Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

KEPERAWATAN MANDIRI MANAJEMEN NYERI PADA

PASIEN OSTEOARTRITIS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

NAMA :

1. NUR KHOLIDAH 6. RIZKI VELLIA

2. OKTA ANDRIYANI 7. SACHIAZAHRA B.

3. PUJI RAHAYU 8. SAUM INDAYANA

4. RIA KARTINI P. 9. TRY ARMA AYU

5. RIZKA VELLIA 10. YULIANA DEWI

PRODI/ TINGKAT : SARJANA TERAPAN / III

DOSEN PENGAJAR : Ns. SAHRAN, S.Kep, M.Kep

POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

PRODI SARJANA TERAPAN JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/ 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah AWT atas berkah dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah Keperawatan Medikal
Bedah III Keperawatan Mandiri Manajemen Nyeri Pada Pasien
Osteoatritis”. Makalah ini disusun sebagai salah satu Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III Prodi Sarjana Terapan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Bengkulu.

Dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini merupakan berkat dari


Allah SWT dan bimbingan serta saran yang telah diberikan dari berbagai pihak
kepada penulis. Tanpa adanya dorongan dan dukungan dari berbagai pihak
tersebut tidak mungkin penulis mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan
baik. Maka pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada
Bapak Ns. SAHRAN S.Kep, M.Kep sebagai Dosen Pengajar Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III. Serta kedua orang tua dan orang-orang yang
penuis cintai, yang telah memberikan dorongan dan saran kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan


dan kelemahannya. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi yang berkepentingan.

Bengkulu, November 2020

Penulis,

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4

A. LATAR BELAKANG ..........................................................................................4


B. TUJUAN ...............................................................................................................4

BAB II TINJAUAN TEORI ......................................................................................5

A. KONSEP OSTEOARTRITIS ..............................................................................5

1. PENGERTIAN ..................................................................................................5
2. EPIDEMIOLOGI ..............................................................................................5
3. PATOGENESIS .................................................................................................5
4. FAKTOR RISIKO .............................................................................................8
5. TANDA DAN GEJALA KLINIS ......................................................................10
6. PENATALAKSANAAN SECARA UMUM .....................................................12
7. PENATALAKSANAAN MANDIRI KEPERAWATAN ................................13
B. KONSEP RELAKSASI ........................................................................................14
1. PENGERTIAN .................................................................................................14
2. TUJUAN ............................................................................................................15
3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TEKNIK RELAKSASI
NAPAS DALAM TERHADAP PENURUNAN
NYERI ...................................................................................................................15
4. PROSEDUR TEKNK RELAKSASI NAPAS DALAM.................................. 15

BAB III PENUTUP ....................................................................................................17

KESIMPULAN......................................................................................................17
SARAN ..................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osteoartritis adalah penyakit sendi yang paling banyak ditemui,


dialami oleh populasi usia pertengahan ke atas. Osteoartritis ditandai
kerusakan progresif kartilago sendi dan menyebabkan perubahan struktur di
sekitar sendi. Perubahan-perubahan yang terjadi antara lain akumulasi
cairan, pertumbuhan tulang yang berlebih, kelemahan otot, dan tendon,
sehingga membatasi gerak dan menyebabkan nyeri dan bengkak. Sendi
yang sering terkena adalah sendi-sendi yang menahan berat tubuh (weigth-
bearing joint), seperti sendi lutut, panggul, dan tulang belakang.

Diagnosis osteoartritis didasarkan pada keluhan nyeri pada sendi


yang terkena, dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik yang memperlihatkan
pembesaran tulang pada persendian, akumulasi cairan, timbul krepitasi
selama bergerak, kelemahan otot, dan instabilitas sendi.

Pemeriksaan radiologis berguna sebagai penunjang diagnosis.


Tujuan terapi osteoartritis adalah mengurangi nyeri dan mengembalikan
fungsi sendi yang terkena. Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan
manajemen terpadu osteoartritis, yaitu mengkombinasikan terapi
farmakologi dan non-farmakologi.

