disusun oleh:
Fina Sartikawati (102018002)
Agnisa Hayati Wigundari (102018004)
Resti Septini (102018006)
Muhammad Wahyudin (102018007)
Dina Marlina (102018008)
Arusal Yuliani (102018010)
Eka Jul Cahya Putri (102018011)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Medikal
Bedah II Peranan Perawat Dalam Persiapan Dan Tindakan Perioperatif
Adapun makalah Keperawatan Medikal Bedah II Peranan Perawat Dalam Persiapan
Dan Tindakan Perioperatif ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah
ini. Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah
Keperawatan Medikal Bedah II Peranan Perawat Dalam Persiapan Dan Tindakan
Perioperatif.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari Keperawatan Medikal Bedah II
Peranan Perawat Dalam Persiapan Dan Tindakan Perioperatif ini dapat diambil manfaatnya
sehingga dapat memberikan pengetahuan pada pembaca. Selain itu, kritik dan saran dari
Anda kami tunggu untuk perbaikan makalah ini nantinya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................2
A. Modalitas Menejemen Keperawatan Perioperatif........................................................2
B. Pengkajian Yang Harus Dilakukan Selama Proses Preoperatif....................................4
C. Asuhan keperawatan pasien pre operatif......................................................................7
D. Asuhan keperawatan pasien intra operatif.................................................................16
E. Asuhan keperawatan pasien pasca operatif................................................................19
F. Kajian kasus perioperative dalam pandangan islam..................................................29
BAB III PENUTUP..............................................................................................................31
A. Kesimpulan................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan preoperative adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien.
Kata perioperative adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman
pembedahan preoperative, intraoperative dan paska operatif. Masing – masing dari pase
ini dimulai dan berakhir pada waktu tertentu dalam urutan peristiwa yang membentuk
pengalaman bedah, dan masing – masing mencakup rentang perilaku dengan aktifitas
keperawatan yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses
keperawatan dan standar praktik keperawatan.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui modalitas manajemen keperawatan perioperative
2. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan perioperative
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien pra operatif
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan intra operatif
5. Untuk mengetahui keperawatan pasca operatif
6. Untuk mengetahui kajian perioperative dalam pandangan islam
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
3
anastesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di
atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip kesimetrisan tubuh
(Smeltzer, 2010).
Pengkajian yang dilakukan perawat kamar bedah pada fase intra operatif lebih
kompleks dan harus dilakukan secara cepat dan ringkas agar segera dilakukan
tindakan keperawatan yang sesuai. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien
yang bersifat resiko maupun aktualakan didapatkan berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman keperawatan. Implementasi dilaksanakan berdasarkan pada tujuan yang
diprioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim operasi, serta melibatkan tindakan
independen dan dependen (Muttaqin, 2009)
5. Fase Post Operatif
Fase post operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan
(recovery room) atau ruang intensive dan berakhir berakhir dengan evaluasi tindak
lanjut pada tatanan rawat inap, klinik, maupun di rumah.lingkup aktivitas
keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini
fokus pengkajian meliputi efek agen anastesi dan memantau fungsi vital serta
mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut, serta
rujukan untuk penyembuhan, rehabilitasi, dan pemulangan (Hipkabi, 2014)
informasi tentang faktor yang berhubungan dengan cedera seperti posisi ketika cedera
terjadi, apakah kecelakaan menyebabkan korban kehilangan kesadaran, informasi ini
akan membantu pengkajian resiko pembedahan atau mengidentifikasi kondisi yang
mendasari luka.
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua klien yang akan menjalani operasi
untuk mengidentifikasi status kesehatan saat ini dan sebagai data dasar menjad
untuk pembanding selama dan setelah pembedahan. Kaji bagian tubuh yang akan
dioperasi catat temuan yang tidak lazim seperti lesi atau denyut yang lemah
kemudian kaji sistem tubuh secara umum diantaranya :
a. Pemeriksaan kardiovaskuler
Catat apabila tedapat sesak nafas, akibat aktifitas ringa, hipertensi, mur-mur
jantung atau galoop s3, dan nyeri dada. Pemeriksaan lain untuk mengetahui
sistem fungsi kardiovaskuler mencakup EKG, terutama klien berusia diatas 40
tahun.
