Anda di halaman 1dari 11

Pernikahan Dini Yang Berkaitan Dengan Hukum Adat Di

Masyarakat

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Administrasi Kebijakan Kesehatan Yang


Dibimbing Oleh Ibu Pudji Suryani, SKp, MKM

Oleh:

1. Nadia Putri Pahlevi (P17421203047)


2. Zakkiyatus Saniy (P17421203050)
3. Kamiliatun Nisa’ (P17421203052)
4. Berliana Ega Sefira (P17421203053)
5. Masitha Aldine Ulinnuha (P17421203065)
6. Wina Akmila Priyatno (P17421203066)
7. Is Ramadhani Septianda Syahputra (P17421204085)
8. Naila Fariha (P17421204089)
9. Nurin Nurmala Ardi (P17421204094)

POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES MALANG

SARJANA TERAPAN KESEHATAN

D4 PROMOSI KESEHATAN

MARET 2021
BAB I

A. Latar Belakang
Hukum Adat adalah hukum yang berlaku dan berkembang dalam
lingkungan masyarakat di suatu daerah.Hukum adat yaitu aturan tidak
tertulis yang hidup di dalam masyarakat adat suatu daerah dan akan tetap
hidup selama masyarakatnya masih memenuhi hukum adat yang telah
diwariskan kepada mereka dari para nenek moyang sebelum mereka.
Hukum Adat pada umumnya belum atau tidak tertulis yaitu kompleks
norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu
berkembang meliputi peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan
sehari-hari, senantiasa ditaati dan dihormati karena mempunyai akibat
Oleh karena itu, keberadaan hukum adat dan kedudukannya dalam tata
hukum nasional tidak dapat dipungkiri walaupun hukum adat tidak tertulis
dan berdasarkan asas legalitas adalah hukum yang tidak sah. Hukum adat
akan selalu ada dan hidup di dalam masyarakat
Konstitusi Indonesia sebelum amandemen tidak secara tegas
menunjukkan kepada kita pengakuan dan pemakaian istilah hukum adat.
Setelah amandemen konstitusi, hukum adat diakui sebagaimana
dinyatakan dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2) yang
menyatakan : Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Hukum adat yang berlaku dimasyarakat merupakan suatu norma
aturan berprilaku dan mencegah hal-hal yang kurang baik terjadi
dimasyarakat contohnya pernikahan dini. Pada awalnya untuk mengatur
tindakan masyarakat hanya mengacu pada norma namun seringkali
masyarakat kurang mentaati atau mengikuti norma tersebut. Maka dari itu
norma atau hokum adat yang berlaku kemudian dilegalisasi oleh
pemerintah dengan membentuk undang-undang yang sah secara hukum
Negara. Salah satunya hukum yang mengatur minimal umur seseorang
yang diperbolehkan untuk menikah.
Pernikahan dini (early married) menurut WHO adalah pernikahan
yang dilakukan oleh pasangan atau salah satu pasangan masih
dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia dibawah usia 19 tahun.
Berbeda juga dengan UU RI Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1 yang
menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
Apabila masih di bawah umur tersebut, maka dinamakan pernikahan dini.
Penyebab pernikahan dini ini dapat terjadi dari faktor individu,
faktor keluarga dan juga faktor masyarakat sekitar. Faktor individu dapat
dipicu dari perkembangan fisik, mental, dan sosial seorang anak yang
sangat pesat. Kemudian, tingkat pendidikan juga berpengaruh dalam
terjadinya pernikahan dini ini karena semakin rendah tingkat
pendidikannya makin mendorong anak tersebut ingin melakukan
pernikahan. Pemicu yang berasal dari faktor keluarga dapat berupa tingkat
sosial ekonomi keluarganya rendah sehingga mereka menikahkan anaknya
agar tanggung jawab terhadap anak gadisnya menjadi tanggung jawab
suami atau keluarga suami.. Dalam faktor Masyarakat lingkungan dapat
dipicu dengan pandangan dan kepercayaan masyarakat yang salah seperti
“status janda lebih baik daripada perawan tua”
Pernikahan dini sangatlah tidak dianjurkan dalam segi medis
maupun psikologis karena usia tersebut masih terbilang dini untuk
menghadapi masalah yang akan terjadi dalam pernikahan. Banyak peniliti
menyatakan bahwa pernikahan dini di usia remaja lebih banyak beresiko
untuk berujung pada perceraian. Dalam segi medis pernikahan dini dapat
menyebabkan resiko penyakit seksual yang lebih tinggi karena hubungan
seksual dibawah umur 18 thn sangat beresiko untuk terkena penyakit
menular seksual seperti HIV karena pengetahuan tentang seks yang sehat
dan aman masih sangat minim.
B. Tujuan
1. Mengetahui kedudukan hukum adat dalam sistem hukum nasional
2. Mengetahui mengenai pernikahan dini dan faktor dominan yang
mempengaruhi adanya pernikahan dini
3. Mengetahui peran promotor kesehatan dalam upaya pencegahan
pernikahan dini
C. Manfaat
1. Penyusun
Diharapkan dapat menambah wawasan tentang kedudukan hukum adat
dalam sistem hukum nasional , faktor dominan yang mempengaruhi
remaja melakukan pernikahan dini , dan peran promotor kesehatan
2. Masyarakat
Menjadi sumber informasi bagi masyarakat terkait dengan faktor
dominan yang mempengaruhi adanya pernikahan dini, sehingga
masyarakat atau pembaca dapat menggunakannya sebagai sumber
informasi untuk tidak melakukan pernikahan dini.
BAB II

