Anda di halaman 1dari 18

NAMA: TRY ARMA AYU

NIM: P05120318039
TOPIK PENELITIAN
Tema Keperawatan gerontik
 

Topic Hipertensi
 

Judul Pengaruh olahraga jalan kaki terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan
hipertensi diwilayah X tahun 2021
 

Variable dependen Olahraga jalan kaki


Variable independen Penurunan tekanan darah
 

Tempat X
Sasaran Lansia

  Pengukuran dilakukan dengan kuisioner yg dikatagorikan menjadi 2 yaitu turun atau tidak
Pengukuran
LATAR BELAKANG
World health organization (WHO) melaporkan bahwa
hipertensi atau tekanan darah tinggi menjadi penyebab
kematian 12,8% dari total penyebab kematian didunia. Salah
satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari
harapan hidup penduduknya. Demikian juga Indonesia
sebagai Negara berkembang. Pada tahun 2020, jumlah
lansia di Indonesia di proyeksikan sebesar 11,34% (BPS,
1992). Semakin meningkatnya harapan hidup penduduk
Indonesia, maka dapat diperkirakan bahwa insidensi
penyakit degenerative akan meningkat pula. Salah satu
penyakit degenerative yang mempunyai tingkat morbiditas
dan mortalitas adalah hipertensi.
Hipertensi diusia lanjut menjadi lebih penting lagi, mengingat bahwa
pathogenesis, perjalanan penyakit, dan penatalaksanaannya tidak
seluruhnya sama dengan hipertensi pada usia dewasa muda. Hipertensi
sering diberi gelar the silent killer karena merupakan pembunuh
tersembunyi yang menyebabkan kematian yang tanda-tanda awalnya
tidak diketahui atau tanpa gejala sama sekali. Dampak dari hipertensi
menyebabkan risiko terjadinya kerusakan pada kardiovaskuler, otak,
dan ginjal sehingga menyebabkan terjadinya komplikasi beberapa
penyakit, seperti stroke, infark miokard, gagal ginjal, dan gagal jantung
bahkan menyebabkan kematian.
Hasil survey WHO tahun 2013 pada tahun
2012 jumlah kasus hipertensi didunia adalah
839 juta kasus. Diperkirakan akan semakin
meningkat tahun 2025 dengan jumlah 1,15
miliar kasus atau sekitar 29% dari total
penduduk dunia. Prevalensi hipertensi di
Indonesia sebesar 26,5% pada tahun 2013,
tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan
dan/atau riwayat minum obat sebesar 9.5%
(kemenkes RI, 2013), yang artinya bahwa
90,5% masyarakat yang menderita hipertensi
belum menyadari bahwa mereka menderita
hipertensi. Hal ini menandakan bahwa tingkat
kepedulian dan pengetahuan masyarakat yang
menderita hipertensi masih sangat rendah, hal
itulah yang membuat sebagian masyarakat
yang menderita hipertensi belum terdiagnosis
dan terjangkau oleh pelayanan kesehatan.
Pengaruh berolahraga khususnya berjalan kaki terhadap
penurunan tekanan darah dapat mencegah dan mengurangi
komplikasi kardiovaskuler, hal ini disamoaikan oleh organisasi The
Amirican Heart Association, the Amirican College of Sports
Medicine, the surgeon general of the unit-cardiorespied states
telah mengeluarkan pernyataan yang mendukung peran aktivitas
fisik atau olahraga sebagai pengobatan non farmakologis pada
hipertensi. Jalan kaki dapat memberikan manfaat bagi tubuh kita
terutama pada jantung, otot, persendian, tulang, metabolism,
bobot badan, dan juga fikiran. Berolahraga dengan berjalan kaki
secara teratur dapat menguatkan jantung, serta dapat
meningkatkan efisiensi kerjanya dalam memompa darah(isnawati
et al,2009).
Tema Keperawatan Anak
 
Topic Karies gigi
 
Judul Pengaruh penerapan dongeng untuk mengurangi karies gigi pada anak
pra sekolah tit k X tahun 2021
 