b. Pemeriksaan respiratori
Pemeriksaan yang termasuk seperti pemeriksaan sesak nafas clubbing finger,
nyeri dada, sianosis dan batuk, baik batuk berdahak yang kental atau encer
kemudiaan tanyakan kebiasaan merokok dank lien yang merokok harus
didorong berhenti merokok sesegera mungkin sebelum operasi. Karena
kandungan nikotin pada rokok dapat penyebabkan fase kontriksi. Sedangkan
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi rontgen dada mendeteksi
abnormalitas paru seperti infeksi, kolaps alveoli atau segmen paru, tumor,
fraktur iga dan ukuran jantung. pemeriksaan untuk oksigenasi adalah AGD.
c. Pemeriksaan muskuluskeletal
Pemeriksaannya meliputi riwayat atritis fraktur, kontraktur, cedera sendi,
atau gangguan muskuluskeletal adalah faktor penting pada pengaturan posisi
tubuh saat operasi dan bantuan setelah operasi. Sedangkan yang dapat dikaji
bisa melalui gerakan aktif dan pasif ataupun riwayat yang didapatkan atau
rekamedis
6
d. Pemeriksaan gastrointestinal
Penyakit gastrointestinal yang berhubungan dengan hasil pembedahan yang
buruk yaitu malnutrisi dan mual muntah dalam waktu yang sama. Sistem
gastrointestinal diperiksa jika operasi dilakukan di area abdomen. Kemudian
kaji normal BAB pasca operasi apabila terdapat konstipasi dalam waktu lama
mungkin mengalami kesulitan mengembalikan fungsi usus yang biasanya.
e. Pemeriksaan integritas kulit
Catat dan laporkan apabila ada lesi, ulkusdekubitus, jaringan nekrotik, turgor
kulit, tema, atau perubahan warna kulit. Catat ukuran warna dan lokasi lesi.
f. Pemeriksaan ginjal
Tanyakan untuk mengkaji status renal, tanyakan pola buang air kecil dan
frekuensinya. Awasi penampakan warna urin. Pengkajian praoperasi yang umum
dilakukan adalah urea nitrogen (BUN) dan kreatinin serum urinalis.
g. Pemeriksaan fungsi hati
Pengkajiannya meliputi penurunan kadar albumin yang membuat
perpindahan cairan dan infeksi luka tambahan.
2. Diagnosa keperawatan
a. Cemas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian
b. Takut berhubungan dengan tindakan pembedahan atau anastesi
c. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
3. Perencanaan keperawatan
a. Memperlihatkan tanda – tanda tidak ada kecemasan
b. Memperlihatkan tanda – tanda tidak ada ketakutan
c. Resiko infeksi tidak terjadi
4. Implementasi keperawatan
a. Memberikan pemberian pendidikan kesehatan preoperative
Pemberian pendidikan kesehatan preoperative
di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara praoperatif dan menyiapkan pasien untuk
anstesi yang diberikan dan pembedahan.
Prioritas pada prosedur pembedahan yang utama adalah informed consent yaitu
pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang
berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan dilaksanakan
dan juga menjaga rumah sakit dan petugas kesehatan dari klien dan keluarga mengenai
tindakan tersebut. Informasi yang perlu dijelaskan antara lain: kemungkinan resiko,
komplikasi, perubahan bentuk tubuh, kecacatan, dan pengangkatan bagian tubuh yang
dapat terjadi selama operasi. Kegiatan pra-operatif yaitu:
1. Pendidikan pasien (patient teaching)
2. Menyiapkan area operasi (skin preparation)
3. Pengelolaan obat-obatan.
Persiapan yang baik akan mempengaruhi tingkat keberhasilan operasi disamping
faktor usia, status nutrisi, penyakit kronis dan sebagainya.
1. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Persiapan praoperasi
1) Persiapan Fisik, mencakup :
a) Status kesehatan fisik umum
Pemeriksan kesehatan fisik secara umum ada 5 tahapan yaitu:
Identitas pasien
Pada identitas pasien, hal-hal yang harus dicatat meliputi nama
pasien, umur, jenis kelamin, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit,
status, keluhan penyakit dan siapa yang akan bertanggung jawab pada
biaya pengoperasian pasien nantinya.
Riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu
Selain mencatat identitas pasien, data tentang riwayat penyakit
seperti kesehatan masa lalu pasien juga perlu diketahui. Hal itu bertujuan
untuk memudahkan dalam proses meningkatkan koping pasien.