STUDY KASUS

A. Hukum Adat Pernikahan Dini dan UU Yang Mengatur


Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR akhirnya mengesahkan revisi UU No
1/1974 tentang perkawinan dalam rapat paripurna, Senin (16/9). Wakil Ketua
Badan Legislasi (Baleg) DPR, Totok Daryanto menyampaikan, revisi UU
Perkawinan telah menyepakati usia minimum nikah bagi laki-laki dan
perempuan menjadi 19 tahun. Diketahui, UU No 1/1974 pasal 7 menyebutkan
Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam
belas) tahun. Kini dengan adanya revisi itu, baik pria maupun wanita batas
usia pernikahan adalah 19 tahun.
Dampak negatif dari pernikahan dini di Indonesia adalah resiko kematian
ibu dan bayi sebesar 30%, 56% remaja perempuan mengalami kekerasan
dalam rumah tangga, hanya 5,6% remaja dengan perikahan dini yang masih
melanjutkan sekolah setelah kawin. Adat pernikahan dini masih banyak terjadi
di berbagai etnis di indonesis dan menyumbang angka kematian dan kesakitan
bagi ibu dan anak. Dampak pernikahan dini terhadap kesehatan ibu dan anak
antara lain, terjadinya keguguran, kelahiran premature, pendarahan hingga
kematian ibu. Sebaiknya remaja memiliki pengetahuan mengenai pentignya
kesehatan reproduksi dan mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi yang
benar dan layak dari sumber yang terpercaya. Perlu peran promotor kesehatan
untuk memberikan edukasi tentang reptoduksi dan kegiatan-kegiatan yang
posituf untuk mnghinadri pernikahan dini. Edukasi tersebut khususnya untuk
maysarakat di daerah yang memiliki angka pernikahan dini yang cukup tinggi.

