Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

NIKAH SIRRI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Dosen Pengampuh : Suaib Suleman, M.Pd

Disusun Oleh :

3B Keperawatan

Kelompok 3

Ar-Rizal Fahmi Mokoginta : 2101033


Gustin Adrian : 2101036
Yayu Anggriani Ishak : 2101040
Nazly Akbar Latif : 2101003

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MANADO

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

yang berjudul Nikah Sirri Dalam Perspektif Islam.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tuga mata kuliah AIK. Kami berharap, makalah

ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan. Tentunya makalah ini jauh dari sempurna.

Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi

penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Manado, 04 November 2022

Penyusun

Kelompok 3

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... 1


DAFTAR ISI..................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 3
A. Latar Belakang....................................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................... 6
A. Pengertian Nikah Sirri ............................................................................................................ 6
B. Nikah Sirri Dalam Perspektif Hukum Islam............................................................................ 7
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................... 11
A. Kesimpulan.......................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 12

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum perkawinan dalam islam menganggap bahwa perkawinan adalah

sebagai aqad antara pria dan wanita sebagai calon suami istri untuk memenuhi hajat

jenisnya, menurut ketentuan yang diatur dalam syari’at.

Surah An-nur ayat 32 :

‘’dan kawinkanlah orang-orang yang 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖𝑎𝑛1 diantara kamu, dan orang-orang

yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba

sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka

dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui’’.

(Qs. An-Nur : 32) dan hadits Rasulullah SAW :

Maksudnya : hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita-wanita yang tidak

bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.

‘’Wahai sekalian pemuda, barang siapa diantara kalian yang telah mampu hendaklah

dia menikah, karena yang demikian itu lebih menjaga pandangan dan lebih menjaga

kemaluannya, dan barang siapa yang belum mampu hendaklah dia berpuasa, karena

itu merupakan benteng baginya’’. (Muttafaq Alaihi)1

3
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang

perempuan sehingga disebut sebagai pasangan suami istri berdasarkan akad nikah

yang diatur menurut hokum islam yang berlaku dengan tujuan untuk membentuk

keluarga sakinah, mawwaddah warrahmah atau dengan ungkapan lain menuju rumah

tangga yang bahagia sesuai hukum islam.

Namun, fenomena yang terjadi dimasyarakat pada kenyataannya terkadang

pasangan calon pengantin sengaja tidak mencatatkan perkawinannya berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku bahkan sering melalaikannya, sehingga

terjadilah perkawinan liar atau kawin di bawah tangan atau yang lebih tren disebut

nikah siri.

Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan

atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang

amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat

dipandang sebagai salah satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum

dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan

pertolongan antara satu dengan yang lainnya.2

Perkawinan adalah aqad antara calon suami istri untuk memenuhi hajat jenis

kelamin yang diatur oleh syari’at. Sedangkan pengertian dari nikah sirri adalah nikah

secara rahasia (sembunyi-sembunyi). Disebut secara rahasia karena tidak dilaporkan

ke kantor urusan agama atau KUA bagi muslim atau kantor catatan sipil bagi non-

muslim.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian nikah sirri

2. Nikah sirri dalam perspektif hukum islam

4
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari nikah sirri

2. Untuk mengetahui dan memahami penjelasan nikah sirri dalam perspektif hukum

islam

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nikah Sirri

Kata ”Sirri” dari segi Etimologi berasal dari bahasa Arab, yang arti

harfiyahnya, “Rahasia” (Secret Marriege). Menurut Terminologi fiqh Maliki, nikah

sirri ialah : Nikah yang atas pesan suami, para saksi merahasiakannya untuk isterinya

atau jama’ahnya, sekalipun keluarga setempat. Madzhab Mailiki tidak membolehkan

nikah sirri. Nikahnya dapat dibatalkan, dan kedua pelakunya bisa dikenakan hukuman

had (dera atau rajam), jika telah terjadi hubungan seksual antara keduanya dan

diakuinya atau dengan kesaksian empat orang saksi. Demikian juga Madzhab

Hambali, nikah yang telah dilangsungkan menurut ketentuan syari’at Islam adalah

sah, meskipun dirahasiakan oleh kedua mempelai, wali dan para saksinya. Hanya saja

hukumnya makruh. Menurut suatu riwayat, khalifah Umar bin al-Khatthab pernah

mengancam pelaku nikah sirri dengan hukum had atau dera.

