Anda di halaman 1dari 13

BAB 7

INDAHNYA MEMBANGUN MAHLIGAI RUMAH


TANGGA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4 :
Indah Sofia.N
Osja Trianingsih.R
Shakira Virgina
Alda Septiani
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur saya haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang


telah memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Membangun Magligai Rumah Tangga
(Manahakat)” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.
Makalah ini telah saya selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya sampaikan banyak terima kasih
kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam
penyelesaian makalah ini.
Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa,
susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , saya
selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Dengan karya ini penulis berharap dapat membantu pemerintah dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui pengembangan internet di
desa-desa.
Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat
luas.

Penulis
DAFTAR ISI

Kata
Pengantar................................................................................................................. i
Daftar
Isi............................................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan
1.1  Latar Belakang...................................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah................................................................................................. 1
1.3  Tujuan.................................................................................................................... 2
BAB II Pembahasan
2.1  Dalil Yang Berkaitan dengan Manahakat(Pernikahan) Dalam Islam................... 3
2.2  Hukum Pernikahan dalam Islam........................................................................... 7
2.3  Orang-Orang yang Tidak Boleh diNikahi............................................................. 9
2.4  Rukun & Syarat Sah Nikah................................................................................. 10
BAB III Penutup      
3.1  Kesimpulan........................................................................................................... 14
3.2  Hikmah................................................................................................................. 14
3.3  Saran..................................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN

1.4  Latar Belakang
Apabila kita berbicara tentang pernikahan maka dapatlah kita
memandangnya dari dua buah sisi. Dimana  pernikahan merupakan sebuah
perintah agama. Sedangkan di sisi lain adalah satu-satunya jalan penyaluran seks
yang disahkan oleh agama. Berdasarkan  sudut pandang ini, maka ketika orang
melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan mereka bukan saja memiliki
keinginan untuk melakukan perintah agama, namun juga memiliki keinginan
memenuhi kebutuhan biologisnya yang secara kodrat memang harus disalurkan.
Sebagaimana kebutuhan lainnya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis
sebenarnya juga harus dipenuhi.  Agama islam telah menetapkan bahwa satu-
satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan
pernikahan, pernikahan merupakan satu hal yang sangat menarik jika kita lebih
mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan ini. Di dalam al-Qur’an
telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat membawa kedamaian dalam
hidup seseorang (litaskunu ilaiha). Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan
hanya sekedar sebagai sarana penyaluran kebutuhan seks namun lebih dari itu
pernikahan juga menjanjikan perdamaian hidup bagi manusia dimana setiap
manusia dapat membangun surge dunia di dalamnya. Semua hal itu akan terjadi
apabila pernikahan tersebut benar-benar dilaksanakan dengan cara yang sesuai
serta jalur yang telah ditetapkan islam.

1.5  Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas timbul permasalahan yang perlu di dibahas sedikit
tentang:
1.2.1  Apa Dalil yang berkaitan dengan manahakat(pernikahan)?
1.2.2  Apa ketentuan pernikahan dalam Islam?
1.2.3  Bagaimana hukum pernikahan dalam Islam?
1.2.4  Siapa saja orang yang tidak boleh dinikahi dalam hukum Islam?
1.2.5  Apa rukun dan syarat pernikahan dalam Islam?

1.6  Tujuan
1.3.1  Untuk mengetahui Dalil yang berkaitan dengan manahakat(pernikahan).
1.3.2  Untuk mengetahui ketentuan pernikahan dalam Islam,
1.3.3  Untuk mengetahui bagaimana hukum pernikahan dalam Islam.
1.3.4  Untuk mengetahui siapa saja orang yang tidak boleh dinikahi dalam Islam.
1.3.5  Untuk mengetahui rukun dan syarat pernikahan dalam Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Dalil Yang Berkaitan dengan Manahakat(Pernikahan) Dalam Islam


