Latar Belakang
Berkat warisan kebudayaan, manusia dapat mengatasi masalah – masalah yang terjadi
dalam hidupnya. Pewarisan kebudayaan ini terjadi lewat bahasa, oleh karena ruang
lingkup kebudayaan itu luas sekali. Dalam hal ini bahasa tidak hanya meliputi bahasa
dalam arti sempit, melainkan meliputi segala macam simbol dan lambang yang dapat
mencatat kebudayaan dari generasi satu kepada generasi lain pada umumnya,
sehingga hasil budaya manusia makin hari makin sempurna. Jadi, pada dasarnya
perbaikan sejati. Dengan berguru pada kesalahan dan kekeliruan, manusia mungkin
akan menjadi lebih bijaksana. Kekeliruan dan kesalahan ada manfaatnya bagi
berikut :
Pasal 1
Perkawinan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
1
Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan
kekal selamanya. Untuk membentuk suatu keluarga yang harmonis dan sejahtera serta
penuh dengan kebahagiaan yang kekal seperti yang dicita – citakan itu, masing –
masing pihak yang akan melangsungkan perkawinan hendaknya telah dewasa baik
secara psikologis mau pun secara biologis, serta mampu untuk bertanggung jawab
telah lama dicita – citakan oleh seluruh bangsa Indonesia, yaitu Undang – Undang
Salah satu syarat dalam Undang – Undang Perkawinan yaitu mengatur tentang
Dalam pasal tersebut mengatur prinsip bahwa calon suami istri harus masak
jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan
2
perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian, dan mendapat keturunan
siapa saja orang yang berhak memasuki jenjang perkawinan. melalui Undang –
perkawinan bagi calon suami istri yang sudah berumur 19 tahun bagi laki-laki dan 16
tahun bagi perempuan. Hal tersebut berarti bahwa perkawinan di bawah umur-umur
tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi kerusakan rumah tangga akibat umur para
calon mempelai yang masih terlalu dini yang notabene masih berjiwa labil dan juga
Sesuai dengan ketentuan di atas, pengadilan dalam hal ini Pengadilan Agama
alasan permohonan dengan mendasarkan alat bukti. Seperti halnya yang terjadi di
Slamet alias Tarjo Slamet Alias Sutarjo Slamet bin Cokro sebagai Pemohon
mengajukan dispensasi umur untuk kawin karena anak Pemohon yang bernama
3
Wahyudi bin Slamet berumur 17 tahun 7 bulan hendak menikah dengan sorang
B. Perumusan Masalah
Dari hal – hal yang penulis uraikan di atas, maka penulis mencoba
C. Tinjauan Pustaka
Perkawinan sering diartikan sebagai ikatan suami istri yang sah, menurut
suami istri. Sedangkan menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, yang
dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Sudarsono,
1994 : 18)
4
Indonesia memiliki beberapa sistem hukum dalam masyarakat selain Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 , ada Hukum Adat dan Hukum Islam, sehingga istilah
Pasal 1
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.
Syarat yang bersifat materiil diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11
1. Harus ada persetujuan bebas antara kedua calon suami isteri ( Pasal 6 ayat 1);
2. Harus mendapat izin dari kedua orang tua/wali dalam hal calon suami isteri
3. Calon suami harus telah berumur 19 tahun, calon isteri harus telah berumur 16
tahun (Pasal 7), dalam hal akan menyimpangi ketentuan batas umur diperlukan
4. Calon suami isteri atau salah satunya tidak terikat tali perkawinan dengan orang
lain, dan penyimpangan terhadap ketentuan ini hanya dimungkinkan bagi seorang
calon suami yang telah terikat perkawinan dengan orang lain dapat melakukan
5. Apabila suami isteri telah bercerai untuk kedua kalinya, maka diantara mereka
5
tidak boleh melangsungkan perkawinan lagi sepanjang hukum agama masing-
6. Tidak dalam waktu tunggu bagi calon isteri dikarenakan perkawinan yang telah
7. Antara kedua calon suami isteri tidak terdapat larangan kawin dalam Pasal 8:
yaitu:
antara saudara, antara seseorang dengan saudara orang tuanya, dan antara
c. Mempunyai hubungan semenda, yaitu mertua dengan anak tiri, menantu dan
bapak/ibu tiri
d. Mempunyai hubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara
e. Berhubungan saudara dengan isteri (ipar) atau sebagai bibi atau kemenakan
isteri dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang (poligami);
f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku
terjadi pada pasangan atau salah satu calon yang ingin menikah pada usia di bawah
standar batas usia nikah yang sudah ditetapkan oleh aturan hukum perkawinan.