Istilah Sirri sebenarnya berarti sesuatu yang bersifat rahasia atau tertutup. Namun

dalam perkembangan kemudian, dikalangan umum ada beberapa persepsi/asumsi

yang memaknai perkawinan sirri sebagai berikut :

1. Perkawinan sirri adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh seorang laki-laki

dan seorang perempuan tanpa menggunakan wali atau saksi yang dibenarkan oleh

syariat Islam. Menurut para ulama mereka sepakat bahwa perkawinan jenis ini

adalah perkawinan yang tidak sah dan bahkan disamakan dengan perzinahan

sebagaimana hadits Nabi yang berbunyi “bahwa suatu pernikahan yang tidak

menghadirkan empat pihak maka termasuk zina, empat pihak itu adalah suami,

wali dan dua orang saksi yang adil”.

6
2. Perkawinan sirri yakni perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan

seorang perempuan tanpa melibatkan petugas pencatatan perkawinan atau dapat

juga dikatakan tidak dicatat oleh pencatat sebagaimana yang ditegaskan dalam

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (2) Tiap-tiap

perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pasal

22 PP No.9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan perkawinan, Pasal 8 UU

No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam pengertian ini

sebenarnya telah sesuai dengan syarat dan rukun perkawinan. Cuma saja

perkawinan tersebut tidak dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau

KUA.

B. Nikah Sirri Dalam Perspektif Hukum Islam

Makna hukum Islam akan berarti seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah

dan sunah rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini

mengikat untuk semua yang beragama Islam. Hasbi Asy-Shiddiqi memberikan

definisi hukum Islam “Koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan Syariat

Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat”. Lanjutan, hukum Islam itu adalah

hukum yang terus hidup, sesuai dengan Undang-undang gerak dan subur. Dia

mempunyai gerak yang tetap dan perkembangan yang terus menerus. Karenanya

hukum Islam senantiasa berkembang dan perkembangan itu merupakan tabiat hukum

Islam yang terus hidup.

Menurut hukum Islam nikah sirri sah apabila (ada wali, saksi, ijab qabul dan

mahar). Di dalam kompilasi hukum Islam Pasal 2 Ayat 1 ini, dijelaskan bahwa sebuah

perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan

kepercayaannya. Ini berarti bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan

rukun nikah atau ijab qabul telah dilaksanakan maka perkawinan tersebut adalah sah

7
terutama di mata agama Islam dan kepercayaan masyarakat perlu disahkan lagi oleh

negara, yang dalam hal ini ketentuannya terdapat pada Pasal 2 Ayat 2 UU

Perkawinan, tentang pencatatan perkawinan. Bagi mereka yang melakukan

perkawinan menurut agama Islam pencatatan dilakukan di KUA untuk memperoleh

Akta Nikah sebagai bukti dari adanya perkawinan tersebut. Pasal 7 Ayat 1 Kompilasi

Hukum Islam (KHI) “perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang

dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah”.

Nikah sirri dengan pemahaman yang pertama, statusnya tidak sah sebagaimana

yang ditegaskan mayoritas Ulama. Karena diantara syarat sahnya nikah diharuskan

adanya wali dari pihak wanita. Nikah tanpa wali maka dapat dikatakan tidak

memenuhi syarat sahnya sebuah pernikahan. Jika yang dimaksud nikah sirri adalah

nikah di bawah tangan, dalam arti tidak dilaporkan dan dicatat di lembaga resmi yang

mengatur pernikahan, yaitu KUA maka status hukumnya sah, selama memenuhi

syarat dan rukun nikah. Sehingga nikah sirri dengan pemahaman ini tetap

mempersyaratkan adanya wali yang sah, saksi, ijab-qabul akad nikah. Hanya saja,

pernikahan semacam ini sangat tidak dianjurkan, karena beberapa alasan: Pertama,

pemerintah telah menetapkan aturan agar semua bentuk pernikahan dicatat oleh

lembaga resmi yakni KUA. Sementara kita sebagai kaum muslimin, diperintahkan

oleh Allah untuk menaati perintah selama aturan itu tidak bertentangan dengan

syariat. Kedua, adanya pencatatan di KUA akan semakin mengikat kuat kedua belah

pihak. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebut akad nikah dengan perjanjian yang kuat

sebagaimana yang Allah tegaskan di surat An-Nisa.