B. Identifikasi Masalah Pernikahan Dini dalam Aspek Kesehatan


1. meningkatnya resiko lesi prakanker
Faktor resiko usia menikah pada usia dini berhubungan dengan kesehatan
reproduksi. Semakin dini seorang perempuan melakukan hubungan seksual
semakin tinggi resiko terjadinya lesi prakanker pada leher Rahim. Sehingga
dengan demikian besar pula kemungkinan ditemukan kanker leher Rahim. Hal
ini disebabkan pada usia tersebut terjadinya perubahan lokasi sambungan
skuamo-kolumner sehingga relative lebih peka terhadap stimulasi onkegen.
2. meningkatkan resiko kesehatan pada ibu dan bayi
 Hamil diusia dini beresiko tinggi terhadap tingginya tekanan darah
pada ibu. Seseorang mungkin dapat mengalami preeclampsia yang
ditandai dengan tekanan darah tinggi, adanya protein dalam urine, dan
keruskan organ lainnya
 anemia saat hamil dapat meningkatkan resiko bayi lahir premature dan
kesulitan saata melahirkan
 bayi lahir premature dan BBLR(Berat Badan Lebih Rendah) karena
sebenarnya ia belum siap untuk dilahirkan, bayi premature beresiko
mengalami kematian saat persalinan.
 ibu meninggal saat melahirkan, perempuan di bawah usia 18 tahun
yang hamil dan melahirkan beresiko mengalami kematiaan saat
persalinan. Ini karena tubuh belum matang dan siap secara fisik saat
melahirkan.
3. Risiko penyakit seksual meningkat
Di dalam sebuah pernikahan, pasti terjadi hubungan seksual. Sedangkan
hubungan seksual yang dilakukan oleh seseorang di bawah usia 18 tahun akan
cenderung lebih berisiko terkena penyakit menular seksual, seperti HIV.
Begitu Hal ini karena pengetahuan tentang seks yang sehat dan aman masih
minim.
4. Risiko kekerasan seksual meningkat
Studi menunjukkan bahwa dibandingkan dengan wanita yang menikah
pada usia dewasa, perempuan yang menikah pada usia di bawah 18 tahun
lebih cenderung mengalami kekerasan dari pasangannya. Alasannya karena
pada usia ini, ditambah dengan kurangnya pengetahuan dan pendidikan,
seorang perempuan di usia muda akan lebih sulit dan cenderung tidak berdaya
menolak hubungan seks. Meski awalnya pernikahan dini dimaksudkan untuk
melindungi diri dari kekerasan seksual, kenyataan yang terjadi justru
sebaliknya. Risiko kekerasan semakin tinggi, terutama jika jarak usia antara
suami dan istri semakin jauh.
5. Risiko pada kehamilan meningkat
Kehamilan di usia dini bukanlah hal yang mudah dan cenderung lebih
berisiko. Deretan risiko yang mungkin terjadi pun tidak main-main dan bisa
membahayakan bagi ibu maupun janin. Pada janin, risiko yang mungkin
terjadi adalah bayi terlahir prematur dan berat badan lahir yang rendah. Bayi
juga bisa mengalami masalah pada tumbuh kembang karena berisiko lebih
tinggi mengalami gangguan sejak lahir, ditambah kurangnya pengetahuan
orang tua dalam merawatnya.
Sedangkan ibu yang masih remaja juga lebih berisiko mengalami anemia
dan preeklamsia. Kondisi inilah yang akan memengaruhi kondisi
perkembangan janin. Jika preeklamsia sudah menjadi eklamsia, kondisi ini
akan membahayakan ibu dan janin bahkan dapat mengakibatkan kematian.
6. Risiko mengalami masalah psikologis
Tidak hanya dampak fisik, gangguan mental dan psikologis juga berisiko
lebih tinggi terjadi pada wanita yang menikah di usia remaja. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa semakin muda usia wanita saat menikah, maka
semakin tinggi risikonya terkena gangguan mental, seperti gangguan
kecemasan, gangguan mood, dan depresi, di kemudian hari.
7. Risiko memiliki tingkat sosial dan ekonomi yang rendah
Dari segi kesehatan, pernikahan dini juga bisa dikatakan merampas hak
masa remaja perempuan itu sendiri. Di mana pada masa itu seharusnya
dipenuhi oleh bermain dan belajar untuk mencapai masa depan dan
kemampuan finansial yang lebih baik. Namun kesempatan ini justru ditukar
dengan beban pernikahan dan mengurus anak. Sebagian dari mereka yang
menjalani pernikahan dini cenderung putus sekolah, karena mau tidak mau
harus memenuhi tanggung jawabnya setelah menikah. Begitu juga dengan
remaja pria yang secara psikologis belum siap menanggung nafkah dan
berperan sebagai suami dan ayah.
8. kebutuahn individu tidak terpenuhi
Pengantin pria masih ingin belajar dan sukses dalam banyak hal. Namun
semua itu terhambat karena mereka terikat dalam pernikahan, tanggung jawab
dan masalah keuangan. Hal ini juga akan mengakibatkan kesulitan
mendapatkan pekerjaan yang diinginkan karena latar belakang pendididkan
yang kurang memadai
C. Peran Promotor Kesehatan
Dilihat dari peran petugas kesehatan, kejadian kehamilan remaja lebih
banyak pada remaja yang menilai Peran petugas kesehatan kurang didapatkan.
Hubungan peran petugas dengan kehamilan remaja. Nurjanah, dkk, 9 dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa informasi yang didapatkan dari petugas
kesehatan dapat menekan kejadian pernikahan usia muda dan mencegah
kehamilan usia muda. Melalui penelitiannya membuktikan bahwa empat hal
potensial dalam Mencegah kehamilan usia remaja adalah pendidikan seks,
komunikasi dengan orangtua, penggunaan kontrasepsi, dan penerimaan
layanan kesehatan reproduksi.