6
Perkawinan di bawah umur tidak dapat diizinkan kecuali pernikahan tersebut
meminta izin nikah atau dispensasi nikah oleh pihak Pengadilan Agama untuk bisa
pasangan yang ingin menikah harus mendapat izin dari kedua orang tua. (Syarifuddin,
2006 : 12)
disebutkan :
Pasal 7
(1) Perkawinan hanya diizinkan bila piha pria mencapai umur 19 (sembilan belas)
tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.
(2) Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat minta dispensasi
kepada Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak
pria atau pihak wanita.
(3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua
tersebut pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal
permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi
yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (6).
Dalam batas usia pernikahan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) sama
perkawinan seorang yang belum mencapai batas usia 21 tahun harus mendapati izin
sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5) Undang-undang
7
Keterangan di atas, memberikan petunjuk bahwa pasal di atas menjelaskan arti
1. Bahwa umur 19 tahun bagi usia pria adalah batas usia pada masa SLTA,
sedangkan untuk wanita usia 16 tahun adalah batas usia pada masa SLTP, dari
masa di atas adalah masa dimana kedua pasangan masih sangat muda. Oleh sebab
itu peran orang tua sangat penting disini dalam membimbing, menolong dan
2. Izin orang tua sangat diperlukan. Tanpa izin orang tua, perkawinan tidak dapat
dilaksanakan, khusus bagi calon wanita wali orang tua harus ada sebagai syarat
yang sudah ditentukan oleh aturan hukum perihal syarat pernikahan. (Soemiyati,
1999 : 54)
calon (suami isteri) itu harus siap jiwa raganya untuk dapat melangsungkan
perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir
pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. (Ramulyo, 1986 : 44)
kependudukan. Terbukti bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita
untuk menikah, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan batas umur seseorang yang menikah pada usia yang lebih matang atau usia
yang lebih tinggi. Dalam hal permohonan dispensasi perkawinan ini harus dari orang
8
tua atau wali calon pengantin, jadi bukan calon pengantin itu seperti pada
permononan izin kawin bagi yang belum berumur. (Ramulyo, 1986 : 45)
bagi calon suami isteri, yaitu pria umur 19 tahun dan wanita umur 16 tahun,
dimaksudkan untuk menjaga kesehatan suami isteri dan keturunan, serta mengarah
kepada kematangan jiwa / pemikiran. Menurut Satjipto Raharjo, dilihat dari proses
nomor 1 tahun 1974 Perkawinan patut dicatat sebagai suatu kemajuan yang pesat.
tua pria maupun wanita kepada Pengadilan Agama dalam wilayah hukum Pemohon.
dilangsungkan / hamil di luar nikah. Dalam hal demikian, KUA selaku lembaga
9
dispensasi nikah, antara lain:
1. Surat permohonan
3. Surat pemberitahuan penolakan perkawinan dari KUA karena belum cukup umur
4. Fotocopy akta kelahiran calon mempelai laki-laki dan perempuan atau fotocopy
berupa penetapan. Salinan penetapan ini dibuat dan diberikan kepada Pemohon untuk
Salinan penetapan dispensasi nikah akan diserahkan kepada orang tua sebagai
pemohon yang nantinya digunakan sebagai pelengkap persyaratan nikah bagi calon
10
mempelai yang masih di bawah umur. Tanpa dispensasi tersebut, perkawinan anak
yang masih di bawah umur 19 tahun bagi laki-laki dan umur 16 tahun bagi
D. Tujuan Penelitian
E. Metode Penelitian :
1. Metode Pendekatan
yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan data sekunder, atas dasar
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi Penelitian ini adalah clinical legal research yaitu suatu penelitian
3. Sumber Data
literatur yang berhubungan dengan penelitian, doktrin hukum Perdata yang ada
11
4. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh selanjutnya akan disajikan dalam bentuk uraian yang
Data yang diperoleh dianalisa secara “normatif kualitatif” yaitu analisa yang
berupa menjabarkan dan menafsirkan data berdasarkan doktrin hukum dan teori –
12
DAFTAR PUSTAKA
Mahkamah Agung RI. 2009. Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama,
Buku II. Jakarta: Mahkamah Agung RI.
Ramulyo, Moh. Idris. 1986. Tinjauan beberapa Pasal UU No. 1 Tahun 1974 dari Segi
Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Ind. Hillco.
Syarifuddin, Amir, 2006, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Prenada Media, Cet. I,
Jakarta
Sudarsono, 1994, Hukum Perkawinan Nasional, Rineka Cipta, Cet. II, Jakarta.
13
Peraturan Perundang – undangan
Undang-undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam
Undang-undang RI No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua Atas Undang – undang
14
SISTEMATIKA SKRIPSI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSETUJUAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Metodologi Penelitian
A. Perkawinan
15
B. Dispensasi Perkawinan
A. Hasil Penelitian
B. Analisis Data
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
16