Variable dependen Penerapan dongeng


Variable independen Mengurangi Karies gigi
Tempat Taman kanak-kanak
 
Sasaran Anak usia pra sekolah
  Pengukuran dilakukan dengan kuisioner yg dikatagorikan menjadi 2 yaitu
Pengukuran berkurang atau tidak
Latar Belakang
Sehat menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu keadaan
sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas
dari penyakit atau kecacatan (World Health Organization, 1998). Kondisi
sehat yang dirasakan dapat membuat individu menjalani kehidupannya
dengan baik. Dalam pencapaian ke kondisi yang sehat, maka individu
juga perlu untuk berperilaku sehat.
Perilaku sehat merupakan tindakan yang dilakukan baik secara langsung
atau tidak langsung, untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya serta mencegah dari risiko penyakit (Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, 2011). Tidak terbatas untuk
kalangan dewasa, perilaku sehat juga perlu dibiasakan sejak usia dini.
Manfaat perilaku sehat yang diajarkan sejak dini dapat membantu anak
terbebas dari serangan berbagai macam penyakit, serta membantu
anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Menurut Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini (2011)
perilaku sehat dapat diwujudkan dengan memperoleh gizi yang sesuai
dengan kebutuhan, melakukan olahraga secara rutin, memiliki waktu
istirahat dan tidur yang cukup, menjaga kebersihan diri dan lingkungan
serta melakukan perawatan gigi dan mulut. Di Indonesia, terdapat
program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang bertujuan untuk
meningkatkan perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran
sehingga keluarga atau anggota keluarga dapat menolong dirinya sendiri
di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan -kegiatan
kesehatan di masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2009). Sayangnya,
di dalam program tersebut belum fokus dalam menjelaskan kesehatan
perawatan gigi dan mulut.
Perawatan gigi dan mulut penting dilakukan sebab sebagai pintu
masuknya makanan ke dalam tubuh. Jika masih terdapat sisa-sisa
makanan pada sela-sela gigi, dapat mengembangkan bakteri dan hal ini
berdampak pada terjadinya karies gigi. Karies gigi merupakan salah satu
gangguan kesehatan pada gigi yang dapat menyebabkan gigi menjadi
keropos, berlubang bahkan patah (Widayati, 2014). Ketidaknyamanan
yang dirasakan akibat terjadinya karies gigi juga dapat menghambat
asupan makanan di dalam tubuh. Kondisi ini akan mempengaruhi
tumbuh dan kembang anak menjadi kurang optimal.
Beberapa penelitian menunjukkan permasalahan karies gigi pada anak.
Penelitian Fukai, Yano, Kamachi, & Nakamura (2012) menemukan bahwa
sebanyak 4,3% anak usia 3-5 tahun dapat terinfeksi karies gigi disebabkan
karena mengkonsumsi makanan manis. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Permatasari & Andhini (2014) dan Widayati (2014)
menemukan bahwa anak usia 4-6 tahun rentan mengalami karies gigi yang
disebabkan oleh kebiasaan mengkonsumsi makanan manis dan minum
susu, serta pola jajan yang buruk. Makanan manis memang banyak disukai
oleh anak-anak, namun kurangnya perawatan gigi dapat memperbesar
peluang terjadinya permasalahan gigi. Di Indonesia, terjadi peningkatan
permasalahan gigi dan mulut tertinggi pada kelompok usia 4-9 tahun yaitu
sebesar 7,3% (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014).
Memberikan pengetahuan pada anak Taman Kanak-Kanak dapat dilakukan dengan
cara yang menyenangkan, salah satunya ialah dengan metode dongeng. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, dongeng merupakan cerita yang tidak benar-benar
terjadi. Melalui dongeng, pesan moral dapat disampaikan dengan mudah, melatih
imaginasi, memberikan kesan dan inspirasi bagi anak (Fadhli, 2015). Penelitian
Ahyani (2010) menunjukkan bahwa metode dongeng dapat efektif untuk
meningkatkan kecerdasan moral sebesar 34% pada anak usia 4-6 tahun. Hal ini
sejalan dengan penelitian Sumartini, Antara, & Magta (2017) yang menemukan
bahwa metode dongeng dapat berpengaruh terhadap karakter anak usia dini. oleh
sebab itu, penelitian ini berfokus untuk menggunakan metode dongeng sebagai
media pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku menggosok
gigi pada anak Taman Kanak-Kanak. Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
metode dongeng dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku menggosok gigi
pada anak Taman Kanak-Kanak.
Tema Keperawatan gerontik
 

Topic Rhematoid arthtritis


 