Peran petugas kesehatan sangat dibutuhkan untuk mengurangi risiko yang
terjadi pada kehamilan usia remaja. Petugas kesehatan selaku edukator
berperan dalam Melaksanakan bimbingan atau penyuluhan, pendidikan Pada
klien, keluarga, masyarakat, dan tenaga kesehatan termasuk siswa
bidan/keperawatan tentang penanggulangan masalah kesehatan, khususnya
yang berhubungan Dengan kesehatan reproduksi termasuk mengenai
kehamilan usia remaja. Peran penyuluhan petugas kesehatan Dilaksanakan
dengan proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara petugas
kesehatan kepada Individu yang sedang mengalami masalah kesehatan.Selaku
motivator, petugas kesehatan berkewajiban untuk mendorong perilaku positif
dalam kesehatan, dilaksanakan konsisten dan lebih berkembang.
Untuk peran Fasilitator, tenaga kesehatan harus mampu menjembatani
dengan baik antara pemenuhan kebutuhan keamanan Klien dan keluarga
sehingga faktor risiko dalam tidak terpenuhinya kebutuhan keamanan dapat
diatasi, kemudian membantu keluarga dalam menghadapi kendala untuk
meningkatkan derajat kesehatan.
Semua peran petugas kesehatan dapat dilaksanakan Dalam Program
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang merupakan pelayanan
kesehatan kepada remaja melalui perlakuan khusus yang disesuaikan dengan
keinginan, selera, dan kebutuhan remaja. Sayangnya banyak Puskesmas
belum membentuk dan menjalankan PKPR. Namun demikian, hal lain yang
dapat diupayakan adalah pemberian informasi oleh petugas kesehatan saat
remaja yang akan menikah meminta suntik Imunisasi calon pengantin. Pada
saat inilah petugas dapat menyampaikan informasi dampak kehamilan diusia
remaja, dan menyarankan remaja yang mau menikah untuk menunda
kehamilannya dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Melihat kenyataan ini, perlu perluasan sasaran peningkatan pengetahuan
yang tidak sebatas kepada remaja saja. Informasi lengkap mengenai bahaya
kehamilan di usia remaja perlu diberikan kepada orang tua, paman, dan
anggota keluarga lainnya dengan harapan bahwa keluarga dapat meneruskan
informasi tersebut kepada anak mereka sebagai bahan pertimbangan untuk
menunda kehamilan setelah menikah di usia remaja.
Pemberian informasi ini dapat berupa penyuluhan langsung kepada
orangtua, paman, anggota keluarga lainnya di balai desa, atau di saat keluarga
menemani Anak atau keluarganya yang masih remaja melakukan Imunisasi
calon pengantin ke tempat pelayanan kesehatan. Upaya promotor kesehatan
dalam mencegah pernikahan dini adalah peningkatan pengetahuan kesehatan
reproduksi,Beberapa informasi mengenai Usia yang aman untuk kehamilan,
cara pencegahan kehamilan, dan bahaya serta dampak dari kehamilan usia
remaja. Pemberian informasi ini dapat berupa penyuluhan langsung kepada
remaja di sekolah-sekolah, acara wirid remaja di masjid atau musola, dan pada
saat remaja melakukan imunisasi calon pengantin ke pelayanan kesehatan
BAB III
a. Kesimpulan
Pernikahan dini menurut WHO adalah pernikahan yagn dilakuakn
oleh pasangan atau salah satu pasangan masih kategori anak-anak atau
remaja yang berusia dibawah 19 tahun. Dalam revisi UU No. 1/1974
menyebutkan perkawinan baik pada prihak pria mapun wanita memiliki
batas usia pernikahan, yaitu 19 tahun.
Masalah yang dapat disebabkan oleh pernikahan dini dalam aspek
kesehatan, yaitu dengan meningkatnya resiko lesi prakanker karena
semakin dini seorang perempuan melakukan hubungan seksual semakin
tinggi resiko terjadinya lesi prakanker, dapat meningkatkan resiko
kesehatan pada ibu dan bayi, resiko penyakit seksual yang meningkat
apabila dilakukan oleh seorang dibawah usia 18 tahun, resiko kekerasan
kehamilan dan keekrasan seksual meningkat, rsiko massalah psikologis,
dan resiko perekonomian yagn rendah.
Peran petugas kesehatan sangat dibutuhkan untuk mengurangi
resiko yang terjadi pada kehamilan usia remaja. dengan melaksanakan
bimbingan atau penyuluhan pendidikan pada klien, keluarga, masyarakat,
dan tenaga kesehatan tentang penaggulangan masalah kesehatan. Terdapat
Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang merupakan
pelayanan kesehatan kepada remaja melalui perlakuan khusus yang
disesuaikan dengan keinginan, selera, dan kebutuhan remaja. Namun,
belum banyak puskesmas yang membentuk atau melaksanan PKPR.
Dalam hal sasaran tidak hanya kepada remaja saya, namun juga kepada
orang tua, dan anggota keluarga lainnya dengan harapan keluarga dapat
meneruskan informasi pada anak mereka sebagai bahan pertimbangan
unutk menunda pernikahan ataupun kehamilan dini
b. Saran
1. Adat istiadat akan terus mengkuti perkembangan masyarakat, oleh
karena bukan kepastian hukum yang lebih utama dipentingkan,
melainkan kerukunan hidup dan rasa keadilan yang dapat diwujudkan
tidak karena paksaaan tetapi karena kesadaran dan keserasian,
keselarasan dan kedamaian di dalam masyarakat.
2. Penulis dan pembuat ide menyarankan agar makalah ini dapat
dijadikan pedoman dalam membuat kebijaksanaan khususnya
kebijaksanaan di bidang tradisi pernikahan dini

Anda mungkin juga menyukai