Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TENTANG BAYI TABUNG

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Asuhan Keperawatan Spiritual


Muslim

Disusun oleh :

Agnisa Hayati Wigundari ( 102018004 )

Larassati Aulia Triutami ( 102018018 )

Widya Anjani ( 102018022 )

Lisna Sukmayanti ( 102018023 )

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN 1 A

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH

Jln.K.H.A Dahlan Dalam No.6 Bandung

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya kami bisa menyusun,menulis,dan menyelesaikan Tugas Makalah
Asuhan Keperawatan Spiritual Muslim yang berjudul “ Bayi Tabung ” .

Pembuatan makalah ini banyak kekurangan dan kesalahan dalam


penyusunan maupun penulisan yang telah saya lakukan. Bukan hanya itu,dalam
pembuatan makalah saya belum begitu sempurna dalam segi apapun.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih pada pihak yang bersangkutan untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Untuk itu saya
menerima kritik dan saran dalam penulisan makalah ini agar bisa membuat
makalah ini dengan lebih baik lagi dari pada sebelumnya.

Bandung, Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada 2002-2003, hasil survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI),
memperlihatkan terdapat 1,6 persen wanita yang menikah mengalami masalah
kesuburan. Secara umum, tingkat infertilitas, pada kelompok laki-laki lebih
tinggi dibandingkan dengan infertilitas pada perempuan. Pada 2007, tercatat
sebanyak 3,7 persen pria menikah mengalami gangguan kesuburan lebih
tinggi dari wanita yang hanya 1,2 persen.pada 2012, proforsi pria dan wanita
yang mengalami gangguan kesuburan tak berbeda jauh, pria pada tingkat 1,2
persen dan wanita 1,1 persen.
Di indonesia, teknik bayi tabung mulai dikenal sejak 1980 an. Teknik ini
pertama kali berhasil dilakukan pada 1988 yang ditandai dengan kelahiran
Nugroho Karyanto, hasil bayi tabung pertama, pada 2 Mei 1988. Rumah sakit
pertama yang menggunakan teknik bayi tabung adalah Rumah Sakit anak dan
bersalin Harapan Kita, Jakarta.
Setiap tahunya bayi tabung semakin meningkat berdasarkan data
PERFITRI, pada 2009, siklus pada bayi tabung di Indonesia masih di bawah
1.000 dan meningkat hingga mencapai 2.627 siklus pada 2010. Pada siklus
2015, penggunaan bayi tabung tumbuh 21,98 persen dari 4.827 siklus pada
2014 menjadi 5.888 siklus pada 2015.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah merupakan rumusan pertanyaan yang akan diajukan dalam
makalah. adapun rumusan makalah ini sebagai berikut :
1. Apa definisi bayi tabung ?
2. Apa landasan hukum secara islam dan negara tentang bayi tabung ?
3. Apa dampak bayi tabung ?
4. Bagaimana peran perawat dalam memberikan edukasi terkait bayi tabung ?
5. Bagaimana contoh kasus bayi tabung dan pembahasannya ?
1.3 Tujuan
Tujuan merupakan suatu yang ingin dicapai dari suatu makalah. Adapun
tujuan penulisan dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bayi tabung.
2. Untuk mengetahui landasan huku secara islam dan negara bayi tabung
3. Untuk mengetahui dampak bayi tabung
4. Untuk mengetahui peran perawat dalam memberikan edukasi bayi tabung
5. Untuk mengetahui kasus bayi tabung dan pembahasannya
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Definisi bayi tabung
Dibantu reproduksi teknologi atau yang populer dengan teknologi
bayi tabung merupakan aplikasi teknologi dalam bidang lanjutan
manusia.Bayi tabung dalam bahasa kedokteran disebut Di Vitri
Pemupukan (IVF) . Divitro berasal dari bahasa latin berarti didalam
sedangkan pemupukan adalah bahasa inggris yang memiliki arti