Banyak sekali kita jumpai ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits yang yang
berkaitan dengan pernikahan, seperti anjuran menikah, hukum nikah, aturan dan
segala hal yang berkaitan dengan sebuah pernikahan.
2.1.1      Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Pernikahan
Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan pernikahan diantaranya yaitu
sebagai berikut:
A. Surat An-Nisa Ayat 3

Artinya: “…Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki“. (QS. An-Nisa: 3)
B. Surat An-Nisa ayat 4

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)


sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan
kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya“.
(QS. An-Nisa: 4)

C. Surat An-Nahl Ayat 72

Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?“. (QS. An-Nahl: 72)

D. Surat Ar-Rum Ayat 21

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir“. (QS. Ar-Rum: 21)

E. Surat Al-Hujurat Ayat 13

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal“. (QS. Al-
Hujarat: 13)

F. Surat Az-Zariyat Ayat 49

Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu


mengingat kebesaran Allah“. (QS. Az-Zariyat: 49)

G. Surat An-Nur Ayat 26


Artinya: “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki
yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang
baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-
wanita yang baik (pula)“. (QS. An-Nur: 26)
2.1.2      Hadits Tentang Menikah
Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah bersabda:
Artinya: “Wanita dinikahi karena empat petkara yaitu karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka dapatkanlah wanita
yang taat beragama niscaya kamu akan beruntung“. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda:


Artinya: “Tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan.
Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku“. (Muttafaqun
‘Alaih)

Artinya: “Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh


agamanya. Karenanya, bertakwalah kepada Allah pada separuh yang
lainnya“. (HR. Al-Baihaqi)

Artinya: “Empat perkara yang termasuk sunnah para rasul, yaitu sifat malu,
memakai wewangian, bersiwak dan menikah“. (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

Artinya: “Barangsiapa yang  Allah beri rezeki kepadanya berupa istri shalihah,


berarti Allah telah menolongnya atas separuh agamanya. Maka bertakwalah
kepada Allah untuk separuh yang lainnya“. (HR. At-Thabrani)

Dari Abdullah bin Mas’ud berkata, Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: “Wahai para generasi muda, barangsiapa diantaramu sudah mampu


berkeluarga, hendaknya dia menikah. Karena hal itu dapat menundukkan
pandangan dan menjaga kemaluannya. Dan barangiapa yang belum mampu,
hendaknya dia berpuasa, karena puasa dapat mengendalikanmu“. (Muttafaqun
‘Alaih)

Artinya: “Menikahlah, karena sesungguhnya aku akan membangga-banggakan


jumlah kalian kepada umat-umat lain pada hari Kiamat, dan janganlah kalian
seperti para pendeta Nasrani“. (HR. Al-Baihaqi)