Judul Pengaruh kompres hangat rebusan jahe terhadap penurunan skala nyeri pada
lansia dengan rheumatoid arthtritis diwilayah X tahun 2021

Variable dependen Kompres hangat rebusan jahe


Variable independen Penurunan skala nyeri
 

Tempat X
Sasaran Lansia
 

  Pengukuran dilakukan dengan kuisioner yg dikatagorikan menjadi 2 yaitu turun


Pengukuran atau tidak
Latar Belakang
Rheumatoid Artritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun secara
simetris pada persendian tangan dan kaki yang mengalami peradangan
sehingga menyebabkan terjadinya pembengkakan, nyeri dan dapat
menyebabkan kerusakan pada bagian sendi (Junaidi, 2014).
Penyakit Rheumatoid Artritis (RA) diawali dengan persendian yang
terasa kaku dan bisa berujung pada kelumpuhan permanen, penyakit ini
bisa terjadi pada siapapun baik itu pria dan juga wanita. Penyakit RA
jika dibiarkan terus berlanjut akan berada dalam tahapan 2 tahun
gangguan biasa, gangguan biasa yang bisa menyebabkan gangguan
sendi pembengkakan dan nyeri, 10 tahun gangguan berat yang bahkan
bisa membuat tubuh menjadi lumpuh (Hendayani & Sari, 2018).
Penyakit rheumatoid artritis harus mendapat perhatian dalam
penanganannya terutama pada usia di atas 40 tahun sebagai
upaya penting dalam peningkatan derajat kesehatan
masyarakat (Safitri & Utami, 2019).
Menurut World Health Organitation (WHO) 2015 Angka
kejadian rematik mencapai 20% dari penduduk dunia yang
telah terserang rematik, dimana 5-10% adalah mereka yang
berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang berusia 55 tahun
(Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan hasil penelitian Riskesdas 2017 prevalensi nyeri
rematik di Indonesia mencapai 25,6% hingga 33,3%, angka ini
menunjukkan bahwa nyeri akibat rematik sangat mengganggu
aktivitas masyarakat Indonesia.
Penatalaksanaan penderita rheumatoid artritis dapat dilakukan dengan
metode farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi farmakologi berupa
non steroidal anti inflamatory drugs (NSAID), Disease Modifying
Antirheumatic Drugs (DMARD) tetapi obat tersebut dapat memperberat
kondisi osteoartritis karena konsumsi dalam jangka waktu yang lama
merupakan faktor penyebab mordibitas dan mortalitas utama.
Kekurangan terapi obat NSAIDdan DMARD pada pada sistem organ
yang lain dapat menyebabkan erosi mukosa lambung, ruam atau erupsi
kulit, menimbulkan nekrosis papilar ginjal, gangguan fungsi trombosit
dan meningkatkan tekanan darah (Sunarti & Alhuda, 2018). Sehingga
terapi non farmakologi menjadi pilihan terbaik dan efektif untuk
menurunkan intensitas nyeri. Terapi non farmakologi dapat berupa
terapi pijat kaki pada pagi dan sore hari dan kompres hangat
berkombinasi dengan jahe merah untuk penurunan intensitas nyeri.
(Sunarti & Alhuda, 2018).
Nyeri merupakan pengalaman sensori serta emosi yang tidak
menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan.
Adanya nyeri terutama pada sendi dapat menyebabkan gangguan
pergerakan sendi dan akibatnya dapat mempengaruhi otot dan jaringan
sekitar sendi karena spasme otot (Saifudin, 2018). Jahe memiliki
kandungan air dan minyak tidak menguap dan memiliki efek
farmakologis dan fisiologi seperti memberikan efek rasa panas, anti
inflamasi, analgesik, antioksidan, antitumor, antidiabetik, antiobesitas,
antimeatik selain itu dengan memberikan efek panas, jahe juga
memberikan efek pedas dimana kandungan gingerol, gingediasetat,
gingerdion, dan gingeronan kandungan aktif pada jahe yaitu gingerol
dan shagol memiliki berat molekul 150-190 Da, lipofisiltas log P
berkirasan 3.5 yang menunjukan potensi baik untuk mentrasi kulit,
selain itu zingeron dan 1-debydrol gingerdione memberikan efek sangat
bagus yaitu pencegahan proses inflamasi (Yanti, Arman,
Rahayuningrum, 2019:Sunarti & Alhuda, 2018).
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai