampai usia dewasa.
 Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan.

b. Gangguan dalam sensoris


 Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
 Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
 Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
 Tidak sensitif terhadap rasa sakit atau rasa takut

c. Pola bermain
 Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
 Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.
 Tidak kreatif dan tidak imajinatif.
 Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya mobil-mobilan ,dielus-elus kemudian diciumi dan
diputar-putar rodanya.
 Senang pada benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda,& lain-lain.
 Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu kemudian dipegang terus dan dibawa
kemana-mana.

d. Perilaku khas
 Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif).
 Memperlihatkan stimulasi diri, seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti
burung, berputar-putar, mendekatkan pada pada layar TV, lari/berjalan bolak-balik,
melakukan gerakan yang berulang-ulang.
 Tidak suka pada perubahan.
 Dapat duduk bingung dengan tatapan kosong

e. Emosi
 Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan.
 Temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau dipenuhi keinginannya.
 Kadang-kandang suka menyerang dan merusak.
 Kadang-kadang anak autis berperilaku menyakiti dirinya sendiri.
 Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Pada Anak-Anak Dan Keluarga
1. Faktor teknis
Faktor yang bersifat teknis yaitu kurangnya penguasaan teknis komunikasi. Teknik komunikasi
mencakup .unsur-unsur yang ada dalam komunikator dikala mengungkapkan pesan menjadi
lambang-lambang. kejelian dalam memilih saluran, metode penyampaian pesan.
2. Faktor perilaku
Bentuk dari perilaku yang dimaksud adalah perilaku komunikan yang bersifat : pandangan yang
bersifat apriori, prasangka yang didasarkan atas emosi, suasana yang otoriter, ketidak mampuan
untuk berubah walaupun salah, sifat yang egosentris.
3. Faktor situasional
Kondisi dan situasi yang menghambat komunikasi misalnya situasi ekonomi, sosial, politik dan
keamanan
4. Keterbatasan waktu
Sering karena keterbatasan waktu orang tidak berkomunikasi, atau berkomunikasi secara tergesa-
gesa, yang tentunya tidak akan bias memenuhi persyaratan-persyaratan komunikasi.
5. Jarak Psychologis/status social
Jarak psychologis biasanya terjadi akibat adanya perbedaan status, yaitu
status sosial maupun status dalam pekerjaan. Misalnya, seorang pesuruh akan sulit berkomunikasi
dengan seorang menteri karena ada jarak psichologis yaitu pesuruh merasa statusnya terlalu jauh
terhadap menteri. Selanjutnya, ada orang yang hanya ingin mendengar informasi yang dia senangi
saja, sedangkan informasi lainnya tidak.
6. Adanya evaluasi terlalu dini
Seringkali orang sudah mempunyai prasangka, atau sudah menarik suatu
kesimpulan sebelum menerima keseluruhan informasi atau pesan. Hal ini jelas menghambat
komunikasi yang baik.
7. Lingkungan yang tidak mendukung
Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika dilakukan dalam lingkungan yang menunjang,
berikut ini beberapa contoh suasana lingkungan yang tidak menunjang atau mendukung yaitu :
• Keadaan suhu (terlalu panas atau terlalu dingin)
• Keadaan ribut atau bising
• Lingkungan fisik yang tidak mendukung (ruang terlalu sempit/kurang keleluasaan pribadi)
8. Keadaan si komunikator
Keadaan fisik dan perasaan komunikator sangat berpengaruh terhadap berhasil atau gagalnya
komunikasi. Misalnya :
 Komunikator sedang mempunyai masalah pribadi hingga pikiran kacau. Hal ini akan
mengakibatkan pesan yang disampaikannya juga kacau, tidak sistematis hingga
membingungkan pendengar/sasaran.
 Komunikator sedang sakit, juga mempengaruhi komunikasi, atau kalau komunikator
mempunyai cacat seperti suara sengau. gagap dan sebagainya akan mengakibatkan pesan
yang disampaikan tidak jelas tertangkap oleh sasaran.
Implikasi Komunikasi keperawatan
Implikasi komunikasi dalam keperawatan sangat penting bagi perawat mengingat berbagai
pengkajian atau pemeriksaan pada klien dapat dilakukan melalui komunikasi di antaranya implikasi
yang dapat dilakukan adalah:
1. Ajak berbicara lebih dahulu dengan orang tua sebelum berkomunikasi dengan anak atau mengkaji
anak dengan menjalin hubungan dalam tindakan keperawatan.
2. Lakukan kontak dengan anak dengan mengawali bercerita atau teknik lain agar anak mau
berkomunikasi
3. Berikan maianan sebelum masuk ke dalam pembicaraan inti.
4. Berikan kesempatan pada anak untuk memilih tempat pemeriksaan yang diinginkan sambil
duduk, berdiri atau tidur.
5. Lakukan pemeriksaan dari sederhana ke kompleks, pemeriksaan yang berdampak trauma lakukan
diakhir pemeriksaan.
6. Hindari pemeriksaan yang menimbulkan ketakutan pada anak dan beri kesempatan untuk
memegang alat periksa
komunikasi terapeutik Pada Lansia