Artinya: “Nikah itu adalah sunnahku. Maka barangsiapa yang tidak menyukai
sunnahku berarti ia bukan golonganku“. (HR. Ibnu Majah)
2.2  Hukum Pernikahan dalam Islam
Hukum pernikahan bersifat kondisional, artinya berubah menurut situasi dan
kondisi seseorang dan lingkunganya.
2.2.1  Wajib
Bagi yang sudah mampu kawin, nafsunyan telah mendesak dan takut
terjerumus dalam perzinahan.Karena menjauhkan diri dari yang haram adalah
wajib, sedang untuk itu tidak dapat dilakukan dengan baik kecuali dengan jalan
kawin. Dari ibnu mas’ud : Rasulullah saw bersabda: “Hai, golongan pemuda! Jika
di antara kamu ada yang mampu kawin hendaklah ia kawin, karena nanti matanya
akan lebih terjaga dan kemaluannya akan lebih terpelihara, dan bilamana ia belum
mampu kawin, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu ibarat pengebiri.( HR.
Jama’ah )
2.2.2 Sunnah
Bagi orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu kawin, tetapi masih
bisa menahan dirinya dari berbuat zina. Dari Abu Umamah: Rasulullah saw
bersabda: “kawinlah kalian, karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah
kalian pada umat-umat lain. Dan janganlah kalian seperti pendeta-pendeta
Nasrani” HR. Baihaqi. Ibnu Abbas berkata:”Ibadah seseorang belum sempurna,
sebelum ia kawin.”
2.2.3  Haram:
Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan lahirnya
kepada istrinya serta nafsunya pun tidak mendesak.Qurthuby berkata: “ Bila
seseorang laki-laki sadar tidak mampu membelanjai istrinya atau membayar
maharnya atau memenuhi hak-hak istrinya, maka ia tidak dapat kawin, sebelum
jujur menjelaskan kondisi sebenarnya. Begitu pula kalau itu karena sesuatu hal
menjadi lemah, tak mampu menggauli istrinya, maka wajiblah ia menjelaskan
dengan jujur agar perempuannya tidak tertipu olehnya.Juga tidak bisa langsung ia
menipunya dengan menyebut keturunan, harta dan pekerjaannya secara tidak
semestinya. Begitu juga sebaliknya bagi perempuan.Termasuk tidak
menyembunyikan cacat tubuh, kelainan pada alat kelamin atau hal-hal
penyimpangan kejiwaan. Bila ternyata salah satu pasangan mengetahui aib pada
lawannya, maka ia berhak untuk membatalkan, jika yang aib itu perempuannya,
maka suaminya bisa membatalkannya dan dapat mengambil kembali maharnya.
Diriwayatkan bahwa Nabi mengawini seorang perempuan Bani Bayadhah yang
kemudian diketahui lambungnya burik, lalu ia batalkan, seraya bersabda: Kalian
semua (orang-orang Bani Bayadhah) telah menipu saya.”
2.2.4 Makruh:
Bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu member belanja
istrinya, walaupun tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak memiliki
keinginan syahwat yang kuat.
2.2.5 Mubah:
Bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan
segera kawin atau karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk kawin.
2.3  Orang-Orang yang Tidak Boleh di Nikahi
Kenapa ada istilah mahram dalam islam, ternyata setelah diteliti pernikahan
dengan mahram itu terkadang bisa menyebabkan hasil keturunan yang tidak
normal.
Begitulah islam mengetahui tentang apa-apa sebelum adanya laboratorium
gen, sebelum adanya mikroskop,sebelum adanya sesuatu yang canggih untuk
melakukan penelitian. Islam sudah melarang hal-hal dilarang yang pastinya akan
menimbulkan bahaya.
Maka dalam islam, hal pertama yang dilakukan seseorang adalah
meyakininya terlebih dahulu hal tersebut baru kemudian membuktikannya dengan
sebuah penelitian.
Bagaimana bisa orang itu bisa membenarkan kebenaran islam tanpa dia
meyakininya terlebih dahulu.
Yakin itu penting dalam islam, yakin itu Iman.
Mahram adalah seorang yang haram di nilahi. Dari pihak laki-laki ada tiga yaitu :
2.3.1 Sebab Nasab (hubungan darah) ada tujuh :
a.  Ibu terus ke atas
b. Anak terus ke bawah
c.  Saudara
d.  Saudara bapak
e.  Saudara ibu
f.  Anak saudara laki-laki
g.  Anak saudara perempuan
2.3.1 Sebab susuan (menyusu pada waktu kita bayi) ada enam :
a.  Ibu yang menyusui terus ke atas
b.  Seorang yang menyusu pada istri
c.  Anak ibu susuan atau seseorang yang menyusu kepadanya
d.  Saudara suami ibu susuan
e.  Saudara ibu susuan
f.  Anak saudara sesusuan
2.3.1 Sebab pernikahan ada tiga :
a.  Ibunya istri
b.  Anaknya istri
c.  Itrinya anak
Di samping itu ada wanita yang haram dinikah, yaitu :
o   Janda-janda para nabi
o   Saudara dan bibi dari istri yang masih sah.
2.4  Rukun & Syarat Sah Nikah
2.4.1 Rukun nikah
  Pengantin lelaki (Suami)
  Pengantin perempuan (Isteri)
  Wali
  Dua orang saksi lelaki
  Ijab dan kabul (akad nikah)
2.4.2  Syarat Sah Nikah
a.  Syarat bakal suami
  Islam
  Lelaki yang tertentu
  Bukan lelaki mahram dengan bakal isteri
  Mengetahui wali yang sebenar bagi akad nikah tersebut
  Bukan dalam ihram haji atau umrah
  Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
  Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa
  Mengetahui bahawa perempuan yang hendak dikahwini adalah sah dijadikan isteri
b.  Syarat bakal isteri
  Islam
  Perempuan yang tertentu
  Bukan perempuan mahram dengan bakal suami
  Bukan seorang khunsa
  Bukan dalam ihram haji atau umrah
  Tidak dalam idah
  Bukan isteri orang
c.  Syarat wali
  Islam, bukan kafir dan murtad
  Lelaki dan bukannya perempuan
  Baligh
  Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
  Bukan dalam ihram haji atau umrah
  Tidak fasik
  Tidak cacat akal fikiran,gila, terlalu tua dan sebagainya
  Merdeka
  Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
* Sebaiknya bakal isteri perlulah memastikan syarat WAJIB menjadi wali.
Sekiranya syarat wali bercanggah seperti di atas maka tidak sahlah sebuah
pernikahan itu. Sebagai seorang mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik
beratkan hal-hal yang wajib seperti ini. Jika tidak di ambil kira, kita akan hidup di
lembah zina selamanya.