B. Tujuan

Untuk mengetahui keperawatan mandiri apa saja yang dapat memanajemen


nyeri pada pasien osteoartritis.

4
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP OSTEOARTRITIS

1. Pengertian

Osteoarttritis merupakan penyakit yang berkembang dengan lambat,


biasa mempengaruhi sendi diartrodial perofer dan rangka aksial. Penyakit
ini ditandai dengan kerusakan dan hilangnya kartilago artikukar yang
berakibat pada pembentukan osteofit, rasa sakit, pergerakan yang terbatas,
deformitas, dan ketidakmampuan. Inflamasi dapat terjadi atau tidak pada
sendi yang dipengaruhi (Elin dkk, 2018)

2. Epidemiologi
Insiden dan prevalensi osteoarthritis bervariasi pada masing-masing
negara, tetapi data pada berbagai negara menunjukkan bahwa athritis jenis
ini adalah yang paling banyak ditemui, terutama pada kelompok usia
dewasa dan lanjut usia. Prevalensinya meningkat sesuai pertambahan usia
(Bethesda, 2013).
Prevalensi meningkat dengan meningkatnya usia dan pada data
radiografi menunjukkan bahwa osteoarthritis terjadi pada sebagian besar
usia lebih dari 65 tahun, dan pada hampir setiap orang pada usia 75 tahun
(Hansen & Elliot, 2005). Osteoarthritis ditandai dengan terjadinya nyeri
pada sendi, terutamanya pada saat bergerak (Priyanto, 2008).

3. Patogenesis
Berdasarkan penyebabnya, osteoarthritis dibedakan menjadi dua
yaitu osteoarthritis primer dan osteoarthritis sekunder. Osetoarthritis primer
atau dapat disebut osteoarthritis idiopatik, yang tidak memilik penyebab
yang pasti (tidak diketahui) dan tidak disebabkan oleh penyakit sistematik

5
maupun proses perubahan lokal sendi. Osteoarthritis sekunder terjadi
disebebabkan oleh inflamasi, kelainan sistem endokrin, metabolit,
pertumbuhan, faktor keturunan (herediter), dan immobilisasi yang terlalu
lama. Kasus osteoarthritis primer lebih sering dijumpai pada praktek sehari-
hari dibandingkan dengan osteoarthritis sekunder ( Soeroso dkk, 2006).
Selama ini osteoarthritis sering dipandang sebagai akibat dari proses
penuaan dan tidak dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa
osteoarthritis merupakan gangguan keseimbangan dari metabolise kartilago
dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum jelas diketahui
(Soeroso dkk, 2006). Kerusakan tersebut dapat diawali oleh kegagalan
mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera (Felson,
2008).
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi, yaitu
kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang
dasarnya. Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada
rentang gerak (range of motion) sendi (Felson, 2008).
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antara kertilago pada
permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat
gesekan. Protein yang disebut dengan lubrican merupakan protein pada
cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti
disekresikan apabila terjadi cidera dan peradangan pada sendi (Felson,
2008).
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu
mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan
balik yang dikirimkan memungkinkan otot dan tendon mampu memberikan
tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi sedang bergerak
(Felson, 2008).
Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari
pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi
memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk
menyelesaikan tugasnnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan

6
tekanan yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum
terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan
ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang diterima.
Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang
diterima (Felson, 2008).
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh
cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang
terjadi ketika bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat 10 dimampatkan
berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada
sendi sebelum timbulnya osteoarthritis dapat terlihat pada kartilago
sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago (Felson,
2008).
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu
kolagen tipe dua dan aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat,
membatasi molekul-molekul aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen.
Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam
hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago (Felson, 2008).
Kondrosit merupakan sel yang tedapat dijaringan vaskular,
mensintesis seluruh elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit
menghasilkan enzim pemecah matriks, yaitu sitokin [Interleukin-1 (IL-1),
Tumor Necrosis Factor (TNF)], dan juga faktor pertumbuhan. Umpan balik
yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk
melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang baru.
Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin
faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan (Felson, 2008).
Kondrosit mensintesis metalloproteinase matriks (MPM) untuk
memecah kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di
matriks yang dikelilingi oleh kondrosit. Namun pada fase awal
osteoarthritis, aktivitas serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian
permukaan dari kartilago (Felson, 2008).