pembuahan. Jadi bayi tabung adalah suatu upaya untuk terima kehamilan
dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel yelurterjadi pembuahan
dalam suatu wadah atau cawan petri ( semacam mangkuk jarak kecil )
khusus yang halini dilakukan oleh petugas medis mungkin karena proses
pembuahan tersebut terjadi di cawan kaca (seolah seperti tabung),akhirnya
masyarakat mengenalnya sebagai bayi tabung ( Nurjanah 2017).
Bayi tabung merupakan suatu teknologi lanjutan terdiri teknik pembuahan
sel telur didalam tubuh wanita prosesnya terdiri dari mengendalikan proses
ovulasi secara hormonal,pemindahan sel telur dsri ovarium dan
pembushsn oleh sel sperma dalam sebuah medium cair awal
berkembangnya teknik ini berawal dari ditemukannya teknik pengawetan
sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama kapan dibungkus dalam gliserol
yang dibneamkan dalam cairan nitrogen dalam suhu -321 derajat
fahrenheit (Nurjanah 2017).
B. Hukum Bayi Tabung
1. Menurut Islam
Bayi tabung menurut islam ada yang memperbolehkan dan ada
pula yang mengharamkan. Majelis ulama dalam Indonesia (MUI)
dalam fatwanya mengatakan bahwa bayi tabung dengan sperma dan
ovum dari pasangan suami istri yang sah hukumnya mubah(boleh).
Bayi tabung bisa dilakukan dengan sel sprema dan ovum suami
istri sendiri, baik dengan cara pengambilan sperma suami, kemudian
disuntikan ke dalam vagina atau uterus istri mampu dengan cara
pembuahan di luar rahim. Kemudian di tanam di rahim istri “maka hal
ini diperbolehkan asalkan keadaan suami istri tersebut benar-benar
memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan tersebut
memperoleh keturunan. Sebagaimana hadis yang mengatakan “Tidak
boleh mempersulit diri dan menyulitkan orang lain” (HR.Ibn majjah
yang bersumber dari Abi Sya’id Al-Hudri). Dalam kaidah fiqh juga
dikatakan “Kesulitan yang dialami dapat dihindarkan dalam agama.
Dasar hukum pembolehan bayi tabung sebagai berikut :
a. Qiyas (analogi). Dengan kasus penyerbukan kurma setelah Nabi
SAW hijrah ke Madinah, beliau melihat penduduk Madinah
melakukan pembuahan buatan (penyilangan atau perkawinan) pada
pohon kurma, lalu Nabi melarangnya, ternyata buahnya banyak
yang rusak setelah itu dilaporkan kepada Nabi, beliau berpesan
“Lakukan lah pembuahan pembuatan, kalian lebih tau urusan dunia
kalian”.
b. Kaidah hukum fiqh islam “ Al asyhufil asya al lilbahah hatta
yadulla dalil ‘ala tahrimihi”, pada dasarnya segala sesuatu itu
boleh, sampai ada dalil yang melarangnya.
Majelis tarjih Muhammadiyah, lembaga fiqh islam OKI dan NU
mengharamkan bayitabung, apabila hal itu dilakukan dengan bantuan
donor sperma dan ovum. Maka diharamkan karena hukumnya disamakan
dengan ‘zina’.
2. Menurut Negara
Tentang program pelayanan bayi tabung, dikeluarkan instruksi Mentri
Kesehatan RI No.379/Menkes/Inst/VIII/1990 tanggal 9 agustus 1990.
Adapun pertimbangannya adalah :
a. Bahwa program pelayanan bayi tabung memerlukan investasi yang
sangat mahal, baik ditinjau dari segi institusi pelayanan maupun
dari segi pasien.
b. Bahwa untuk menjamin pelayanan bayi tabung yang bermutu perlu
diadakan akreditasi terlebih dahulu terhadap sarana dan prasarana.
c. Bahwa program pelayanan bayi tabung mempunyai berbagai aspek
baik menyangkut moral, etika, hukum dan agama yang masih
perlupengkajian lebih mendalam oleh karena itu perlu
pengendalian terhadap program tersebut.
Berdasarkan surat keputusan majelis ulama Indonesia No.KEP-
952/MUI/XI/1990 tanggal 26 Nopember menetapkan:
1. Inseminasi buatan atau bayi tabung dengan sperma dan ovum
yang diambil daripasangan suami istri yang sah secara
muhtaram di benarkan oleh islam selama mereka masih dalm
ikatan suami istri