d. Syarat-syarat saksi
  Sekurang-kurangya dua orang
  Islam
  Berakal
  Baligh
  Lelaki
  Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
  Dapat mendengar, melihat dan bercakap
  Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa
kecil)
  Merdeka
e. Syarat ijab
  Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
  Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
  Diucapkan oleh wali atau wakilnya
  Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(nikah kontrak
e.g.perkahwinan(ikatan suami isteri) yang sah dalam tempoh tertentu seperti yang
dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)
  Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
* Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada bakal suami:"Aku
nikahkan/kahwinkan engkau dengan Diana Binti Daniel dengan mas
kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak RM 3000 tunai".
f.  Syarat qabul
  Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
  Tiada perkataan sindiran
  Dilafazkan oleh bakal suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
  Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
  Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
  Menyebut nama bakal isteri
  Tidak diselangi dengan perkataan lain
* Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima
nikah/perkahwinanku dengan Diana Binti Daniel dengan mas kahwinnya/bayaran
perkahwinannya sebanyak RM 3000 tunai" ATAU "Aku terima Diana Binti Daniel
sebagai isteriku".
BAB III
KESIMPULAN
3.4  Kesimpulan
1. Pernikahan yaitu ikatan dua orang hamba berbeda jenis dengan suatu ikatan
akad
2. Hukum-hukumnya nikah adalah jaiz, sunnat, wajib, makruh, haram.
3. Diantaranya rukun-rukun nikah adalah mempelai laki-laki, mempelai
perempuan, wali, dua orang saksi, sighat.
4. Tujuan adanya pernikahanan ternyata sangat banyak ditinjau dari berbagai sisi
3.5  Hikmah
1. Pernikahan yang sah menjadikan hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan
yang bukan muhrim menjadi halal.
2. Pernikahan menjadi sah dengan rukun dan syarat nikah.
3.6  Saran
Akhirnya, pemakalah mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
ikut membantu di dalam menyelesaikan makalah kami ini. Disamping itu, kritik
dan saran dari mahasiswa serta dosen pengampu dan para pembaca sangat kami
harapkan, demi kebaikan kita bersama terutama bagi pemakalah.

Anda mungkin juga menyukai