Pengertian
Indrawati (2003), mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar
perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik (Stuart dan
Sundeen)

Manfaat Komunikasi Terapeutik


Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat
dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan
mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia


1. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien telah
meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
2. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3. Pertahankan kontak mata dengan pasien
4. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi efektif
5. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
6. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang
sederhana.
7. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
8. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
9. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
10. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
11. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang cukup saat
berinteraksi.
12. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
13. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.(adelman, et al 2000)

Hambatan Komunikasi terapeutik pada lansia


1. Pasien dengan Defisit Sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait denganusia,
keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa16% -
24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan pendengaran
yangmempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006)
Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari
60% (Chia et al., 2006).
Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai presbyacussis,
yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi adalah suara
konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal dan akhir kata.Sebagai contoh, jika
anda berkata “Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi hari)”, pasien akan mendengar
vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “ Rake the hill in the morning (Dakilah
bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan, 2000 ; Ross et al ., 2007).
Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensamata
menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang pendek
seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang mengakibatkan
penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut
usia mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman penglihatan (mis. katarak, degenerasi
macular, glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes). Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari
70 tahun melaporkan penglihatannya yang buruk,dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya
cukup untuk jarak tertentu (Crews & Campbell,2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun,
30% melaporkan penglihatannya yang terganggu (Chia et al., 2006).
2. Pasien dengan Demensia
Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien pada
stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien
banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”,dan “anda
tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami atau
bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan,2000). Demensia memiliki efek yang merugikan pada
penerimaan dan ekspresi komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori
dan mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia
memiliki rentang konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik
tertentu (Miller, 2008).
Faktor yang paling kritis dalam berkomunikasi dengan pasien demensia adalah memantapkan
hubungan perawatan sesegera mungkin. Diatas segalanya yang paling penting adalah merawat
pasien dengan penuh martabat dan hormat. Ada kecenderungan untuk memperlakukan pasien
demensia seperti anak-anak atau berbicara dengan mereka sepertinya mereka adalah anak-anak.
Harus diingat bahwa pasien demensia kehilangan kemampuannya untuk berkomunikasi, bukan
kehilangan kepandaiannya. Mereka adalah orang dewasa yanghidup produktif dan layak
mendapatkan penghormatan. Pasien demensia juga sangat sensitif terhadap emosi orang lain. Pada
umumnya pasien tersebut, lebih merespon kepada bagaimana cara seseorang berbicara kepada
mereka daripada apa yang sebetulnya dikatakan (Smith et al .,2006 ; Miller, 2008).

Pendekatan untuk Berkomunikasi pada lansia


Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan pendengaran yang berkurang,
tataplah pasien sehingga pasien dapat membaca bibir dan menggunakan isyarat mata. Meminimalkan
kebisingan, dan berbicara pelan, jelas, dan dalam nada yang normal. Berteriak akan menghambat
komunikasi, mengubah nada berfrekuensi tinggi, dan mempersulit pasien untuk memahami kata-kata
anda. Jika suara anda melengking, meredam lengkingan ketika anda berbicara dapat membantu pasien
untuk mendengar anda dengan lebih baik. Ketika memberikan instruksi untuk medikasi, tes, atau
pengobatan, hindarkan untuk bertanya kepada pasien apakahdia mengerti. Orang dengan gangguan
pendengaran mungkin akan menjawab “ya” tanpa menyadari bahwa mereka belum mendengar apapun
atau salah memahami beberapa informasi.Pendekatan yang lebih baik untuk mengecek pemahaman
pasien adalah dengan meminta pasienuntuk mengulang instruksi (Adelman et al ., 2000). Akhirnya,
karena pendengaran memburuk dikemudian hari,appointment yang lebih awal umumnya lebih baik
(Veras & Mattos, 2007).
Ketika berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan penglihatan, lingkungan klinik dapat
diperbaiki dengan memperbanyak pencahayaan, menggunakan warna-warna kontras untuk membuat
objek lebih jelas (mis. kerangka pintu, kursi yang berada dilantai klinik), dan menggunakan huruf
yang besar serta berwarna kontras untuk setiap tanda. Setiap bahan dengan tulisan harus dicetak
paling tidak dengan huruf berukuran 14 diatas kertas berwarna. Direkomendasikan untuk
menggunakan dua sumber cahaya, pencahayaan untuk latar belakang dan lampu tertutup (Roter,
2000)

Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi


1. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang dialami, peruban fisik
organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di kembangkan serta penyakit yang
dapat di cegah progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan
solusinya karena riil dan mudah di observasi.
2. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan prilaku, maka umumnya
membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini perawat berperan
sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai
penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
3. Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dalam lingkungan.
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan
kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan
sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan Tuhan atau agama yang
dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.