Artinya :

8
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul

(bercampur) dengan orang lain sebagai suami-isteri, dan mereka (isteri-isterimu)

telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat (QS. An-Nisa:21)

Pernikahan sirri sebenarnya bertentangan dengan filosofi Islam yaitu:

1. Islam menganggap perkawinan sebagai sebuah perjanjian yang kokoh (Q.S. Al-

Nisa/4:21)

2. Islam memposisikan istri sebagai pakaian suami dan sebaliknya sehingga secara

hokum suami istri harus mempunyai posisi yang sejajar atau semitra. Konsep

nikah sirri bertentangan dengan maslahat primer yang ada dalam hukum islam

maqasid al-syariah, (suatu konsep yang menekankan tujuan penetapan hukum

islam dalam upaya memelihara kemaslahatan hidup manusia, dengan maksud

mendatangkan kemanfaatan dan menghindarkan diri dari bahaya). Menjaga

keturunan karena tidak adanya perlindungan hukum yang dapat diterima anak

hasil nikah sirri.

Menurut kalangan Ulama Syiah memang membolehkan cara pernikahan seperti

itu. Yaitu nikah sirri, lebih baik ketimbang berzina yang sangat dilaknat oleh Allah

swt. Kalangan Ulama Suni di Indonesia yang berpendapat bahwa nikah sirri adalah

halal berdasarkan nash al-Qur’an dan bahkan tidak sedikit diantaranya yang

melakukannya, bukan semata-mata karena kebutuhan seksual, tetapi guna

menunjukkan ke-halalan nikah sirri itu sendiri.

Sepanjang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan nikah dalam syariat Islam (ada

wali, saksi, ijab qabul, dan mahar) nikahnya sah secara hukum Islam. Yang pertama

tidak dicatat oleh petugas pencatat nikah, sah secara agama Islam, tidak sah menurut

undang-undang yang berlaku di Negara Republik Indonesia. Kekurangan dari kedua

9
pelaksanaan tersebut adalah tidak ada publikasi, tidak diumumkan secara meluas

kepada masyarakat.

Menurut ajaran Islam, nikah itu tidak boleh secara sembunyi-sembunyi, tetapi

harus dipublikasikan agar warga, tetangga, handai taulan mengetahuinya. Nabi

memberi pesan agar nikah itu dipublikasikan (diwalimahkan), dan disebarluaskan

kepada keluarga dan tetangga. Bahkan Beliau menganjurkan agar melaksanakan

walimah walaupun hanya memotong seekor kambing. Yang bisa peroleh dari

publikasi nikah itu adalah agar terhindar dari fitnah dan buruk sangka orang lain

kepada yang bersangkutan, sekaligus menutup adanya kemungkinan yang

bersangkutan (khususnya istri) diminati oleh orang lain.

Walaupun demikian, mungkin dalam satu kasus nikah sirri itu dianggap perlu

karena pertimbangan-pertimbangan kemaslahatan bersama, baik dari pihak suami atau

pihak istri. Artinya nikah sirri itu dilakukan dalam rangka penyelamatan yang

bersangkutan dari kemungkinan sesuatu mudarat apabila nikah sirri itu cepat-cepat

dipublikasikan.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam konsep Islam pernikahan

sirri sangat tidak di anjurkan karena kaum muslimin diperintahkan oleh Allah untuk

menaanti perintah selama aturan itu tidak bertentangan dan juga dengan adanya

pencatatan akan menguatkan pernikahan tersebut sebagaimana dalam QS. An-Nisa

ayat 21. Nikah sirri yang diperbolehkan dalam hukum Islam adalah nikah yang syarat

dan rukun nikahnya telah terpenuhi yaitu: wali nikah, dua orang saksi yang adil, ijab

dan qabul. Sementara nikah sirri yang dilakukan tampa adanya wali nikah adalah

tidak sah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, M. A. (1996). Masail fiqhiyah al-haditsah-masalah-masalah kontemporer hokum

islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Nafis, C. (2009). Fikih Keluarga (menuju keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah)-

keluarga sehat, sejahtera dan berkualitas. Jakarta: Mitra Abadi Press.

Syarifuddin, Amir. Hukum Nikah Islam di Indonesia Antara Fikih Munakahat dan Undang-

Undang Nikah. Cet. II; Jakarta: Kencana, 2007.

https://www.academia.edu/20018715/makalah_nikah_sirri

12

Anda mungkin juga menyukai