2. Inseminasi buata atau bayi tabung sprma dan ovum yang
diambil secara muhtaram dari pasangan suami istri untuk istri-
istrinya yang lain hukumnya haram atau tidak dibenarkan oleh
islam.
3. Inseminasi buatan atau bayi tabung dengan sperma dan ovum
yang diambil dari yang bukan suami istri hukumnya haram.
C. Dampak bayi tabung
1. Dampak negatif
1) Terjadinya stimulasi indung telur yang berlebihan
memungkinkan terjadinya penumpukan cairan dirongga perut
dan memberikan beberapa keluhan seperti rasa
kembung,mual,muntah, dan hilang selera makan.
2) Saat pengambilan sel telur dengan jarum menimbulkan resiko
pendarahan,infeksi, dan kemungkinan jaram mengenai
kandung kemih usus dan pembuluh darah
3) Risiko kehamilan kembar akan meningkat dengan banyak
embrio yang dipindahkan kedalam trahim. Hal ini akan
memberikan resiko akan persalinan prematur yang memerlukan
perawatan lama.Dengan mempertimbangan usia istri dan
pembatan jumlah embrio yang akan dipindahkan ke dalam
rahim dapat mengurangi resiko tersebut
4) Resiko akan keguguran dan kehamilan diluar kandungan
memberi pemberian hormon dan pemindaha embrio dengan
panduan ulrtrasonografi, keadaan tersebut diharapkan tidak
terjadi.
5) Resiko lain yang timbul dapat berupa biaya yang dikeluarkan,
kelelahan fisik dan steres emosional dalam menyikapi anatara
harapan dan kenyataaan yang terjadi selama mengikuti bayi
tabung.
2. Dampak positif
1. Anggota harapan kepada pasangan pasutri yang lambat punya anak
atau mandul
2. Membantu orang berbaring yang mengida penyakit
3. Mampu mengatasi masalah tidak kunjung memiliki anak bagi
penderita kelainan organ reproduksi lainnya
4. Memberikan harapan bagi kesejahteraan umat manusia.
5. Menghindari penyakit (seperti penyakit menurun/genetis,sehingga
untuk kedepan akan terlahir manusia yang sehat dan bebas dari
penyakit keturunan ).
6. Tidak perlu melakukan hubungan suamiistri berulang kali untuk
mendapatkan anak,melaikan hanya cukup memberikan sel telur
dari sang wanita dan sperma dari sang pria.
D. Peran perawat dalam memberi edukasi kepada bayi tabung
Pada proses pemberian edukasi terkait bayi tabung perawat sudah
mulai memberikan konseling untuk mengurangi kecemasan sehingga
tingkat kecemasan tidak meningkat, karena perawatlah yang pertama kali
melakukan pengkajian terhadap pasien, selain itu peran perawat dalam
program bayi tabung senantiasa ikut andil dalam kesehatan ibu yang
menjalani proses bayi tabung dengan memberitahu makanan dan minuman
apa saja yang harus dihindari, kebiasaan sang ibu terhadap kesehatannya,
memberi motivasi kepada sang ibu dan tidak menghakimi pasangan suami
istri yang menjalani program bayi tabung.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Contoh Kasus
Kasus SEWA RAHIM (Surrogate Mother) yang ada di indonesia
yaitu pada Januari tahun 2009 ketika artis Zarima Mirasuf diberitakan
melakukan penyewaan rahim untuk bayi tabung dari pasangan suami istri
pengusaha. Zarima, menurut mantan pengacaranya, Ferry Juan
mendapatkan imbalan mobil dan Rp 50.000.000 dari penyewaan rahim
tersebut. Sumber Detik Health.com.
B. Pembahasan Kasus
1. Sewa Rahim menurut hukum Indonesia
Hukum di Indonesia hanya membahas tentang cara alamiah yang
mana hasil pembuahan dari suami tersebut ditanamkan dalam
rahim isteri dari mana ovum seharusnya. Tentang hal ini dapat
dilihat dalam Pasal 127 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) . Dalam Pasal 127 UU
Kesehatan mengatur tentang kehamilan di luar cara alamiah hanya
dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan
ketentuan :
a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami yang
dibutuhkan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum
diterima;
b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian
dan kewenangan untuk itu;
c. pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Jadi, yang diizinkan oleh hukum Indonesia adalah metode
pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang ditanamkan di
rahim istri dari mana ovum diterima . Metode ini dikenal dengan
metode bayi tabung.
2. Sewa Rahim menurut hukum Islam
Dalam buku Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 3 , ulama besar
Mesir Dr. Yusuf Qaradhawi antara lain menulis bahwa semua ahli
fiqih tidak mengizinkan izin rahim dalam berbagai bentuknya (hal.
660). Menurutnya, para ahli fiqih dan para pakar dari bidang
kedokteran telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan suami-
istri atau salah untuk membantu pengembangan ilmu pengetahuan
demi membantu mereka memulai kelahiran anak. Namun, mereka
harus spermanya harus milik sang suami dan sel telur milik sang
istri, tidak ada pihak ketiga di antara mereka . Misalnya, dalam
masalah bayi tabung (hal. 659). Demikian tulis Qaradhawi.
Selanjutnya, Qaradhawi menulis, jika sperma berasal dari
laki-laki lain baik diketahui maupun tidak, maka ini diharamkan.
Begitupula jika sel telur berasal dari wanita lain, atau sel telur
milik sang istri, tapi rahimnya milik wanita lain, inipun tidak
diperbolehkan. Ketidakbolehan ini, menurut Qaradhawi,
dikarenakan cara ini akan menimbulkan sebuah pertanyaan
membingungkan, “Siapakah sang ibu bayi tersebut, apakah si
pemilik sel telur yang membawa karakteristik keturunan, ataukah
yang menderita dan menanggung rasa sakit karena hamil dan
melahirkan?” Padahal, ia hamil dan melahirkan bukan atas
kemauannya sendiri. Demikian Qaradhawi menjelaskan.
Lebih jauh Qaradhawi menulis:
“Bahkan, jika wanita tersebut adalah istri lain dari suaminya
sendiri, maka ini tidak diperbolehkan juga. Pasalnya, dengan cara
ini, tidak diketahui siapakah sebenarnya dari kedua istri ini yang
merupakan ibu dari bayi akan dilahirkan kelak. Juga, kepada
siapakah nasab (keturunan) sang bayi akan disandarkan, pemilik
sel telur atau si pemilik rahim?
Para ahli fiqih sendiri berbeda pendapat jika hal ini benar-
benar terjadi. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa ibu
sang bayi tersebut adalah si pemilik sel telur, dan saya lebih
condong kepada pendapat ini. Ada juga yang berpendapat bahwa
ibunya adalah wanita yang mengandung dan melahirkannya.
Makna lahiriah dari ayat Al-Qur’an, sejalan dengan pendapat ini,
yaitu dalam firman Allah swt,
‘Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan
mereka.’(al-Mujaadilah: 2)”
Demikian kami telah sajikan penjelasan berikut berbagai
pendapat mengenai hukum sewa rahim, dan status anak yang
dilahirkan dari sewa rahim. Dari berbagai macam pendapat yang
kami sajikan tersebut dapat terlihat bahwa pada dasarnya mengenai
praktik sewa rahim maupun status anak yang dilahirkan melalui
sewa rahim, masih terdapat pro kontra. Pada akhirnya, jika terjadi
sengketa sehubungan hal ini, Hakim di pengadilan lah yang akan
memutuskan penyelesaiannya.
3. Status danhak waris anak sewa rahim
a. Mengenai status anak yang lahir dari sewa rahim, pertama-
tama kita harus melihat terlebih dahulu mengenai anak-
anak yang sah. Pasal 42 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) . Dalam Pasal 42
UU Perkawinan yang menyetujui anak sah adalah anak
yang disetujui dalam atau sebagai perkawinan yang sah.
b. Sementara dalam hukum Islam, berdasarkan Pasal 99
Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) , yang disetujui dengan
anak sah adalah: Sebuah. anak yang membantu dalam
atau melakukan perkawinan yang sahhasil pembuahan