Teknik Komunikasi Pada Lansia


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman yang
memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat juga harus mempunyai teknik-
teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai dengan
tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
1. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan sikap
peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud
komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika
berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang
terapeutik dengan klien lansia.
2. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakan bentuk perhatian
petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien
sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya
dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa
bantu…? berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap
aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
3. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang di
inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan,
maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena
umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan
petugas kesehatan.
4. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap
menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga
kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan mengagukan kepala
ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia
berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak
menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk menjadi
dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil
maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat
merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-
ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan
menggurui atau mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk
itu bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat membantu’.
5. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak berlangsung
dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan
lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di terima
dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa
minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.
6. Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan yang
terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar dan
ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di lakukan
tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan
kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.

Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia


Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila ada sikap
agresif dan sikan nonasertif.
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di bawah ini:
a) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
b) Meremehkan orang lain
c) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d) Menonjolkan diri sendiri
e) Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun tindakan.
2. Non asertif
Tanda tanda dari non asertif ini antara lain :
a) Menarik diri bila di ajak berbicara
b) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c) Merasa tidak berdaya
d) Tidak berani mengungkap keyakinaan
e) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f) Tampil diam (pasif)
g) Mengikuti kehendak orang lain
h) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.

Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar seiring dengan
menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan yang professional perawat di tuntut
mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips tertentu yang perlu
di perhatikan agar komunikasi berjalan gengan efektif antara lain
a) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
b) Keraskan suara anda jika perlu
c) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat melihat mulut anda.
d) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi gangguan
visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
e) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
f) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang tidak
mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi klien
untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat pendek dengan bahasa
yang sederhana.
h) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes
yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya di
buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang menggembirakan (misalnya denagn
senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
j) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
l) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan anda
menyelesaikan kalimat.
m) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.
n) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
o) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda. Orang ini biasanya
paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.
Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan
Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap
pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata atau sesuatu yang
merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang
terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga
dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan reaksi
penolakan, antara lain :
1) Kenali segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini merupakan
mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta lingkunganya.
2) Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap perawatan
yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan klien.
3) Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh sumber
informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana / tindakan dapat terealisasi dengan baik
dan tepat

Kendala-kendala dan hambatan dalam berkomunikasi dengan lansia

 Gangguan neurology sering menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi dapat juga karena
pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain.
 Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan, mengingat dan
respon pada pertanyaan seseorang.
 Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut membuat
tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
 Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
 Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling percaya.
Gangguan sensoris dalam pendengarannya
 Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan-pesan non-verbal.
 “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak orang
berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
 Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya focus pada rasa
sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak enak, dan lain-lain.
 Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek pengobatan dan
kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi atau dimensia, gangguan kontak
dengan realita.
 Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu banyak informasi
dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara, peerbedaan budaya, perbedaan,
bahasa, prejudice, dan strereotipes

Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia

1. Keterampilan Komunikasi Terapeutik, dapat meliputi :


 Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan lama
wawancara
 Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran
kemampuan untuk merespon verbal.
 Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya.
 Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir
abstrak
 Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal
seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh pasien.
 Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress
yang ada
 Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari wawancara pengkajian.
 Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap
mengobservasi.
 Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi pasien.
 Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin.
 . Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap, suara
berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
 Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang lain
yang sangat mengenal pasien.
 Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.
2. Prinsip Gerontologis untuk komunikasi
• Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
• Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
• Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik.
• Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
• Jangan berbicara dengan keras/berteriak, bicara langsung dengan telinga yang dapat
mendengar dengan lebih baik.
• Berdiri di depan klien.
• Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana
• Beri kesempatan bagi klien untuk berfikir.
• Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang tua, kegiatan
rohani.
• Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
• Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau keahlian

Prinsip-Prinsip Etik Pelayanan Kesehatan Pada Lansia

Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada derita usia lanjut adalah

a. Empati : istilah empati menyangkut pengertian : “simpati atas dasar pengertian yang mendalam”.
Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatric harus memandang seorang lansia yang
sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh
penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga
tidak memberi kesan over-protective dan belas kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatric
harus memahami proses fisiologi dn patologik dari penderita lansia.
b. Yang harus dan “jangan” : prinsip ini sering dikemukakan sebagai non-malefecience dan
beneficence, pelayanan geriatric selalu didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang baik
untuk penderita dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan (harm) bagi
penderita. Terdapat adagium primum non nocere (“yang terpenting jangan membuat seseorang
menderita“). Dalam pengertian ini, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari
ras nyeri, pemberian analgesic (kalau perlu dengan devirat morfin) yang cukup, pengucapan
kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungfkin mudah dan praktis untuk
dikerjakan.
c. Otonomi : yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan
nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri. Tentu sxsaja hak tersebut mempunyai
batasan, akan tetapi dibidang geriatric hal tersebut berdasar pada keadaan, apakah penderita
dapat membuat putusan secara mendiri dan bebas.
d. Keadilan : yaitu prinsip pelayanan geriatric harus memberikan perlakuan yang sama bagi semua
penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak
mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.

Anda mungkin juga menyukai