Riwayat kesehatan keluarga
8
yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri
pasien.
1. Proses Keperawatan
17
a. Pengkajian
Gunakan data dari pasien dan catatan pasien untuk mengidentifikasi variable
yang dapat mempengaruhi perawatan dan yang berguna sebagai pedoman untuk
mengembangkan rencana perawatan pasien individual.
1) Identifikasi klien
2) Validasi data yang dibutuhkan dengan pasien perkebijakan bagian.
3) Telaah catatan pasien terhadap adanya:
a) Informed yang benar dengan tanda tangan pasien
b) Kelengkapan catatan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
c) Hasil pemeriksaan diagnostic
d) Kelengkapan riwayat dan pengkajian kesehatan
e) Ceklist praoperatif
4) Lengkapi pengkajian keperawatan praoperatif segera
a) Status fisiologis (tingkat sehat sakit, tingkat kesadaran)
b) Status psikososial (ekpresi kekhawatiran, tingkat ansietas, masalah
komunikasi verbal, masalah mekanisme koping)
c) Status fisik (tempat operasi, kondisi kulit dan efektivitas persiapan,
pencukuran, atau obat penghilang rambut, sendi tidak bergerak)
b. Diagnosa Keperawatan
1) Risiko aspirasi berhubungan dengan pemasangan OTT, penurunan refleks
muntah dan penurunan kesadaran akibat efek anaesthesia
2) PK Anemia
3) Risiko syok berhubungan dengan hipovolemia akibat perdarahan
4) Hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin
5) Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan efek samping
medikasi
18
berada dalam sikap mendongak. Pada klien dengan laparatomi, tekuk sedikit
lututnya agar perut menjadi lemas dan tidak merenggangkan jahitan luka.
e. Usahakan agar klien bersikap tenang dan rileks.
f. Tidak perlu segan untuk melaporkan semua gejala yang perawat anggap perlu
untuk mendapatkan perhatian, termasuk gejala yang “tampaknya” tidak
berbahaya.
1. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Setelah laporan pemindahan dai ruang operasi ke unit perawatan pasca
anastesia (PACU), perawat unit melakukan pengkajian awal dan melanjutkan
intervensi keperawatan segera. Tindakan ini dilakukan untuk mendapatkan
informasi tentang tingkat kenyamanan dan mental pasien. Dengan mengatahui
hal ini, maka perawat akan lebih gampang menentukan tindakan yang akan
diberikan kepada pasien sesuai kebutuhan pasien. Yang perlu dikaji segera
setelah pasien di operasi :
1) Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan
2) Kondisi umum pasien, kepatenan jalan nafas, tanda-tanda vital
3) Anesthetik dan medikasi lain yang digunakan (misal : narkotik, relaksan
otot, antibiotik)
4) Segala masalah yang terjadi selama fase pembedahan yang sekiranya dapat
mempengaruhi perawatan pasca-operatif (misal : hemorrhagi, syok, dan
henti jantung)
5) Patologi yang dihadapi (pemberitahuan kepada keluarga apabila ditemukan
adanya keganasan)
6) Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian cairan
7) Segala selang, drain, kateter atau alat bantu pendukung lainnya
21
8) Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli anesthesia yang akan
diberitahu.
9) Evaluasi saturasi oksigen dengan oksimetri, pengkajian nadi-volume-
keteraturan
10) Evaluasi pernafasan : kedalaman, frakuensi, sifat pernafasan
11) Kaji status kesadaran, warna kulit dan kemampuan berespon terhadap
perintah.
12) Kenyamanan: Tipe nyeri, intnsitas, dan loksi nyeri, mual dan muntah dan
perubahan posisi yang dibutuhkan
13) Psikologi: sifat dari pertanyaan pasien, kebutuhan akan istirahat, gangguan
oleh kebisingan dan ketersediaan bel atau lampu pemanggil
14) Keselamatan: kebutuhan akan pagar tempat tidur, drainase selang tidak
tersumbat, cairan infuse terpsang dengan tepat
15) Peralatan: diperiksa apakah alat-alat masih berfungsi dengan baik atau tidak
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan dan agen mekanis (terputusnya kontinuitas
jaringan) akibat luka operasi
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis (terputusnya
kontinuitas jaringan) akibat luka operasi
3) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (pembedahan)
4) Hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin.
5) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi.
6) Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan peningkatan efek
relaksasi khususnya pada gastrointestinal.
7) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi berlebihan pd
pusat pernafasan.
22
paru. Terbukti bahwa sebenarnya tidak ada tindakan yang paling efektif untuk
mengatasi cegukan. Remedi paling tua dan sederhana adalah dengan menahan
nafas, terutama pada saat minum. Selain itu penggunaan medikasi fenotiasin,
dengan menekankan jari tangan pada kelopak mata yang tertutup selama
beberapa menit dan dengan merangsang muntah dapat berhasil pada beberapa
kasus.
f. Mempertahankan suhu tubuh normal: ruangan dipertahankan pada suhu yang
g. nyaman dan penggunaan selimut untuk mencegah kedinginan.
h. Menghindari cedera: restrain boleh digunakan hanya bila keadaan pasien benar
benar mendesak untuk menggunakannya. Meski begitu, penggunaan restrain
harus diawasi jangan sampai mencederai pasien, mengganggu terapi IV, selang
dan peralatan pemantau. Apabila kegelisahan disebabkan oleh nyeri, maka
dianjurkan penggunaan analgesik dan sedatif.
i. Mempertahankan status nutrisi yang normal : makin cepat pasien dapat
mentoleransi diet yang biasa, makin cepat fungsi GI tract yang normal akan
pulih kembali. Ambulasi dini dan latihan di tempat tidur dapat membantu
memperlancar kembalinya fungsi GI tract. Cairan merupakan substansi pertama
yang dapat ditoleransi oleh pasien. Jus buah dan teh dapat diberikan sebagai
asupan selanjutnya jika tidak terjadi mual dan muntah (bukan es atau cairan
hangat). Setelah itu makanan secara bertahap diberikan mulai dari yang paling
lunak sampai pada makanan padat biasa sesuai dengan toleransi pasien.
j. Meningkatkan fungsi urinarius yang normal : membiarkan air mengalir di kran
dan kompres hangat pada perineum merupakan upaya yang dianjurkan untuk
merangsang eliminasi pasien. Masukan dan haluaran harus terus dicatat.
k. Meningkatkan eliminasi usus : auskultasi abdomen dengan stetoskop digunakan
untuk mendeteksi adanya bising usus, sehingga jika bising usus telah terdengar,
diet pasien secara bertahap dapat ditingkatkan.
24
3. Intervensi Kolaboratif
Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat.
Tanda dan gejala : penurunan tekanan darah, saturasi O2 yang tidak adekuat,
pernafasan cepat atau sulit, peningkatan frekuensi nadi, gelisah, respoN melambat,
kulit dingin-kusam-sianosis, denyut perifer menurun atau tidak teraba,haluaran
urine kurang dari 30 ml/jam. Tindakan kolaboratif dan mandiri:
a. Penggantian cairan
b. Terapi komponen darah
c. Medikasi untuk memperbaiki atau mendukung fungsi jantung missal :
(antidisritmia)
d. Pemberian oksigen
e. Latihan tungkai untuk menstimulasi sirkulasi
f. Mempertahankan volume cairan adekuat
Selama fase intra operatif, kehilangan cairan yang berlebihan banyak terjadi
bersamaan dengan pembedahan sebagai akibat meningkatnya perspirasi, sekresi mukus
dalam paru-paru, dan kehilangan darah. Tindakan :
a. Penggantian cairan dan elektrolit per IV
26
A. Kesimpulan
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman
fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan klien. Operasi
merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Hancock, 1999). Operasi
(elektif atau kedaruratan) pada umumnya merupakan peristiwa kompleks yang
menegangkan (Brunner & Suddarth, 2002). Jadi operasi (perioperatif) merupakan tindakan
pembedahan pada suatu bagian tubuh yang mencakup fase praoperatif, intraoperatif dan
pascaoperatif (postoperatif) yang pada umumnya merupakan suatu peristiwa kompleks
yang menegangkan bagi individu yang bersangkutan. Tim operasi terdiri dari dokter ahli,
asisten dokter ahli, anesthesiologist atau perawat anastesi, circulating nurses dan scrub
nurses. Butuh kerjasama yang baik dan fasilitas yang memadai untuk keberhasilan operasi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner &Suddarth (2013), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.Volume 1.
Jakarta :EGC
Black J & Hawks J (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.Volume 1