7
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi
pergantian matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu
proses degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis
prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki
efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan
mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan
menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan
protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya
osteoarthritis (Felson, 2008).
Kartilago memiliki metabolisme yang lambat, dengan pergantian
matriks yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan
degradasi. Namun ada fase awal perkembangan osteoarthritis, kartilago
sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif (Felson, 2008).
Pada proses timbulnya osteoarthritis, kondrosit yang terstimulasi
akan melepaskan aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke
kartilago dan cairan sendi. Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta
jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur. Kegagalan dari
mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan
meningkatkan kejadian osteoarthritis pada daerah sendi (Felson, 2008).

4. Faktor Resiko
Resiko terkena osteoarthritis juga dapat berubah dari waktu ke waktu
tergantung pada usia dan gaya hidup seseorang. Terdapat beberapa faktor
resiko yang dapat dilihat pada pasien osteoarthritis secara umum seperti
berikut : (Anonim, 2006) :

1). Usia

Prevalensi dan keparahan osteoarthritis meningkat sering dengan


bertambahnya usia seseorang. Semakin meningkat usia seseorang,
semakin bertambah rasa nyeri dan keluhan pada sendi.

8
2). Berat badan

Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar kemungkinan


seseorang untuk menderita osteoarthritis. Hal ini adalah disebabkan
karena seiring dengan bertambahnya berat badan seseorang, beban
yang akan diterima oleh sendi pada tubuh makin besar. Beban yang
diterima oleh sendi akan memberikan tekanan pada bagian sendi
yang berpengaruh, contohnya pada bagian lutut dan pinggul.

3). Trauma

Trauma pada sendi atau penggunaan sendi secara berlebihan. Atlet


dan orang-orang yang memiliki pekerjaan yang memerlukan gerakan
berulang memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena
osteoarthritis karena mengalami cidera dan peningkatan tekanan
pada sendi tertentu. Selain itu, terjadi juga pada sendi dimana tulang
telah retak dan telah dilakukan pembedahan.

4). Genetika

Genetika memainkan peranan dalam perkembangan osteoarthritis.


Kelainan warisan tulang mempengaruhi bentuk dan stabilitas sendi
dapat menyebabkan osteoarthritis. Nodus Herberden adalah 10 kali
lebih banyak terjadi pada wanita dibanding laki-laki, dengan risiko
dua kali lipat jika ibu kepada wanita itu mengalami osteoarthritis
(Hansen & Elliot, 2005). Nodus Herberden dan Nodus Bouchard
terjadi pada bagian sendi pada tangan.

5). Kelemahan pada otot

Kelemahan pada otot-otot sekeliling sendi dapat menyebabkan


terjadinya osteoarthritis. Kelemahan otot dapat berkurang
disebabkan oleh faktor usia, inaktivasi akibat nyeri atau karena
adanya peradangan pada sendi.

6). Nutrisi

9
Metabolisme normal dari tulang tergantung pada adanya vitamin D.
Kadar vitamin D yang rendah di jaringan dapat mengganggu
kemampuan tulang untuk merespons secara optimal proses
terjadinya osteoarthritis dan akan mempengaruhi perkembangannya.
Kemungkinan vitamin D mempunyai efek langsung terhadap
kondrosit di kartilago yang mengalami osteoarthritis, yang terbukti
membentuk kembali reseptor vitamin D.

5. Tanda – tanda dan gejala klinis


Gejala pada penyakit osteoarthritis bervariasi, tergantung pada sendi
yang terkena dan seberapa parah sendinya berpengaruh. Namun, gejala
yang paling umum adalah kekakuan, terutamanya terjadi pada pagi hari
atau setelah istirahat, dan nyeri. Sendi yang sering terkena adalah punggung
bawah, pinggul, lutut, dan kaki. Ketika terkena di daerah sendi tersebut
akan mengalami kesulitan untuk melakukan kegiatan seperti berjalan,
menaiki tangga, dan mengangkat suatu beban. Bagian lain yang sering
terkena juga adalah leher dan jari, termasuk pangkal ibu jari. Ketika bagian
jari dan sendi tangan terkena osteoarthritis dapat membuat keadaam
bertambah sulit terutama untuk memegang suatu objek untuk melakukan
pekerjaan (Anonim, 2006).
Pada umumnya, pasien osteoarthritis mengatakan bahwa keluhan-
keluhan yang dirasakan telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara
perlahan. Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien
osteoarthtitis :
1) Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri
biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang
dengan istirahat. Beberapa gerakan yang tertentu terkdang
dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain.
Perubahan ini dapat ditemukan meski osteoarthritis masih
tergolong dini (secara radiologis) (Soeroso dkk, 2006).

10
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan
kartilago pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri.
Sehingga dapat diasumsikan nyeri yang timbul pada
osteoarthritis berasal dari luar kartilago (Felson, 2008). Pada
penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber
dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi
(sinovitis), efusi sendi, dan edema sumsum tulang (Felson,
2008). Osteofit merupakan salah satu penyebab dari timbulnya
rasa nyeri. Ketika osteofit tumbuh, terjadi proses inervasi
neurovascular yang menembusi bagian dasar tulang hingga ke
bagian kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang
berkembang. Hal ini yang menyebabkan timbulnya nyeri
(Felson, 2008).
Nyeri juga dapat timbul dari bagian luar sendi, termasuk
pada bagian bursae di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di
lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom iliotibal
band (Felson, 2008).
2) Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara


perlahan sejalan dengan pertumbuhan rasa nyeri (Soeroso dll,
2006)

3) Kaku pagi

Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri
atau setelah tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di
kursi atau duduk di mobil dalam waktu yang cukup lama,
bahkan setiap bangun tidur pada pagi hari (Soeroso dkk, 2006).
4) Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang
sakit. Gejala ini umum dijumpai pada pasien osteoarthritis lutut.
Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang

11
patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat
terdengar hingga jarak tertentu (Soeroso dkk, 2006).
5) Pembesaran sendi (deformitas)

Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar (Soeroso


dkk, 2006).

6) Pembengkakan sendi yang asimetris


Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi
pada sendi yang biasanya tidak banyak (< 100 cc) atau karena
adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah
(Soeroso dkk,2006).
7) Tanda – tanda peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna
kemerahan) dapat dijumpai pada osteoarthritis karena adanya
sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul
pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering
dijumpai pada osteoarthritis lutut (Soeroso dkk, 2006).
8) Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang membebankan pasien dan


merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien
osteoarthritis, terutama pada pasien lanjut usia. Keadaan ini
selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat
badan tertentu pasa osteoarthritis lutut ( Soeroso dkk, 2006)

6. Penatalaksanaan secara umum

a. Pendidikan pada pasien mengenal penyakitnya dan penatalaksanaan


yang akan dilakukan sehingga terjalin hubunganbaik dan terjamin
ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.

12
b. OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) diberikn sejak dini untuk
mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai.

c. DMARD (Desease Modifying Antirheumatoid Drugs) digunakan untuk


melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat athritis
reumatoid. Keputusan penggunaannya tergantung pertimbangan risiko
manfaat oleh dokter.

d. Rehabilitasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas harapan hidup


pasien. Caranya antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang
terlibat, latihan, pemanasan, dan sebagainya. Fisioterapi dimulai segera
setelah rasa sakit pada sendi berkurang atau minimal.

e. Pembedahan Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak


berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat. Dapat dilakukan
pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien arthritis
reumatoid umumnya bersifat orthopedic, misalnya sinovectomi,
artrodesis, memperbaiki deviasi ulnar.

7. Penatalaksanaan mandiri keperawatan

 Bimbingan Antisipasi

Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan


dengan nyeri, menghilangkan nyeri dan menambah efek tindakan
untuk menghilangkan nyeri yang lain. Cemas yangsedang akan
bermanfaat jika klien mengantisipasi pengalaman nyeri.

 Distraksi

Sistem aktivasi retikular menghambat stimulusyang


menyakitkan jika seseorang menerima masukan sensori yang
menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin. Individu yang
merasa bosan atau diisolasi hanya memikirkan nyeri yang
dirasakan sehingga ia mempersepsikan nyeri tersebut dengan lebih
akut. Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan

13
degan demikian menurunkan kewaspadaan trerhadap nyeri bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri.

 Hipnosis Diri

Hipnosis dapat membantu menurunkan persepsi nyeri melalui


pengaruh sugesti positif untuk pendekatan kesehatan holistik,
hipnosis diri menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan
yang nyaman dan damai.d.Relakasasi dan teknik imajinasiKlien
dapat merubah persepsi kognitif dan motivasi-afektif. Latihan
relaksasi progresif meliputi latihan kombinasi pernapasan yang
terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot.

Klien mulai latihan berbafas dengan perlahan dan


menggunakan diafragma, sehingga memungkinkan abdomen
terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Saat
klienmelakukan pola pernapasan yang teratur, perawat
mengarahkan klien untuk melokalisasi setiap daerah yang
mengalami ketegangan otot, berpikir bagaimana rasanya,
menenangkan otot sepenuhnya dan kemudian merelaksasikan otot-
otot tersebut.

B. KONSEP RELAKSASI

1. Pengertian

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan


dan stres. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) danbagaimana menghembuskan napas secara perlahan,
Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah
(Smeltzer & Bare, 2002).

14
2. Tujuan

Menyatakan bahwa tujuan teknikrelaksasi napas dalam adalah untuk


meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress
fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan
kecemasan.(Smeltzer & Bare, 2002)

3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Teknik Relaksasi Napas Dalam


Terhadap Penurunan Nyeri

a. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang


disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang
mengalami spasme dan iskemic.
b. Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin.
c. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alatRelaksasi melibatkan sistem
otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah
dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu.(Smeltzer & Bare, 2002)

4. Prosedur Teknik Relaksasi Naps Dalam (Potter, P:2005)

Bentuk pernapasan yang digunakan pada prosedur ini adalah


pernapasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diagfragma
selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas
sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi.

Adapun langkah-langkah teknik relaksasi napas dalam adalah


sebagaiberikut:

a. Duduk dengan seluruh punggung bersandar pada kursi.

b. Letakkan kaki datar pada lantai.

15
c. Letakkan kaki terpisah satu sama lain.

d. Letakkan tangan pada sisi atau letakkan pada lengan kursi.

e. Pertahankan kepala sejajar dengan tulang belakang.

f. Ciptakan lingkungan yang tenang.

g. Usahakan tetap rileks dan tenang.

h. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1,2,3.

i. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan


ekstrimitas atas dan bawah rileks.

j. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali.

k. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut


secara perlahan-lahan.

l. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks.

m. Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam.

n. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri.

o. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang

16
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Osteoartritis adalah penyakit sendi yang paling banyak ditemui, dialami
oleh populasi usia pertengahan ke atas. Osteoartritis ditandai kerusakan
progresif kartilago sendi dan menyebabkan perubahan struktur di sekitar
sendi. Perubahan-perubahan yang terjadi antara lain akumulasi cairan,
pertumbuhan tulang yang berlebih, kelemahan otot, dan tendon, sehingga
membatasi gerak dan menyebabkan nyeri dan bengkak. Nyeri musculoskeletal
yaitu nyeri yang berasal dari sistem musculoskeletal, yang terdiri dari tulang,
sendi dan jaringan lunak pendukung yaitu otot, ligamen, tendo dan bursa

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan
dan kelemahannya. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi yang berkepentingan.

17

Anda mungkin juga menyukai