suami istri yang sah di luar rahim dan disetujui oleh istri
tersebut.
Sebenarnya, anak-anak yang pindah oleh si ibu dapat
mengambil alih dari milik rahim tersebut, anak-anak dari
pasangan suami-istri tersebut, hanya dapat diterima melalui
wanita lain.Akan tetapi, tentang hal ini Tentang beberapa
pendapat. Menurut Desriza Ratman (hal. 120), untuk
melihat golongan anak dari ibu pengganti , harus dilihat
dulu status perkawinan dari wanita pengganti . Menurutnya,
anak yang pindah dari sewa rahim dapat berstatus sebagai
anak di luar perkawinan yang tidak layak, jika status wanita
pengganti -nya adalah gadis atau janda. Dalam hal ini,
anak-anak yang setuju adalah “anak di luar perkawinan
yang tidak setuju”, yaitu anak yang mendukung karena
zina, yaitu dari anak perempuan laki-laki atau perempuan
lain. Akan tetapi, lanjut Desriza, anak tersebut dapat
menjadi anak sah jika status wanita pengganti -nya disetujui
dalam perkawinan yang sah (dengan bantuan), maka anak-
anak yang didukung adalah anak sah pasangan suami isteri
yang disewa rahimnya, sampai si bapak (suami dari wanita
pengganti) ) mengatakan “Tidak” berdasarkan Pasal 251,
Pasal 252, dan Pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata(“KUHPer”) dengan pemeriksaan darah atau DNA
dan keputusan tetap oleh pengadilan dan juga atas Undang-
Undang Perkawinan Pasal Seorang suami dapat
menyangkal sahnya anak-anak yang didukung oleh
isterinya bila mana ia dapat membantunya . Pengadilan
memberikan keputusan tentang sah / tidaknya anak atas
permintaan pihak yang berkepentingan.
Mengenai hak waris anak yang ditentukan dari sewa rahim,
menurut Desriza, hak waris anak akan ditentukan dari
status anak tersebut, apakah anak ini adalah anak di luar
perkawinan yang tidak memerlukan atau anak sah.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas , bayi tabung adalah suatu upaya untuk terima
kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur jadi
terjadi pembuahan dalam suatu wadah ataucawan petri (semacam
mangkuk kaca jarak kecil) khusus.
Bayi tabung merupakan suatu teknologi lanjutan terdiri teknik
pembuahan sel telur (ovum) diluar tubuh wanita. Prosesnya terdiri dari
mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telurdari
ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Adapun hukum bayi tabung dalam islam ada yang mengatakan
Mubah (boleh) yaitu menurut MUI dan Haram (tidak diperbolehkan) yaitu
menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah.
Bayi tabung ini bisa memberikan dampak posistif juga dampak
negatif, namun hal tersebut tergantung pada kesesuaian proses
yangdilakukan terhadap SOP.
B. Saran
Saran dari penyusun jika seseorang akan melakukan program bayi
tabung hendaknya dokter hanya mengizinkan dan melayani hanya pada
pasangan suami istri yang sah secara agama.Tidak pada ibu titipan atau
sperma penyumbang.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, R. W. L. (2001). Aspek Hukum Penyelenggaraan Bayi Tabung Dalam


Hukum Positif Indonesia. Perspektif Volume VI.

Hamdani, M.(2010). Pendidikan Agama Islam (Islam dan Kebidanan). Jakarta :


Trans Info Media

Idris, M. (2019). Bayi Tabung Dalam Pandangan Islam Volume 12.

Mahjuddin. (1990). Masaliul Fiqhyah Berbagai Kasus Yang Dihadapi Hukum


Islam Masa Sekaran. Jakarta : Kalam Mulia

Nurjannah.(2017). Hukum Islam dan Bayi Tabung (Analisis Hukum Islam


Kontemporer). (online). (http://repositori.uin-
alaudin.ac.id/4008/1/NURJANAH.pdf). Diakses pada 02 Oktober 2019
pukul 14.00 WIB.

Zubaidah, S. (1999). Bayi Tabung, Status Hukum dan Hubungan Nasabnya


Dalam Perspektif Hukum Islam. Al Mawarid Edisi VII.

Anda mungkin juga menyukai